PENERAPAN “CASE BASED LEARNING” DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA KEPERAWATAN

(1)

i

PENERAPAN “CASE BASED LEARNING” DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA KEPERAWATAN

TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

FERAWATI 20141050046

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

PENERAPAN “CASE BASED LEARNING” DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA KEPERAWATAN

TESIS

Untuk memenuhi syarat memperoleh derajat Magister Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

FERAWATI 20141050046

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

LEMBAR PENGESAHAN Tesis

PENERAPAN “CASE BASED LEARNING” DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA KEPERAWATAN

Telah diujikan pada tanggal : 31 Desember 2016

Oleh : FERAWATI NIM 20141050046

Penguji

DR. Elsye Maria Rosa, M.Kep (...)

Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes (...)

Fitri Arofati, SKp.,Ns.,MAN.,Ph.D (...)

Mengetahui

Ketua Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN ORIGENALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Ferawati

NIM : 20141050046

Program Studi : Magister Keperawatan

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis yang berjudul” Penerapan case based learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa keperawatan”

Saya bersedia menerima sanksi yang telah ditetapkan jika terbukti setelah melakukan tindakan plagiat

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, November 2016


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirobbilalaamiin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan ridho dari nya penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan Tema “PENERAPAN “CASE BASED LEARNING” DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA KEPERAWATAN “.

Dalam penyusunan Tesis ini penulis sangat menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat mendidik dan membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Tesis ini.

Penyusunan Tesis ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan, bimbingan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Achmad Nurmandi selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Fitri Arofati, S.Kep., Ns., MAN., Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Keperawatan di Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. DR. Elsye Maria Rosa, M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberi masukan serta saran dalam penyempurnaan Tesis ini.

4. Dr. dr. Sri Sundari., M.Kes selaku penguji Tesis yang telah memberi masukan serta saran dalam penyempurnaan Thesis ini.

5. Moh. Afandi, S.Kep.,Ners., MAN selaku penguji Tesis yang telah memberikan masukan serta saran dalam penyempurnaan Tesis ini.


(6)

v

6. Erna Rochmawati, S.Kp., mnsC., m.Med.Ed.,Ph.D selaku penguji Tesis yang telah memberikan masukan serta saran dalam penyempurnaan Tesis ini.

7. Seluruh staf karyawan Program Studi Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

8. Pimpinan STIKes yang memberikan dukungan penuh dalam penyelesaian Tesis ini

9. Seluruh dosen dan staf karyawan STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro

10. Rekan-Rekan Mahasiswa Magister Keperawatan Angkatan V Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah banyak memberikan masukan serta saran dalam Tesis ini.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta hidayahnya dan menjadikan ini sebagai amal jariyah. Akhirnya semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan keperawatan serta bagi kita semua, Amiin ya robbal alamiin.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Yogyakarta, Desember 2016


(7)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN ORIGINALITAS ...iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

1. Tujuan Umum. ... 7

2. Tujuan Khusus ... 7

D. Manfaat penelitian ... 8

1. Teoritis ... 8

2. Praktis ... 8

E. Penelitian Terkait ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Pembelajaran ... 11

B. Case Based Learning ... 13

1. Definisi Cased Based Learning ... 13

2. Tujuan Case Based Learning ... 15

3. Manfaat Case Based Learning……… ... 15

4. Prinsip Case Based Learning ... 16

5. Prosedur Case Based Learning ... 16

6. Proses Case Based Learning ... 17

7. Aturan Dasar untuk pembelajaran berbasis kasus ... 15

8. Ciri – ciri pembelajaran berbasis kasus ... 18

9. Tipe kasus ... 20

10. Keuntungan pembelajaran berbasis kasus ... 22


(8)

vii

C. Kemampuan berpikir kritis ... 26

1. Definisi kemampuan berpikir kritis ... 26

2. Karakterisitik kemampuan berpikir kritis ... 28

3. Komponen kemampuan berpikir kritis ... 29

4. Cara pengukuran kemampuan berpikir kritis ... 30

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis ... 31

6. Pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran kritis . 32 D. Kerangka Teori ... 34

E. Kerangka konsep ... 35

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 35

B. Rancangan Penelitian ... 36

C. Lokasi dan waktu penelitian ... 38

D. Subjek penelitian ... 38

E. Prosedur penelitian tindakan ... 38

F. Instrumen penelitian ... 45

G. Uji Validitas dan Reabilitas ... 47

H. Cara pengumpulan data ... 47

I. Pengolahan dan Metode analisis data ... 50

J. Etika penelitian ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 57

B. Pembahasan ... 74

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ...84 DAFTAR PUSTAKA


(9)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Beberapa jenis penelitian yang berkaitan ... 9 Tabel 2 Lembar Penilaian ... 25 Tabel 3 Normalitas Data Variabel Penelitian ... 56 Tabel 4 Perbandingan Kemampuan berpikir dan Keaktifan Mahasiswa

sebelum dan setelah pelaksanaan strategi pembelajaran CBL . 57 Tabel 5 Karakteristik Partisipan ... 62 Tabel 6 Karakteristik Responden Mahasiswa ... 63 Tabel 7 Hasil Wawancara Mendalam Mengenai Kemampuan berpikir

kritis ... 65 Tabel 8 Hasil Wawancara Mendalam Mengenai Strategi Pembelajaran ...

67

Tabel 9 Hasil Penilaian Keaktifan Partisipan mengikuti Workshop ... 70 Tabel 10 Respon Responden terkait hambatan dalam penerapan CBL 74 Tabel 11 Kemampuan berpikir Kritis dan Keaktifan Mahasiswa sebelum

pelaksanaan strategi pembelajaran CBL ... 75 Tabel 12 Kemampuan berpikir dan Keaktifan Mahasiswa setelah


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Siklus Penelitian Tindakan menurut Kemmis dan McTaggart 13 Gambar 2 Kerangka Teori ... 34 Gambar 3 Kerangka Konsep ... 35 Gambar 4 Siklus Penelitian Tindakan Penerapan Case Based Learning .. 40 Gambar 5 Rekap Hasil Penelitian ... 77


(11)

x

DAFTAR SINGKATAN CBL : Case Based Learning

PBL : Problem Based Learning

RPKPS : Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester SCL : Student Center Learning

TCL : Teacher Center Learning

APA : American Philosophical Association FGD : Focus Group Disscution

KBK : Kurikulum Berbasis Kompetensi BHP : Badan Hukum Penyelenggaraan STIKes : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ICSADA : Insan Cendekia Husada

LAM-PTKes : Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan

Akr : Akredetasi Sar : Sarjana

Pro : Program

ASEAN : Association of Southeast Asian Nations AIPNI : Asosiasi Institusi Pendidikan Ners Indonesia SDM : Sumber Daya Manusia

LO : Learning Outcome


(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Pernyataan Bersedia Menjadi Responden Lampiran 2 Surat Keterangan Kelayakan penelitian

Lampiran 3 Ijin Penelitian

Lampiran 4 Panduan Wawancara Mendalam dan FGD Lampiran 5 Lembar Kuesioner Berfikir Kritis

Lampiran 6 Lembar Observasi Keaktifan Dosen Lampiran 7 Lembar Observasi Keaktifan Mahasiswa

Lampiran 8 Analisis Wawancara Dosen dan Prodi (Tahap Identifikasi Masalah)

Lampiran 9 Transkip FGD Dosen ( Tahap Evaluasi Siklus II) Lampiran 10 Hasil Uji Statistik

Lampiran 11 Modul Pembelajaran Sistem Integumen (KMB) Lampiran 12 Dokumentasi Penelitian


(13)

xii

PENERAPAN “CASE BASED LEARNING” DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA

Ferawati1, Elsye Maria Rosa2 ABSTRAK

Latar Belakang: Metode pembelajaran lecturing dirasa belum mampu mengasah kemampuan analisis mahasiswa, kepekaan terhadap permasalahan, melatih pemecahan masalah serta kemampuan mengevaluasi permasalahan terutama pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB) yang memerlukan analisis tinggi dan berpikir kritis. Case based learning merupakan salah satu metode pembelajaran student center learning berbasis kasus yang dirancang untuk meningkatkan berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan suatu kasus. Dengan penggunaan metode ini diharapkan mahasiswa mampu mengasah critical thinking untuk memecahkah permasalahan secara holistik terutama pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB).

Metode Penelitian: Menggunakan action research untuk penelitian tindakan dalam menerapkan Case Based Learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VII sebanyak 27 orang dan dosen keperawatan medikal bedah sebanyak 4 orang. Analisis yang digunakan yaitu analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Hasil Penelitian: Hasil uji Paired T-Test menunjukkan nilai sig. < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan berpikir kritis dan keaktifan mahasiswa sebelum dan sesudah intervensi Case Based Learning (CBL). Hasil indepth interview ditemukan tema yang meliputi berpikir kritis mahasiswa belum optimal, serta sumber daya manusia yang belum memadai dan diharapkan metode Student Center Learning khususnya CBL bisa mengatasi masalah tersebut

Kesimpulan:.Kemampuan berpikir kritis dan keaktifan mahasiswa Keperawatan di STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro meningkat setelah perubahan strategi pembelajaran menjadi Case Based Learning

Kata kunci : Case Based Learning, Berpikir Kritis, Keaktifan 1

Mahasiswa Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2

Dosen Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(14)

xiii

THE IMPLEMENTATION OF “CASE BASED LEARNING” IN INCREASING STUDENTS’ CRITICAL THINKING ABILITY

Ferawati¹, Elyse Maria Rosa²

ABSTRACT

Background of Study: Lecturing as learning method still cannot hone students’ analysis ability, about their sensitivity on problems, then train their problem solving and also problem evaluation abilities especially in Surgical-Medical Nursing subject that needs high analysis and critical thinking abilities. Case Based Learning is one of learning methods from Student Centered Learning methods based on case which is designed to increase students’ thinking in high level especially in solving a case. By using this method, it is expected that students are able to sharpen their critical thinking to solve the problems through holistic way especially in Medical-Surgical Nursing subject.

Research Method: This research used action research for the action research in implementing the case based learning in increasing students critical thinking ability. Respondents for this research were 27 students from 7th semester, and 4 lecturers from medical-surgical nursing. This research used Quantitative-qualitative data analysis.

