Sosialisasi, Audit dan Yustisi untuk Mengoptimalkan Penerimaan Pajak Hotel oleh DPPKA Kota Surakarta

PENERIMAAN PAJAK HOTEL OLEH DPPKA KOTA SURAKARTA

Disusun oleh: NURIYATI D0108139 SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Administrasi ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

“Jika anda sedang benar, jangan terlalu berani. Dan bila anda sedang takut, jangan terlalu takut, karena keseimbangan sikap adalah penentu ketepatan perjalanan kesuksesan anda.”

(Mario Teguh)

“ Dalam hal mencapai impian, lebih baik berjalan perlahan-lahan daripada berdiam diri saja “ (Merry Riana)

“Life is not only but also, hidup tidak hanya apa yang di miliki sekarang tapi masih banyak impian yang juga harus ada. Dream it, Plan it and Do it ”

(Penulis)

Dengan penuh ucapan syukur, karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

 Allah SWT yang selalu memberi nikmat dan anugerah  Kedua orang tuaku yang tercinta untuk kasih sayang, doa, nasihat dan

dukungan yang tidak pernah habis diberikan

 Kakak-kakak ku tersayang untuk keceriaan yang selalu menemani hari-

hariku

 Terima kasih untuk semua sahabat-sahabatku tersayang Tika Suyamdi, Anggun, Erika, Niken, Nuri dan Teman-temanku semua untuk keceriaan, kebersamaan dan dukungan disaat suka dan duka

 Almamaterku Administrasi Negara 2008 UNS  Dan semua yang terkasih dan tersayang

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Sosialisasi, Audit dan Yustisi Untuk Mengoptimalkan Penerimaan Pajak Hotel Oleh DPPKA Kota Surakarta ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi dan memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sosial di Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

Dalam kesempatan ini dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mengarahkan dan memberi dorongan hingga tersusunnya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Drs. Suryatmojo, M.Si selaku Pembimbing, yang senantiasa memberi bimbingan, arahan, dan motivasi dengan sabar dan ikhlas sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan akademis yang telah diberikan selama ini.

3. Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

4. Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret.

5. Segenap dosen jurusan Ilmu Administrasi yang telah memberikan pengetahuan dan pemikirannya selama penulis menempuh studi.

6. Maya Pramita, SH. M.Hum selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Evaluasi dan Pelaporan dan segenap staf Sekretariat yang telah memberikan bantuan, informasi dan semua hal yang penulis butuhkan demi kelancaran skripsi ini.

dan segenap staf yang banyak memberikan informasi demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

8. Staf Accounting Kusuma Kartika Sari Hotel dan staf Laweyan Hotel, yang memberikan informasi demi kelancaran penyusunan skripsi ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses penyusunan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan dan kemampuan dalam skripsi ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Surakarta, Juli 2012

Penulis

G. Teknis Analisis Data ............................................................................ 45 BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Kota Surakarta ......................................................... 49

B. Gambaran DPPKA Surakarta ............................................................... 52

C. Tatacara Pemungutan Pajak Hotel ....................................................... 72

D. Langkah-Langkah Mengoptimalkan Pajak Hotel ................................ 78

E. Faktor Penghambat dan Pendukung Peningkatan Pajak Hotel ............ 97

F. Hasil dan Kontribusi Pajak Hotel Terhadap Pajak Daerah .................. 108 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 112

B. Saran ..................................................................................................... 114 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Halaman

Tabel 1.1 Jenis Pajak Menurut UU No 28 Th 2009.................................. 2 Tabel 1.2

Target dan Realisasi Pajak Hotel Tahun Anggaran 2007-2011 ..................................................... 8

Tabel 2.1

Jenis dan Tarif Pajak Daerah Kota Surakarta ..........................................................................

27 Tabel 4.1

Pegawai Menurut Jenis Kelamin DPPKA Kota Surakarta ............................................................ 63

Tabel 4.2

Pegawai Menurut Kepangkatan DPPKA Kota Surakarta ............................................................ 64

Tabel 4.3

Klasifikasi PNS DPPKA Kota Surakarta Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Formal Tahun 2012 ..................................................................

65 Tabel 4.4

Klasifikasi PNS DPPKA Kota Surakarta Berdasarkan Bidang Tugasnya Tahun 2012 .............................

