Keputusan Furundzija: Pemerkosaan Korban Tunggal merupakan Pelanggaran Serius dari Hukum Humaniter Internasional

C. Keputusan Furundzija: Pemerkosaan Korban Tunggal merupakan Pelanggaran Serius dari Hukum Humaniter Internasional

Pengadilan Yugoslavia memberikan Keputusan Dewan Pengadilan Furundzija pada tanggal 10 Desember 1998. [FN200] Aspek yang paling signifikan kaitannya dengan jender di dalam kasus ini adalah perkembangan hukum penyiksaan dari kekerasan seksual dan penolakan Pengadilan dari dugaan bahwa hakim perempuan dengan memiliki latar belakang advokasi jender merupakan pihak yang bias terhadap pria yang tertuduh melakukan kejahatan pemerkosaan.

Selama proses konflik bersenjata di pusat Bosnia-Herxzegovina, penduduk sipil perempuan dari Muslim Bosnia asli (Saksi A) ditangkap dan dibawa ke kantor pusat Jokers, sebuah unit polisi militer khusus dari Majelis Pertahanan Kroasia (Croatian Defense Council – HVO) di mana para anggotanya memiliki reputasi yang ‘menakutkan’.” [FN201] Di kantor pusat, Furundzija (satu-satunya tersangka di dalam persidangan, karena ia satu-satunya orang yang terdapat di dalam tahanan Pengadilan) yang menginterogasi Saksi A secara verbal sementara yang lain, Tertuduh B melecehkan fisiknya. Furundzija dan Tertuduh B merupakan sub-komandan dari Jokers.

Orang-orang yang menginterogasi Saksi A memaksanya untuk berdiri tanpa pakaian di depan mereka dan di depan kelompok prajurit yang sedang tertawa. Selama tahap awal interogasi, Tertuduh B berkali-kali mendekatkan pisau di dekat paha bagian dalam saksi dan mengancam akan menusukkannya ke dalam diri saksi dan memotong organ seksualnya apabila ia tidak mau bekerja sama. [FN202] Setelah melalui satu hari, Tertuduh B melanjutkannya dengan memperkosa Saksi A beberapa kali dan dengan berbagai macam cara (oral, melalui vagina, dan anal), sering kali dengan kehadiran Furundzija dan yang lainnya. Penuntut menuntut Furundzija dengan dakwaan dua pelanggaran hukum atau kebiasaan perang: penyiksaan dan “perilaku yang menginjak martabat manusia, termasuk pemerkosaan.” [FN203] Tertuduh juga menginterogasi dan memukuli Saksi D, seorang pria Bosnia Kroasia yang merupakan anggota HVO yang diduga membantu Saksi A dan anaknya, di ruang yang sama di mana Saksi A sedang *328 *328 *328 diperkosa dan *328 *328 dianiaya. [FN204] Furundzija hadir pada saat kekerasan seksual terjadi, dan perannya secara verbal dalam menginterogasi saksi pada saat kejadian kekerasan, juga kata-katanya, tindakannya, dan kelalaiannya, mendorong dan memfasilitasi kejahatan tersebut.

Setelah menyurvei tren di hukum nasional dan yurisprudensi lainnya, Dewan Pengadilan Furundzija telah merumuskan “elemen-elemen obyektif” dari pemerkosaan di dalam hukum internasional, yaitu terdiri dari:

(i) penetrasi seksual, meskipun sedikit: (a) melalui vagina maupun anus korban oleh penis pelaku atau objek apapun yang digunakan oleh pelaku; atau (b) dari mulut korban oleh penis pelaku; (ii) di bawah situasi yang dipaksakan atau dilakukan dengan paksa atau ancaman terhadap korban atau pihak ketiga. [FN205]

PAPER KELLY D. ASKIN

Dewan menemukan bahwa elemen-elemen pemerkosaan di kasus ini ditemui ketika “Tertuduh B mempenetrasi mulut, vagina dan anus Saksi A dengan penisnya;” pemerkosaan diatribusikan kepada tertuduh karena Dewan Pengadilan juga telah menemukan bahwa kejahatan – kejahatan dilakukan sebagai bagian dari proses interogasi di mana Furundzija turut berpartisipasi. [FN206] Meskipun kesadaran tidak diangkat di dalam kasus ini, Dewan Pengadilan menekankan bahwa “segala bentuk penangkapan melemahkan kesadaran. “ [FN207]

