13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kondisi dan penyakit yang dikaitkan dengan proses menua dan usia lanjut. Pasien geriatri adalah pasien lanjut usia dengan multipatologi penyakit ganda.
Longevity merujuk pada lama hidup seorang individu Setiati dkk, 2006.
2.2.2 Demografi Populasi Lanjut Usia Darmojo, 2009
Menurut UN-Population Division, Department of Economic and Social Affairs 1999 jumlah populasi lanjut usia lansia
≥ 60 tahun diperkirakan hampir mencapai 600 juta orang dan diproyeksikan menjadi 2 milyar pada tahun 2050.
Menurut laporan data demografi penduduk internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Cencus USA 1993, dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun
1990 – 2025 akan mempunyai kenaikan jumlah lanjut usia sebesar 414, suatu
angka paling tinggi di dunia. Menurut WHO 1989 Pertambahan penduduk lansia di Indonesia dan
Brazil diproyeksikan naik masing-masing melebihi 20 juta orang, sedang kenaikan kira-kira setengah jumlah tersebut terjadi masing-masing di Meksiko,
Nigeria dan Pakistan. Indonesia diramalkan beranjak dari urutan ke-10 pada tahun 1980 menjadi urutan ke-5 atau 6 pada tahun 2020 sebagai negara yang banyak
jumlah populasi lansianya.
2.2.3 Kesehatan Pada Pasien Geriatri Darmojo, 2009
Penyakit atau keluhan yang umum diderita oleh pasien geriatri adalah penyakit
reumatik, hipertensi,
penyakit jantung,
penyakit paru
dyspneabronchitis, diabetes melitus, jatuh falls, paralisislumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker.
Penyakit-penyakit yang diderita oleh pasien geriatri kebanyakan bersifat endogenik, multipel, kronik, bergejala atipik, tanpa mernyebabkan imunitas tetapi
menjadi lebih rentan terhadap penyakitkomplikasi yang lain.
2.2.4 Perubahan Penting Pada Pasien Geriatri dalam Hubungannya dengan
Obat
Pada pasien geriatri, berbagai perubahan fisiologik pada organ dan sistem tubuh akan mempengaruhi tanggapan tubuh terhadap obat. Berbagai perubahan
tersebut dalam istilah farmakologik dikenal sebagai perubahan dalam hal
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
farmakokinetik, farmakodinamik dan hal khusus lain yang mengubah perilaku obat di dalam tubuh Martono dkk, 2009.
a. Perubahan Farmakokinetik Supartondo dan Roosheroe, 2006
Farmakokinetik terdiri dari absorbsi distribusi, metabolisme dan ekskresi. Setelah diabsorbsi, obat melewati hati dan mengalami metabolisme pintas awal.
Bila tahap ini menurun, sisa dosis obat yang masuk dalam darah dapat melebihi perkiraan dan mungkin menambah efek obat, bahkan sampai efek yang
merugikan. Pada obat dengan metabolisme pintas awal yang tinggi ada perbedaan yang besar antara dosis intravena rendah dan dosis oral tinggi.
Makanan dan obat lain dapat mempengaruhi absorbsi obat yang diberikan secara oral. Distribusi obat dipengaruhi oleh berat badan dan komposisi tubuh,
yaitu cairan tubuh, massa otot, fungsi dan peredaran darah berbagai organ, juga organ yang mengatur ekskresi obat. Kadar albumin plasma memastikan kadar
obat bebas dalam sirkulasi. Hal ini memerlukan pedoman menyesuaikan dosis obat dengan berat badan untuk meningkatkan rasio resiko pada pasien geriatri
yang kurus. Metabolisme di hati dipengaruhi oleh umur, genotipe, gaya hidup, curah jantung, penyakit dan interaksi antar obat. Mengecilnya massa hati dan
proses menua dapat mempengaruhi metabolisme obat. Untuk obat yang ekskresinya terutama melalui ginjal pedoman bersihan kreatinin 24 jam penting
diperhatikan untuk memperkirakan dosis awal. Kadar kreatinin serum tidak menggambarkan fungsi ginjal karena massa otot berkurang pada proses menua.
GFR Glom. Filtr. Rate lebih penting dan jika turun sampai 10-50 mlmenit, dosis obat harus disesuaikan.
b. Perubahan Farmakodinamik Martono dkk, 2009.
Farmakodinamik adalah pengaruh obat terhadap tubuh. Obat menimbulkan rentetan reaksi biokimiawi dalam sel mulai dari reseptor sampai dengan efektor.
Di dalam sel terjadi proses biokimiawi yang menghasilkan respon selular. Respon selular pada pasien geriatri secara keseluruhan menurun. Penurunan ini sangat
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menonjol pada mekanisme respon homeostatik yang berlangsung secara fisiologis.
Pada umumnya, obat-obat yang cara kerjanya merangsang proses biokimiawi selular intensitas pengaruhnya akan menurun, misalnya agonis beta
untuk terapi asma bronkial diperlukan dosis yang lebih besar, padahal dengan dosis yang lebih besar maka efek sampingnya akan lebih besar pula. Index terapi
obat menurun. Sebaliknya obat-obat yang cara kerjanya menghambat proses biokimiawi seluler, pengaruhnya akan menjadi nyata sekali terlebih dengan
mekanisme regulasi homeostasis yang melemah, efek farmakologi obat dapat sangat menonjol sehingga toksik. Misalnya obat-obat antagonis beta,
antikolinergik, antipsikotis, antiansietas dan lain-lain. Dengan demikian index terapi obatnya menurun, seolah terjadi peningkatan kepekaan farmakodinamik.
c. Hal Khusus Lain Supartondo dan Roosheroe, 2006
Faktor lain yang berperan pada pemberian obat ialah multipatologi adanya lebih dari satu penyakit pada pasien geriatri.
2.2.5 Penggunaan Obat Secara Rasional Pada Pasien Geriatri Martono