Keputusan Celebici: Mengenali Kekerasan Seksual sebagai Penyiksaan

B. Keputusan Celebici: Mengenali Kekerasan Seksual sebagai Penyiksaan

Dewan Pengadilan II dari Pengadilan Yugoslavia memberikan Keputusan Dewan Pengadilan Celebici pada tanggal 16 November 1998. [FN164] Aspek yang berkaitan dengan jender yang tercatat di dalam kasus ini adalah implikasinya mengenai tanggung jawab superior, perlakuannya atas berbagai mcam bentuk kekerasan seksual yang dilakukan terhadap tahanan pria, dan perkembangan dari hukum penyiksaan saat korban disiksa seperti halnya pemerkosaan.

Di dalam kasus Celebici, empat tertuduh di dalam persidangan didakwa dengan berbagai macam kejahatan perang (seperti pelanggaran keji dari Konvensi Jenewa 1949 sesuai dengan Pasal 2 dari Statuta ICTY; atau seperti pelanggaran terhadap hukum perang atau kebiasaan perang untuk pelanggaran terhadap Pasal Umum 3 dari Konvensi Jenewa sesuai dengan Pasal 3 dari Statuta ICTY). Penuntutan mendakwa tertuduh atas kejahatan perang dari penahanan penduduk yang tidak sesuai dengan hukum, dengan terencana menyebabkan penderitaan yang hebat, perlakuan kejam, pembunuhan terencana, pembunuhan, penyiksaan, perlakuan yang tidak berperikemanusiaan, dan menjarah. Kejahatan-kejahatan tersebut diduga terjadi pada saat Muslim Bosnia dan Kroasia Bosnia menyerang kotamadya Konjic di Bosnia dan pusat Herzegovina pada bulan Mei 1992, mengusir penduduk Serbia Bosnia keluar dari rumah mereka dan mengurung sebagian besar dari mereka di dalam kemah penjara Celebici *322 *322 *322. Dakwaan menduga bahwa para *322 *322 tahanan di dalam kemah telah “dibunuh, disiksa, dilecehkan secara seksual, dipukuli dan menjadi objek dari perlakuan kejam dan tidak berperikemanusiaan.” [FN165]

BUKU REFERENSI

Tertuduh, termasuk Zejnil Delalic, seseorang yang diduga memiliki wewenang atas perkemahan Celebici; Zdravko Muciae, komandan de facto dari perkemahan tersebut; Hazim Delic, seseorang yang bekerja di perkemahan tersebut; dan Esad Landzo, seorang penjaga dari perkemahan tersebut. Delalic, Mucic, dan Delic dituntut tidak hanya atas tanggung jawab individual, tetapi juga dengan tanggung jawab komando atau superior atas kegagalannya untuk mencegah, memberhentikan, atau untuk menghukum kejahatan yang dilakukan oleh bawahan mereka yang jelas-jelas berada di bawah wewenang mereka. Mucic dan Delic juga dituntut dengan tanggung jawab individual atas keterlibatan mereka di dalam beberapa kejahatan fisik, termasuk kekerasan seksual. Dengan tidak memiliki wewenang apapun, penuntut menuntut Landzo hanya dengan tanggung jawab individual untuk kejahatan yang diduga dilakukan olehnya.

Meskipun sifat seksual dari beberapa kejahatan tidak selalu langsung terlihat di dalam tuntutan dikarenakan bahasa yang digunakan di dalam dakwaan, tuntutan tetap memasukkan berbagai macam bentuk dari kekerasan seksual yang diberikan kepada tiga tertuduh. Secara lebih eksplisit lagi, pihak penuntut menuntut Delic dengan penyiksaan sesuai dengan Pasal 2 dari Statuta sebagai pelanggaran keji dari Konvensi Jenewa 1949, dan sesuai dengan Pasal 3 dari Statuta sebagai pelanggaran hukum atau kebiasaan perang, untuk actus reus dari penetrasi seksual yang dapat dipaksakan. [FN166] Ia juga dituntut atas perlakuan kejam. Berdasarkan dugaan, Delic sendiri memperkosa dua korban, termasuk saksi yang selamat, Nona Cecez, yang “diperkosa oleh tiga orang yang berbeda [termasuk Delic] dalam satu malam dan pada kesempatan lain ia diperkosa di depan orang lain.” Korban lain yang selamat, saksi A, “mengalami beberapa insiden atas hubungan seksual melalui vagina dan hubungan seksual anal . . . . Hazim Delic memperkosa Saksi A pada saat interogasi pertamanya dan terus memperkosanya setiap beberapa hari selama periode enam minggu setelahnya.” [FN167] Penuntut menuntut Delic dengan tanggung jawab individual atas kejahatan- kejahatan tersebut.

