Nuklir untuk Cinta II

Nuklir untuk Cinta II

Bagaikan seribu jarum beterbangan dengan kecepatan tinggi, mata- matanya yang runcing mengarah ke arahku menghujam ke dalam dadaku menusuk hatiku, begitulah seribu wanita yang pernah kukenal dalam hidupku yang mereka semua telah memilih tempatnya masing-masing di dalam memori ingatanku hingga saat ini, hingga detik ini.

Kenangan padanya membuatku nestapa. Padahal aku ingin sekali menikmati saat-saat yang sudah lama kuidamkan yaitu menikmati perjalanan dengan bus besar dari perusahaan penyewaan bus bagi wisatawan, Blue Bird Group. Perusahaan itu memiliki ribuan taksi tarif tinggi dengan merek Blue Bird. Dia juga menyediakan taksi super mewah bernama Silver Bird dengan armada Mercy bewarna hitam. Biasanya taksi ini melayani turis asing yang menginap di hotel-hotel berbintang lima.

Selama di Jakarta kami sangat jarang naik taksi. Kami baru hanya akan naik taksi bila pulang dari suatu tempat telah larut malam karena kendaraan umum telah berhenti beroperasi. Kadang-kadang kami naik taksi bila sudah dekat dengan rumah keluarga besar PII, biar dikira mereka anak PII tidak terpuruk hidupnya. Kami selalu memilih taksi yang di kaca depannya dicantumkan: TARIF BAWAH. Mimpi naik Blue Bird taksi selalu melintas saat naik taksi tarif bawah.

Sang Pengabul Mimpi mengabulkan mimpiku. Akupun berkesempatan naik taksi Blue Bird. Di dalam taksi itu aku merasakan sentuhan kemewahan yang jauh lebih tinggi dari yang pernah kubayangkan. Akupun mulai membayangkan bagaimana pula nikmatnya bila naik "taksi besar" bernama Big Bird. Tapi aku sadar bahwa naik bus milik Blue Bird adalah suatu keinginan yang hampir mustahil. Jadi kurubah "Big Bird" dari format 'keinginan' menjadi format 'angan-angan'.

Dasar, alam disusun sedemikian rupa hingga setiap apa yang muncul di benak manusia, bila dipelihara dengan baik dan terus disemai, maka alam beserta isinya akan bekonspirasi mewujudkan apa yang diangankan, diniatkan dan apa yang dicita-citakan.

Suatu hari saat mendorong pintu kaca gedung kampus, Nokia 9300i di sakuku berdering. Kulihat layar dapannya. Aku tidak mengenal nomor ini. Kuangkat.

"Halo Pak, saya Tanti dari Batan..." itulah kalimat pertama yang membuat anganku menjadi nyata.Selanjutnya Tanti sering menghubungi untuk mengkoordinasikan kunjungan PII ke Batan (Badan Tenaga Atom dan Nuklir Nasional).

Dua hari menjelang kunjungan, Tanti menelfon dan memberitahukan bahwa Batan telah menyewa Big Bird untuk menjemput kami. Mendengar informasi dari Tanti, tubuhku terasa seperti kapas, terbang seenaknya dibawa angin. Sekali lagi teori "The Secret" Rhonde Byrne terbukti.

Di dalam mobil impian itu aku malah tidak merasakan kenikmatan seperti yang kubayangkan. Seribu tusukan pedang terasa menghujam ke dalam dadaku. Aku mengenang sidia, cinta sejati, cinta pertama yang begitu polos. Ternyata bila kita telah berada dipuncak kenikmatan, kerinduanlah yang hadir. Kerinduan akan masa lalu. Karena itu kusarankan bagi kita semua untuk benar-benar menghayati masa kini. Karena dia akan menjadi masa lalu yang begitu mengharu-biru.

