70
6.1.7 Proporsi penderita asma bronkial dewasa berdasarkan keadaan sewaktu
pulang tertinggi adalah pulang berobat jalan PBJ yaitu 89,0. 6.1.8
Tidak terdapat perbedaan proporsi umur berdasarkan riwayat keluarga p=0,119, umur berdasarkan riwayat serangan p=1,000, jenis kelamin
berdasarkan riwayat keluarga p=0,359, jenis kelamin berdasarkan riwayat serangan p=0,525, lama rawatan rata-rata berdasarkan
kelompok umur p=0,258, lama rawatan rata-rata berdasarkan jenis kelamin p=0,480.
6.1.9 Ada perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan faktor pencetus
p=0,005. 6.1.10 Pencatatan suku, pekerjaan, pendidikan, faktor pencetus, dan riwayat
keluarga tidak lengkap.
6.2 Saran
6.2.1 Kepada pihak RSUP H. Adam Malik Medan sebaiknya melengkapi data-
data rekam medik pasien oleh petugas, seperti suku, pekerjaan, pendidikan, faktor pencetus, dan riwayat keluarga. Perlu dilakukan
penyuluhan tentang asma dan alergi sehingga penderita asma bronkial mendapat informasi dan pengetahuan yang luas dalam pencegahan dan
mengontrol penyakit asma dengan baik. 6.2.2
Kepada penderita asma bronkial, baik yang pulang berobat jalan PBJ maupun yang pulang atas permintaan sendiri PAPS diharapkan untuk
selalu mengontrol penyakitnya dan menghindari faktor pencetus asma,
Universitas Sumatera Utara
71
khususnya bagi Ibu Rumah Tangga untuk menjaga kebersihan rumah dari debu dan alergen lain yang dapat memicu terjadinya serangan Asma.
6.2.3 Kepada FKM USU, supaya dapat membuat komisi etika clearance untuk
keperluan penelitian mahasiswa.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Sejarah
Asma adalah penyakit yang setua artefak. Kertas papirus Mesir yang ditemukan sekitar tahun 1870 berisi resep untuk asma yang ditulis dalam huruf
hieroglif yang menuliskan campuran herbal yang dipanaskan di atas batu agar
penderita dapat menghisap asap hasil pembakarannya Clark, 2013. Filsuf
Yunani “Hippocrates” adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah “asma asthma”, asma berasal dari bahasa Yunani, yakni azein yang artinya “sulit
bernapas” Bull, 2007. Meskipun asma telah diperkenalkan oleh Hippocrates lebih dari 2.000 tahun yang lalu, tetapi sampai sekarang penyakit ini masih
menjadi masalah kesehatan Sundaru, 2002.
Catatan sejarah yang berusia 1.500 SM menunjukkan bahwa asma dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh “roh”. Pada abad ke-17 dan ke-
18 dokter mulai menyadari bahwa asma disebabkan oleh penyempitan saluran napas. Pada tahun 1678, dokter Thomas Willis mendeskripsikan asma sebagai
“penyempitan obstruksi bronki oleh cairan kental, pembengkakan dinding, dan obstruksi dari luar tubuh”. Sir John Floyer pada tahun 1698 pertama kali
menyatakan bahwa asma disebabkan oleh spasme kejangnya otot polos bronkus. Sejak tahun 1970-an mulai didapatkan kejelasan bahwa asma merupakan
gangguan peradangan kronis pada saluran napas Clark, 2013.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Definisi
Asma bronkial adalah penyakit paru dengan karakteristik: 1 obstruksi saluran napas yang reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan; 2
inflamasi saluran napas; 3 peningkatan respons saluran napas terhadap berbagai
rangsangan hipereaktivitas Sundaru Sukamto, 2010.
Asma bronkial adalah penyempitan bronkus yang bersifat reversibel yang terjadi oleh karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan
antigen Rab, 2010. Penyakit yang menyerang cabang-cabang halus bronkus yang sudah tidak memiliki kerangka cincin-cincin tulang rawan, sehingga terjadi
penyempitan yang mendadak. Akibatnya penderita sesak napas, sehingga untuk membantu pernapasan seluruh otot-otot pernapasan difungsikan secara maksimal.