Delalic, Mucic, dan Delic dituntut dengan tanggung jawab superior atas “menyebabkan penderitaan yang hebat dengan terencana atau menyebabkan luka parah terhadap tubuh maupun kesehatan” sebagai pelanggaran keji dan perlakuan kejam sebagai pelanggaran hukum atau kebiasaan perang, untuk tindakan- tindakan yang dilakukan oleh bawahan mereka, di mana terdapat dua pria tahanan yang disiksa dengan cara dibakar di sekitar alat genital mereka. [FN168] Ketiga tertuduh ini juga dituntut dengan tanggung jawab superior atas pelanggaran keji dari perlakuan yang tidak manusiawi dan atas perlakuan kejam sebagai pelanggaran dari hukum atau kebiasaan perang pada saat bawahan mereka memaksa dua pria tahanan untuk saling berhubungan satu sama lain. [FN169]

Dalam mempertimbangkan tuntutan penyiksaan untuk kekerasan seksual, Dewan Pengadilan menekankan bahwa “untuk memasukkan pemerkosaan di dalam tuntutan penyiksaan *323 *323 *323 *323 pemerkosaan harus memiliki *323 beberapa elemen dari pelanggaran berikut.” [FN170] Elemen dari penyiksaan untuk tujuan ketetapan kejahatan perang dari Statuta ICTY dirumuskan oleh Dewan Pengadilan menjadi:

(i) harus ada tindakan atau kelalaian yang menyebabkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik itu fisik maupun mental, (ii) dilakukan secara sengaja, (iii) dengan tujuan untuk mengambil informasi atau mendapatkan pengakuan dari korban, atau orang

ketiga, menghukum korban atas tindakan yang ia atau orang ketiga telah lakukan atau diduga telah dilakukan, mengintimidasi dan memaksa korban atau pihak ketiga, atau dengan alasan apapun mendasarkan pada diskriminasi,

(iv) dan tindakan atau kelalaian tersebut telah dilakukan, atau dihasut, atau dengan kesadaran dari pihak yang berwenang atau orang lain yang bertindak di dalam kapasitas wewenangnya. [FN171]

PAPER KELLY D. ASKIN

Dewan Pengadilan kemudian mengadopsi elemen dari penyiksaan yang terdapat di dalam Konvensi Anti Penyiksaan, [FN172] dan kemudian menentukan kapan bentuk kekerasan seksual memuaskan elemen- elemen tersebut, yang mungkin saja terdiri dari penyiksaan. [FN173] Menginterpretasikan elemen penyiksaan vis-à-vis pemerkosaan, di mana Dewan menekankan bahwa:

Dewan Pengadilan mempertimbangkan pemerkosaan seseorang sebagai tindakan yang dapat menyerang inti dari martabat manusia dan integritas fisik mereka. Hukuman dari pemerkosaan menjadi semakin penting ketika hal tersebut dilakukan oleh, atau dengan hasutan dari pejabat publik, atau dengan kesadaran dari pejabat yang berwenang. Pemerkosaan menyebabkan penderitaan yang hebat, baik secara fisik maupun psikologis. Penderitaan psikologis dari seseorang yang telah diperkosa terjadi mungkin karena kondisi budaya dan sosial dan dapat berdampak berkepanjangan. Bahkan, sulit sekali menggambarkan keadaan di mana pemerkosaan, oleh, atau atas hasutan dari pejabat publik, atau dengan kesadaran dari pejabat yang berwenang, dapat dipertimbangkan sebagai sesuatu yang memiliki tujuan, yang tidak melibatkan hukuman, pemaksaan, diskriminasi maupun intimidasi. Melalui pandangan Dewan Pengadilan hal ini secara alami sudah terdapat di dalam situasi konflik bersenjata. [FN174]

