yang menyebabkan varietas yang satu lebih tepat digunakan daripada varietas yang lainnya. Ketepatan itu merupakan hubungan faktor lokasi, topik, dan partisipan.
Sejalan dengan itu, variasi sosiolinguistik mengimplikasikan bahwa para penutur memiliki pilihan di antara varietas-varietas bahasa. Pilihan ini bisa antara
satu bahasa dengan bahasa yang lain, tergantung pada situasi alih kode atau menggunakan elemen-elemen dari satu bahasa, sementara itu, juga menggunakan
bahasa yang lain campur kode atau antara berbagai varian di dalam satu sistem bahasa.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Sejalan dengan penelitian ini, Keller dalam Astar dkk. 2003, misalnya, telah meneliti pemakaian bahasa di daerah Pays Doc, Prancis Selatan.
Menurutnya, jumlah penutur bahasa daerah Occitan, Gascon, Langedocian, dan Provoncel di Pays Doc tersebut mengalami penurunan. Bahasa-bahasa tersebut
kebanyakan hanya dikuasai dengan baik oleh masyarakat yang sudah berumur lima puluh tahun ke atas sedangkan masyarakat kelompok usia muda lebih menguasai
bahasa Prancis. Hal itu menyebabkan fungsi dan peran bahasa daerah itu tergeser oleh perkembangan bahasa Prancis yang begitu pesat. Hal lain yang juga dapat
mempercepat pergeseran bahasa tersebut adalah karena di daerah-daerah tersebut terdapat industri yang didatangi oleh para imigran dari Italia dan Spanyol.
Selain itu, Sumarsono 1993 telah pula meneliti diglosia bahasa Melayu Loloan di Bali. Menurutnya, masyarakat gayup Loloan adalah masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
dwibahasawan karena hampir setiap anggota gayup tersebut mampu menguasai bahasa gayup yang lain. Dengan demikian, di dalam gayub Loloan, bahasa Melayu
Loloan dan bahasa Indonesia membentuk situasi diglosia. Bahasa Melayu Loloan hanya berperan dalam ranah rumah tangga, ketetanggaan, dan agama. Akhirnya
Suamarsono menyimpulkan bahwa dalam kenyataannya diglosia itu cenderung ‘bocor’. Maksudnya, pemakai bahasa Indonesia sudah mulai merembes ke ranah
rumah tangga, ketetanggaan, dan kekariban. Berkaitan dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti di
atas, penelitian itu telah menginspirasi peneliti untuk melakukan penelitian tentang fenomena diglosia dan sikap kebahasaan, khususnya penutur bahasa Simalungun di
kota Pematangsiantar.
2.3 Kerangka Berpikir
Dengan pembatasan bahwa faktor internal dan eksternal mempengaruhi pilihan bahasa maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini dapat
digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1 : Kerangka Berpikir Faktor Internal
Faktor Eksternal Prestise Sosial
Identitas Diri Motivasi Instrumental
Motivasi Integrasi Sikap Bahasa
Masyarakat Tutur R
ana h P
ili
ha n
B ah
as a
Universitas Sumatera Utara
2.4 Klarifikasi Istilah