Dewan Pengadilan juga mencatat peningkatan upaya yang dilakukan oleh badan internasional untuk memperbaiki “penggunaan pemerkosaan dalam penahanan dan interogasi sebagai bentuk penyiksaan dan oleh karena itu, dapat dianggap sebagai pelanggaran dari hukum internasional.” [FN208] Kemudian apabila elemen-elemen syarat sudah dipenuhi semua, pemerkosaan dapat juga dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan, suatu pelanggaran keji dari Konvensi Jenewa, sebuah pelanggaran hukum atau kebiasaan perang, dan sebuah tindakan genosida. [FN209]

Mengingat bahwa sejumlah besar orang terlibat dalam proses penyiksaan, Dewan telah menekankan bahwa banyak orang telah mengambil bagian dalam proses penyiksaan dengan melakukan berbagai peran berbeda dan Dewan menekankan pula bahwa setiap peran tersebut, bahkan peran-peran yang relatif tidak penting, menyebabkan pelakunya dapat dianggap telah melakukan tindakan penyiksaan. [FN210] Secara lebih khusus, Dewan Pengadilan menyatakan bahwa kecenderungan dalam penyiksaan adalah untuk membagi-bagi proses penyiksaan tersebut dan mendistribusikan tugas-tugasnya di antara beberapa orang untuk:

“Mengklasifikasikan” dan “meringankan” beban moral dan psikologis dari pelaku penyiksaan dengan memberikan hanya sebagian peran [dan terkadang peran tersebut bersifat relatif tidak penting] dalam proses penyiksaan kepada berbagai individu. Dengan demikian, satu orang memerintahkan agar suatu proses penyiksaan dilaksanakan, orang lain mengatur keseluruhan proses dalam tingkat administratif, orang lain mengajukan pertanyaan-pertanyaan sementara sang korban tengah disiksa, orang keempat menyiapkan peralatan yang diperlukan dalam proses penyiksaan, orang lain menyiksa korban secara fisik atau menyebabkan siksaan mental kepada sang korban, seorang yang lain menyiapkan bantuan medis untuk memastikan agar korban tidak menderita sekarat sebagai akibat dari penyiksaan atau agar korban tidak menunjukkan bukti-bukti fisik dari proses penyiksaan yang telah dijalaninya, seorang yang lain mengatur hasil dari interogasi *329 *329 yang diperoleh saat proses penyiksaan berlangsung, dan seorang *329 *329 *329 yang lain memperoleh informasi yang telah didapatkan sebagai pertukaran dengan pemberian kekebalan dari proses peradilan untuk para pelaku penyiksaan. [FN211]

Dewan memang telah menyatakan bahwa hukum internasional “menganggap seluruh pihak yang telah berpartisipasi di atas untuk memiliki keterlibatan yang sama,” dan perbedaan tingkat dan bentuk partisipasi seharusnya hanya tercermin dalam hukuman yang diberikan. [FN212] Dewan Pengadilan menekankan bahwa perbedaan peran yang dimiliki oleh Furundzija dan Tertuduh B bersifat saling melengkapi dalam proses penyiksaan:

Saksi A telah diinterogasi oleh tertuduh. Ia dipaksa untuk melepaskan seluruh pakaiannya dan telanjang di depan sejumlah besar prajurit … Interogasi yang dilakukan oleh tertuduh dan penyiksaan yang dilakukan oleh Tertuduh B berlangsung paralel dan bersamaan… Tidak ada keraguan bahwa tertuduh dan Tertuduh

B, sebagai komandan-komandan, membagi proses interogasi dengan melakukan peran-peran yang berbeda. Peran dari tertuduh adalah untuk mengajukan pertanyaan, sementara peran Tertuduh B adalah untuk menyerang dan mengancam agar dapat memperoleh informasi yang diperlukan dari Saksi A dan Saksi D. [FN213]