Research Result: The result of Paired T-Test showed sig. value < 0.05, which meant there were significant differences between critical thinking ability and liveliness of students before and after Case Based Learning (CBL) implementations. Based on in-depth interview result, it was found that theme which covered students’ critical thinking was not optimal, moreover the human resources (lecturers) were not sufficient yet and it was expected that Student Centered Learning method especially CBL could solve those problems.

Conclusion: Critical thinking ability and liveliness of nursing students in STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro had increased after got learning strategy modification, from previous method to Case Based Learning.

Key Words: Case-Based Learning, Critical Thinking, liveliness

¹Student of Master of Nursing Program, Postgraduate Program of Muhammadiyah University of Yogyakarta.

²Lecturer of Medical Study Program, Faculty of Medical and Health Sciences Muhammadiyah University of Yogyakarta.


(15)

ii

LEMBAR PENGESAHAN Tesis

PENERAPAN “CASE BASED LEARNING” DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA KEPERAWATAN

Telah diujikan pada tanggal : 31 Desember 2016

Oleh : FERAWATI NIM 20141050046

Penguji

DR. Elsye Maria Rosa, M.Kep (...)

Dr. dr. Sri Sundari, M.Kes (...)

Fitri Arofati, SKp.,Ns.,MAN.,Ph.D (...)

Mengetahui

Ketua Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(16)

xii

PENERAPAN “CASE BASED LEARNING” DALAM

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA

Ferawati1, Elsye Maria Rosa2 ABSTRAK

Latar Belakang: Metode pembelajaran lecturing dirasa belum mampu mengasah kemampuan analisis mahasiswa, kepekaan terhadap permasalahan, melatih pemecahan masalah serta kemampuan mengevaluasi permasalahan terutama pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB) yang memerlukan analisis tinggi dan berpikir kritis. Case based learning merupakan salah satu metode pembelajaran student center learning berbasis kasus yang dirancang untuk meningkatkan berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan suatu kasus. Dengan penggunaan metode ini diharapkan mahasiswa mampu mengasah critical thinking untuk memecahkah permasalahan secara holistik terutama pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB).

Metode Penelitian: Menggunakan action research untuk penelitian tindakan dalam menerapkan Case Based Learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VII sebanyak 27 orang dan dosen keperawatan medikal bedah sebanyak 4 orang. Analisis yang digunakan yaitu analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Hasil Penelitian: Hasil uji Paired T-Test menunjukkan nilai sig. < 0,05 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara kemampuan berpikir kritis dan keaktifan mahasiswa sebelum dan sesudah intervensi Case Based Learning (CBL). Hasil indepth interview ditemukan tema yang meliputi berpikir kritis mahasiswa belum optimal, serta sumber daya manusia yang belum memadai dan diharapkan metode Student Center Learning khususnya CBL bisa mengatasi masalah tersebut

Kesimpulan:.Kemampuan berpikir kritis dan keaktifan mahasiswa Keperawatan di STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro meningkat setelah perubahan strategi pembelajaran menjadi Case Based Learning

Kata kunci : Case Based Learning, Berpikir Kritis, Keaktifan 1

Mahasiswa Program Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2

Dosen Program Studi Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(17)

xiii

THE IMPLEMENTATION OF “CASE BASED LEARNING” IN INCREASING STUDENTS’ CRITICAL THINKING ABILITY

Ferawati¹, Elyse Maria Rosa²

ABSTRACT

Background of Study: Lecturing as learning method still cannot hone students’ analysis ability, about their sensitivity on problems, then train their problem solving and also problem evaluation abilities especially in Surgical-Medical Nursing subject that needs high analysis and critical thinking abilities. Case Based Learning is one of learning methods from Student Centered Learning methods based on case which is designed to increase students’ thinking in high level especially in solving a case. By using this method, it is expected that students are able to sharpen their critical thinking to solve the problems through holistic way especially in Medical-Surgical Nursing subject.

Research Method: This research used action research for the action research in implementing the case based learning in increasing students critical thinking ability. Respondents for this research were 27 students from 7th semester, and 4 lecturers from medical-surgical nursing. This research used Quantitative-qualitative data analysis.

Research Result: The result of Paired T-Test showed sig. value < 0.05, which meant there were significant differences between critical thinking ability and liveliness of students before and after Case Based Learning (CBL) implementations. Based on in-depth interview result, it was found that theme which covered students’ critical thinking was not optimal, moreover the human resources (lecturers) were not sufficient yet and it was expected that Student Centered Learning method especially CBL could solve those problems.

Conclusion: Critical thinking ability and liveliness of nursing students in STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro had increased after got learning strategy modification, from previous method to Case Based Learning.

Key Words: Case-Based Learning, Critical Thinking, liveliness

¹Student of Master of Nursing Program, Postgraduate Program of Muhammadiyah University of Yogyakarta.

²Lecturer of Medical Study Program, Faculty of Medical and Health Sciences Muhammadiyah University of Yogyakarta.


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawat merupakan suatu profesi dimana seorang petugas kesehatan khususnya memberikan asuhan pelayanan kepada pasien yang meliputi kebutuhan biologis, psikologis, sosiokultural dan spiritual. Profesi perawat sebagai pilar utama kesehatan di Indonesia, merupakan bagian yang tak terpisahkan didalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Keperawatan sebagai suatu profesi didalamnya terdapat body of knowledge memiliki dasar pendidikan kuat yang dapat dikembangkan setinggi-tingginya sehingga menyebabkan profesi keperawatan dituntut untuk mengembangkan diri dan berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia dalam upaya meningkatkan profesionalisme keperawatan agar dapat memajukan pelayanan kesehatan, maka dibentuklah system Pendidikan Tinggi Keperawatan (Hindriyastuti, 2009). Sebagaimanaa tujuan dari didirikannya pendidikan tinggi keperawatan menurut Nursalam (2008) yaitu, adalah mampu memberikan landasan ilmu pengetahuan yang kokok bagi ilmu


(19)

2

keperawatan maupun ilmu maupun ilmu keperawatan maupun ilmu penunjang keperawatan lainnya.

Institusi pendidikan keperawatan harus menyadari dalam rangka menghasilkan lulusan yang memenuhi syarat kredensial dari negara lain yang lulusannya bisa diterima bekerja di semua tatanan dan diseluruh dunia, maka ada berbagai aspek yang harus diperhatikan antara lain yaitu para lulusan harus memperoleh pengetahuan teoritis dan pengalaman praktek klinik yang memadai dengan mengacu konsep pendidikan keperawatan yang berpusat pada pemenuhan kebutuhan klien dan hubungan perawat - klien (Damayantie, 2009 ).

Seorang perawat sering kali dihadapkan dengan berbagai permasalahan dalam pelayanan keperawatan. Perawat dituntut untuk cermat, tepat, dan tanggap bertindak, sehingga perawat harus mempunyai kemampuan berpikir kritis agar mampu menyelesaikan tugas pelayanan keperawatannya secara optimal. Paul & Elder (2006) menyebutkan bahwa berpikir kritis merupakan suatu kemampuan/keterampilan seseorang untuk menganalisis dan mengevaluasi suatu hal dengan menggunakan proses yang sistematis sehingga menghasilkan daya berpikir atau suatu pemikiran yang intelektual didalam ide-ide yang digagas. Brinkley et al., (2010) menekankan bahwa, kemampuan dalam berpikir kritis dan pemecahan


(20)

masalah merupakan keahlian yang penting serta sangat dibutuhkan oleh seseorang dalam menghadapi beragam permasalahan di abad 21 ini. Oleh karenanya, pendidikan keperawatan diharapkan mampu mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir krtitis mahasiswnya agar mahasiswa mampu menerapkan kemampuan tersebut saat memasuki dunia profesinya.

Dosen mempunyai tugas penting dalam mengembangkan dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswanya. Pengembangan kemampuan berpikir kritis dalam dunia pendidikan sangat bergantung dalam proses pembelajaran. Pemilihan strategi pembelajaran sangat mempengaruhi hasil pembelajaran, sehingga proses inovasi strategi pembelajaran yang berkelanjutan.

STIkes ICSADA Bojonegoro adalah salah satu lembaga pendidikan keperawatan di Kabupaten Bojonegoro. STIkes ICSADA Bojonegoro mempunyai tenaga pengajar 9 orang namun kebanyakan belum berpendidikan S2. STIkes ICSADA Bojonegoro menggunakan kurikulum berbasis kompetensi yang mengacu pada kurikulum AIPNI 2010.

Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah merupakan salah satu materi pokok dalam pendidikan keperawatan dalam kurikulum KBK AIPNI 2010. Bobot SKS mata kuliah tersebut cukup besar yaitu 22


(21)

4

SKS. Mata kuliah ini diasuh oleh sebuah tim yang terdiri dari 3 – 4 dosen.

Selama ini prestasi belajar mahasiwa untuk mata kuliah tersebut belum memuaskan. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2015 didapatkan bahwa strategi pembelajaran Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah masih menggunakan metode lecturing. Hasil observasi dalam proses pembelajaran Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah menunjukkan bahwa mahasiswa kurang aktif, kurang berinteraksi dengan dosen maupun mahasiswa lain terkait dengan mata kuliah dalam proses pembelajaran, mengantuk saat dosen menjelaskan, kurang termotivasi untuk mencari informasi diluar jam belajar, serta jarang mengerjakan tugas yang diberikan dosen dan sering terlambat kuliah.

Hasil wawancara dengan dosen didapatkan dosen mengeluh karena sebagian besar mahasiswa kurang antusias terhadap mata kuliah yang diberikan. Mahasiswa sedikit bertanya, pasif, kurang minat dan kurang termotivasi mengikuti proses belajar mengajar. Hasil wawancara dengan mahasiswa, didapatkan bahwa metode pembelajaran yang diterapkan kurang menstimulus keingintahuan mahasiswa serta kurang memotivasi mahasiswa untuk partisipasi dan keaktifan mahasiswa dalam proses pembelajaran.


