Mimpi Metromini
Mimpi Metromini
Tadi malam aku tertidur di sofa ruang tamu sekretariat PB PII. Tak membaca ayat-ayat pendek dan bahkan basmalahpun absen dari mulitku, aku tertidur tanpa sengaja saat sedang menulis. Nokia 9300-ku perlahan merosot seiring geggaman yang perlahan melemah dan terjatuh pelan ke atas badan.
Aku bermimpi dua kejadian: pertama Metromini dan kedua teh botol Sosro: Aku sedang berada di balik sebuah halte Busway. Kota Jakarta gelap dan hanya diterangi lampu-lampu jalan yang cahayanya tak seberapa. Di jalanan orang-orang tumpah-ruah karena kantor-kantor baru saja memulangkan karyawannya.
Seperti rekaman video yang dipercepat lalu diputar pada momen tertentu, tiba-tiba aku telah melihat sebuah Metromini sedang dikerumuni warga. Sopirnya sedang berdua dengan salah seorang Polisi Lalulintas. Polisi-Polisi lain dan warga sedang mengangkut mayat-mayat. Salahsatu mayat sedang dicoba lepaskan dari himpitan ban Metromini. Pria malang itu kira-kira berumur antara 35- Tadi malam aku tertidur di sofa ruang tamu sekretariat PB PII. Tak membaca ayat-ayat pendek dan bahkan basmalahpun absen dari mulitku, aku tertidur tanpa sengaja saat sedang menulis. Nokia 9300-ku perlahan merosot seiring geggaman yang perlahan melemah dan terjatuh pelan ke atas badan.
Aku bermimpi dua kejadian: pertama Metromini dan kedua teh botol Sosro: Aku sedang berada di balik sebuah halte Busway. Kota Jakarta gelap dan hanya diterangi lampu-lampu jalan yang cahayanya tak seberapa. Di jalanan orang-orang tumpah-ruah karena kantor-kantor baru saja memulangkan karyawannya.
Seperti rekaman video yang dipercepat lalu diputar pada momen tertentu, tiba-tiba aku telah melihat sebuah Metromini sedang dikerumuni warga. Sopirnya sedang berdua dengan salah seorang Polisi Lalulintas. Polisi-Polisi lain dan warga sedang mengangkut mayat-mayat. Salahsatu mayat sedang dicoba lepaskan dari himpitan ban Metromini. Pria malang itu kira-kira berumur antara 35-40 tahun. Kumisnya tebal dan mengenakan kemeja putih bergaris-garis kotak warna hitam berpadu celana katun warna coklat. Setelah mayat itu, Polisi dan warga memboyongnya seperti tukuang potong ayam di pasar menjinjing ayam potong yang baru saja disembelih.
Ada dua alasan seingatku kenapa orang mengangkat mayat seperti itu, pertama karena mereka tidak punya otak dan yang kedua karena mayatnya terlalu banyak sehingga mereka kerepotan. Langsung saja aku melihat sekeliling karena yakin alasan pertama tidak benar. Ternyata yang mamang benar mayatnya terlalu banyak. Aku melihat beberapa mayat lagi Ada dua alasan seingatku kenapa orang mengangkat mayat seperti itu, pertama karena mereka tidak punya otak dan yang kedua karena mayatnya terlalu banyak sehingga mereka kerepotan. Langsung saja aku melihat sekeliling karena yakin alasan pertama tidak benar. Ternyata yang mamang benar mayatnya terlalu banyak. Aku melihat beberapa mayat lagi
Mayat pria malang yang tergencet ban metromini tadi ditumpuk bersama mayat-mayat lain di lantai halte Busway. Dicampakkan begitu saja dan mereka bersegera "mengutip" mayat-mayat lain yang masih berserakan.
Karena adegan (momennya) di percepat pada momen tertentu, aku tidak tau penyabab bencana dahsyat ini. Karena ini mimpi, aku melakukan "foreware" untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata sebuah Metromini yang ugal-ugalan telah menyapu para penyeberang jalan dan para penunggu bis di pinggir jalan. Kuperkirakan supirnya mabuk dan mengantuk.
Lalu tiba-tiba di hadapanku diperlihatkan data-data jumlah korban akibat terttabrak metromini (dan angkutan bis lainnya). Jumlahnya pertahun (?) mencapai piluhan ribu orang. Dan rata-rata dalam setiap sepulih menit (?) terdapat satu kasus.
Beberapa waktu kemudian, aku tidak tahu persis karena masih dalam keadaan tidur, aku melihat penjualan Teh Botol Sosro meningkat tajam. Aku melihat para pengecer dari agen resmi yang berkaus "Sosro" sedang sibuk mengangku dan merapikan botol-botol di sebuah warung.
