Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Leasing

BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN LEASING

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Leasing

1. Pengertian Perjanjian Leasing Sewa guna usaha leasing adalah salah satu jenis pembiayaan perusahaan yang merupakan hasil modifikasi dari perjanjian sewa-menyewa. Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, lease yang artinya sewa menyewa. karena leasing sebenarnya adalah perjanjian sewa menyewa yang telah berkembang di kalangan para pengusaha, dimana lessor pihak yang menyewakan, yang sering merupakan perusahaan leasing menyewakan suatu barang modal kepada lessee penyewa untuk suatu jangka waktu tertentu. 52 52 R. Subekti, op.cit. hlm.55. Menurut Surat Keputusan Bersama SKB Menteri Keuangan, Perindustrian, dan Perdagangan yang dimaksud dengan leasing adalah “setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang- barang modal yang digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran secara berkala, disertai dengan hak pilih opsi bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai-nilai sisa yang disepakati.” Universitas Sumatera Utara Selain pengertian leasing yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama, juga terdapat beberapa pengertian yang dipaparkan oleh para ahli hukum Indonesia. Menurut Subekti, leasing adalah “perjanjian sewa-menyewa yang telah berkembang dikalangan pengusaha, dimana lessor pihak yang menyewakan, yang sering merupakan perusahaan leasing menyewakan suatu perangkat alat perusahaan mesin-mesin termasuk servis, pemeliharaan, dan lain – lain kepada lessee penyewa untuk suatu jangka waktu tertentu.” 53 a. Leasing sama dengan sewa – menyewa. Subekti mengkonstruksikan leasing sebagai berikut: b. Subjek hukum yang terkait dalam perjanjian tersebut adalah pihak lessor dan lessee. c. Objeknya perangkat alat perusahaan mesin-mesin termasuk pemeliharaan dan lain – lain. d. Adanya jangka waktu sewa. Kelemahan dari definisi ini adalah tidak mencantumkan hak opsi dan jumlah angsuran yang harus dibayarkan oleh pihak lessee, padahal hakikat dari lembaga leasing adalah ada atau tidaknya hak opsi. 53 Salim H.S, op. cit., hlm 140. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan konsep The International Accounting Standard, sewa guna usaha leasing adalah “suatu perjanjian dimana lessor menyediakan barang asset dengan hak penggunaan oleh lessee dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.” 54 Definisi lain, dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, leasing adalah “suatu perjanjian dimana si penyewa barang modal lessee menyewa barang modal untuk usaha tertentu, untuk jangka waktu tertentu, dan jumlah angsuran tertentu”. Definisi ini dibuat dengan memandang bahwa institusi leasing merupakan suatu kontrak atau perjanjian antara pihak lessee dengan pihak lessor terdapat hubungan hukum sewa – menyewa. objek yang disewa adalah barang modal. Jangka waktu dan jumlah angsuran ditentukan oleh para pihak. 55 54 Juli Irmayanto, dkk, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta : Universitas Trisakti, 2004, hlm 149. 55 Salim H.S, loc. cit. Sedangkan Siti Ismijati Jenie mendefinisikan leasing sebagai : “suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu lessor tanpa melepaskan hak miliknya mengikatkan dirinya untuk memberikan hak pakai atas alat-alat produksi atau batrang-barang modal yang dimilikinya kepada pihak lain lessee yang bermaksud mempergunakan benda tersebut tanpa memilikinya untuk suatu jangka waktu tertentu yang berkaitan dengan umur ekonomis benda tersebut, dan oleh karena itu mengikatkan diri untuk melakukan pembayaran sejumlah uang yang besarnya telah disepakati bersama.” Universitas Sumatera Utara Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di atas, maka secara prinsipil pengertian perjanjian leasing yang dipaparkan memiliki makna yang sama dan mengandung beberapa unsur sebagai berikut : 56 a. Suatu pembiayaan perusahaan. Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha memberikan kemudahan pembiayaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi dalam perkembangan kemudian, bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan peruntukan barang yang belum tentu untuk kegiatan usaha. b. Penyediaan barang modal. Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang modal oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan dipergunakan oleh lessee umumnya untuk kepentingan bisnisnya. Barang modal ini sangat bervariasi. Dapat misalnya berupa mesin-mesin, pesawat terbang, peralatan kantor seperti komputer, mesin foto copy, kendaraan bermotor dan sebagainya. c. Keterbatasan jangka waktu. 56 Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan dalam teori dan praktek, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2002, hlm 11. Universitas Sumatera Utara Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka waktu yang terbatas. Dengan demikian apabila ada kesepakatan yang tidak terbatas jangka waktunya, maka hal ini tidak dapat dikatakan sebagai leasing, melainkan sewa-menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak leasing ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana status kepemilikan dari barang tersebut. Biasanya pada saat jangka waktu yang ditentukan oleh kontrak leasing berakhir, kepada lessee diberikan “hak opsi” yakni pilihan apakah lessee akan membeli barang tersebut pada harga yang terlebih dahulu disepakati bersama, atau lessee tetap menyewa,ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor. Dalam hubungan leasing dengan hak opsi, maka oleh Keputusan Menteri Keuangan No. 