(22)

Pembelajaran berbasis kasus dapat digunakan sebagai strategi mata kuliah dalam Keperawatan Medikal Bedah karena mata kuliah tersebut memerlukan adanya ilustrasi kasus nyata dalam penerapan teori. Mahasiswa harus mempunyai pengetahuan dasar untuk menyelesaikan kasus dalam proses belajar mengajar Keperawatan Medikal Bedah sehingga mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah semester akhir. Strategi pembelajaran CBL merupakan metode pembelajaran dengan cara diskusi kelompok yang bertujuan untuk mengaplikasikan teori yang telah dimiliki kelompok belajar. Srinivasan et al (2007) menyebutkan bahwa diskusi kelompok CBL berfokus pada pemecahan masalah secara kreatif dan membutuhkan pengetahuan yang luas.

Selama ini stategi pembelajaran yang dikembangkan di STIkes ICSADA Bojonegoro adalah lecturing. Lecturing merupakan salah satu strategi pembelajaran teacher center learning (TCL). Pada saat mengikuti kuliah atau mendengarkan ceramah, mahasiswa sebatas memahami sambil membuat catatan. Dosen menjadi pusat peran dalam pencapaian hasil pembelajaran dan seolah-olah menjadi satu-satunya sumber ilmu. Pola pembelajaran dosen aktif dengan mahasiswa pasif ini mempunyai efektivitas pembelajaran yang rendah. Efektivitas pembelajaran mahasiswa umumnya terbatas, terjadi pada saat-saat akhir


(23)

6

mendekati ujian. Pembelajaran yang diterapkan saat ini berfokus pada pemahaman materi saja. Dari metode yang diterapkan itu, mahasiswa tidak memiliki gambaran penerapan materi pada dunia kerja. Metode pembelajaran ini belum mampu mengasah kemampuan analisis mahasiswa, kepekaan terhadap permasalahan, melatih pemecahan masalah serta kemampuan mengevaluasi permasalahan secara holistik. Di sisi lain, penggunaan metode TCL sebetulnya tidak sesuai dengan Buku Kurikulum Pendidikan Tinggi tahun 2014 yang diterbitkan DIKTI yang menjelaskan bahwa perguruan tinggi termasuk perguruan tinggi keperawatan hendaknya menerapan metode pembelajaran Student-Centered Learning (SCL).

Hasil penelitian Zohrabi et al., (2012) didapatkan bahwa metode Student Centered Learning (SCL) lebih efisien daripada TCL, karena metode TCL justru menyebabkan mahasiswa pasif, diam dan mendengarkan ceramah dari guru. Hasil penelitian tersebut juga menemukan bahwa prestasi belajar mahasiswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode TCL lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa yang mengikuti pembelajaran dengan metode SCL. SCL merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa, metode pembelajaran ini menciptakan situasi pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif bagi mahasiswa.


(24)

Untuk meningkatkan prestasi belajar mahasiswa Mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah, tim dosen melakukan evaluasi. Hasil evaluasi tersebut menyimpulkan bahwa salah satu penyebab prestasi belajar mahasiswa kurang optimal karena strategi pembelajaran yang kurang tepat. Strategi pembelajaran lecturing atau TCL dianggap oleh tim dosen pengasuh mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah sudah tidak relevan lagi sehingga perlu strategi yang lain untuk meningkatkan prestasi belajar dan kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Tim dosen telah sepakat untuk mengubah strategi pembelajaran dengan metode Case Based Learning (CBL).

Case Based Learning adalah sebuah strategi yang mempromosikan belajar aktif siswa (Kaddoura, 2011). Pembelajaran berbasis kasus adalah suatu metode pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan suatu kasus. Pembelajaran berbasis kasus dapat membantu siswa untuk menghubungkan pendidikan dan latihan khusus sambil mengembangkan keterampilan profesional untuk praktek. Srivasan et al (2007) menyebut dalam metode CBL, kelompok peserta didik belajar bersama berfokus pada pemecahan masalah secara kreatif, namun dosen sebagai fasilitator tetap menjadi kontrol bila diskusi yang berkembang keluar dari masalah utama.


(25)

8

CBL merupakan salah satu metode pembelajaran SCL dapat membuat siswa untuk berpikir kritis, komunikasi, dan keterampilan interpersonal. Hasil penelitian Dayli, (2002) menyebutkan bahwa bahwa CBL dapat menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek dan juga menuntut mahasiswa untuk melakukan penelitian dan mengevaluasi beberapa sumber data, membina literasi informasi sehingga dapat membuat mahasiswa untuk selalu berpikir kritis. CBL juga efektif untuk mengembangkan dunia nyata, keterampilan professional dan dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam komunikasi tertulis dan lisan serta kolaborasi dengan tim. Keterampilan ini diperlukan pada waktunya untuk bertindak secara profesional di masa depan sebagai perawat. Hasil penelitian Shrinivasan dkk (2007) menyebutkan bahwa CBL lebih disukai oleh hampir 90 persen mahasiswa kedokteran di Amerika dibandingkan metode PBL.

Dari fenomena perubahan strategi pembelajaran dari lecturing ke CBL menarik untuk dikaji. Oleh karenanya peneliti tertarik untuk mengamati proses pengembangan strategi pembelajaran Case Based Learning dan dampaknya terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa di STIKes INSAN CENDEKIA HUSADA (ICSADA) Bojonegoro.


(26)

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: “apakah Cased Based Learning dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis mahasiswa Keperawatan di STIKes INSAN CENDEKIA HUSADA (ICSADA) Bojonegoro?

C. Tujuan Penelitian

1. TUJUAN UMUM

Untuk mengembangkan metode pembelajaran Case Based Learning sehingga berdampak pada peningkatan kemampuan berpikir kritis mahasiswa Keperawatan di STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro

2. TUJUAN KHUSUS

a. Untuk mengamati proses penerapan strategi pembelajaran Case Based Learning pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah di STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro.

b. Untuk mengetahui dampak penerapan strategi pembelajaran Case Based Learning terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa Keperawatan di STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro


(27)

10

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil dari penelitian ini dapat diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam pengembangan pendidikan ilmu keperawatan,khususnya tentang strategi pembelajaran Model Case Based Learning didalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis Mahasiswa di Institusi Pendidikan Ilmu Keperawatan.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Mahasiswa

1) Penelitian ini dapat dipakai untuk pengembangan diri untuk meningkatkan kemampuan analisis mahasiswa, kepekaan terhadap permasalahan, melatih pemecahan masalah serta kemampuan mengevaluasi permasalahan secara holistik. 2) Penelitian ini dapat dipakai untuk berlatih berpikir kritis

dalam menganalisis sebuah masalah yang disesuaikan dengan keadaan nyata.

b. Bagi Dosen

1) Model Case Based Learning dapat diterapkan untuk meningkatkan kemandirian belajar dan keterlibatan mahasiswa dalam perkuliahan


(28)

menganalisis masalah yang muncul dan bagaimana mencari alternatif tindakan dari masalah yang muncul.

c. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Manfaat penelitian tentang penerapan model Case BasedLearning bagi Program Studi Ners STIKES ICSADA Bojonegoro ini, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan kajian pustaka. Selain itu juga, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan masukan serta bahan evaluasi bagi institusi pendidikan keperawatan dalam terus meningkatkan kualitas kegiatan belajar mengajarnya.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Manfaat penelitian ini bagi peneliti selanjutnya, dapat menjadi sumber referensi dan sumber informasi pendukung didalam melakukan penelitian yang erat kaitannya dengan metode pembelajaran student center yang salah satunya ialah, model Case Based learning.


(29)

12

E. PENELITIAN TERKAIT

Tabel 1.1 Beberapa jenis penelitian yang berkaitan strategi pembelajaran Model Case Based Learning didalam meningkatkan kemampuan Berpikir kritis Mahasiswa di Institusi Pendidikan Ilmu Keperawatan.

No .

Peneliti Tahun Judul Metode Hasil Penelitian Perbedaan

1. Slavin 2007

Perbandingan Problem based Learning dengan Case based Learning

Survei CBL lebih disukai

mahasiswa dibanding PBL

Penelitian ini tidak membandingkan dengan metode pembelajaran yang lain

2. Gade dan Chari 2014

CBL dalam Fisiologi Endokrin: Pendekatan terhadap Belajar mandiri dan Pengembangan soft skill pada Mahasiswa Kedokteran

Quasi ekperimental

CBL mampumemotivasi mahasiswa kedokteran untuk belajar mandiri dan

mengembangkan analitis serta kemampuan

memecahkan masalah. CBL bermanfaat untuk siswa saat belajar klinis dan, melayani pasien kelak.

Penelitian ini lebih fokus pada penerapan CBL oleh tim dosen dan damapaknya terhadap kemampuan berpikir kritis mahasiswa

3. Budiati 2014

Pengaruh pelaksanaan Tutorial klinik dengan metode Case Based Learning (CBL) terhadap kemampuan brerfikir kritis pre experiment dengan rancangan posttest only

tidak ada pengaruh pelaksanaan tutorial klinik dengan metode Case Based Learning terhadap

kemampuan berpikir kritis mahasiswa pada tahap


(30)

mahasiswa pada tahap pendidikan profesi

pendidikan profesi

4. Kireeti dan Reddy

2015 CBL, Merupakan

pilhan terbaik dari pembelajaran tradisional untuk mahasiswa sarjana kedokteran dalam kurukulum keperawatan anak Quasy eksperiment dengan rancangan Pre test

Nilai pretest mahasiswa yang tmenggunakan CBL terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan yang menggunakan Ceramah / tradisional Penelitian ini membandingkan antara pembelajarn tradisioanal (Ceramah) dengan CBL

5. Kaddoura 2011 Keterampilan Berpikir

Kritis Siswa Keperawatan dalam Pengajaran Kuliah Berbasis dan Case-Based Learning (CBL)

Survey CBL lebih baik dalam

peningkatan scor Critical Thinking mahasiswa dari pada peserta program didaktik

Penelitian ini membandingkan antara CBL dengan pengajaran didatik


(31)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Strategi Pembelajaran

Senjaya (2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Strategi pembelajaran merupakan hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses pembelajaran (Uno, 2008). Hal tersebut dikarenakan guru yang menetapkan tujuan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan. Tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu.

Pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Hal tersebut dikarenakan strategi pembelajaran pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatupelaksanaan pembelajaran. Strategi pembelajaran dapat diterapkan dalam kegiatan dengan mengunakan metode pembelajaran.Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam


(32)

bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian, fungsi perencanaan pembelajaran merupakan alat yang dapat digunakan untuk membentuk, mempola, membuat model, dan mengkonstruksi proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Makmun (2003) menyebutkan bahwa terdapat empat unsur dalam strategi pembelajaran, yaitu:

1. Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.

2. Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.

3. Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.

4. Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Senjaya (2008) menjelaskan salah satu upaya memperbaiki proses pembelajaran dengan melakukan Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian ini merupakan salah satu upaya guru atau praktisi dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan mutu pembelajaran di kelas.


(33)

16

Kemmis dan McTaggart (1990) mengembangkan model penelitian tindakan yaitu berbentuk spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Setiap siklus pada model penelitian tindakan ini terdapat empat komponen, meliputi; planning (rencana), action (tindakan), observation (pengamatan) dan reflection (refleksi). Berikut ini gambar model action research menurut Kemmis dan McTaggart.

Plan

Action Observe

Revise d Plan

Action Observe

Reflect Siklus I

Siklus II

Gambar 2.1 Siklus Penelitian Tindakan Menurut Kemmis dan McTaggart (Kusumah & Dwitagama, 2012)


(34)

B. Cased Based Learning

1. Definisi Case Based Learning

Sebuah strategi yang mempromosikan belajar aktif siswa adalah berbasis kasus pembelajaran (CBL) (Kaddoura, 2011). CBL adalah sebuah rancangan model instruksional yang merupakan sebuah varian dari pembelajaran berorientasi project. Menurut Kaddoura (2011) CBL, kasus adalah berita faktual, masalah yang kompleks ditulis untuk menstimulasi diskusi kelas dan analisis kolaborasi. Kasus diajarkan dengan melibatkan siswa agar interaktif, eksplorasi ide berpusat pada siswa dan situasi yang spesifik.

Menurut Kaddoura (2011) menyebutkan bahwa case based learning adalah penggunaan pendekatan berbasis kasus yang melibatkan siswa dalam diskusi dari situasi yang spesifik dan contoh kejadian nyata di dunia. Metode ini berpusat pada siswa dan melibatkan secara intens interaksi antara peserta diskusi. Pembelajaran berbasis kasus focus pada membangun pengetahuan dan kerja kelompok dalam menguji kasus. Peran guru sebagai fasilitator dan siswa terlibat dalam kasus untuk menganalisis menurut perspektifnya. Pembelajaran berbasis kasus melibatkan


(35)

18

pembelajar yang berusaha untuk memecahkan pertanyaan yang tidak mempunyai jawaban tunggal yang benar.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi mendorong semua sektor untuk berkembang, termasuk dalam kesehatan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi di bidang kesehatan menyebabkan mahasiswa keperawatan juga diharuskan menjadi pembelajar aktif dan mampu berpikir kritis untuk memberikan perawatan pasien yang aman. Pembelajaran berbasis kasus adalah suatu metode pembelajaran yang dirancang untuk meningkatkan berpikir tingkat tinggi dalam memecahkan suatu kasus. Pembelajaran berbasis kasus dapat membantu siswa untuk menghubungkan pendidikan dan latihan khusus sambil mengembangkan keterampilan profesional untuk praktek.

Kaddoura (2011) menjelaskan bahwa metode CBL merupakan metode pembelajaran yang lazim digunakan dalam pendidikan keperawatan. Penerapan CBL melibatkan siswa dan guru dalam dialog analitik dalam situasi keperawatan. Guru hanya membantu peserta didik menganalisis kasus untuk mengidentifikasi masalah klien, membandingkan dan mengevaluasi solusi opsional, dan memutuskan bagaimana menangani situasi klinis.


(36)

2. Tujuan Case Based Learning

a. Melatih mahasiswa belajar secara kontekstual,

b. Mengintegrasikan prior knowledge dengan permasalahan yang ada di dalam kasus dalam rangka belajar untuk mengambil keputusan secara professional,

c. Mengenalkan tatacara pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang tepat atau rasional (evidence-based)

3. Manfaat Case Based Learning

CBL bermanfaat bagi dosen pengampu dan mahasiswa. Dosen pengampu terbiasa untuk (a) menyiapkan dan menyediakan pokok bahasan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran sebagaimana tertera di dalam rencana program kegiatan pembelajaran semester (RPKPS), (b) bersama-sama peserta didik membahas kasus yang disajikan. Peserta didik terlatih dan kemudian terbiasa untuk berpikir secara kritis ketika mengaktifkan dan menggunakan prior knowledge mereka yang dirangsang oleh kasus yang sedang dibahas bersama.

4. Prinsip Case Based Learning

Prinsip Case Based Learning adalah student-centered learning dengan mengutamakan problem-solving approach. Dengan demikian peserta didik perlu terlebih dahulu diberi materi yang


(37)

20

sesuai dan cukup agar pembahasan kasus dapat berjalan lancar dan mahasiswa mencapai tujuan pembelajarannya.

5. Prosedur Case Based Learning

Rowles dan Brigham (2005) dalam Kaddoura (2011) menyarankan lima hal yang harus dilakukan agar pelaksanaan CBL berjalan efektif dari studi kasus, yaitu

a. Studi kasus perlu difokuskan pada konsep yang paling penting yang harus dipelajari

b. Studi kasus mungkin tidak memiliki satu jawaban yang benar, guru harus mempertimbangkan tanggapan alternatif dan meminta siswa diskusi lebih lanjut kasus tersebut dengan membuat pertanyaan analitis.

c. Dalam proses CBL lingkungan belajar harus kondusif untuk memfasilitasi partisipasi siswa.

d. Semua siswa harus terlibat dalam kegiatan pembelajaran jika ukuran kelas memungkinkan.

e. Kesimpulan dari poin kunci penting untuk memastikan bahwa siswa mengambil konsep yang paling penting.


(38)

Untuk menjalankan prosedur tersebut tersebut dibutuhkan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Dosen pengampu menyiapkan materi (dalam bentuk kasus) yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik, dan referensi yang sesuai dengan pokok bahasan

b. Kasus diberikan kepada peserta didik satu minggu sebelum proses jadwal pelaksanaan pembelajaran

c. Pembelajaran dalam bentuk diskusi kelompok kecil dan / atau diskusi kelas

d. Dosen mengamati proses diskusi dan bila perlu memberi sentuhan/ pengarahan/koreksi/ pertanyaan agar diskusi kelompok mencapai sasaran

e. Setiap peserta didik diwajibkan membuat catatan ringkas tentang materi yang dibahas (dosen dapat memberi garis besar tentang apa saja yang perlu dicatat / dilaporkan oleh peserta didik)

6. Proses Case Based Learning

Menurut Rowles dan Brigham (2005) dalam Kaddoura (2011) proses CBL adalah:


(39)

22

b. Dosen menyusun narasi untuk dikembangkan pada inquiri dan diskusi

c. Masalah dianalisa dan diformulasikan

d. Penemuan dari informasi, data, literature, implikasi klinis e. Dukungan bukti, data, hasil laboratorium, dan informasi pasien

diberikan sebagai permintaan dari guru f. Menduga jawaban yang potensial

g. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi yang baru 7. Aturan dasar untuk pembelajaran berbasis kasus

Menurut Freeman (2016) menjelaskan aturan dasar untuk pembelajaran berbasis kasus adalah:

a. Menceritakan cerita

b. Fokus pada isu yang muncul dan menarik c. Diatur kasusnya lima tahun terakhir

d. Menciptakan empati dengan karakter terpusat

e. Memasukkan kutipan. Tidak ada cara yang lebih baik untuk memahami situasi dan memperoleh empati untuk karakter. f. Sesuai dengan pembaca

g. Harus memiliki kegunaan pedagogi h. Memprovokasi konflik


(40)

j. Memiliki generalisasi k. Pendek.

8. Ciri-ciri pembelajaran berbasis kasus

Ciri-ciri dari pembelajaran berbasis kasus menurut Schneider (2016) adalah:

a. Berpusat pada siswa

b. Terjadi kolaborasi dan kerjasama diantara siswa

c. Mendiskusikan situasi yang spesifik, contoh di dunia nyata d. Tidak ada jawaban tunggal yang benar

Yang terjadi pada siswa adalah:

a. Siswa terlibat dengan keadaan dan karakter cerita b. Mengidentifikasi kasus seperti yang siswa terima c. Mengaitkan arti cerita ke dalam kehidupan mereka

d. Menggunakan latar belakang prinsip dan pengetahuan yang dimiliki

e. Memunculkan pendapat dan pertanyaan serta mempertahankan sikap

f. Merumuskan strategi untuk menganalisa data dan menggunakan pemecahan yang mungkin

g. Boleh tidak setuju tapi bisa juga kompromi Yang terjadi pada guru adalah:


(41)

24

a. Guru sebagai fasilitator

b. Mendorong menggali kasus dan pertimbangan menurut sudut pandang keputusannya

c. Mengajukan pertanyaan yang mendorong pemikiran lebih baik d. Merangkai bersama-sama kontribusi individu sehingga dapat

melihat pola kelas

e. Menggunakan waktu dengan baik Untuk kasus sendiri memiliki ciri:

a. Berdasar fakta

b. Kasus yang kompleks ditulis untuk mendorong diskusi kelas dan analisa secara kolaboratif

c. Memunculkan interaksi, penggalian kasus berpusat pada siswa dari situasi yang spesifik dan realistis.

d. Tinggikan ketegangan antara titik pandang yang bertentangan e. Mengakhiri kasus pada tindak-tanduk dilemma

9. Tipe Kasus

Menurut Rowles dan Brigham (2005) dalam Kaddoura (2011), bentuk kasus sangat dipengaruhi bagaimana siswa menggunakan. Adapun tipe kasus sebagai berikut:

a. Luas, studi kasus yang detail


(42)

2) Sering berpusat keputusan khusus, orang yang membuatnya, orang yang dipengaruhi olehnya, dan dampak keputusan pada semuanya

3) Sekitar 100 halaman atau lebih. Biasanya siswa membaca keseluruhan kasus secara individu dan menyiapkan analisis keputusan denga pertimbangan untuk perubahan. Kasus kemudian didiskusikan.

b. Diskripsi, narasi kasus, bagian yang diberikan secara berturut-turut

1) Sampai 5 halaman

2) 1 sampai 2 paragrap per halaman

3) Didesain untuk digunakan pada dua atau lebih pertemuan 4) Diberikan kepada siswa satu halaman pada waktu

pertemuan, didiskusikan, dihipotesis dan pengembangan tujuan pembelajaran serta mempelajari setiap pertanyaan dari kasus.