Setiba di gerbang kompleks reaktor nuklir Batan di Serpong, aku harus turun menunjukkan identitas. Di sini aku mengalami kesulitan. Aku agak segan mengeluarkan dompet. Soalnya dompetku bewarna merah jambu (pink). "Wajah sangar, dompet pink" kata Aa pada kesempatan yang lain. KTPku ditukar sementara dengan kartu tanda pengunjung (kusingkat saja: KTPg). Kira-kira 500 meter masuk dari gerbang utama, kami menemukan gerbang kedua. Di gerbang kedua itu KTPg tadi ditukar dengan KTPg lainnya. Big Bird impianpun melewati gerbang kedua. 100 meter ke depan, berjumpa gerbang ke-3. Setelah kutunjukkan KTPg yang diberikan di pos gerbang kedua, aku diminta mengisi buku daftar kunjungan. Setelah buku panjang itu kuisi taksi raksasa kami diperkenankan memilih lokasi parkir di area parkir yang luas itu setelah melewati pagar ketiga. Sebelumnya saat dalam perjalanan, Tanti telah menelfon untuk kesekian kalinya. Saat itu dia memberitahukan bahwa pemeriksaan memang begitu ketat.

Anggota kami berhamburan di depan pos gerbang ke-3. Satu-persatu diperkenankan masuk melalui pintu pagar kecil yang lebarnya cuma 60 meter. Setelah memasuki kompleks gedung reaktor, semuanya kompak menemukan satu posisi yang tepat untuk foto bareng.

Seorang gadis putih mulus, sangat cantik menyapaku. Aku belum melihatnya sebelumnya. Sambil mengulurkan tangan dia berkata. "Bagaimana perjalanannya, Pak? Saya Tanti..." belum selesai dia memperkenalkan diri, aku menyambut "Saya Tanti dari Batan" aku meniru kalimat awal yang selalu dia ucapkan saat menelfonku. Kuperkirakan hampir seratus kali wanita dengan tinggi 165cm di depanku saat ini menelfonku dengan tujuan yang telah kukatakan padamu.

Gadis ini semakin cantik dengan kerudung bewarna pink dan baju kurung putih yang ia kenakan. Melihat warna kerudungnya aku terungat dompetku. Cepat-cepat aku meraba kantong belakang sebelah kanan celana menekan dompet pinkku agar dapat kupastikan tidak kelihatan. Sebelumnya kukira Tanti adalah perempuan gemuk berkulit hitam berumur kira-kira 45 Gadis ini semakin cantik dengan kerudung bewarna pink dan baju kurung putih yang ia kenakan. Melihat warna kerudungnya aku terungat dompetku. Cepat-cepat aku meraba kantong belakang sebelah kanan celana menekan dompet pinkku agar dapat kupastikan tidak kelihatan. Sebelumnya kukira Tanti adalah perempuan gemuk berkulit hitam berumur kira-kira 45

Selanjutnya kami digiring ke ruang pertemuan. Di sana sudah menunggu seorang perempuan yang duduk di depan pintu masuk. Di atas meja di hadapannya telah tersedia buku registrasi. Satu-persatu diberikan beberapa lembar selebaran tentang profil serta kertas-kertas lainnya yang memperlihatkan keunggulan produk pertanian, kesehatan dan peternakan hasil sentuhan Batan.

Seperti yang terjadi pada kunjungan seminar Batan di Lebak Bulus seperti yang telah kuceritakan pada "Nuklir untuk Cinta" bagian I, Batan memang punya pola pikir berbeda. Kenapa uang saku tidak diberikan di muka bila memang kita menyediakannya agar tidak membuat tetamu was- was . Amplop uang saku diselipkan diantara selebaran. Anehnya, ada beberapa teman yang sengaja membiarkan selebaran itu tercecer dan bahkan kukira mereka sengaja berencana meninggalkan selebaran itu untuk tidak dibawa pulang karena mereka yakin tidak akan membacanya. Untunglah mereka kembali dapat menghargai selebaran itu setelah kami beritahu ada "oleh-oleh" di dalam amplop di antara selebaran itu.