66 Tabel 4.5

Wajib Pajak Hotel Kota Surakarta Tahun 2011 ......................................................

67 Tabel 4.6

Jumlah Hotel Kota Surakarta Tahun 2011 ......................................................

70 Tabel 4.7

Susunan Jabatan Dalam Tim Audit ..........................................

88 Tabel 4.8

Penerimaan Pajak Hotel Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2011 ..................................................... 109

Tabel 4.9

Penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2011 ..................................................... 110

Tabel 4.10

Kontribusi Pajak Hotel Terhadap Pajak Daerah Kota Surakarta Tahun Anggaran 2007-2011 ............................ 111

Halaman

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran .....................................................

36

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif ..........................................................

48 Gambar 4.1 Struktur Organisasi DPPKA Kota Surakarta ..........................................................................

62

Gambar 4.2 Alur Pembayaran Pajak Hotel ..................................................

73

Gambar 4.3 Blangko SPTPD Pajak Hotel .................................................... 74 Gambar 4.4 Spanduk Sosialisasi .................................................................. 84 Gambar 4.5 Mekanisme Proses Operasi Yustisi .......................................... 97

Nuriyati. D0108139. Sosialisasi, Audit dan Yustisi untuk Mengoptimalkan Penerimaan Pajak Hotel Oleh DPPKA Kota Surakarta. Skripsi. Administrasi Negara.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 2012. 115 Halaman.

Prinsip dari sistem self assessment dalam pemungutan pajak adalah memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk secara sukarela menghitung, membayar dan melaporkan pajak terutang berdasarkan peraturan perundang- undangan perpajakan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Maka tingkat kepatuhan wajib pajak yang menjadi kunci suksesnya pemungutan pajak hotel di Surakarta. Sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah, pajak hotel diharapkan mampu mempunyai potensi serta prospek yang cerah, karena melihat perkembangan jumlah hotel di Kota Surakarta yang semakin meningkat sampai dengan tahun 2011 hotel di Surakarta tercatat berjumlah 129 hotel yang terdiri dari 20 hotel bintang dan 109 hotel melati. Penerimaan dari sektor pajak hotel setiap tahun mengalami peningkatan.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui

bagaimana sosialisasi, audit dan yustisi yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan

Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta dalam dalam mengoptimalkan penerimaan pajak hotel.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilaksanakan di DPPKA Kota Surakarta. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan narasumber dan arsip atau dokumen yang berkaitan dengan penelitian.Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara wawancara, dan dokumentasi.Teknik pemilihan informan yang digunakan adalah purposive sampling yaitu peneliti menetapkan narasumber yaitu pegawai DPPKA Kota Surakarta dan pengelola hotel. Sedangkan untuk validitas data dilakukan dengan trianggulasi data.Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif.

Hasil penelitian dapat diketahui, bahwa DPPKA Kota Surakarta dalam pengoptimalan penerimaan pajak hotel, melalui sosialisasi adalah dengan memberikan informasi-informasi terkait pajak hotel, untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak tentang pentingnya membayar pajak, sosialisasi ini dilakukan melalui pertemuan, media massa maupun surat edaran. Audit merupakan pemeriksaan wajib pajak, pemeriksaan terhadap wajib pajak hotel di Surakarta dilaksanakan oleh tim khusus yaitu Tim Audit, dimulai dari mempelajari setoran pajak tiap bulan, melakukan tinjauan langsung, menyusun program pemeriksaan serta menyiapkan sarana pemeriksaan, yustisi merupakan langkah yang ditempuh oleh DPPKA apabila wajib pajak yang bermasalah mengalami keterlambatan dalam pembayaran, dari pihak dinas sudah mengeluarkan STPD (Surat Tagihan Pajak Daerah) namun tidak di indahkan, maka dari itu upaya yustisi dilakukan dengan penyegelan bahkan penutupan ijin usaha. Berdasarkan penelitian diketahui faktor penghambat dan pendukung yaitu kurang berpartisipasinya sebagian wajib pajak dalam hal pemeriksaan, faktor pendukungnya adalah sumber daya manusia, kepatuhan wajib pajak, faktor

Nuriyati. The Socialization, Audit and Yustisi to Optimize the Hotel Tax Revenue by Surakarta City’s DPPKA. Thesis. State Administration. Social and Political Sciences Faculty. Sebelas Maret University. Surakarta. 2012. 115 pages.