5) Tujuan diberikan kepada siswa pada akhir kasus 6) Tipe kasus ini berasal dari dunia medis

c. Kasus kecil (mini kasus)

1) Didesain untuk digunakan pada pertemuan satu kelas 2) Ketat dan focus


(43)

26

3) Berguna untuk membantu siswa menerapkan konsep, untuk mengenalkan penerapan praktis di laboratorium, atau sebagai latihan awal di laboratorium yang disusun untuk membuat pekerjaan di lab lebih berarti.

d. Kasus yang berurutan

1) Dua atau tiga kalimat dengan poin pengajaran tunggal 2) Mirip dengan masalah secara umum yang digunakan pada

ujian namun siswa mendiskusikan dalam kelompok kecil e. Studi kasus yang diarahkan

Kasus yang pendek yang diikuti dengan pertanyaan terarah tingkat tinggi

f. Opsi pilihan yang ditetapkan (kasus pilihan berganda) 1) Merupakan variasi kasus yang berurutan di atas

2) Mini kasus dengan 4 sampai 5 pemecahan yang masuk akal. Siswa dalam kelompok harus memilih dan mempertahankan satu pemecahan

3) Berguna untuk kebijakan, etika, desain keputusan 4) Baiknya pendek dan digunakan di kelas

5) Pertanyaan pilihan berganda mungkin bisa diubah secara mudah di sini.


(44)

10.Keuntungan Pembelajaran Berbasis Kasus

Menurut Rowles dan Brigham (2005) dalam Kaddoura (2011), keuntungan penggunaan pembelajaran berbasis kasus adalah: a. Siswa dapat memilih data yang factual, menerapkan peralatan

analisa, mengungkapkan kasus (isu), merefleksikan pada pengalaman mereka yang relevan, dan menggunakan kasus yang mereka hubungkan dengan situasi yang baru.

b. Siswa menerima pengetahuan sebenarnya dan mengembangkan analisa, berkolaborasi, dan trampil berkomunikasi

c. Kasus menambah pengertian siswa dengan adanya kesempatan untuk melihat teori dalam prakteknya

d. Siswa terlihat lebih terlibat, tertarik, dan melibatkan diri dalam pembelajaran

e. Pembelajaran berbasis kasus mengembangkan ketrampilan siswa dalam pembelajaran kelompok, berbicara, dan berpikir kritis

f. Karena kasus didasarkan pada masalah yang realistic dan sesuai dengan masanya, penggunaan kasus ini di kelas membuat pelajaran lebih relevan atau sesuai.


(45)

28

11.Standar Operasional yang Baku

Menurut Rowles dan Brigham (2005) dalam Kaddoura (2011), trategi pembelajaran dibagi menjadi:

a. Strategi pembelajaran berbasis kasus 1) Format kasus

Kasus dapat berupa kasus fakta yang ada endingnya, dimana kasus ini hanya untuk analisis. Ada juga kasus yang tanpa ending, dimana siswa harus memprediksi, membuat pilihan, dan menawarkan saran-saran yang akan mempengaruhi hasil diskusi. Kasus bisa juga berupa kasus fiksi yang ditulis oleh guru, bisa ada endingnya atau belum. Selain itu dapat dalam bentuk dokumen asli misalnya: artikel berita, laporan data statistic rangkuman, kutipan penulisan sejarah, artefak, literature, rekaman video dan audio, etnografi, dll. Dokumen ini bisa ditampilkan dua jenis yang sama tema atau topiknya, sehingga merupakan strategi yang baik untuk memunculkan analisa dan sintesa, dan ini akan memunculkan banyak argumen yang menuntun pada konflik pendapat yang semakin kompleks.


(46)

2) Tahap Pembelajaran

a) Membuat kelompok kecil dengan anggota 3-6 siswa. b) Menyusun narasi atau kasus yang mengarah pada siswa

untuk dapat berpendapat, memutuskan, mempertimbangkan, memprediksi, atau hasil nyata yang lain. Jika memungkinkan, kelompok diminta berkonsensus dengan keputusan yang dikehendaki. c) Melaksanakan diskusi. Guru memberikan beberapa

pertanyaan tertulis untuk menuntun diskusi kelompok. Memberikan perhatian penuh pada urutan pertanyaan. Pertanyaan awal bisa meminta siswa untuk mengamati tentang fakta dan kasus. Pertanyaan selanjutnya bisa meminta untuk membandingkan, membedakan, dan menganalisa pengamatan atau menduga. Pertanyaan akhir dapat meminta siswa untuk mengambil sikap atau posisi tehadap permasalahan atau kasus. Tujuan dari pertanyaan adalah untuk merangsang, menuntun atau mendorong siswa untuk mengobservasi dan menganalisis. Pertanyaan diusahakan tidak memunculkan jawaban ya atau tidak.


(47)

30

d) Tanya jawab dan diskusi untuk membandingkan respon tiap kelompok. Membantu pemahaman dan interpretasi seluruh kelompok dalam mengimplikasi solusi.

e) Mempersilakan kelompok bekerja tanpa campur tangan guru.

Atau bisa juga dengan fase berikut: Tahap 1

Menyikapi kasus: menganalisa kasus: 1) Memberikan kasus

2) Mencari isu potensial

3) Mengidentifikasi tema pokok

4) Membuat pertanyaan spesifik melalui apa yang ingin diketahui atau dibutuhkan untuk menganalisa apa yang akan atau ingin diketahui

Tahap 2

Pemecahan masalah:menginvestigasi pertanyaan: 1) Memperoleh referensi tambahan

2) Menentukan permasalahan dengan berbagi pandangan dan kepedulian


(48)

Tahap 3.

Mempengaruhi sesama anggota kelompok: mendukung metode dan alasannya.

1) Menghasilkan materi untuk mendukung pemahaman atas kesimpulan yang diambil

b. Kekurangan Pembelajaran berbasis kasus

Kekurangan pembelajaran berbasis kasus antara lain: dibutuhkan waktu yang cukup banyak untuk mendesain dan mengembangkan kasus yang berkualitas, khususnya kasus yang berkaitan dengan teknologi dan multimedia. Yang lain adalah, perlu untuk mengumpulkan dan memberikan kepada siswa sumber-sumber yang cukup untuk memahami kasus yang dipelajari, serta mengingat pembelajaran model ini termasuk tingkat tinggi, maka bila digunakan perlu mempertimbangkan bobot kasusnya.

B. Kemampuan Berpikir Kritis

1. Definisi Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir merupakan suatu proses yang menggabungkan antara unsur pengetahuan dan logika. Ruggiero (1988) didalam (Alwasilah, 2007) mengartikan, berpikir sebagai segala aktivitas mental didalam mengidentifikasi, merumuskan, memecahkan,


(49)

32

membuat keputusan, dan mempunyai keinginan untuk memahami sesuatu hal. Secara singkatnya berpikir merupakan sebuah kegiatan dalam mencari jawaban, dan sebuah kegiatan mencari makna.

Berdasarkan filsafat Yunani dan metodologi pengajaran dari Socrates dan Plato, diuraikan oleh Facione (1990) didalam (Oja, 2011) berpikir kritis merupakan suatu proses penilaian diri yang menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, kesimpulan, serta penjelasan terhadap suatu kejadian, konsep, metode, pernyataan, pandangan, dan atau pertimbangan kontekstual dimana penilaian itu didasarkan.

Sedangkan, menurut Paul & Elder (2006) berpikir kritis merupakan suatu kemampuan/keterampilan seseorang didalam menganalisis dan mengevaluasi suatu hal dengan menggunakan proses yang sistematis sehingga menghasilkan daya berpikir atau suatu pemikiran yang intelektual didalam ide-ide yang digagas. Singkatnya berpikir kritis yaitu berpikir secara mandiri, disiplin diri, monitor diri, serta memberikan koreksi atau suatu penilaian.

Menurut Halpern (1996), dalam berpikir kritis itu ditandai dengan penggunaan kemampuan kognitif atau suatu strategi untuk meningkatkan kemungkinan hasil yang diinginkan. Berpikir kritis juga melibatkan proses penalaran atau logika dalam mengevaluasi


(50)

serta berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam membuat sebuah keputusan (Scott, 2008).

Berdasarkan beberapa uraian definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampuan berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir yang sistematis dengan melibatkan pengetahuan, pengalaman, logika/ penalaran dan berbagai faktor pertimbangan didalam menganalisis, mengevaluasi suatu kejadian, konsep, metode, pernyataan, dan pandangan sehingga menghasilkan suatu pemikiran yang intelektual didalam ide-ide yang digagas.

2. Karakteristik Kemampuan Berpikir Kritis

Beyer (1995) menjelaskan karakteristik berpikir kritis, yaitu diantaranya:

a. Watak (Dispositions)

Seseorang yang berkemampuan berpikir kritis mempunyai sikap hati-hati, berpikiran terbuka, menghargai sebuah kejujuran, sikap menerima berbagai informasi dan pendapat, sikap teliti, menyikapi sesuatu hal dari sudut pandang berbeda, dan akan mengubah sikap ketika mendapatkan hal - hal yang menurutnya baik.