Berdasarkan bukti-bukti yang ditampilkan di dalam persidangan, saat Nona Cecez tiba di perkemahan, Delic menginterogasinya. Pada saat interogasi sedang berlangsung, Delic memperkosa Nona Cecez berulang kali sambil bertanya kepadanya di mana suaminya berada. Tiga hari kemudian, Delic memperkosanya berkali-kali pada saat ia sedang dipindahkan ke gedung perkemahan lain, dan ia kembali memperkosanya di perkemahan dua bulan setelah itu. [FN175] Dewan Pengadilan telah menyatakan bahwa “tindakan penetrasi vagina oleh penis di bawah kondisi yang dipaksakan, dapat dinilai dengan jelas sebagai pemerkosaan.” [FN176] Dewan menemukan bahwa pemerkosaan yang dilakukan oleh Delic menyebabkan beberapa penderitaan [FN177] dan pemerkosaan tersbeut dilakukan terhadap Nona Cecez dengan tujuan untuk mendapatkan informasi keberadaan suaminya, untuk menghukumnya *324 *324 *324 *324 *324 karena ketidaksedianya memberikan informasi, dan untuk memaksa dan mengintimidasinya agar mau bekerja sama. [FN178]

Sebagai tambahan, Dewan Pengadilan menemukan bahwa ia diperkosa untuk tujuan diskriminasi, menyimpulkan bahwa diskriminasi dengan basis jenis kelamin merupakan tujuan lain di balik penyiksaan: “kekerasan yang diderita oleh Nona Cecez dalam bentuk pemerkosaan, diperbuat padanya oleh Delic karena ia adalah seorang perempuan . . . dan hal tersebut mewakilkan bentuk dari diskriminasi yang memiliki tujuan larangan dari penyiksaan.” [FN179] Hal ini menandakan bahwa perempuan seringkali disiksa dengan cara-cara yang berbeda dari laki-laki, dan dikenakan perlakuan diskriminatif karena jenis kelamin atau jender mereka. Di kasus ini, tertuduh menyiksa korban dengan cara pemerkosaan, karena ia merupakan seorang perempuan dari kelompok lawan; hal ini mengandung unsur perlakuan diskriminatif di bawah Konvensi Penyiksaan.

Dewan Pengadilan juga menekankan bahwa Delic menggunakan kekerasan seksual sebagai alat untuk menciptakan teror dan subordinasi, mengingat ia melakukan pemerkosaan dengan tujuan untuk “mengintimidasi bukan hanya korbannya saja, tetapi juga teman dari para korban, dengan cara menciptakan suasana yang penuh dengan rasa takut dan ketidakberdayaan.” [FN180] Akhirnya, Dewan Pengadilan menyatakan bahwa Delic telah berulang kali memperkosa Saksi A dengan tujuan untuk mengintimidasi, memaksa dan menghukumnya, dan bahwa pemerkosaan-pemerkosaan tersebut mengakibatkan penderitaan mental dan fisik. Dewan menyatakan Delic bersalah atas penyiksaan untuk actus reus dari penetrasi sesksual yang dipaksakan.[FN181]

BUKU REFERENSI

PAPER KELLY D. ASKIN

Dewan Pengadilan mempertimbangkan kejahatan dari “hal yang menyebabkan penderitaan hebat atau luka serius di tubuh atau kesehatan secara terencana,” sebagai pelanggaran keji dari Konvensi Jenewa, dan menyatakan bahwa kejahatan tersebut terdiri dari tindakan atau kelalaian yang disengaja, tindakan yang apabila dinilai secara obyektif merupakan tindakan yang “disengaja dan bukan kecelakaan, sehingga mengakibatkan penderitaan atau luka mental maupun fisik yang serius. Hal tersebut mencakup tindakan- tindakan yang tidak memenuhi persyaratan untuk dituntut dengan pelanggaran atas penyiksaan, meskipun sudah jelas bahwa semua aspek penyiksaan juga dapat dikategorikan ke dalam kejahatan ini. “ [FN182]

Di dalam Pengadilan, Pengadilan menyatakan Mucic bersalah atas pelanggaran keji dari “menyebabkan pen- deritaan dengan terencana” di mana para subordinat di bawahnya membakar alat genital dari korban. [FN183]