Bersama selebaran masing-masing kami dibagikan pulper berlogo dan bertuliskan BATAN. Pita panjang dan motof bewarna pink membuatku jadi bahan tawaan. "Sangat cocok untuk kamu" kata kawan-kawan sambil menyindir warna dompetku.

Adalah Kepala Batan bidang Humas, Dr.Ferhat Aziz, M.Sc yang langsung menerima kami. Sepatah dua patah kata juga saling menyampaikan antara delegasi kami dengan tim Humas Batan. Sebelum menyampaikan presentasi mengenai nuklir, Dr.Ferhat menyanyakan pandangan mengenai nuklir pada beberapa orang diantara kami. Semuanya menilai nuklir secara positif. Adapun aku, mengatakan nuklir adalah untuk hidup yang lebih mudah, indah dan nyaman, nuklir untuk kehidupan yang lebih baik. "Nuklir untuk cinta" aku menutup kalimat mengenai pandanganku.

Dari Dr.Ferhat kita tahu bahwa sebenarnya PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) adalah PL yang paling banyak membunuh orang. Kasus bobolnya tanggul Situ Gintung, Banten adalah salah-satu dari sekian banyak kasus yang membuktikan bahwa PLTA adalah PL paling berbahaya. Saya melihat juga pembangunan tanggul untuk PL telah merusak aneka ekosistem baik di sungai maupun pinggiran sungai.

Stigmatisasi negatif terhadap nuklir telah membuat masyarakat takut akan nuklir sehingga masyarakat selalu menolak PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). Adalah kasus nuklir Iran yang dijadikan senjata empuk oleh Stigmatisasi negatif terhadap nuklir telah membuat masyarakat takut akan nuklir sehingga masyarakat selalu menolak PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). Adalah kasus nuklir Iran yang dijadikan senjata empuk oleh

Provokasi ini yang dilancarkan salah-satunya adalah menyebarkan fitnah dengan mengumumkan bahwa PLTN sangat berbahaya karena radiasi yang ditimbulkan. Padahal ini hanyalah berita bohong yang dikembangkan agar negara berkembang seperti Indonesia tidak memperoleh dukungan rakyat yang terprovokasi untuk membangun PLTN. Bila PLTN dibangun, maka kita akan dapat membangun banyak pabrik sehingga kita akan memproduksi banyak barang sehingga tidak perlu mengimpor lagi dari negara maju. Hal inilah yang membuat negara maju takut, takut barangnya tidak laku lagi. Makanya mereka tidak pernah lelah memprovokasi.

Saya melihat keganjalan pada kasus PLTN Fukushima, Jepang. Dua bulan setelah Pemerintah AS bersitegang dengan Toyota, Tsunami yang berketinggian 17 meter menimpa Jepang. Tsunami Jepang 2011 dan Aceh 2004 sama-sama ganjil. Fenomene ini mengingatkanku pada film "Salt" yang dibintangi Angelina Jolie. Di sana dikisahkan bahwa Amerika Serikat mengebor tanah di beberapa kawasan di dasar laut untuk menanam bom nuklir yang bisa mereka ldeakkan kapan mereka sukan dan kapan mereka anggap perlu. Dan senjata ini dapat menyebabkan Tsunami.

Tsunami Jepang 2011 menyebabkan genset reaktor Nuklir Fukushima yang dekat dengan pantai terendam. Dr.Ferhat menjelaskan, pengelola reaktor di sana meletakkan genset pada ketinggian 7 meter. Posisi ini mereka anggap aman karena, meski sering terjadi tsunami, sudah ratusan tahun tidak pernah mencapai 7 meter.

Akibat genset mati, mesin pendingin tidak bisa berfungsi sehingga terjadi panas berlebih di dalam reaktor. Akhirnya zat panas disalurkan ke sebuah rongga yang terletak di bagian atas reaktor. Kemudian ledakan terjadi karena rongga ini sudah tak mampu lagi menahan zat panas.