The principle of self-assessment system in tax collection is to give the taxpayer the opportunity of calculating, paying and reporting the outstanding tax voluntarily based on the taxing legislation consistent with the actual condition.

Therefore, the taxpayer’s compliance becomes the key to the hotel tax collection success in Surakarta. As one of Local Original Income sources, the hotel tax is expected to have bright potential and prospect, considering the constantly increase of hotel numbers in Surakarta City. In 2011, there are enlisted 129 hotels in Surakarta: 20 star hotels and 109 jasmine hotels. The revenue from hotel tax sector increases continuously over year. The objective of research is to find out the socialization, audit, and yustisi the Surakarta City’s Income, Financial and Asset Management Service (DPPKA) takes in optimizing the hotel tax revenue.

This study was a descriptive qualitative research taken place in Surakarta City’s DPPKA. The data source of research was obtained from interview and

archive or document relevant to the study. Techniques of collecting data used were interview and documentation. Technique of selecting informant used was purposive sampling, in which the author determined the employees of Surakarta City’s DPPKA and hotel management as the informant. Meanwhile the data

validation was done using data triangulation. Technique of analyzing data used was an interactive model of analysis.

From the result of research, it could be found that Surakarta City’s DPPKA optimized the hotel tax revenue through socialization including to give information relating to hotel tax, to improve the tax payer’s awareness of the importance of paying tax; this socialization was done through meeting, mass media and circular. Audit was the investigation of taxpayer; the investigation of hotel taxpayer was undertaken by the special team, Audit team, from monthly tax deposit, direct review, investigation program development as well as investigation instrument preparation. Yustisi was the measure the DPPKA took when the problematic taxpayers had payment delay, the service had issued STPD (Local Tax Billing) the taxpayer ignored it, for that reason, the yustisi attempt was done by sealing and even depriving the business license. Based on the research, it could

be found that the inhibiting factor was the lack of taxpayer participation in the term of investigation, while the supporting factors included human resource, taxpayer’s compliance, and rule firmness factor, and local social economic

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemerintahan tersebut, Daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kenegaraan, ditegaskan bahwa penempatan beban kepada rakyat, seperti pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa diatur dengan Undang-Undang. Dengan demikian, pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus didasarkan pada Undang-Undang.

Selama ini pungutan Daerah yang berupa Pajak dan Retribusi diatur dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut, Daerah diberi kewenangan untuk memungut 16 (enam belas) jenis Pajak, yaitu 5 (lima) jenis Pajak provinsi dan 11 (sebelas) jenis Pajak

Jenis Pajak Menurut UU No 28 Tahun 2009

No

Wilayah Pemungut

Jenis Pajak

1 Pajak Provinsi

a. Pajak Kendaraan Bermotor

b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan

Bermotor

d. Pajak Air Permukaan

e. Pajak Rokok

2 Pajak Kabupaten/Kota

a. Pajak Hotel

b. Pajak Restoran

c. Pajak Hiburan

d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan

f. Pajak Mineral Bukan Logam dan

Batuan

g. Pajak Parkir

h. Pajak Air Tanah

i. Pajak Sarang Burung Walet j. Pajak Bumi dan Bangunan

Pedesaan dan Perkotaan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan

Sumber : UU No 28 Tahun 2009

Selain itu, kabupaten/kota juga masih diberi kewenangan untuk menetapkan jenis Pajak lain sepanjang memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Undang-Undang tersebut juga mengatur tarif pajak maksimum untuk kesebelas jenis Pajak tersebut, serta menetapkan tarif Pajak yang seragam terhadap seluruh jenis Pajak provinsi. Hasil penerimaan Pajak dan Retribusi diakui belum memadai dan memiliki peranan yang relatif kecil terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) khususnya bagi daerah kabupaten dan kota. Sebagian besar pengeluaran APBD dibiayai dana alokasi dari pusat. Dalam banyak