BUKU REFERENSI

Dewan Pengadilan memperpanjang daftar tujuan-tujuan yang dilarang di balik definisi penyiksaan yang disusun oleh Konvensi Penyiksaan, sehingga definisi itu mencakup pula tindakan mempermalukan, menyatakan bahwa “di antara berbagai kemungkinan tujuan dari penyiksaan, salah satu dari mereka pasti mencakup tujuan untuk mempermalukan korban. Proposisi ini didukung oleh semangat umum dari hukum kemanusiaan internasional: tujuan utama dari badan hukum ini adalah untuk menjaga harga diri manusia.”[FN214] Pada kasus ini, Dewan Pengadilan telah menemukan bahwa Saksi A telah diperkosa selama proses interogasinya sebagai suatu bentuk usaha “mendegradasi dan mempermalukan dirinya.”[FN215] Dewan menyimpulkan bahwa interogasi verbal yang dilakukan oleh Furundzija, yang merupakan “suatu bagian integral dari proses penyiksaan,” [FN216] dan juga pelanggaran secara fisik yang dilakukan oleh Tertuduh B, “menjadi satu kesatuan proses” dan tindakan-tindakan ini menyebabkan penderitaan secara fisik dan mental kepada korban. [FN217] Untuk kejahatan-kejahatan ini, Dewan menyatakan bahwa Furundzija bersalah atas tanggung jawab individual untuk kekerasan seksual sebagai pelaku pembantu dari penyiksaan dan sebagai pembantu dan pelaku pembantu dari pelanggaran- pelanggaran terhadap harga diri pribadi termasuk pemerkosaan. [FN218]

Untuk menjadi pelaku atau pelaku pembantu dari penyiksaan, seorang tertuduh harus “berpartisipasi sebagai suatu bagian integral dari proses penyiksaan dan turut ambil bagian dalam tujuan dibalik penyiksaan.” Untuk menjadi pembantu atau pelaku pembantu dari penyiksaan, harus terdapat semacam bantuan “yang memiliki efek penting dalam pelaksanaan kejahatan tersebut dan dengan pengetahuan bahwa suatu proses penyiksaan tengah berlangsung.” [FN219]

*330 Secara signifikan, Dewan Pengadilan menemukan pula bahwa pemaksaan untuk menyaksikan *330 *330 *330 *330 pemerkosaan merupakan salah satu bentuk penyiksaan untuk Saksi D, yang diinterogasi dan dipukuli saat Saksi A tengah diperkosa saat ia sedang berada di ruang yang sama: “Penyerangan-penyerangan fisik atas Saksi D, serta fakta bahwa ia dipaksa untuk menyaksikan penyerangan seksual kepada seorang perempuan, khususnya, perempuan yang merupakan temannya, telah menyebabkannya mengalami penderitaan berat secara fisik dan mental.” [FN220] Dewan telah menemukan pula bahwa kenyataan tindakan pemerkosaan terhadap dirinya telah disaksikan baik oleh para prajurit atau Saksi D merupakan suatu faktor yang membawa rasa frustrasi tersendiri terhadap keseluruhan penyiksaan yang telah dialami Saksi A. [FN221]

Dewan Pengadilan menganalisa tuduhan mengenai “pelanggaran-pelanggaran terhadap harga diri pribadi termasuk pemerkosaan” dan menilai bahwa Saksi A “mengalami rasa sakit secara fisik dan mental yang berat, dan juga telah dipermalukan di depan umum, sebagai suatu hasil dari tindakan Tertuduh B, dan hal itu merupakan hasil dari pelanggaran terhadap harga diri pribadi dan integritas seksualnya.” Meskipun Furundzija tidak melakukan kejahatan secara fisik kepada Saksi A, namun “kehadirannya dan interogasinya yang berlangsung secara terus menerus kepada Saksi A telah mendukung Tertuduh B untuk melakukan kejahatan fisik dan secara signifikan telah berkontribusi kepada tindakan-tindakan kriminal yang telah dilakukan oleh Tertuduh B.” [FN222] Untuk kejahatan-kejahatan ini, Dewan memberikan hukuman kepada Furundzija berupa hukuman penjara selama sepuluh tahun untuk kejahatan penyiksaan dan hukuman penjara selama delapan tahun untuk kejahatan pelanggaran terhadap harga diri pribadi, yang dilakukan secara bersamaan dan bukan secara berurutan. [FN223]

Selama pengadilan, yang secara keseluruhan menghabiskan sebelas hari pengadilan selama periode lima bulan, timbul beberapa masalah yang mengganggu. Kekhawatiran utama berpusat kepada pemberian pernyataan yang diperoleh dari pusat konseling untuk pemerkosaan dan seberapa besar kesaksian korban dapat dipercaya berkaitan dengan kredibilitasnya selama menderita sindrom stress pasca-trauma (post traumatic stress disorder – PTSD) atau sindrom trauma pemerkosaan (rape trauma syndrome – RTS).