Lalu aku berfikir (mungkin ini saat dalam keadaan antara tidur dan terjaga) esok akan menulis sebuah tulisan untuk mengajak masyarakat tidak berbelanja di supermarket. Bukankah berbelanja di supermarket hanya untuk menimbun dataran tinggi, memperkaya orang yang telah kaya dan tidak kita kenal (pemilik supermarket). Bukankah berbelanja di warung dekat rumah samadengan ikut membantu perekonomian tetangga kita meskipun harga di warung lebih mahal Rp.10,- atau Rp.20- Rupiah. Duh, kapitalisme telah membunuh masyarakat kecil Rp.10,- atau Rp.20,- Rupiah. Dan kita, dengan memilih ke super market telah menyambung nyawa tetangga kita hanya dengan merelakan Rp.10,- atau Rp. 20,-.
Penderitaan yang dialami saudara kita pedagang warung sangat kompleks. Bahkan mereka terpaksa harus menghutangkan barang dagangan mereka yang tak seperapa jumlahnya agar pelanggannya tak hilang semua.
Saya melihat bila orang berhutang di sebuah warung, dia memilih membeli di warung lain. Mungkin alasannya untuk menimbulkan kesan pada pemilik warung tempat dia berhutang bahwa dia belum punya uang dan tidak berbelanja. Hal ini memperparah kondisi warung milik tetangga kita. Jumlah yang dihutangkannya pada anda lebih banyak daripada keuntungannya. Artinya modal usahanya semakin kecil. Sehingga perputaran uangnya semakin lambat. Kasihan mereka! Kepada pemilik warung saya sarankan: usahakan sebisa mungkin tidak memperhutangkan. Kepada pelanggan saya mohon sebisa mungkin tidak berhutang.
Saat selesai shalat dhuha di Masjid Yakpi yang bangunannya berarsitektur mirip gereja itu, aku kembalii ke sekretariat PB PII. Dalam perjalanan, di sebuah depan sebuah warung disinggahi sebuah mobil pengecer Teh Botol Sosro. Aku teringat mimpiku tadi malam tentang Teh Botol Sosro. Ah, ini hanya kebetulan saja, pikirku.
Sebelum masuk ke sektetariat PB PII aku menyempatkan diri singgah ke sekretariat PW GPI Jakarta. Sambilan, aku membuka halaman-halaman koran Tempo edisi hari ini. Aku membacanya sepintas lalu: membaca judul- judul dan lihat-lihat gambar-gambar doang.
Namun betapa terkejutnya aku, pada halaman C1 terpampang gambar seorang Polisi Lalulintas sedang memeriksa kelengkapan surat-surat kendaraan seorang supir Metromini. Beritannya adalah mengenai rencana polisi yang akan menindak tegas supir Metromini yang ugal-ugalan dan beberapa informasi kecelakaan akibat ulah supir Metromini yang ugal- ugalan.
Suatu kesan yang kita lihat siang harinya dan menyusup ke dalam memori otak--sadar maupun tidaknya kita--lalu menampakkan dirinya saat sedang tidur itulah mimpi.
Setiap hari memang aku melihat seorang pria sibuk mengangkut botol-botol teh kemasan botol. Dia menjadikan sebuah teras yang tidak jauh dari depan sekretariat PB PII sebagai "gudang" botol-botol itu. Mungkin kasan inilah yang menyusup ke otakku dan jadi mimpi tadi malam. Namun pria itu tidak pernah mengenakan seragam resmi perusahaan teh tertentu. Mobilnyapun adalah pick-up biasa.
Mengenai mimpi Metromini, jelas karena kemarin hampir seharian aku berkendaraan Kopami, Kopaja dan Metromini. Memang benar angkutan bis ini suka ugal ugalan. Seperti Kopami yang mengantarku dari Senen ke Roxy kemarin sore. Supirnya terlalu nekat mendalului kendaraan apapun kalau sedikit saja ada celah. Dia tidak peduli dengan arus jalan yang macet. Dia juga berani melakukan itu di dadapan Polisi yang sedang bertugas ditengah jalan. Mereka pandai memancing emosi polisi yang sedang kepanasan dan kelelahan?
Aku coba menemukan alasan-alasan kenapa supir bis kota sejenis Metromini itu suka ugal ugalan. Pertama, karena yang dikendarai bukan mobil sendiri. Jadi supir tidak terlalu ambil pusing kalau mobilnya rusak, reot dan lecet. "Matee koen aneuk, ruggo koen atra" kata petatah Aceh, (Mati bukan anak[nya], rugi[pun] bukan harta[nya] [sendiri])".
Kedua, karena kebanyakan supirnya muda-muda. Anak muda cenderung kurang memikirkan resiko yang akan muncul dari tindakan yang dilakukannya daripada orang tua yang penuh pertimbangan. Ketiga, alasan Kedua, karena kebanyakan supirnya muda-muda. Anak muda cenderung kurang memikirkan resiko yang akan muncul dari tindakan yang dilakukannya daripada orang tua yang penuh pertimbangan. Ketiga, alasan
Melihat angkutan-angkutan ini jauh-dekat bayar Rp.2.000,- aku menduga pecahan uang dengan nominal Rp.2.000,- dibuat karena angkutan ini. Ups, aku bilang, 'kan ini dugaan. Hihihi.