seluruh kebutuhan pengeluaran Daerah. Oleh karena itu, pemberian peluang untuk mengenakan pungutan baru yang semula diharapkan dapat meningkatkan penerimaan Daerah, dalam kenyataannya tidak banyak diharapkan dapat menutupi kekurangan kebutuhan pengeluaran tersebut. Dengan kriteria yang ditetapkan dalam Undang-Undang hampir tidak ada jenis pungutan Pajak dan Retribusi baru yang dapat dipungut oleh Daerah. Oleh karena itu, hampir semua pungutan baru yang ditetapkan oleh Daerah memberikan dampak yang kurang baik terhadap iklim investasi. Banyak pungutan Daerah yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi karena tumpang tindih dengan pungutan pusat dan merintangi arus barang dan jasa antar daerah. Untuk daerah provinsi, jenis Pajak yang ditetapkan dalam Undang-Undang tersebut telah memberikan sumbangan yang besar terhadap APBD. Namun, karena tidak adanya kewenangan provinsi dalam penetapan tarif Pajak, provinsi tidak dapat menyesuaikan penerimaan pajaknya. Dengan demikian, ketergantungan provinsi terhadap dana alokasi dari pusat masih tetap tinggi. Pada dasarnya kecenderungan Daerah untuk menciptakan berbagai pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertentangan dengan kepentingan umum dapat diatasi oleh Pemerintah dengan melakukan pengawasan terhadap setiap Peraturan Daerah yang mengatur Pajak dan Retribusi tersebut.

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat seharusnya diikuti dengan pemberian kewenangan yang besar pula dalam perpajakan dan retribusi. Basis pajak kabupaten dan kota yang sangat terbatas dan tidak adanya kewenangan provinsi dalam penetapan tarif pajaknya mengakibatkan Daerah selalu mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pengeluarannya. Ketergantungan Daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari pusat dalam banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas Daerah. Pemerintah Daerah tidak terdorong untuk mengalokasikan anggaran secara efisien dan masyarakat setempat tidak ingin mengontrol anggaran Daerah karena merasa tidak dibebani dengan Pajak dan Retribusi. Untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, Pemerintah Daerah seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Berkaitan dengan pemberian kewenangan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, perluasan kewenangan perpajakan dan retribusi tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak Daerah dan memberikan kewenangan kepada Daerah dalam penetapan tarif. Perluasan basis pajak tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip pajak yang baik. Pajak dan Retribusi tidak menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat seharusnya diikuti dengan pemberian kewenangan yang besar pula dalam perpajakan dan retribusi. Basis pajak kabupaten dan kota yang sangat terbatas dan tidak adanya kewenangan provinsi dalam penetapan tarif pajaknya mengakibatkan Daerah selalu mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pengeluarannya. Ketergantungan Daerah yang sangat besar terhadap dana perimbangan dari pusat dalam banyak hal kurang mencerminkan akuntabilitas Daerah. Pemerintah Daerah tidak terdorong untuk mengalokasikan anggaran secara efisien dan masyarakat setempat tidak ingin mengontrol anggaran Daerah karena merasa tidak dibebani dengan Pajak dan Retribusi. Untuk meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan otonomi daerah, Pemerintah Daerah seharusnya diberi kewenangan yang lebih besar dalam perpajakan dan retribusi. Berkaitan dengan pemberian kewenangan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, perluasan kewenangan perpajakan dan retribusi tersebut dilakukan dengan memperluas basis pajak Daerah dan memberikan kewenangan kepada Daerah dalam penetapan tarif. Perluasan basis pajak tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip pajak yang baik. Pajak dan Retribusi tidak menyebabkan ekonomi biaya tinggi dan/atau menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah

Berkaitan dengan pemberian kewenangan dalam penetapan tarif untuk menghindari penetapan tarif pajak yang tinggi yang dapat menambah beban bagi masyarakat secara berlebihan, Daerah hanya diberi kewenangan untuk menetapkan tarif pajak dalam batas maksimum yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Selain itu, untuk menghindari perang tarif pajak antar daerah untuk objek pajak yang mudah bergerak, seperti kendaraan bermotor, dalam Undang-Undang ini ditetapkan juga tarif minimum untuk Pajak Kendaraan Bermotor. Pengaturan tarif demikian diperkirakan juga masih memberikan peluang bagi masyarakat untuk memindahkan kendaraannya ke daerah lain yang beban pajaknya lebih rendah.