PAPER KELLY D. ASKIN

[FN224] *331 *331 *331 *331 *331 Akhirnya, Dewan Pengadilan menekankan bahwa tidak ada bukti bahwa para saksi yang mengalami trauma berat tidak dapat memberikan informasi akurat atau memberikan kesaksian yang dapat dipercaya secara keseluruhan.[FN225] Dewan tidak menyatakan apakah hak istimewa pasien – klien berlaku dalam hukum internasional, yang akan membuat rekaman atau pernyataan medis atau psikologis yang diberikan selama sesi konseling berada di luar jangkauan bukti-bukti yang harus disajikan di pengadilan.

Keputusan Dewan Pengadilan mendapat dukungan dari Pertimbangan Dewan Banding ICTY (ICTY Appeals Chamber Judgement) tertanggal 21 Juli 2000.[FN226] Meskipun demikian, dalam kasus banding timbul pertentangan penting dari tuntutan pihak Pembela bahwa Hakim yang bertugas untuk kasus tersebut, Florence Mumba, harus didiskualifikasi untuk setidaknya memberikan kesan adanya bias. [FN227] Sebenarnya, tuntutan tersebut berakar dari fakta bahwa, sebelum pemilihannya sebagai Hakim di ICTY, Mumba telah menjabat sebagai perwakilan dari Zambia dalam Komisi PBB mengenai Status Perempuan (United Nations Commission on the Status of Women – CSW), di mana Komisi tersebut telah mengutuk secara berat tindakan pemerkosaan yang berlangsung saat perang dan menuntut peradilan dan penghukuman atas tindakan tersebut. Pihak Pembela kemudian mengimplikasikan bahwa pandangan feminis yang dimiliki oleh Hakim Mumba membuatnya rentan untuk melaksanakan agenda umum khas seorang feminis.

Dewan Banding mempertimbangkan Peraturan 15(A) dari Peraturan Prosedur dan Bukti dari Tribunal telah membahas isu mengenai obyektivitas dan menyatakan bahwa:

Seorang Hakim tidak dapat memimpin suatu peradilan atau peradilan banding pada kasus-kasus di mana sang Hakim memiliki kepentingan pribadi atau kaitan dengan hal-hal yang berasosiasi dengan sang Hakim yang dapat mempengaruhi keobyektifitasannya. Untuk kasus-kasus seperti itu, Hakim sebaiknya mengundurkan diri, dan Presiden akan menugaskan seorang Hakim lain untuk menangani kasus tersebut. [FN228]

Dewan Banding kemudian membahas hukum mengenai kasus domestik yang berkaitan dengan standar yang layak untuk menentukan bias yudisial, dan menyimpulkan bahwa terdapat sebuah peraturan umum yang mengharuskan Hakim untuk bebas tidak hanya dari bias, namun juga dari kesan adanya bias. [FN229] Sebagai akibat, Dewan Banding kemudian mengadopsi prinsip-prinsip berikut untuk mengarahkannya dalam menginterpretasi dan mengaplikasikan Peraturan ICTY 15(A):

(A) Seorang Hakim tidak bersikap obyektif apabila terdapat bukti bahwa telah terjadi bias. (B) Terdapat kesan adanya bias yang tidak dapat diterima apabila:

(i) Hakim tersebut merupakan salah satu pihak yang terkait dalam kasus, atau memiliki kepentingan finansial atau kepentingan lain pada hasil akhir kasus, atau apabila keputusan Hakim akan membantu suatu kasus di mana Hakim tersebut terlibat, bersama dengan salah dari dari pihak yang terkait. Di bawah kondisi-kondisi ini, diskualifikasi seorang Hakim dari suatu kasus bersifat otomatis; atau

(ii) kondisi-kondisi tersebut akan mengarahkan seorang pengamat yang cukup logis dan memiliki cukup informasi untuk menangkap suatu bias tertentu. [FN230]

*332 *332 *332 Pada akhirnya, Dewan Banding memutuskan bahwa ‘tidak terdapat dasar’ untuk mendukung *332 *332 tuduhan-tuduhan bahwa posisi dan peran Hakim Mumba sebagai anggota CSW menimbulkan kesan bias sekecil apapun. [FN231] Dewan Banding menyimpulkan pula bahwa bahkan ketika Hakim Mumba memiliki tujuan dan harapan dari CSW, yaitu untuk mendukung dan melindungi hak-hak asasi dari