Faktor Penghambat

1. Faktor Penghambat

Dalam upaya untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor pajak hotel ini, tidak selalu berjalan lancar dan sering kali masih belum sesuai dengan posedur pelaksanaannya, walaupun pajak hotel tiap tahunnya terus mengalami peningkatan namun dalam pemungutannya juga mengalami hambatan. Dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak, auditor menemui beberapa hambatan sehingga mengganggu jalannya proses pemeriksaan. Hambatan yang biasa ditemukan di lapangan antara lain :

a. Sebagian Wajib pajak kurang memberikan dukungan terhadap pelaksanan audit yang dilakukan oleh pihak DPPKA Kota Surakarta

Penentuan hotel atau wajib pajak yang bermasalah akan di lakukan tindakan

Petugas bagian hukum, tim audit

DPPKA dibantu

oleh Satpol PP

Proses Yustisi dengan menyegel atau mencabut ijin usaha

dukungan terhadap jalannya proses audit. Karena proses audit atau pemeriksaan pajak merupakan proses pemeriksaan yang melibatkan pembukuan-pembukuan pajak terutang oleh wajib pajak, maka pembukuan sangat diperlukan demi kelancaran suatu upaya pemeriksaan, namun dalam pelaksanaan sebagian wajib pajak enggan memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen yang diperlukan.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu Maya Pramita. SH. M.Hum selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan yang menyatakan bahwa :

“Kendala yang dihadapi oleh auditor ya, pada waktu petugas melakukan pemeriksaan sebagian wajib pajak hotel itu tidak bersedia meminjamkan pembukuannya, ya masalah tersebut yang menjadi kendalanya. Namun hanya sebagian kecil saja, dan biasanya yang berbuat seperti itu hotel kelas melati yang manajemen pengelolaan hotelnya masih pe rorangan.” (wawancara

11 April 2012)

Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Drs. AG Agung Hendratno M.Si selaku Kepala Bidang Dafda dan Dokumentasi yang menyatakan bahwa :

“Kendala yang ditemui pada saat dilakukan pemeriksaan biasanya masalah pembukuannya ya, kadang wajib pajak itu tidak bersedia meminjamkan pembukuan kepada petugas, terutama untuk hotel- hotel dikelas melati, soalnya pada hotel kelas melati pengelolaannya masih perseorangan, dan pada saat pembayaran

tidak menggunakan nota/bill.” (wawancara 18 April 2012)

Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Sunarwan Selaku Staf Dafda dan Dokumentasi sebagai berikut :

“Kurangnya dukungan dari beberapa wajib pajak hotel, kadang penyajian data itu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan, kadang wa jib pajak juga susah ditemui.” (wawancara 26 Juni 2012)

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi oleh petugas audit/pemeriksa dalam hal kurangnya dukungan dari wajib pajak terhadap jalannya proses pemeriksaan. Hal ini dapat terjadi karena hotel-hotel dengan kelas melati dalam pengelolaannya masih dikelola secara perseorangan, maka menjadi hal yang wajar jika tidak adanya pembukuan-pembukuan yang sesuai bahkan ada hotel yang tidak melakukan pembukuan serta tidak memberikan nota/bill kepada pelanggan, hal yang seperti itu yang menghambat proses pemeriksaan. Kalau dilihat jumlah sebagian besar hotel di Surakarta merupakan hotel kelas melati. Selain itu wajib pajak kurang berkenan memberikan keterangan yang diperlukan guna keperluan pemeriksaan. Hal ini menyebabkan Tim Audit mengalami kesulitan menentukan omset penjualan sebenarnya dan besarnya pajak yang terutang.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Surakarta No 4 Tahun 2011 dalam bab XX pasal 73 ayat 2 menyatakan : Wajib pajak yang diperiksa wajib :

a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek pajak yang terutang.

b. Memberikan ijin untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan dan /atau

Ketentuan tatacara pemeriksaan masih ada yang belum sesuai dengan Peraturan Daerah tersebut, masih ada wajib pajak hotel yang tidak bersedia meminjamkan pembukuan serta masih adanya wajib pajak yang kurang berkenan memberikan keterangan terkait pemeriksaan.

b. Sebagian Wajib pajak kurang berpartisipasi dalam proses pemeriksaan, sehingga proses pemeriksaan berjalan kurang maksimal.