Pada saat mempertimbangkan kejahatan dari perlakuan yang tidak berperikemanusiaan, yaitu pelanggaran keji dari Konvensi Jenewa, Dewan Pengadilan menyurvei terminologi yang digunakan di dalam Komentar untuk Konvensi Jenewa, instrumen hak asasi manusia dan yurisprudensi dari badan hak asasi manusia. Instrumen tersebut mendefinisikan perlakuan yang tidak berperikemanusiaan sebagai “tindakan yang disengaja atau kelalaian yang disengaja, yaitu suatu tindakan yang bila dilihat secara obyektif merupakan tindakan yang disengaja, bukan kecelakaan, dan mengakibatkan penderitaan atau luka mental maupun fisik yang serius atau terdiri dari serangan serius terhadap martabat manusia.” [FN184] Instrumen tersebut mendalilkan bahwa perlakuan yang semena-mena secara sengaja ini tidak konsisten dengan prinsip fundamental dari kemanusiaan, *325 *325 *325 *325 *325 dan perlakuan yang tidak berperikemanusiaan “membentuk payung” yang menutupi ‘pelanggaran keji’ lainnya yang terdaftar di dalam Konvensi Jenewa. [FN185]

Dewan Pengadilan juga mempertimbangkan kejahatan atas perlakuan kejam sebagai pelanggaran dari Pasal Umum 3 atas Konvensi Jenewa, dan menyimpulkan bahwa hal tersebut mempunyai definisi yang serupa dengan perlakuan yang tidak berperikemanusiaan. Dengan demikian, hal tersebut mengembang “kesetaraan maksud dan oleh karena itu fungsi residual yang sama untuk tujuan dari pasal umum 3 . . . seperti perlakuan yang tidak berperikemanusiaan dalam kaitannya dengan pelanggaran yang keji.” [FN186]

Pengadilan juga mengenakan Mucic dengan perlakuan yang tidak berperikemanusiaan dan perlakuan kejam atas kegagalannya mengemban tanggung jawab komando ketika sub-ordinat yang berada di bawah wewenangnya memaksa dua kakak beradik untuk berhubungan satu sama lain di depan umum. Dewan Pengadilan juga mencatat bahwa pemaksaan untuk berhubungan “dapat dilihat sebagai pemerkosaan karena kewajiban demikian dapat diajukan apabila melalui cara yang tepat.” [FN187] Oleh karena itu, pemaksaan hubungan telah diajukan sebagai pemerkosaan, Dewan Pengadilan telah menghukum pemerkosaan daripada kejahatan yang tidak berperikemanusiaan dan perlakuan kejam.

Dewan Pengadilan memeriksa jangkauan dari tanggung jawab kriminal bagi komandan militer atau orang lain yang memiliki wewenang superior dan menjelaskan bahwa dengan memiliki tanggung jawab kejahatan superior untuk tindakan sub-ordinat yang tidak sesuai dengan hukum merupakan “norma yang sudah dibentuk” dari hukum kebiasaan internasional dan hukum konvensional internasional. [FN188] Hal tersebut mengidentifikasi elemen-elemen penting dari komando atau tanggung jawab superior, yang melibatkan kegagalan untuk bertindak pada saat ada tugas legal untuk dilakukan, seperti hal-hal berikut ini:

(i) keberadaan hubungan antara superior – sub ordinat; (ii) superior mengetahui atau memiliki alasan untuk mengetahui bahwa tindak kejahatan akan atau telah

dilakukan; dan (iii) superior gagal mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah tindak kejahatan atau menghukum pelakunya. [FN189]

Dewan Pengadilan menyimpulkan bahwa seseorang yang memiliki wewenang, baik ia penduduk sipil atau terlibat di dalam struktur militer, dapat mendatangkan kewajiban kriminal di bawah doktrin dari tanggung jawab superior dengan basis dari “posisi mereka sebagai superior de facto maupun de jure. Ketiadaan dari wewenang hukum moral untuk mengendalikan tindakan dari sub-ordinat tidak perlu dimengerti untuk mendahului pemberian tanggung jawab demikian.” [FN190] Agar dapat mengadakan akuntabilitas yang baik, superior, baik penduduk sipil maupun anggota militer, harus memiliki “kendali efektif” atas sub ordinat yang melakukan tindak kejahatan, “dalam pertimbangan bahwa ia memiliki kemampuan untuk mencegah dan menghukum komisi” dari kejahatan. [FN191]

