Wanprestasi dan Akibatnya dalam Perjanjian

menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang bersangkutan; k. Perjanjian integrasi vertikal, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung. Perjanjian ini dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat; l. Perjanjian tertutup, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu; m. Perjanjian dengan pihak luar negeri, yaitu perjanjian yang dibuat antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya di luar negeri dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

D. Wanprestasi dan Akibatnya dalam Perjanjian

Pada debitur terletak kewajiban untuk memenuhi prestasi. Dan jika debitur tidak melaksanakan kewajibannya tersebut bukan karena keadaan memaksa, maka ia Universitas Sumatera Utara dianggap melakukan ingkar janji. Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda, yang artinya prestasi buruk. Wanprestasi adalah keadaan dimana debitur tidak memenuhi prestasi ingkar janji yang telah diperjanjikan. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur dapat disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu: 38 1. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhinya kewajiban maupun karena kelalaian 2. Karena keadaan memaksa overmacht, force majeure, di luar kemampuan debitur. Debitur dalam pengertian ini dianggap tidak bersalah. Dalam membicarakan wanprestasi, kita tidak bisa terlepas dari masalah pernyataan lalai ingerbrekke stelling dan kelalaian verzuim. 39 Wanprestasi terbagi atas tiga bentuk, antara lain : 40 1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan debitur tidak memenuhi prestasinya sama sekali; 2. Memenuhi prestasinya tetapi tidak tepat waktunya 38 http:cahganteng86.blogspot.com200911makalah-wanprestasi.html , diakses pada tanggal 20 Desember 2010. 39 M. Yahya Harahap., op.cit, hlm 60. 40 http:cahganteng86.blogspot.com200911resikowanprestasiforcemajor-definisi.html , diakses pada tanggal 20 Desember 2010. Universitas Sumatera Utara Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya; 3. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali. Sedangkan menurut Subekti, wanprestasi ada empat macam, yaitu : 41 a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b. Melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan; c. Melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat; d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Apabila terjadi wanprestasi, ada kemungkinan bahwa pihak yang berhak masih menuntut adanya pelaksanaan dari perjanjian itu. Apabila hal ini sama sekali tidak dimungkinkan, maka adanya wanprestasi ini dapat mempunyai akibat-akibat sebagai berikut : 42 41 R. Subekti, loc. cit. 42 Achmad Ichsan, op. cit., hlm 40. Universitas Sumatera Utara 1. Resiko terhadap sesuatu benda, yang menurut undang-undang menjadi tanggung jawab dari kreditur, berpindah kepada debitur apabila ini telah terbukti melakukan mora debitoris. 2. Dengan adanya wanprestasi dapat diadakan tuntutan ganti rugi. 3. Untuk persetujuan–persetujuan timbal balik, tuntutan memuat Pasal 1266 pemutusan persetujuan dapat dilakukan. 43 4. Bila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dapat juga diadakan tuntutan hak reklame. Dalam hal wanprestasi dapat menimbulkan akibat keharusan atau kemestian bagi debitur membayar ganti rugischadevergoeding. Hal ini dapat dilihat dalam keputusan Mahkamah Agung tanggal 21 Mei 1973 No. 70 HK Sip1972 : apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi karena tidak melaksanakan pembayaran barang yang dibeli, pihak yang dirugikan dapat menuntut pembatalan jual beli. 44 Sedangkan tentang ganti rugi dapat kita lihat dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yang berisi “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian itu”. 43 Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan – persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal demikian persetujan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim. Permintaan ini juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam perjanjian. Jika syarat batal tidak dinyatakan dalam persetujuan, hakim adalah leluasa unutk menurut keadaan, atas permintaan si tergugat, memberikan suatu jangka waktu untuk masih juga memenuhi kewajibannya. Jangka waktu mana namun tidak boleh lebih dari satu bulan. 44 M. Yahya Harahap, op. cit., hlm 60. Universitas Sumatera Utara Mengenai ganti rugi, terdapat pengecualian terhadap debitur yang karena overmacht atau karena toeval tidak berkesempatan melakukan kewajibannya menyerahkan, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu, maka ganti rugi itu ditiadaan. Pengecualian terhadap ganti rugi ini terdapat di dalam Pasal 1245 KUH Perdata, yang menyatakan “ tidaklah biaya ganti rugi dan bunga, harus digantinya, apabila lantaran keadaan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak disengaja, si berutang berhalangan memberikan, atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang”. Jadi alasan untuk bebas dari pemberian ganti rugi adalah adanya overmacht bagi pihak debitur. Kewajiban ganti rugi tidak dengan sendirinya timbul pada saat kelalaian. Ganti rugi baru efektif menjadi kemestian debitur setelah debitur dinyatakan lalai. Dengan kata lain harus ada pernyataan lalai dari kreditur debitur harus berada dalam in gebrekke stelling atau in mora stelling. 45 Pernyataan berada dalam keadaan lalai ini ditegaskan dalam Pasal 1243 KUH Perdata, yang berbunyi “penggantian pengongkosan, kerugian dan bunga, baru merupakan kewajiban yang harus dibayar debitur, setelah ia untuk itu ditegur kealpaannya melaksanakan perjanjian, akan tetapi sekalipun sudah ditegur ia tetap juga melalaikan peringatan dimaksud”. Dari ketentuan di atas terdapat asas umum 45 Ibid. Universitas Sumatera Utara bahwa untuk lahirnya kewajiban ganti rugi, debitur harus terlebih dahulu diletakkan dalam keadaan lalai, melalui prosedur peringatanpernyataan lalai. Mengenai kapan seseorang baru dapat dikatakan lalai atau wanprestasi, dapat kita lihat dari Pasal 1238 KUH Perdata, yang menyebutkan : ”si berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika menetapkan bahwa si berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang telah ditentukan”. Menurut Subekti, ada empat sanksi yang dapat dikenakan kepada debitur yang lalai, yaitu: 46 1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau disebut ganti rugi; 2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian; 3. Peralihan resiko; 4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan di muka hakim. Pada Pasal 1240 dan 1241 KUH Perdata, diatur mengenai pihak yang berhak dapat menuntut : 1. Penghapusan hak-hak yang telah dilakukan oleh pihak wajib yang merupakan pelanggaran janji 2. Mengerjakan sendiri hal-hal yang harus dilakukan oleh pihak wajib atas biayanya. 47 46 R. Subekti, loc. cit. Universitas Sumatera Utara Isi Pasal 1240 KUH Perdata : “Dalam pada itu si berpiutang adalah berhak menuntut akan penghapusan segala sesuatu yang telah dibuat berlawanan dengan perikatan, dan bolehlah ia minta supaya dikuasakan oleh hakim untuk menyuruh menghapuskan segala sesuatu yang telah dibuat tadi atas biaya si berutang; dengan tidak mengurangi hak menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga jika ada alasan untuk itu”. Pasal 1241 KUH Perdata “Apabila perikatan tidak dilaksanakannya, maka si berpiutang boleh juga dikuasakan supaya dia sendirilah mengusahakan pelaksanaannya atas biaya si berutang”.

E. Eksekusi dan Jenis-Jenisnya