Eric Smith, Tracy J. Webb dalam International Journal Tax and Public Finance , Kluwer Academic Publishers. Printed in The Netherlands Vol 8 Hal. 679 yang mengemukakan :

“Strategic tax setting between fiscal authorities in the presence of mobile workers who locate across these jurisdictions in response to differing tax structures and congestable local public amenities.We find that the nature of the tax setting outcomes depend crucially on the

proximity between cities. For “distant” cities with the same size populations, the pressure on tax rates of a more mobile workforce depends on the whether mobile workers are net beneficiaries or net contributors. If mobile workers are either high or low income earners, cities lower tax rates. If mobile workers are middle income earners, cities raise tax

rates. For “close” or neighbouring cities, workers locate in one of the cities and tax rates and local public amenities are

dispersed.” (strategi pengaturan pajak untuk pajak yang mudah bergerak adalah dengan menetapkan tarif minimal

pajak tersebut, untuk menghindari pergerakan obyek pajak tersebut, misalnya untuk obyek pajak kendaraan bermotor, apabila antara daerah satu dengan derah lain lebih rendah, maka cenderung orang akan memindahkan pajaknya ke daerah yang lebih rendah tarif pajaknya antara otoritas fiskal di hadapan pekerja mobile yang mencari di yurisdiksi tersebut dalam menanggapi struktur pajak dan kebutuhan yang berbeda)

Pegenaan pajak merupakan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah kabupaten atau kota, jadi antara daerah satu dengan daerah yang lain bisa tidak sama tergantung kebijakan pemerintahnya. Untuk penentuan tarif pajaknya pun juga berbeda antara daerah satu dengan yang lain tetapi besarnya tarif tidak boleh melebihi yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. Tujuan pajak sendiri adalah untuk kemakmuran rakyat, jadi alangkah baiknya jika pajak tersebut tidak membebani, sebenarnya pajak merupakan subsidi silang. Orang atau badan yang membayar pajak adalah untuk menyumbang pembangunan untuk membangunan fasilitas- fasilitas publik yang dapat digunakan oleh semua masyarakat umum

Undang-Undang ini sebagian hasil penerimaan Pajak dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang berkaitan dengan Pajak tersebut. Pajak Penerangan Jalan sebagian dialokasikan untuk membiayai penerangan jalan, Pajak Kendaraan Bermotor sebagian dialokasikan untuk pembangunan dan/atau pemeliharaan jalan dan Pajak Rokok sebagian dialokasikan untuk membiayai pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Selanjutnya, untuk meningkatkan efektivitas pengawasan pungutan Daerah, mekanisme pengawasan diubah dari represif menjadi preventif. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No

28 Tahun 2009 ini, kemampuan Daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya semakin besar karena Daerah dapat dengan mudah menyesuaikan pendapatannya sejalan dengan adanya peningkatan basis pajak daerah dan diskresi dalam penetapan tarif. Di pihak lain, dengan tidak memberikan kewenangan kepada Daerah untuk menetapkan jenis pajak dan retribusi baru akan memberikan kepastian bagi masyarakat dan dunia usaha yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.

Kota Surakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata yang terkenal di Jawa Tengah karena memiliki wisata sejarah yaitu Keraton Surakarta dan merupakan Kota yang strategis dalam mengembangkan bisnis maka tidak mengherankan kota Surakarta ini terus mengalami perkembangan perekonomian dari tahun ke tahun yang semakin Kota Surakarta merupakan salah satu kota tujuan wisata yang terkenal di Jawa Tengah karena memiliki wisata sejarah yaitu Keraton Surakarta dan merupakan Kota yang strategis dalam mengembangkan bisnis maka tidak mengherankan kota Surakarta ini terus mengalami perkembangan perekonomian dari tahun ke tahun yang semakin

Tabel 1.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Kota Surakarta Tahun 2007 -2011

No Tahun

Tingkat Pencapaian (%)

Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Surakarta

Dalam mengamankan penerimaan pajak daerah khususnya pada sektor pajak hotel, DPPKA Kota Surakarta selaku pengelola pajak daerah tak henti-hentinya melakukan suatu kegiatan yang diharapkan mampu mengurangi berbagai hambatan terkait pemungutan pajak hotel tersebut.