(51)

34

b. Kriteria (Criteria)

Seseorang yang berpikir kritis mempunyai sebuah kriteria atau tolok ukur dalam menilai sesuatu. Dalam menerapkan sebuah kriteria ia selalu berdasarkan kepada asas relevansi, keakuratan fakta - fakta, sumber yang dapat dipercaya, teliti, tidak bias, bebas dari penalaran yang salah, penalaran yang konsisten, dan dengan pertimbangan yang matang.

c. Argumen (Argument)

Sesorang yang berpikir kritis mempunyai argumen tersendiri sebagai pandangannya terhadap suatu hal. Argumen atau pendapat merupakan ungkapan yang dilandasi oleh data - data yang bersifat faktual.

d. Pertimbangan atau pemikiran (Reasoning)

Seseorang yang mempunyai kemampuan berpikir kritis mempunyai pertimbangan atau dasar pertimbangan dalam menyimpulkan suatu hal. Kegiatan ini meliputi proses menguji data - data dan informasi yang tersedia.

e. Sudut pandang (Point of View)

Seseorang yang berpikir dengan kritisn akan memandang sebuah fenomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang adalah cara memandang atau menafsirkan


(52)

situasi, yang mempunyai makna dari berbagai pertimbangan yang matang.

f. Prosedur untuk menerapkan kriteria (Procedures For Applying Criteria)

Seseorang yang berpikir kritis mempunyai alur yang kompleks dan prosedural dalam mengambil keputusan. Alur prosedur tersebut meliputi perumusan masalah, memilih keputusan yang akan diambil, dan mengidentifikasi perkiraan-perkiraan sesudah keputusan itu diambil.

3. Komponen Kemampuan Berpikir Kritis

Pendapat para ahli yang tergabung didalam American Philosophical Association (APA) (1990) didalam Mutiarani (2010), menyebutkan komponen berpikir kritis, diantaranya :

a. Interpretasi, yaitu kemampuan didalam memberikan suatu pandangan atau pendapat mengenai suatu hal, situasi, peristiwa atau kejadian, suatu keputusan, sebuah kepercayaan, peraturan-peraturan dan lain sebagainya.

b. Analisis, yaitu suatu kemampuan didalam mengidentifikasi keadaan yang masih ada hubungannya dengan pertanyaan, pernyataan, dan konsep yang digunakan sebagai pertimbangan didalam menyatakan pendapat dan keputusan.


(53)

36

c. Evaluasi, yaitu suatu kemampuan didalam menilai kredibilitas atau tingkat kepercayaan terhadap pernyataan dan pandangan seseorang mengenai suatu hal, situasi, serta peristiwa yang kemudian dibuat sebuah kesimpulan.

d. Inference, yaitu kemampuan seseorang didalam mengidentifikasi dan mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dan diperlukan untuk menarik kesimpulan, atau hipotesis berdasarkan informasi-informasi yang sangat beralasan.

e. Explanation, yaitu kemampuan seseorang didalam menjelaskan hasil dengan berbagai alasan dan pertimbangan. Kemampuan ini diterapkan untuk membenarkan sesuatu hal berdasarkan bukti-bukti, konsep, metodologi, serta penalaran atau logika. f. Self-Regulation, yaitu suatu kesadaran seseorang didalam

memonitor atau menilai pengetahuannya, proses berpikirnya, dan hasil yang telah dikembangkannya khususnya dalam hal-hal yang berkaitan dengan menerapkan keterampilannya. 4. Cara Pengukuran Kemampuan Berpikir Kritis

Menurut para ahli yang tergabung didalam APA (1990) didalam Mutiarani (2010), secara umum terdapat 4 cara pengukuran kemampuan berpikir kritis, antara lain:


(54)

a. Observasi performance seseorang selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan dengan mengacu pada komponen kemampuan berpikir kritis yang akan diukur, kemudian observer menyimpulkan bagaimana tingkat kemampuan berpikir kritis individu tersebut.

b. Mengukur out come dari komponen-komponen kemampuan berpikir kritis yang telah diberikan.

c. Mengajukan pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang mengenai prosedur dan keputusan yang mereka ambil terkait dengan komponen kemampuan berpikir kritis yang akan diukur.

d. Membandingkan outcome dari suatu komponen kemampuan berpikir kritis dengan komponen kemampuan berpikir kritis yang lain.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis Beberapa ahli (Kort, 1987; Sobur, 2003; Maryam, 2006; Hassoubah, 2008) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis seseorang, diantaranya :

a. Cara pandang seseorang didalam memahami dan menilai sesuatu


(55)

38

c. Motivasi yang dimiliki

d. Pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh e. Faktor latar belakang dan budaya seseorang f. Keadaan emosi/ kecemasan

g. Kondisi fisik.

6. Pengembangan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Keperawatan

Didalam praktiknya sering sekali perawat menemukan permasalahan di pelayanan kesehatan. Baik yang erat kaitannya berhubungan dengan penyakit-penyakit, pasien, keluarga pasien maupun dengan sesama petugas medis. Keadaan ini membuat perawat dituntut untuk mahir berpikir kritis dalam menilai dan menelaah permasalah tersebut. Karena kemampuan berpikir kritis ini memungkinkan seseorang termasuk perawat untuk secara efektif menangani masalah sosial, ilmiah, dan masalah praktis (Shakirova 2007, dalam snyder, 2008).

Scriven & Paul (2003) menyebutkan bahwa, kemampuan berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir aktif dan terampil dalam mengkonsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan / atau mengevaluasi informasi yang dikumpulkan dari, atau dihasilkan dari hasil observasi, pengalaman, refleksi, penalaran,


(56)

atau komunikasi, sebagai petunjuk yang memberi keyakinan dalam bertindak.

Dari uraian tersebut, kemampuan berpikir kritis ini dirasa sangat penting. Namun, didalam proses pengembangan soft skill yaitu didalam proses kegiatan belajar mengajar mahasiswa, sering kali aspek kemampuan berpikir kritis ini kurang tergali. Padahal, menurut Facione (1993) didalam Karantzas (2013) kemampuan berpikir kritis ini merupakan suatu kemampuan berpikir intelektual yang dapat menghasilkan pemecahan masalah dan pengambilan keputusan.

Oleh karena itu, sudah seharusnya dosen pendidik untuk lebih mengembangkan kemampuan ini, dengan menciptakan lingkungan belajar yang aktif dan kondusif bagi mahasiswa. Selain itu juga, mahasiswa harus secara terus-menerus mengasah kemampuannya, sehingga kemampuan berpikir kritisnya semakin meningkat.


(57)

40

C. Kerangka Teori

Bagan 2.2 Kerangka teori

Sumber: Gavin, (2004); Pyatt, (2006); Daly, (2002); Herried, (2001); Senjaya (2008), Maknun (2003), Kaddoura (2011)

Faktor – faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis: 1. Cara pandang

2. Tingkat intelegensi/ kecerdasan seseorang 3. Motivasi yang dimiliki

4. Pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh 5. Faktor latar belakang dan budaya seseorang 6. Keadaan emosi/ kecemasan

7. kondisi fisik

Strategi Pembelajaran

Case Based Learning

Kemampuan berpikir kritis mahasiswa SDM dan

sumberdaya yang lain

Tahapan Case Based Learning:

a. Penyiapan Kasus / modul

b. Kaus diberikan kepada mahasiswa

seminggu sebelum proses

pembelajaran

c. Pembelajaran dalam bentuk diskusi kelompok

d. Dosen mengamati proses diskusi

e. Peserta didik diwajibkan membuat catatan ringkas tentang materi yang dibahas

Langkah penetapan strategi pembelajaran:

a. Menentukan tujuan pembelajaran

b. memilih sistem pendekatan

pembelajaranyang paling efektif.

c. Menetapkan prosedur, metode dan teknik pembelajaran

d. Menetapkan standar ukuran

keberhasilan

Identifikasi masalah Pembelajaran


(58)

D. Kerangka Konsep

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berpikir kritis seseorang: 1. Cara pandang seseorang didalam

memahami dan menilai sesuatu 2. Tingkat intelegensi/kecerdasan

seseorang

3. Motivasi yang dimiliki

4. Pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh

5. Faktor latar belakang dan budaya seseorang

6. Keadaan emosi/ kecemasan 7. Dan kondisi fisik.

Model Pembelajaran Case Based Learning

Kemampuan berpikir kritis mahasiswa

Kemampuan Dosen


(59)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitan

Desain pada penelitian ini menggunakan penelitian tindakan (action research) yang merupakan pendekatan kolabolatif untuk menyelidiki, menelaah atau mengkaji dan menemukan sesuatu, yang memungkinkan orang menggunakan tindakan yang sistematis untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Hal tersebut sesuai dengan yang kemukakan oleh Burns (1999) dalam Madya (2011) tentang definisi penelitian tindakan, yaitu penelitian yang melakukan penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan didalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktisi dan orang awam (masyarakat).

Peneliti pada penelitian ini berupaya untuk mendapatkan metode pembelajaran yang baru yang sesuai dengan kondisi STiKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro dimana diharapkan dapat meningkatkan proses berpikir kritis mahasiswa di program studi Ners khususnya akademik. Menurut Sukidin, et al (2002) dalam Daryanto (2014), terdapat 4 macam bentuk penelitian tindakan, yaitu : 1) Penelitian


(60)

tindakan pendidik (Guru atau Dosen) sebagai peneliti, 2) Penelitian tindakan kolaboratif (participant), 3) Penelitian tindakan simultan terintegratif, dan 4) Penelitian tindakan sosial eksperimental.Dan yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian tindakan pendidik (guru atau dosen).

B. Rancangan Penelitian

Penelitian tindakan ini merupakan salah satu strategi untuk memecahkan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dalam bentuk proses pengembangan inovatif yang diuji coba sambil jalan untuk mendeteksi dan memecahkan masalah. Pada proses penelitian ini, pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dapat mendukung satu samalain.

Peneliti pada penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan McTaggart (dalam Kusumah dan Dwitagama, 2012). Upaya tersebut pada akhirnya mempunyai langkah-langkah yang sejalan dengan isi dari rancangan penelitian. Berikut ini gambaran langkah - langkah penelitian tindakan dalam menerapkanCase Based Learning dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa.

1. Melakukan identifikasi masalah dengan menganalisis metode pembelajaran yang diterapkan oleh dosen di Program Studi dan


(61)

44

hasil evaluasi belajar mahasiswa pada mata kuliah Keperawataan Medikal Bedah. Peneliti melakukan analisis Kelebihan dan kekurangan daru metode pembelajaran yang dilakukan.