Penyebab asma adalah alergi atau peka terhadap berbagai bahan seperti: butir- butir sari bunga, bulu kucing, spora jamur, dan sebagainya. Pada waktu serangan
asma, sering ekspirasinya disertai bunyi: “ngiik, ngiiiik” yang panjang, karena udara yang dihembuskan keluar melalui pipa yang sangat sempit. Dengan adanya
bunyi tersebut, di daerah Jawa penyakit asma dinamakan pula sakit mengi Irianto, 2014.
Adapun definisi asma bronkial, ada 3 hal yang penting yaitu sebagai berikut
Dinajani, 2008: a.
Timbulnya secara periodik b.
Kronik c.
Reversibel fungsi paru dapat kembali normal dengan atau tanpa pengobatan
Universitas Sumatera Utara
2.2 Epidemiologi 2.2.1 Distribusi dan frekuensi
Angka kejadian asma pada anak dan bayi lebih tinggi daripada orang dewasa, meskipun demikian asma dapat timbul sembarang waktu. Ada bayi
berumur kurang dari satu tahun sudah menderita asma, tetapi tidak heran bila ada kakek atau nenek yang berumur 80 tahun baru menderita asma. Jika pada masa
kanak-kanak, penderita asma laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan, pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Di negara-negara yang telah
maju penelitian kedokterannya, 5-20 bayi dan anak-anak menderita asma, sedangkan penderita asma usia dewasa dan orang tua rata-rata berkisar antara 2-
10. Memang ada daerah-daerah tertentu seperti di Alaska atau di daerah pegunungan di Papua New Guinea penduduknya jarang yang menderita asma,
tetapi di pulau Trista da Cunha pernah dilaporkan 49 penduduknya menderita asma. Walaupun belum ada angka-angka yang resmi dari penelitian yang pernah
dilakukan di beberapa tempat diperkirakan 2-5 penduduk Indonesia menderita asma. Tinggi rendahnya angka kejadian ini dipengaruhi oleh banyak faktor, antara
lain faktor umur penderita, jenis kelamin, bakat alergi, bangsa, keturunan,
lingkungan dan faktor psikologik Sundaru, 2002.
Jika Kanada dan Meksiko tidak dimasukkan ke dalam data statistik, Centers for Disease Control and Prevention CDC di Atlanta, Georgia
melaporkan bahwa pada tahun 2008, sekitar 38,4 juta orang 10,2 juta anak-anak dan 28,2 juta orang dewasa di Amerika Serikat telah didiagnosis asma pada suatu
saat dalam hidup mereka. Di Amerika Serikat, 3.816 orang meninggal akibat asma
Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2004 dan diperkirakan sebesar 3.587 orang meninggal pada tahun 2005. Terdapat variasi menurut usia pada data tersebut, yaitu pasien yang berusia
diatas 65 tahun lebih sering meninggal akibat asma dibandingkan kelompok umur lainnya. Pasien wanita biasanya lebih sering meninggal akibat gejala asma yang
mereka alami, dan 64 kematian akibat asma pada tahun 2004 terjadi pada wanita Clark, 2013.
2.2.2 Determinan
Determinan dari Asma Bronkial dapat dilihat dari host dan environment
yang juga sebagai agent.
i. Host
Determinan asma bronkial berdasarkan host diantaranya adalah faktor genetika dimana yang diturunkan adalah bakat alergi dan hipersensitifitas saluran
pernafasan, jenis kelamin wanita pada usia dewasa lebih berisiko menderita asma bronkial, dan pada individu obesitas indeks massa tubuh 30 kgm
2
dapat menderita asma bronkial akibat terjadinya perubahan fungsi jalan napas karena
efek dari obesitas pada mekanika paru-paru GINA, 2016. ii.
Environment dan Agent Asma Bronkial juga dipengaruhi oleh faktor environment sebagai pencetus
dimana environment ini juga merupakan agent dari penyakit asma bronkial tersebut. Beberapa faktor pencetus asma bronkial antara lain Ayres, 2003:
1. Ekstrinsik alergik
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
Universitas Sumatera Utara
antibiotik dan aspirin, dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebut di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik non alergik
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
2.3. Patogenesis
Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti, namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma
adalah inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan Sundaru Sukamto, 2010.