Apabila kedua belah pihak tidak saling mendukung akhirnya berakibat kurang lancarnya proses pemeriksaan. Misalnya Adanya manipulasi data yang dilakukan oleh pengusaha hotel dan wajib pajak memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta, misalnya pengusaha hotel menggunakan pembukuan ganda. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu Maya Pramita. SH. M.Hum selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan yang menyatakan bahwa :

“Selain itu kendala yang dihadapi oleh petugas pemeriksa ya wajib pajak tidak dengan jujur menyampaikan pembukuan

penerimaannya, misalnya wajib pajak tersebut mempunyai dua buah pembukuan, yang asli dan yang satu pembukuan hasil manipulasi data, tamu hotelnya sebenarnya ramai namun dalam pembukuan semu tersebut di laporkan sepi, ya kalau pembukuannya seperti ini kan menguntungkan wajib pajak hotel, pajak yang seharusnya di setorkan menjadi berkurang.” (wawancara 11 April 2012)

Hal yang sama juga disampaikan oleh Bapak Sunarwan Selaku Staf Dafda dan Dokumentasi sebagai berikut : “selain wajib pajak yang kadang susah ditemui ya masalah adanya

pembukuan fiktif ya, ya seumpama ada pembukuan ganda, namun kan kita juga tidak tahu apakah pembukuan yang diberikan pada pembukuan fiktif ya, ya seumpama ada pembukuan ganda, namun kan kita juga tidak tahu apakah pembukuan yang diberikan pada

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian wajib pajak masih melakukan perbuatan menyimpang yang dapat merugikan keuangan daerah. Pada saat petugas dari DPPKA Kota Surakarta melakukan pemeriksaan masih ada wajib pajak yang susah untuk ditemui, bahkan juga ada wajib pajak hotel yang melakukan pembukuan ganda, pembukuan ganda tersebut akan sangat menguntungkan wajib pajak dalam hal pembayaran pajak karena dalam pembukuan disampaikan hal-hal yang tidak senyatanya, yang terjadi tamu hotel tersebut ramai namun dalam pembukuan tersebut tidak disampaikan.

c. Sebagian Wajib pajak enggan membayar pajak sesuai hasil pemeriksaan Tim Audit.

Keengganan para wajib pajak untuk membayar pajak ini dapat disebabkan banyak faktor, salah satunya mereka beranggapan bahwa dengan membayar ataupun tidak mereka tidak merasakan manfaat bagi diri mereka sendiri. Dengan pola pikir demikian maka tidaklah heran banyak terjadi pelanggaran dalam proses pemeriksaan pajak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Bapak Sunarwan Selaku Staf Dafda dan Dokumentasi yang menyatakan bahwa :

“ya ada wajib pajak yang enggan membayar pajak yang sesuai dengan hasil pemeriksaan, jika ada wajib pajak yang seperti tersebut kita melakukan surat panggilan, kita tanya apa kendalanya, kita adakan negosiasi kita tanyakan kapan utang pajaknya akan

Hal yang sama juga di sampaikan oleh Bapak Drs. AG Agung Hendratno M.Si selaku Kepala Bidang Dafda dan Dokumentasi yang menyatakan bahwa :

“kadang-kadang ada wajib pajak yang sulit melakukan pambayaran pajak terutangnya, kan sudah diaudit dan hasil dari audit tersebut

menunjukan adanya kurang bayar, kemudian kita membuat SKPDKB (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar). Namun penerbitan surat tersebut ya ada wajib pajak yang belum bisa melunasi.” (wawancara 18 April 2012)

Dari pernyataan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa masih ada wajib pajak hotel yang belum mempunyai kesadaran perihal pembayaran pajak, pajak hotel ini pada dasarnya merupakan pajak yang dibayar oleh pengguna fasilitas hotel tersebut, wajib pajak hanya sebagai pihak ketiga, antara subjek pajak hotel dan DPPKA. Secara sederhana subjek pajak hotel merupakan konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel. Namun yang terjadi adalah wajib pajak seringkali tidak menyadari kewajiban mereka membayar pajak.

Di Kota Surakarta meskipun data memperlihatkan bahwa capaian realisasi pajak hotel bisa melebihi target, namun sebenarnya potensi ini masih dapat dioptimalkan. Kepatuhan wajib pajak belum optimal. Dari data dilapangan untuk pemungutan pajak hotel terutama di kelas melati, sering mengalami kendala. Di kelas melati masih banyak pengelola hotel yang tidak memberikan bill kepada konsumennya, meskipun sebenarnya Di Kota Surakarta meskipun data memperlihatkan bahwa capaian realisasi pajak hotel bisa melebihi target, namun sebenarnya potensi ini masih dapat dioptimalkan. Kepatuhan wajib pajak belum optimal. Dari data dilapangan untuk pemungutan pajak hotel terutama di kelas melati, sering mengalami kendala. Di kelas melati masih banyak pengelola hotel yang tidak memberikan bill kepada konsumennya, meskipun sebenarnya

Masalah ketepatan waktu dalam membayar pajak juga masih mengalami permasalahan. Masih banyak wajib pajak yang tidak membayar tepat pada waktu yang telah ditetapkan Perda yaitu paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.. Pelanggaran ini dalam aturan Perda No. 4 tahun 2011 dapat diberikan sanksi. Karena peraturan perundang- undangan perpajakan Indonesia menggunakan sistem self assessment, sistem ini memberikan kepercayaan dan tanggungjawab kepada wajib pajak untuk menghitung dan membayar sendiri pajak yang terhutang. Jadi keberhasilan sistem perpajakan seperti ini memang sangat ditentukan oleh kepatuhan dari wajib pajak.