Sebenarnya, zat yang keluar dari reaktor yang di khawatirkan terjadi radiasi bukanlah zat yang berbahaya. Kalaupun terjadi kemungkinan radiasi, maka kasus reaktor Fukushima radiasinya tidak lebih dari kandungan radiasi yang dimiliki sebuah pisang. Pada saat makan siang, kami juga di sediakan pisang. Selesai makan banyak di antara teman-teman yang sudah mulai enggan menyentuh buah yang digemari monyet itu setelah diberitahu Dr. Ferhat bahwa pisang adalah salah-satu makanan yang memiliki kandungan radiasi tinggi.

Teman-teman dalam forum tampaknya tidak memahami betul makna radiasi. Satu hal yang mereka yakini bahwa radiasi itu buruk. Sama seperti masyarakat yang menolak kawasan mereka dibangun PLTN karena alasan takut radiasi, padahal buah yang mereka makan, HP yang mereka pakai dan

TV mengandung radiasi yang sangat berbahaya sementara radiasi PLTN hanya ilusi.

Teman-teman juga mulai meyakini bahwa kasus Fukushima adalah propaganda Amerika agar negara-negara berkembang semakin takut membangun PLTN.

Padahal, PLTN adalah satu-satunya solusi energi di masa depan. Sungai tak ada lagi yang deras airnya; untuk energi tenaga surya, cahaya matahari tak bisa dipastikan sinarnya.

Pembodohan lainnya oleh Amerika adalah propaganda nuklir untuk dijadikan bom. Ini adalah pembodohan yang bodoh. IAEA adalah bentukan PBB untuk menangani masalah atom dan energi. Negara-negara yang ingin membangun reaktor untuk PLTN harus menandatangani surat perjanjian untuk tidak melakukan pengayaan uranium. Semua negara yang pro segala kebijakan Amerika tidak dipermasalahkan membangun PLTN asalkan menyepakati kebijakan IAEA. Anehnya meskipun Iran sepakat untuk tidak melakukan pengayaan uranium, negara ini tetap saja dilarang membangun reaktor.

Uranium untuk keperluan pembangkit listrik hanya membutuhkan kadar kemurnian 5%. Sementara untuk membuat bom nuklir kemurniannya harus diperkaya hingga di atas 90%. Untuk melakukan pengayaan, sarana dan fasilitas yang dibutuhkan tidak sama seperti reaktor untuk pembangkit listrik. Padahal, Iran tidak memiliki dan tidak mampu melakukan pengayaan, namun negara itu terus ditekan dan dilarang melakukan pemanfaatan nuklir untuk tujuan dama seperti pembangkit listrik, kesehatan, pertanian dan peternakan.

Isu yang dibangun, Indonesia belum perlu membangun PLTN. Padahal PLN sendiri yang setiap hari menjerit-jerit untuk hemat energi. Beberapa waktu lalu seseorang membunuh tetangganya akibat persoanal bagi jatah giliran penggunaan listrik. Kita belum butuh PLTN adalah bohong besar.

Beberapa pihak berkepentingan yang menguasai tambang batu-bara menekan pemerintah agar tidak memberi dukungan kepada Batan untuk membangun PLTN Muria dan Bangka. Padahal batu-bara adalah perusak ekosistem terbesar. Biaya, baik pengambilan maupun transport, juga mahal. Makanya tarif listrik dan harga barang semakin naik. Padahal, teman-teman harus tahu bahwa, untuk pembangkit listrik, satu kontainer batu-bara, energinya sama dengan seukuran satu tablet uranium. Lagi pula, radiasi batu- bara luar-biasa tinggi.