2.3.1. Asma sebagai penyakit inflamasi
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Inflamasi ditandai dengan adanya kalor panas dengan vasodilatasi dan rubor
kemerahan karena vasodilatasi, tumor eksudasi plasma dan edema, dolor rasa sakit karena rangsangan sensoris, dan functio laesa fungsi yang terganggu.
Akhir-akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai satu syarat lagi yaitu
Universitas Sumatera Utara
infiltrasi sel-sel radang. Ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa
membedakan penyebabnya baik yang alergik maupun non-alergik.
Seperti telah dikemukakan di atas baik asma alergik maupun non-alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu
paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonom. Pada jalur
IgE, masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC Antigen Presenting Cells = sel penyakit antigen, untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan
dikomunikasikan kepada sel Th T penolong. Sel T penolong inilah yang akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma
membentuk IgE, serta sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-
mediator inflamasi. Mediator-mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin PG, leukotrin LT, platelet activating factor PAF, bradikinin, tromboksin
TX dan lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel
radang, sekresi mukus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan hipereaktivitas saluran napas HSN. Jalur non-alergik selain merangsang sel
inflamasi, juga merangsang sistem saraf autonom dengan hasil akhir berupa
inflamasi dan HSN. 2.3.2. Hipereaktivitas saluran napas HSN
Yang membedakan asma dengan organ normal adalah sifat saluran napas pasien asma yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan seperti iritan debu,
Universitas Sumatera Utara
zat kimia histamin, metakolin dan fisis kegiatan jasmani. Pada asma alergik, selain peka terhadap rangsangan tersebut di atas pasien juga sangat peka terhadap
alergen yang spesifik. Sebagian HSN diduga didapat sejak lahir, tetapi sebagian lagi didapat. Berbagai keadaan dapat meningkatkan hipereaktivitas saluran napas
seseorang yaitu: 1. Inflamasi saluran napas.
Sel-sel inflamasi serta mediator kimia yang dikeluarkan terbukti berkaitan erat dengan gejala asma dan HSN. Konsep ini didukung oleh fakta bahwa
intervensi pengobatan dengan anti-inflamasi dapat menurunkan derajat HSN dan gejala asma.
2. Kerusakan epitel Salah satu konsekuensi inflamasi adalah kerusakan epitel. Pada asma
kerusakan bervariasi dari yang ringan sampai berat. Perubahan struktur ini akan meningkatkan penetrasi alergen, mediator inflamasi serta mengakibatkan iritasi
ujung-ujung saraf autonom sering lebih mudah terangsang. Sel-sel epitel bronkus sendiri sebenarnya mengandung mediator yang dapat bersifat sebagai
bronkodilator. Kerusakan
sel-sel epitel
bronkus akan
mengakibatkan bronkokonstriksi lebih mudah terjadi.
3. Mekanisme neurologis Pada pasien asma terdapat peningkatan respon saraf parasimpatis.
4. Gangguan intrinsik Otot polos saluran napas dan hipertrofi otot polos pada saluran napas diduga
berperan pada HSN.