1169KMK.011991, tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha leasing ditentukan bahwa jangka waktu leasing ditetapkan dalam tiga kategori sebagai berikut: 1 Jangka Singkat, yaitu minimal dua tahun, dan berlaku bagi barang modal golongan I; 2 Jangka Menengah, yaitu minimal tiga tahun, dan berlaku bagi barang modal golongan II dan III; dan Universitas Sumatera Utara 3 Jangka Panjang, yaitu minimal tujuh tahun, dan berlaku bagi golongan bangunan. Penggolongan barang modal kepada golongan I, II dan III tersebut sesuai penggolongan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. d. Pembayaran kembali secara berkala. Setelah lessor telah membayar lunas harga barang modal kepada pihak penjual supplier, maka adalah kewajiban lessee untuk mengangsur pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. Jika menilik kepada besarnya dan lamanya angsuran, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang itu sendiri sebagai jaminan agunannya. e. Hak opsi untuk membeli barang modal. Hak opsi yang dimiliki oleh lessee untuk membeli barang modal pada saat dan syarat tertentu, juga merupakan salah satu unsur dari leasing. Artinya, di akhir masa leasing, diberikan hak bukan kewajiban kepada lessee untuk membeli barang modal tersebut dengan harga yang bersangkutan atau tidak. Meskipun demikian, tidak semua jenis leasing memberikan hak opsi ini karena ada juga jenis leasing yang sama sekali tidak memberikan hak opsi tersebut kepada lessee, melainkan harus menyerahkan kembali barang modal tersebut kepada pihak lessor di akhir masa leasing. Universitas Sumatera Utara f. Nilai Sisa. Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali kepada lessor oleh lessee diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak opsi. Nilai sisa biasanya telah ditentukan terlebih dahulu secara bersama dalam kontrak leasing. 2. Dasar hukum leasing Pada saat mulai masuk dan berkembangnya kegiatan usaha leasing di Indonesia, peraturan tentang leasing dapat dikatakan masih sangat sederhana, dan pelaksanaannya hanya didasarkan pada kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan Surat Keputusan Menteri yang ada Surat Keputusan Tiga Menteri tahun 1974. Peraturan lainnya kemudian di keluarkan untuk mengatur perihal perjanjian – perjanjian dan kegiatan – kegiatan leasing di Indonesia, terutama yang bersifat administratif. 57 Menurut Gani Djemat, dasar hukum secara umum yang melandasi perjanjian leasing di Indonesia antara lain adalah sebagai berikut : 58 a. Asas Konkordansi Hukum berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 atas Hukum Perdata yang berlaku bagi penduduk Eropa. 57 Amin Widjaja Tunggal, Arif Djohan Tunggal, op.cit, hlm 11. 58 Ibid. Universitas Sumatera Utara b. Pasal 1338 KUH Perdata mengenai Asas Kebebasan Berkontrak serta asas- asas persetujuan pada umumnya sebagaimana tercantum dalam Bab I Buku III KUH Perdata. Pasal ini memberikan kebebasan kepada semua pihak untuk memilih isi pokok perjanjian mereka, sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan undang-undang, kepentingan kebijaksanaan umum public policy dan kesusilaan. c. Pasal 1548 sampai 1580 KUH Perdata Buku III Bab VII, yang berisikan ketentuan-ketentuan tentang sewa-menyewa sepanjang tidak diadakan penyimpangan oleh para pihak. Pasal – pasal ini membahas hak dan kewajiban lessor dan lessee. Selain dasar hukum secara umum di atas, terdapat dasar-dasar hukum yang secara khusus yang melandasi perjanjian leasing di Indonesia baik terkait secara langsung maupun yang tidak terkait secara langsung, antara lain : 59 a. Dasar hukum yang terkait langsung dengan kegiatan usaha leasing, meliputi: 1 Peraturan Presiden RI Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan 2 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 84PMK.0122006 tentang Perusahaan Pembiayaan 59 Iswi Hariyani, R. Serfianto. D.P., op. cit, hlm 95. Universitas Sumatera Utara 3 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 30PMK.0102010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non- Bank 4 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 166PMK.0102008 tentang Pemeriksaan Perusahaan Pembiayaan 5 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 81PMK.032009 tentang Pembentukan atau Pemupukan Dana Cadangan yang Boleh Dikurang Sebagai Biaya 6 Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 1169KMK.0101991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha Leasing 7 Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor PER-03BL2008 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perusahaan Pembiayaan 8 Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan, Departemen Keuangan RI, Nomor KEP-1500LK2005 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyusunan dan Penyampaian Laporan Perusahaan Pembiayaan b. Dasar hukum yang tidak terkait langsung antaranya adalah: 1 Undang-Undang Perlindungan Konsumen UU 81999 Universitas Sumatera Utara 2 Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UU 51999 3 Undang-Undang Wajib Daftar Perusahaan UU 31982 4 Undang-Undang Dokumen Perusahaan UU 81997 5 Undang-Undang Perseroan Terbatas UU 402007 6 Undang-Undang Perkoperasian UU 251992 7 Undang-Undang Penanaman Modal UU 252007 8 Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang UU 372004 9 Undang-Undang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa UU 301999 10 Undang-Undang Pajak Penghasilan-PPh UU 71983 jo UU 362008 11 Undang-Undang Pajak Pertambahan NilaiPPN UU 81983 jo UU 422009 12 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang UU 152002 jo UU 252003 Universitas Sumatera Utara

B. Jenis – Jenis Perjanjian Leasing