2. Rancangan atau perencanaan awal, peneliti sebelum mengadakan penelitian harus melakukan penyusunan rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan, termasuk didalamnya membuat instrument penelitian.

3. Pelaksanaan dan pengamatan, meliputi tindakan yang dilakukan oleh peneliti sebagai yaitu dengan mengadakan workshop pembuatan case untuk dosen serta mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya Case Based Learning tersebut pada mahasiswa. 4. Refleksi, yaitu peneliti megkaji, melihat dan mempertimbangkan

hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar pengamatan yang diisi oleh pengamat.

5. Rancangan atau rencana tindak lanjut, yaitu berdasarkan hasil refleksi dari pengamatan membuat rancangan yang direvisi umtuk dilaksanakan pada siklus berikutnya (Kusumah dan Dwitagama, 2012).

Pada penelitian ini dilaksanakan selama dua siklus (putaran). Observasi dibagi menjadi 2 putaran, yaitu putaran 1 dan 2 dikenai perlakuan yang berbeda-beda. Pada siklus pertama membahas tentang


(62)

pembuatan perencanaan kasus dengan mengadakan workshop. Kemampuan berfikir kritis mahasiswa sebelum mendapat perlakuan CBL diukur. Pada siklus kedua dosen mempresentasikan kasus yang sudah dibuat. Mahasiswa diminta untuk membaca cepat kasus dalam 5 menit kemudian melakukan proses pembelajaran dengan Case Based Learning. Dosen sebagai fasilitator dalam kasus yang sudah dibaca mahasiswa.Dosen melakukan evaluasi ketercapaian kasus pada mahasiswa sebagai salah satu contoh dengan lembar evaluasi untuk menilai pemahaman tingkat pemahaman mahasiswa. Kemampuan berfikir kritis mahasiswa setelah mendapat perlakuan CBL diukur. C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di STIKes Insan Cendekia Husada, Jl. Dr. Wahidin No 58 A Bojonegoro. Lokasi tersebut dipilih karena STIKes Insan Cendekia Husadatengah mengembangkan metode pembelajaran CBLsebagai upaya peningkatan mutu pembelajaran Pada penelitian ini CBLdifokuskan pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ners tahap sarjana keperawatan. Penelitian ini lebih berfokus pada tahap akademik pada saat proses pembelajaran dikarenakanpada tahap ini mahasiswa belum mempunyai kesempatan untuk menangani kasus-kasus nyata. Pengumpulan data ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun akademik 2016/ 2017 dengan


(1)

diberikan sebelumnya. Dosen bertugas sebagai fasilitator dan mengarahkan diskusi agar diskusi tetap dalam upaya memecahkan masalah yang diberikan.

c. Pengamatan

Peneliti melakukan observasi kepada dosen terkait penerapan metode pembelajaran CBL mengenai kesesuaian langkah–langkah penerapan dengan yang diajarkan saat workshop.

Setelah penerapan CBL, peneliti melakukan observasi terhadap keaktifan mahasiswa dalam proses belajar mengajar dan membagikan kuisioner mengenai berfikir kritis (postes). Rekapitulasi data postes dijelaskan dalam tabel berikut.

Tabel 4.6 Kemampuan berfikir dan Keaktifan Mahasiswa setelah

pelaksanaan strategi pembelajaran CBL

Variabel Mean SD

Keaktifan dalam PBM (Postes) 81,28 4,28 Keaktifan dalam PBM (Postes) 89,74 9,05 Setelah terpapar CBL, skor rata-rata kemampuan berfikir responden sebesar 81,28 persen dengan nilai terendah 73,64 persen dan nilai tertinggi 90,91 persen. Skor keaktifan responden sebesar 89,74 persen dengan nilai terendah 69,23 persen dan nilai tertinggi 100,00 persen.

d. Refleksi

Pada saat proses penerapannya, Langkah-langkah proses CBL telah dilakukan sesuai dengan workshop. Hasil perbandingan rata-rata

kemampuan berfikir kritis dan keaktifan mahasiswa meningkat secara signifikan. Hal tersebut bearti tujuan pengembangan strategi pembelajaran dengan CBL tercapai. Oleh karena itu CBL dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro. Sosialisasi proses CBL dapat dilakukan kepada dosen terkait.

Pembahasan

Berfikir kritis didefinisikan partisipan sebagai kemampuan atau proses berfikir detil dan sistematis untuk memecahkan masalah dengan menganalisa berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. Partisipan menganggap bahwa berfikir kritis adalah bagian yang penting dalam proses pembelajaran terlebih pembelajaran keperawatan. Kemampuan dalam berpikir kritis dan pemecahan masalah merupakan keahlian yang penting serta sangat dibutuhkan oleh seseorang dalam menghadapi beragam permasalahan, termasuk pendidikan keperawatan3. Kemampuan berfikir kritis penting bagi mahasiswa perawat karena kemampuan berpikir kritis melibatkan proses penalaran atau logika dalam mengevaluasi serta berbagai faktor yang dipertimbangkan dalam membuat sebuah keputusan4.

Partisipan (dosen) menilai bahwa kemampuan berfikir mahasiswa Sekolah Tinggi


(2)

Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada Bojonegoro masih rendah. Hal tersebut didukung hasil pretes yang menunjukkan bahwa skor rata-rata kemampuan berpikir kritis mahasiswa hanya sebesar 68,59 dan keaktifan dalam PBM sebesar 69,52. Partisipan menduga penyebab hal tersebut karena strategi pembelajaran yang kurang tepat.

Selama ini strategi pembelajaran di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada Bojonegoro belum mendorong mahasiswa aktif dalam proses belajar mengajar dan mahasiswa kurang terlatih untuk berfikir kritis karena proses belajar mengajar lebih beroreintasi pada dosen. Pembelajaran yang diterapkan saat ini berfokus pada pemahaman materi saja, sehingga, mahasiswa tidak memiliki gambaran penerapan materi pada dunia kerja. Strategi ini kurang efektif untuk mempersiapkan calon perawat memasuki dunia kerja.

Hasil identifikasi masalah menunjukkan bahwa perubahan strategi pembelajaran yang diharapkan adalah perubahan strategi pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa dengan metode diskusi. Perubahan tersebut sejalan dengan anjuran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi untuk

mendorong pendidikan keperawatan

mengembangkan metode pembelajaran Student Center Learning (SCL). Metode pembelajaran Student Center Learning (SCL) adalah metode pembelajaran

yang melibatkan mahasiswa dalam pemecahan masalah serta melatih mahasiswa untuk berfikir kritis, seperti analisis, sintesis dan evaluasi, baik secara individu maupun berkelompok. Pendidikan keperawatan di perguruan tinggi harus terus menerus menerapkan strategi pengajaran baru untuk meningkatkan berpikir kritis mahasiswa keperawatan dalam mengatasi kesehatan yang terus berubah. Diskusi diharapkan mampu melatih mahasiswa untuk berfikir kritis5.

CBL merupakan salah satu metode yang berbasis pada siswa dan mengedepankan diskusi. Metode CBL merupakan metode pembelajaran yang lazim digunakan dalam pendidikan keperawatan6, karena Case Based Learning menggunakan pendekatan berbasis kasus yang melibatkan siswa dalam diskusi dari situasi yang spesifik dan contoh kejadian nyata di dunia. Penerapan CBL melibatkan siswa dan guru dalam dialog analitik dalam situasi keperawatan.

Problematika penerapan strategi pembelajaran yang berorientasi pada mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada Bojonegoro adalah keterbatasan kualitas dosen di sekolah tinggi tersebut. Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada Bojonegoro belum mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang berbasis mahasiswa. Salah satu penyebab kemampuan berfikir kritis mahasiswa lemah adalah dosen kurang memahami


(3)

metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis7.

Kinerja seseorang merupakan kulminasi tiga elemen penting yang saling berkaitan yaitu ketrampilan, upaya dan sifat keadaan-keadaan eksternal8. Jika salah satu elemen tidak cukup atau mendukung, kinerja seseorang akan terganggu. Kompetensi dosen merupakan bagian dari unsur keterampilan dosen dalam kinerjanya. Agar dosen dalam mengelola kegiatan pembelajaran dapat berhasil dengan maksimal, maka diperlukan kompetensi atau kemampuan guru dalam mengatur diri maupun mengelola diri dengan menemukan siasat dan teknik-teknik tertentu dalam proses pembelajaran sehingga memudahkan murid dalam proses belajar mengajar. Dengan kompetensi yang dimiliki maka dosen akan dapat mengatur diri, mengelola diri, menggerakkan dirinya ke arah kemandirian. Ciri kompetensi dosen tersebut harus tetap dipelihara dan ditingkatkan dalam rangka mempertahankan mutu pendidikan

Upaya memperbaiki komptensi dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada Bojonegoro berdasarkan hasil identifikasi masalah merujuk untuk melakukan workshop mengenai strategi pembelajaran yang berbasis mahasiswa, khususnya metode pembelajaran CBL. Hal tersebut dikarenakan workshop adalah pertemuan orang yang bekerja sama dalam kelompok kecil,

biasanya dibatasi pada masalah yang berasal dari mereka sendiri dan partisipasi diharapkan untuk dapat menghasilkan produk tertentu9. Workshop adalah pertemuan khusus yang dihadiri sekelompok manusia yang bergerak dalam lingkungan bidang kerja yang sejenis. Hasil penelitian sebelumnya membuktikan bahwa workshop dapat meningkatkan kompetensi guru untuk melakukan Penelitian Tindakan Kelas10. Hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa workshop mampu

meningkatkan kemampuan partisipan membuat kasus dengan baik sebagai bahan materi CBL. Peningkatan kompetensi tersebut disebabkan oleh tingkat keaktifan dosen yang cukup tinggi dalam mengikuti kegiatan workshop.

