Actus rea Actus rea Actus rea Actus rea Actus rea

2. Actus rea 2. Actus rea 2. Actus rea 2. Actus rea 2. Actus rea

Para atasan diharuskan untuk “mengambil semua langkah yang diperlukan dan masuk akal guna mencegah pelanggaran oleh bawahan mereka atau, apabila kejahatan tersebut telah dilakukan, untuk menghukum

pelaku kejahatan tersebut”. 29 Dengan menyatakan bahwa evaluasi faktor ini “memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan dengan fakta-fakta”, Dewan Banding Èelebiæi tidak memberikan suatu standard umum tertentu. 30 Para atasan hanya dapat dikenakan tanggung jawab pidana untuk kegagalannya mengambil langkah-langkah yang diperlukan yang masih berada dalam wewenang mereka. 31 Apa yang masih berada dalam wewenang atasan adalah apa yang “berada dalam kemungkinan materialnya”. 32 Sebagai tambahan, hubungan kausal bukan merupakan unsur dari tanggung jawab atasan. 33

STUDI KASUS

1 Diterjemahkan dari “Sexual Violence and International Criminal Law: An Analysis of the Ad Hoc Tribunal’s Jurisprudence & the International Criminal Court’s Elements of Crimes” , Women’s Initiative for Gender Justice, September 2005. 2 Statuta ICTY pada pasal. 7(3). Statuta ICTR menggunakan bahasa yang serupa: Fakta di mana segala macam tindakan kejahatan yang merujuk ke dalam Pasal 2 sampai PAsal 4 dari Statuta ini dilakukan

oleh bawahan bukan berarti membebaskan atasan dari tanggung jawab atas kejahatan tersebut bila ia tahu atau memiliki alasan untuk tahu bahwa bawahannya akan melakukan atau telah melakukan tindakan kejahatan dan atasan telah gagal mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mencegah atau menghukum pelaku dari tindak kejahatan tersebut.

Statuta ICTR pada Pasal 6(3). 3 Putusan Pengadilan Èelebiæit, pada paragraf 346; lihat juga Penuntut Umum v. Blaskic, Kasus No. IT-95-14, Putusan, pada paragraf 612 (29 Juli, 2004) [selanjutnya disebut sebagai Putusan Banding Blaskic] (putusan atas dakwaan berdasarkan tanggung jawab komando dibalik saat naik banding); Putusan Banding Èelebiæi, pada paragraf 196; Putusan Pengadilan Foca , pada paragraf 395; Putusan Pengadilan Kvoèka, pada paragraf 314; Putusan Pengadilan Kamuhanda, pada paragraf 603; Putusan Pengadilan Semanza, pada paragraf 400 (Semanza terbukti bersalah atas kejahatan terhadap kemanusiaan – pemerkosaan dan penyiksaan – berdasarkan Pasal 6(1) dan Pasal 6(3) untuk pertanggungjawaban genosida);

4 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 378; Putusan Pengadilan Foca, pada paragraf 396; Putusan Pengadilan Kvoèka, pada paragraf 315; Putusan Pengadilan Kamuhanda, pada paragraf 604; Putusan Pengadilan Semanza, pada paragraf 402. 5 Putusan Banding Èelebiæi, pada paragraf 198 (“Selama atasan memiliki kontrol efektif atas bawahannya, sejauh ia dapat mencegah bawahannya dari melakukan kejahatan atau menghukum mereka setelah mereka melakukan kejahatan tersebut,

ia dapat dianggap bertanggung jawab untuk pelaksanaan kejahatan tersebut apabila ia gagal untuk melaksanakan fungsi kontrolnya”.); Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 378; Putusan Pengadilan Foca, pada paragraf 396; Putusan Pengadilan Kvoèka, pada paragraf 315; Putusan Pengadilan Kamuhanda, pada paragraf 605.

6 Statuta Roma pada Pasal 28; lihat pula Putusan Banding Èelebiæi, pada paragraf 196. 7 Putusan Pengadilan Kvoèka, pada paragraf 316. 8 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 378; Putusan Pengadilan Musema, pada paragraf 148; Putusan Pengadilan

Kamuhanda , pada paragraf 604; Putusan Pengadilan Semanza, pada paragraf 401. Dewan Banding Èelebiæi menggunakan definisi Dewan Pengadilan mengenai tanggung jawab atasan dan kesimpulannya adalah bahwa hal tersebut dapat diterapkan kepada mereka dengan wewenang de jure dan de facto dan kepada pengawas militer dan sipil secara seimbang. Putusan Banding Èelebiæi, pada paragraf 192, 196.

9 Putusan Banding Èelebiæi, pada paragraf 197. 10 Id. 11 Id., pada paragraf 266. 12 Putusan Pengadilan Semanza, pada paragraf 415. 13 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 383; Putusan Pengadilan Kamuhanda, pada paragraf 607; Putusan Pengadilan

Semanza , pada paragraf 404. 14 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 383; lihat pula Putusan Pengadilan Semanza, pada paragraf 404.

15 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 386; Putusan Pengadilan Kamuhanda, pada paragraf 609. 16 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 386; Putusan Pengadilan Semanza, pada paragraf 404. 17 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 386. 18 Putusan Pengadilan Kamuhanda, pada paragraf 607. 19 Putusan Pengadilan Kvoèka, pada paragraf 318; lihat pula Putusan Pengadilan Kamuhanda, pada paragraf 609. 20 Putusan Pengadilan Kvoèka, pada paragraf 318. 21 Putusan Banding Èelebiæi, pada paragraf 224. 22 Id., pada paragraf 226. 23 Putusan Pengadilan Kvoèka, pada paragraf 317 (menyebutkan Putusan Banding Èelebiæi, supra note). 24 Penuntut v. Blaskic, Kasus No. IT-95-14, Putusan, pada paragraf 322 (Mar. 3, 2000). 25 Id., pada paragraf 732. 26 Putusan Banding Blaskic, pada paragraf 62. 27 Id. 28 Id., pada paragraf 612-13. 29 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 394. 30 Id. 31 Id., pada paragraf 395; lihat pula Putusan Pengadilan Kamuhanda, pada paragraf 610. 32 Putusan Pengadilan Èelebiæi, pada paragraf 395. 33 Id., pada paragraf 398. Dewan Pengadilan menyimpulkan bahwa:

Tanpa mengabaikan peran sentral yang dimiliki oleh prinsip hubungan kausal dalam hukum pidana, hubungan kausal secara umum tidak diasumsikan sebagai sebuah conditio sine qua non untuk pembebanan tanggung jawab pidana bagi para atasan untuk kegagalan mereka mencegah atau menghukum pelanggaran yang dilakukan oleh para bawahan mereka. Dengan demikian, Dewan Pengadilan tidak menemukan dukungan atas keberadaan dari persyaratan mengenai bukti hubungan kausal sebagai unsur terpisah dari tanggung jawab atasan, baik dalam badan hukum kasus yang telah ada, pembentukan prinsip dalam hukum fakta yang telah ada, atau dengan satu pengecualian, dalam sejumlah besar literatur mengenai subjek ini.

BUKU REFERENSI

Putusan Kasus

Penuntut Umum v. Dragoljub Kunarac Radomir Kovac dan Zoran Vukovic,