Aku Takut Mimpi Kamu

Aku Takut Mimpi Kamu

Kalau malam tiba aku takut untuk tidur. Aku takat akan bermimpi tentang kamu. Yang sebenarnya kutakutkan adalah ketika terbangun dari mimpi. Satu lagi, yang kutakutkan, adalah akhir dari mimpi. Biasanya, akhir mimpi, selalu menakutkanku, menyakitkan. Walau apapun akhir mimpi, ketika terbangun, selalu membuatku gelisah, sakit sekali, tapi tak tau sakitnya di mana.

Allah, saya selalu tersiksa. Suatu malam aku bermimpi Raihan duduk berdua dengan Ibuku. Aku

melihatnya dan yakin bahwa Ibu mencoba merayu Raihan untuk menerimaku sebagai suami. Dalam mimpi itu Raihan belum menikah. Dia hampir akan menikah, tapi pertunangannya batal. Terdengar olehku Ibu berkata padanya.

"Menikahlah dengannya, jangan khawatir meski dia sudah beristri." Maksud Ibu, beliau yakin cintaku kepadanya akan sepenuhnya hingga tak sedikitpun tersisa untuk istriku.

Bahkan aku rela menceraikan istriku bila Raihan menerimaku sebagai suami, Ibu. Aku ingin lebih baik Ibu menyampaikan kalau aku akan menceraikan isteriku. Agar Raihan semakin mantap menerimaku.

Setelah ibu selesai berbincang dengan Raihan, aku mencari-cari kekasih hatiku itu di sekitar pondok tempat Ibu berbincang tadi. Sesuatu memberitahuku Raihan berada di rumah Kakekku. Aku ke sana menemui para penghuni rumah. Aku tidak dibolehkan menjumpai Raihan sebelum sungkeman denga Kakek dan Nenek. Terlebih dahulu aku meraih tangan ayahnya Ayahku, Ampon Banta Leman yang biasa kami panggil Ampon Nek. Aku mencium tangan beliau yang sebenarnya telah Almarhum. Setelah mencium tangannya, beliau memintaku mencium pipi kanannya, saat mencum pipi kanannya, aku melihat segumpal keci darah yang kelihatan mengeras, tapi masih merah segar dekat telinga beliau. Saat mulutku dengan mulut beliau mendekat waktu menarik wajahku, beliau sempat memasukkan sirih yang sedang beliau kunyah kedalam mulutku. Aku mengecap isi mulutku itu, terasa manis air pinangnya yang telah memerah. Apa makna itu? aku masih bertanya-tanya. Mungki sebagai syarat dari belau agar dapat aku menemui

Raihanku.

Lalu aku menemui Nenek yang duduk meluruskan dua kaki dan menggempit keduanya sedang beliau menyiapkan bakong asoe untuk disisipkan antara gusi dan kulit dalam bibirnya yang biasa dilakukan orang tua. Setelah mencium tangan Nenek, Raihan dipersilakan naik tangga dekat Nenek duduk dan menemuiku.

Allah, aku menjumpai Raihan. Bagaimana perasaanku, tak bisa kuungkapkan! Jantung hatiku mengenakan jilbab segi empat tipis bewarna merah jambu. Bajunya kombinasi garis-garis warna hitam biru dan hijai, dikit merah dengan warna dasar putih. Rok kembangnya bewarna merah jambu juga. Ya Allah, dia sangat anggun. Bidadarimu tidak ada satupun yang menandingi kecantikannya. Ya, Allah, simpan saja bidadari-bidadari-Mu, di surga, aku mau bersama Raihanku saja.

Aku mengajaknya kencan, saat sedang berjalan bersama akan memasuki sebuah mall, aku menyandarkan bagian kanan kepalaku di bahu kanannya. Dia memiliki tinggi sama denganku karena sedikit dibantu sepatu tinggi. Nyaman sekali. Aku sadar tia tidak nyaman dengan ini. Aku tak bergeming. Dalam hayalanku selalu, aku hanya akan bisa bersandar seperti ini padanya kelak bila dia tua dan suaminya telah mati. Tapi ternyata aku bisa melakukan ini saat ini, saat dia masih jelita dan aku masih muda. Aku sadar akan beresiko besar menyandarkan kepala di bahunya saat ini. Tapi aku tak mau menghentikan tindakanku karena kutahu dalam setiap mimpi dan renunganku, aku menginginkan situasi seperti ini. Raihan, andak kau tahu besarnya cintaku padamu.

Menuju warung makan di sebuah warung kelas bawah di dalam mall, yang tampaknya di sana, Raihan sidah terbiasa makan di sini, aku teringat tidak bawa rokok. Aku berfikir ingin permisi keluar gedung cari rokok karena di warung di dalam gedung mall, harga rokok mahal. Tapi aku tak ingin meninggalkan Raihan. Entah kenapa aku sadar momen ini hanya sementara, jadi

mensia-siakannya. Saata Raihan memesan dua nasi aku baru sadar perutku belum lapar. Memesan kopi dan merokok saja sambil menatap belahan jantungku adalah lebih efektif bagi saat-saat yang sangat langka ini, pikirku. Aku ingin membatalkan saja nasi untukku dan biar nasi dipesan satu porsi saja buatnya. Kalau ku katakan dengan suara rendah, aku yakin koki dan pelayan tidak akan atau pura-pura tidak dengar. Bukankah itu siasat mereka untuk mencari uang.? Maka berteriaklah aku mengatakan agar nasinya satu porsi saja. Raihan sangat malu dengan tindakanku yang tidak sopan dan membuatnya sangat malu. Dia menginjak kakiku dengan ujung tumit sepanya yang runcing.

dan terbangun. Aku terkenang saat Raihan sakit saat Latihan Kepemimpinan di Sigli. Aku membelikannya nasi, tapi dia tidak memakannya. Kenapa waktu itu aku

Aku

menjerit menjerit

Aku menyesal kenapa tidak masuk ke ruang saat dia berbaring sakit di kamar peserta. Aku menyesal kenapa aku hanya mengintipnya saja dari balik pintu. Aku menyesal tidak masuk dan mencoba mengobrol dan menghiburnya. Aku menyesal sekali. Tapi, setidaknya, hai belahan hati, kini kamu adalah kader PII, sama seperti diriku.

Mencintaimu adalah masalah sekaligus anugerah bagiku, sekaligus masalah. Aku tidak bisa mensyukuri cinta ini karena hatiku sendiri sebagai bagian dari 'syukur' itu sendiri. Sama seperti aku tidak bisa keluar dari masalah ini, sebab, diriku sendiri adalah bagian dari masalah itu sendiri.

Memang benar adanya, cinta sejati itu tidak membutuhkan badan. Cinta sejati menemukan esensi, bukan bergulat bersama eksistensi. Raihan, memang surga telah kumasuki sebelum bumi ini digulung, kalau saja kau hidup bersamaku.