Kepala Bagian Hukum Setda Kota Surakarta, Untara, mengatakan saat ini Pemkot Surakarta masih terus melakukan sosialisasi Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, serta Perda Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Rabu, (12/10/2011) (www.solopos.com)

Untuk itu kepada wajib pajak hendaknya mengikuti sosialisasi perpajakan daerah dengan serius dan manfaatkan sebaik-baiknya sehingga Untuk itu kepada wajib pajak hendaknya mengikuti sosialisasi perpajakan daerah dengan serius dan manfaatkan sebaik-baiknya sehingga

Semua hotel yang ada di Solo mulai dari kelas melati hingga kelas berbintang dibidik untuk diaudit terkait pajak hotel yang akan diberikan kepada daerah. Sejauh ini, audit kepada hotel belum diberikan secara penuh dan masih terbatas pada hotel-hotel prioritas. “Tapi target kami, tahun ini semua hotel bisa kami audit. Karena itulah yang ideal untuk mengamankan penerimaan pajak hotel,” kata Kabid Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pendapataan

Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Solo, Agung HD, saat ditemui Espos, di ruang kerjanya, Senin (19/9/2011). (www.solopos.com)

Pengadaan audit atau pemeriksaan terkait untuk meningkatkan penerimaan sekaligus sebagai upaya untuk mengamankan penerimaan daerah dilakukan pada hotel-hotel kelas melati maupun kelas bintang di rencanakan dapat di audit terkait pajak hotel yang akan diberikan kepada daerah.

Pada tahun 2009 lalu, kami menemukan ada dua penunggak pajak yang tidak kooperatif, sehingga tim audit dibersama Satpol PP terpaksa terjun langsung guna bernegosiasi dan menindak yang bersangkutan. Kata Kabid Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pendapataan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Solo, Agung Hendratno, Kamis (17/11/2011) (www.joglosemar.com) Pada tahun 2009 lalu, kami menemukan ada dua penunggak pajak yang tidak kooperatif, sehingga tim audit dibersama Satpol PP terpaksa terjun langsung guna bernegosiasi dan menindak yang bersangkutan. Kata Kabid Pendaftaran dan Pendataan Dinas Pendapataan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Solo, Agung Hendratno, Kamis (17/11/2011) (www.joglosemar.com)

Berdasarkan pernyataan di atas maka peneliti menetapkan judul penelitian ini adalah Sosialisasi, Audit dan Yustisi untuk Mengoptimalkan Penerimaan Pajak Hotel Oleh DPPKA Kota Surakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka disusun perumusan masalh sebagai berikut :

“Bagaimana DPPKA Kota Surakarta Dalam melaksanakan Sosialisasi, Audit dan Yustisi dalam mengoptimalkan penerimaan pajak hotel? ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Operasional Dengan mendasarkan pada rumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui bagaimana DPPKA dalam melaksanakan sosialisasi, audit maupun yustisi pajak hotel.

2. Tujuan Fungsional Memberikan masukan yang bermanfaat bagi Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta dalam melaksanakan sosialisasi, audit dan yustisi pajak hotel.

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat bagi DPPKA Kota Surakarta Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi institusi pengelolaan pajak daerah dalam upaya meningkatkan kesadaran wajib pajak.

2. Manfaat bagi mahasiswa Sebagai bahan yang mampu memperkaya penelitian-penelitian yang ada sebelumnya dan juga sebagai acuan yang dapat membantu para peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pajak hotel.

3. Manfaat bagi masyarakat umum Memberikan pengetahuan tentang sumber-sumber keuangan daerah khusunya dari sektor pajak hotel.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Sosialisasi

Kegiatan penyuluhan pajak memiliki andil besar dalam mensukseskan sosialisasi pajak keseluruhan wajib pajak. Berbagai media diharapkan mampu menggugah kesadaran masyarakat untuk patuh terhadap pajak dan membawa pesan moral terhadap pentingnya pajak bagi negara. Menurut Soekanto (2005: 65) :

“sosialisasi adalah suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru yang mempelajari norma dan nilai masyarakat dimana dia

menjadi anggota”

Pengertian sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri lingkungannya menjadi lebih tahu dan memahami. Sosialisasi merupakan suatu proses dimana orang mempelajari sistem nilai, norma, dan pola perilaku yang diharapkan oleh kelompok sebagai bentuk transformasi dari orang tersebut sebagai orang luar menjadi anggota organisasi yang efektif. Tujuan sosiologi dalam mempelajari sosialisasi karena dengan mempelajari bagaimana orang berinteraksi maka kita dapat memahami orang lain dengan lebih baik. Memperhatikan orang lain, diri sendiri dan posisi kita di masyarakat maka kita dapat memahami bagaimana kita berpikir dan bertindak.

bagi kehidupan kita, yaitu akan memberikan dasar atau fondasi kepada individu bagi terciptanya partisipasi efektif dalam masyarakat dan memungkinkan lestarinya suatu masyarakat karena tanpa sosialisasi akan hanya ada satu generasi saja sehingga kelestarian masyarakat akan sangat tergantung.