*326 *326 *326 Dewan mungkin tidak memikirkan tentang pengetahuan, tetapi bisa saja dan sering kali berpendapat *326 *326 mengenai pengetahuan. Karenanya tanpa adanya bukti langsung (contoh seperti jejak kertas, izin masuk yang tidak diucapkan, pengakuan saksi mata) yang diketahui oleh superior akan kejahatan yang dilakukan oleh sub-ordinat, penuntutan akan hanya mencari pengetahuan melalui bukti-bukti berdasarkan keadaan tertentu. [FN192] Pengetahuan dapat diraih melalui berbagai macam cara, termasuk dengan memper- timbangkan angka, jenis, atau jangkauan dari tindak ilegal; panjang waktu; logistik, nomor, jenis, atau ranking pasukan atau perwira yang terlibat; lokasi geografis atau kejadian meluas dari tindakan ilegal; lokasi komandan; “tempo taktis operasi”; dan modus operandi dari tindakan-tindakan serupa. [FN193]

Dewan Pengadilan mempertimbangkan peringatan penyelidikan sebagai standar layak dalam menentukan apakah superior memiliki “alasan untuk tahu” akan kejahatan yang dilakukan oleh bawahannya, seperti misalnya informasi tersebut harus tersedia, sehingga superior akan mendapatkan peringatan bahwa bawahannya mungkin saja terlibat di dalam tindakan kejahatan. Hal tersebut akan mengklarifikasi bahwa “informasi yang dibutuhkan tidak perlu terlalu banyak karena informasi itu sendiri sudah dapat mengung- kapkan kesimpulan bahwa terdapat tindak kejahatan.” [FN194] Memang peringatan penyelidikan dapat dikatakan memuaskan apabila informasi “mengindikasikan kebutuhan akan penyelidikan tambahan dalam rangka untuk memastikan apakah pelanggaran akan atau sedang dilakukan” oleh bawahannya. [FN195]

Dewan Pengadilan sangat berhati-hati dalam menekankan hal mengenai “hukum tidak dapat mewajibkan seorang superior untuk melakukan hal yang tidak mungkin. Karenanya, seorang superior hanya dapat dibebani tanggung jawab kejahatan atas kegagalannya mengambil tindakan yang diperlukan di dalam kapasitasnya.” Hal ini berarti bahwa tindakan yang diperlukan harus berada di dalam kemungkinan mate- rialnya.” [FN196] Bahkan, kurangnya kekuatan hukum formal memberikan wewenang untuk mencegah atau menahan kejahatan yang tidak secara otomatis, memberikan tanggung jawab kejahatan superior di mana kejahatan tersebut dilakukan oleh bawahannya. [FN197]

Tanggung jawab superior atas kejahatan yang dilakukan oleh bawahan mereka – kejahatan di mana superior memiliki tugas untuk mencegah, memberhentikan, atau menghukum tetapi gagal mengambil langkah-langkah maupun tindakan-tindakan yang diperlukan – tidak terbatas pada kejahatan perang dan dapat diadakan untuk kejahatan lain, termasuk kejahatan kemanusiaan dan genosida. Tanggung jawab superior dapat digunakan untuk menahan akuntabilitass pemimpin penduduk sipil maupun militer atas kejahatan kekerasan seksual yang dilakukan oleh para bawahannya, sehingga superior dinilai ceroboh dan gagal dalam mencegah maupun menghukum tindak kejahatan tersebut. Keputusan Dewan Banding ICTY diberikan pada tanggal 20 Februari 2001, [FN198] memperbaharui penemuan dari 452 halaman Keputusan Dewan Pengadilan Celebici.

*327 *327 *327 Preseden dari kasus ini dapat digunakan, untuk menahan superior untuk mempertanggungjawabkan *327 *327 kesalahannya atas kegagalannya untuk melatih, mengawasi, mengendalikan dan menghukum bawahannya yang melakukan kejahatan pemerkosaan dengan cukup. [FN199] Tidak akan ada ilusi yang menerangkan

BUKU REFERENSI BUKU REFERENSI