Hasil dari workshop yang direalisasikan mengimplementasikan CBL. CBL merupakan strategi pembelajaran yang bersifat mutidisipliner dan dan membutuhkan kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai pengetahuan untuk menyelesaikan suatu masalah11. Oleh karenanya, CBL dianggap sebagai metode yang tepat untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis mahasiswa

CBL dianggap efektif digunakan untuk mata kuliah yang bersifat kompleks dan membutuhkan pemahaman dari berbagai pengetahuan. Mata kuliah yang kompleks biasanya ditempatkan pada semester akhir. Hasil diskusi


(4)

dalam workshop dipilih mata kuliah Medikal bedah karena mata kuliah Medikal Bedah memerlukan ilustrasi kasus nyata dalam penerapan teori. Keterkaitan antara teori dan praktek merupakan tujuan umum dari program CBL, seperti pengembangan penalaran klinis dalam program kesehatan12.

Hasil workshop diaplikasikan dalam pembuatan modul. Pada dasarnya modul tersebut merupakan perencanaan program pembelajaran yang akan dilakukan dengan menggunakan metode CBL. Penyusunan modul bertujuan agar pelaksanaan dalam proses pelaksanaan berjalan sesuai yang diharapkan. Kegiatan perencanaan dalam pembelajaran dimaksudkan sebagai upaya menjamin belajar mahasiswa dapat belangsung dengan lancar dan efektif13.

Penelitian ini tidak menilai kualitas modul yang dibuat oleh tim dosen. Penelitian ini hanya mengamati proses penyusunan modul. Dalam modul dijelaskan mengenai tujuan dan kompetensi yang akan dicapai, diantaranya mampu mengetahui dan menjelaskan konsep penyakit dari etiologi hingga tatalaksana asuhan keperawatan serta mampu melakukan komunikasi yang efektif mengenai asuhan keperawatan pada pasien. Dalam modul disertakan kasus yang harus ditangani setiap kelompok kecil sehingga dalam kelompok tersebut

terjadi diskusi antar anggota untuk memecahkan kasus tersebut.

Penerapan CBL setelah penyusunan modul adalah pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan metode CBL. Dalam penerapan metode pembelajaran CBL, mahasiswa dibagi menjadi kelompok kecil. Metode CBL mendorong pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil12. Diskusi kecil memungkinkan semua peserta terlibat secara intens dalam interaksi antar peserta diskusi. Peserta diskusi didorong untuk berpendapat mengenai kasus yang ditelaah berdasarkan pengetahuannya.

Terdapat 3 hal yang perlu diperhatikan dalam pembentukan kelompok belajar agar kelompok belajar tersebut dapat berkembang, yaitu: sumber daya kelompok yang memadai agar kelompok tersebut mampu menyelesaikan tugas-tugasnya, dalam kelompok tidak ada koalisi keanggotaan yang akan mengganggu kekompakan kelompok serta kelompok memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi tim belajar14.

Pembentukan kelompok dengan melakukan pemetaan kemampuan setiap mahasiwa berdasarkan IPK. Mahasiswa yang mempunyai IPK bagus didistribusikan pada setiap kelompok. Pembagian kelompok yang demikian bertujuan agar setiap kelompok mempunyai kemampuan akademis yang merata dan diharapkan saling mendukung antar


(5)

anggotanya. Pembentukan kelompok yang demikian terbukti meningkatkan motivasi belajar karena ada persaingan antar kelompok untuk mendapatkan nilai yang terbaik. Tingkat keaktifan mahasiswa dalam penelitian ini tidak diukur, namun hasil observasi dalam proses diskusi dalam kelompok maupun antar kelompok terlihat tingkat partisipasi mahasiswa cukup baik. Kaitkan dengan literatur yang ada

Dalam implementasi CBL ditemukan bahwa kemampuan berfikir kritis mahasiswa meningkat sekitar 13 persen. Sebelum terpapar CBL kemampuan berfikir kritis responden hanya sekitar 68 persen, setelah terpapar CBL kemampuan berfikir kritis responden meningkat sekitar 81 persen. Peningkatan tersebut signifikan secara statistik (p<0,05). Keuntungan penerapan CBL diantaranya menambah pengertian siswa dengan adanya kesempatan untuk melihat teori dalam prakteknya serta Pembelajaran berbasis kasus dapat mengembangkan ketrampilan siswa dalam pembelajaran kelompok, berbicara, dan berpikir kritis11. Hasil penelitian lain menyebutkan bahwa nilai pretest mahasiswa yang menggunakan CBL terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan yang menggunakan ceramah/tradisional15.

Peningkatan kemampuan berfikir kritis tidak semata-mata karena CBL. Kemampuan berfikir kritis seseorang dipengaruhi cara pandang seseorang didalam memahami dan menilai sesuatu,

tingkat intelegensi/kecerdasan seseorang, motivasi yang dimiliki, pengalaman-pengalaman yang telah diperoleh, faktor latar belakang dan budaya seseorang, keadaan emosi/ kecemasan, dan kondisi fisik16.

CBL juga meningkatkan keaktifan mahasiswa dalam proses belajar mengajar. Peningkatannya hampir 20 persen. Keaktifan mahasiswa yang meningkat dapat dimaknai bahwa mahasiswa tertarik dengan strategi pembelajaran CBL. Ketertarikan tersebut memotivasi mahasiswa untuk mengikuti proses belajar mengajar. Salah satu keuntungan penerapan CBL adalah siswa terlihat lebih terlibat, tertarik, dan melibatkan diri dalam pembelajaran. CBL memberi kesempatan mahasiswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran yang sedang mereka lalui dan berdiskusi mengenai materi atau ilmu yang sedang mereka pelajari17. Metode CBL menciptakan minat siswa untuk belajar hal yang baru serta siswa lebih mudah menghubungkannya dengan kasus pasien dalam kehidupan nyata sehingga siswa merasakan seperti praktek klinis16. Hasil penelitian lain juga menemukan bahwa CBL mampu memotivasi mahasiswa kedokteran untuk belajar mandiri dan mengembangkan analitis serta kemampuan memecahkan masalah11. Siswa maupun guru menikmati proses pembelajaran dengan metode CBL12. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa case


(6)

based learning dapat meningkatkan kemampuan berfikir kritis mahasiswa keperawatan di STIKes Insan Cendekia Husada Bojonegoro.

CBL merupakan salah satu bentuk inovasi alternatif untuk memperbaiki mutu pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada Bojonegoro. Penerapan metode pembelajaran CBL perlu memperhatikan materi pembelajaran, rasio mahasiswa, kemampuan SDM dan sumber daya yang lainnya agar penerapan metode pembelajaran CBL berjalan efektif dan membawa dampak yang optimal. Dosen yang akan memanfaatkan metode ini perlu menyusun perencanaan yang tepat, mengelola kelompok dengan baik serta memberikan feedback yang cepat.

Daftar Pustaka

1. Paul, R., & Elder, L. (2006). The miniature guide to critical thinking: Concepts & tools. Foundation Critical Thinking.

2. Srinivasan, M; Wilkes, M; Stevenson, F; Nguyen, T; and Slavin, S (2007) Comparing Problem-Based Learning with Case-Based Learning: Effects of a Major Curricular Shift at Two Institutions, Academic Medicine, Vol. 82, No. 1 , p. 74-82.

3. Binkley, M., Erstad, O., Herman, J., Raizen, S., Ripley, M., & Rumble, M. (2010). Defining 21st century skills. (www.atc21s.org). 17 November 2016

4. Scott, S. (2008). Perceptions of students’ learning critical thinking through debate in a technology classroom: a case study.The Journal of Technology Studies.

5. Wu et al, (2013). Application exploration of case method in ecological landscape desaign course. Journal of Applied Science, 13(16), 3295-3299.

Retrieved from

http://search.proquest.com/docview/1460573 498?accountid=38628

6. Kaddoura M.A(2011). Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Keperawatan dalam Pengajaran Kuliah Berbasisdan Case-Based Learning (CBL).

7. Pithers RT, Soden R., 2000, Critical Thinking Skills, Centre for Learning and Development, Edith Cowan University

8. Robbins, S. P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta : Indeks Kelompok Gramedia.

9. Suprijanto. 2008. Pendidikan Orang Dewasa. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

10. Simbolon, R (2014) Peningkatan Kompetensi Guru Membuat Penelitian Tindakan Kelas Melalui Workshop Model P2FR, Jurnal Penelitian Bidang Pendidikan, Volume 20 Nomor 2.

11. Gade, S dan Chari, S (2014). CBL dalam Fisiologi Endokrin : Pendekatan terhadap Belajar mandiri dan Pengembangan soft skill pada Mahasiswa Kedokteran.

12. Thistlethwaite et al (2012). The Effectiveness of case based learning in health professional education. A BEME Systematic Review: BEME Guide n0. 23. Medical teacher. Diakses tanggal 21 september 2016 dari

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/225780 51

13. Senjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

14. Michaelsen, L, Sweet, Premelee, D. (2009). The Essential Elements of Team Based Learning. New Directions in Teaching and learning. Vol. 7: 27. Wiley online library

15. Kireeti dan Reddy (2015). Case based learning (CBL), a better option to traditionalteaching for undergraduate studentin curriculum of

paediatrics

16. Sobur, A. (2003). Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV. Pustaka Setia. 17. Budiati, Rina Veni. (2014). Pengaruh pelaksanaan

Tutorial klinik dengan metode Case Based Learning (CBL) terhadap kemampuan brerfikir kritis


Dokumen yang terkait

Hubungan Pelaksanaan Problem Based learning (PBL) dengan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa S1 Angkatan 2014 Fakultas Keperawatan USU

8 121 141

PENGARUH PELAKSANAAN TUTORIAL KLINIK DENGAN METODE CASE BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PADA TAHAP PENDIDIKAN PROFESI

0 2 85

PENGARUH PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN TEAM BASED LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA KEPERAWATAN DI PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN STIKES SATRIA BHAKTI NGANJUK

13 65 158

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Pengantar Ak

0 3 16

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS Efektivitas Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl) Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Mata Pelajaran Pengantar Akuntans

0 2 17

PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA.

0 3 36

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA PGSD MELALUI PEMBELAJARAN INQUIRY BASED LEARNING.

0 2 56

PENERAPAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KETERAMPILAN MEMECAHKAN MASALAH.

0 4 16

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA.

0 0 18

Problem Based Learning (PBL) Dengan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa

0 2 45