Universitas Sumatera Utara
5. Obstruksi saluran napas Meskipun bukan faktor utama, obstruksi saluran napas diduga ikut berperan pada
HSN. 2.4 Klasifikasi
2.4.1 Klasifikasi derajat beratnya asma berdasarkan gejala klinis sebelum pengobatan menurut GINA Global Initiative for Asthma Dinajani, 2008
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Beratnya Asma Berdasarkan Gejala Klinis Menurut GINA
Intermiten a. Gejala-gejala kurang dari satu kali per minggu
b. Kekambuhan eksaserbasi sebentar c. Gejala-gejala di malam hari tidak lebih dari dua kali per bulan
d. VEP
1
Volume Ekspirasi Puncak atau APE Arus Puncak Ekspirasi ≥ 80 prediksi
e. Variabilitas VEP
1
dan APE 20 Persisten Ringan
a. Gejala-gejala lebih dari sekali per minggu tetapi kurang dari satu kali per hari b. Eksaserbasi dapat mempengaruhi aktivitas dan tidur
c. Gejala-gejala di malam hari lebih dari dua kali per bulan d. VEP
1
atau APE ≥ 80 prediksi e. Variabilitas VEP
1
dan APE 20-30 Persisten Sedang
a. Gejala-gejala setiap hari b. Eksaserbasi dapat mempengaruhi aktivitas dan tidur
c. Gejala-gejala di malam hari lebih dari dua kali per bulan d. VEP
1
atau APE ≥ 80 e. Variabilitas VEP
1
dan APE 30 Persisten Berat
a. Gejala-gejala setiap hari b. Eksaserbasi sering kali
c. Gejal-gejala asma di malam hari sering kali d. VEP
1
atau APE 60 prediksi e. Variabilitas VEP
1
dan APE 30
2.4.2 Klasifikasi asma bronkial berdasarkan penyebabnya
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu Ayres, 2003:
Universitas Sumatera Utara
1. Ekstrinsik alergik
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan
antibiotik dan aspirin, dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika ada
faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebut di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
2. Intrinsik non alergik
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga
disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Tipe asma gabungan merupakan bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.
2.5 Gambaran Klinis
Asma umumnya dimulai semasa anak-anak, tetapi dapat terjadi pada usia berapa pun. Pasien mungkin memiliki riwayat yang menunjukkan atopi, termasuk
rinitis alergika, eksema, atau urtikaria, dan mungkin menghubungkan serangan asma dengan alergen spesifik, misalnya semacam rumput-rumputan dan kucing.
Pasien seperti itu dikatakan menderita asma alergika. Banyak pasien seperti itu
Universitas Sumatera Utara
dikatakan menderita asma alergika. Banyak pasien seperti demikian yang mengalami peningkatan IgE serum total, peningkatan IgE spesifik, dan eosinofilia
darah tepi. Jika tidak ada riwayat umum tentang alergi dan tidak ada alergen eksternal yang dapat dikenal, digunakan istilah asma nonalergika West, 2010.
Pada semua penderita asma, terdapat hipereaktivitas seluruh jalan napas, yang menyebabkan gejala akibat iritan non spesifik, seperti asap, udara dingin,
atau olahraga. Hipereaktivitas hiperresponsivitas jalan napas dapat diuji dengan memajankan pasien terhadap inhalasi metakolit atau histamin yang konsentrasinya
semakin bertambah dan mengukur FEV
1
resistensi jalan napas. Konsentrasi yang menghasilkan penurunan FEV
1
sebesar 20 dikenal sebagai PC
20
konsentrasi provoaktif 20. Serangan dapat terjadi setelah olahraga, terutama saat hawa dingin. Konsumsi aspirin adalah penyebab pada beberapa individu karena
inhibisi jalur siklooksigenase. Hal ini mungkin memiliki komponen genetik. Di antara serangan, pasien mungkin tidak menunjukkan gejala maupun inflamasi
menetap. Faktor psikologis sangat penting West, 2010. Selama serangan, pasien mungkin mengalami dispnea, ortopnea, dan
ansietas yang berat. Otot napas tambahan menjadi aktif. Paru mengalami hiperinflasi, dan ronki nyaring terdengar di semua lapangan. Nadi menjadi cepat
dan mungkin terdapat pulsus paradoksikus tekanan sistolik dan nadi yang sangat menurun sewaktu inspirasi. Sputum sedikit dan kental. Foto toraks menunjukkan
hiperinflasi, tetapi selain itu normal. Status asmatikus menunjukkan serangan yang terus-menerus selama berjam-jam atau bahkan berhari-hari tanpa remisi
walaupun dengan terapi bronkodilator. Sering kali terdapat tanda kelelahan,
Universitas Sumatera Utara
dehidrasi, dan takikardia yang jelas. Dada mungkin menjadi senyap, tetapi membahayakan dan diperlukan segera penatalaksanaan yang lengkap West,
2010.
2.6 Pencegahan