Dr. Ferhat menjelaskan sambil memutar sebuah video bagaimana kokohnya bangunan reaktor PLTN. Dalam video itu disiarkan betapa kokohnya dinding reator. Sebuah pesawat luar angkasa dengan kecepatan 500 km/jam ditabrakkan pada dinding reator. Ternyata tidak merusak dinding itu Dr. Ferhat menjelaskan sambil memutar sebuah video bagaimana kokohnya bangunan reaktor PLTN. Dalam video itu disiarkan betapa kokohnya dinding reator. Sebuah pesawat luar angkasa dengan kecepatan 500 km/jam ditabrakkan pada dinding reator. Ternyata tidak merusak dinding itu

Limbah reaktor jangan disangka berbahaya bagi lingkungan. Limbah itu dapat didaur ulang setelah disimpan ditempat yang sangat aman setelah puluhan tahun. Kasihan rakyat Indonesia, negara menjual uraniumnya ke negara yang punya PLTN sementara kita sendiri mengalami krisis energi. Nanti setelah persediaan uranium di bumi kita habis, barulah kita harus membeli dengan harga mahal pada negeri orang saat kita punya PLTN nanti.

Ir.Endang Susilowati mengajak kami melihat langsung reaktor nuklir. Kami diminta memakai pakaian seperti baju praktik dokter bewarna krim. Semua wajib pakai sepatu. Aku dan beberapa teman lain yang memakai sandal dipinjamkan sepatu. Masuk ruangan itu harus memakai sarung kaki seperti bentuk kaki pinguin. Melihat teman yang lain, kami saling menertawakan wujud kami yang aneh dengan pakaian itu. Melihat diri di kaca di dalam fit kami jadi saling menertawakan diri sendiri.

Untuk masuk reaktor, kita harus melewati beberapa pintu besi. Cara masuknya persis seperti masuk ke dalam kapal selam atau seperti Patrick dan Spongebob masuk ke rumah Sandy si tupai temannya yang berada di dasar laut. Setelah melewati satu pintu dan ditutup rapat, barulah pintu selanjutnya dibuka.

Ruang raektor benar-benar akrap dalam ingatanku meski aku sadar baru kali ini memasukinya. aku mengingat-ingat kenapa aku sama sekali tidak asing dengan ruangan ini. "Persis seperti lokasi di IGI" sebut suara di sampingku. Ya, aku ingat. Ternyata yang membuatku merasa tidak asing dengan ruangan ini adalah karena ruang ini persis seperti yang ada dalam permainan Project IGI. Game ini membuat settingnya di sebuah reaktor nuklir di Rusia. Ruang kendalinyapun sama.

Pusat reaktor berbentuk kolam yang diisi air luar biasa jernih sedalam

15 meter. Meski berair, kita masih bisa melihat benda-benda aneh di dalam air yang merupakan pusat reaksi. Harus berada di dalam air selain untuk menjaga suhu tetap baik, juga menghindari kontaminasi zat radio aktif. Air adalah cara terbaik menghindari zat radio aktif. "Karena itu dibutuhkan wudhu'" kata Ridha yang maksudnya wudhuk menghindari manusia dari gangguan setan. Sama seperti fungsi air menghindarkan radiasi.

Ir.Endang punya banyak pengalaman mengenai nuklir. Dia pernah bekerja pada salah satu serikat nuklir antar bangsa dan telah mengunjungi banyak PLTN. Katanya Indonesia telah mempunyai SDM sendiri secara murni untuk membangun PLTN. Ternyata kualitas manusia Indonesia cukup baik, bahkan kita telah mengukir sejarah menciptakan pesawat terbang yang canggih, Gatotkaca N-250.

Seperti yang telah sering saya sebutkan bahwa persoalan bangsa kita adalah terletak pada political will. Penyebabnya adalah karena elit negeri ini suka mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompok dan suka mengabaikan rakyat banyak yang seharusnya menjadi prioritas mereka.

Aku menelpon supir Big Bird dan mengatakan kami sudah siap pulang. Selesai shalat zuhur kami melangkah pulang. Big Bird impian meluncur nyaman mengantarkan ke24 anggota PII. Di dalam taksi besar tarif tinggi itu, aku kembali merasakan seribu tusukan pedang menghujam ke dalam dada dan melumat paru-paru dan jantungku. Aku terkenang saat-saat indah bersamanya dulu. Air matapun tak mampu kubendung lagi.