Setelah mengetahui arti sosialisasi diatas, maka dapat diuraikan pengertian sosialisasi perpajakan sebagai suatu upaya untuk memberi pengertian, informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan dan perundang-undangan perpajakan. Dengan adanya sosialisasi perpajakan yang dilakukan oleh DPPKA diharapkan akan dapat terciptanya pemohonan dan partisipasi yang efektif dari masyarakat dan wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban sehingga memungkinkan lestarinya suatu kesadaran perpajakan.

1. Bentuk-bentuk sosialisasi

Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung secara terus menerus. Penyesuaian diri dalam sosialisasi terjadi secara berangsur- angsur sesuai dengan perkembangan, pertambahan pengetahuan, dan penerimaan individu terhadap nilai-nilai dan norma-norma yang ada didalam lingkungan masyarakat dimana masyarakat berada.

individu terbagi menjadi dua, yaitu sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder.

a. Sosialisasi primer dialami individu pada masa kanak-kanak, terjadi dalam lingkungan keluarga, individu tidak mempunyai hak untuk memilih agen sosialisasinya, individu tidak dapat menghindar untuk menerima dan menginternalisasi cara pandang keluarga.

b. Sosialisasi sekunder berkaitan dengan ketika individu maupun untuk berinteraksi dengan orang lain selain keluarganya. Dalam sosialisasi sekunder terdapat proses resosialisasi dan desosialisasi, dimana keduanya merupakan proses yang berkaitan satu sama lain. Resosialisasi berkaitan dengan pengajaran dan penanaman nilai-nilai yang berbeda dengan nilai-nilai yang pernah dialami sebelumnya, untuk penguatan dalam penanaman nilai-nilai baru tersebut maka desosialisasi

terjadi dimana diri individu yang lama dicabut dan “diberi” diri yang baru dalam proses resosialisasi. Kedua proses tersebut

terlihat dengan jelas dalam suatu total institusi yang merupakan suatu tempat dimana terdapat sejumlah besar individu yang terpisah dari lingkungan sosialnya.

Seseorang akan mengalami proses sosialisasi yang bersifat terus Seseorang akan mengalami proses sosialisasi yang bersifat terus

Pengaruh sosialisasi perpajakan terhadap tingkat kesadaran wajib pajak, untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak dapat dilakukan dengan cara sosialisasi perpajakan terhadap para wajib pajak pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Cara sosialisasi perpajakan yang dilaksanakan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan, seminar, iklan, pembagian brosur ataupun terlibat dalam suatu kegiatan. Namun untuk meningkatkan tingkat kesadaran wajib pajak tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosialisasi perpajakan saja, tetapi juga dipengaruhi faktor-faktor lain, sehingga DPPKA selaku pengelola pajak daerah khususnya pajak hotel dapat memberikan pelayanan terhadap wajib pajak dengan lebih baik dan pengurus pajak menjadi lebih efektif dan efisien serta wajib pajak lebih mudah dalam mengurus kewajiban pajaknya.

Kesimpulan dari pernyataan diatas bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara sosialisasi perpajakan dengan tingkat kesadaran wajib pajak, yang berarti semakin baik sosialisasi perpajakan maka semakin baik pula kesadaran wajib pajak dan begitu pula sebaliknya apabila sosialisasi perpajakan yang dilakukan semakin rendah pula tingkat kesadaran wajib pajak.

terpenting dalam memasyarakatkan pengetahuan dan peran penting pajak. Jadi Sosialisasi dalam hubungannya dengan pajak atau sosialisasi perpajakan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memasyarakatkan peraturan-peraturan tentang pajak daerah yang berlaku di suatu daerah tertentu. Jadi di setiap daerah kabupaten/kota mempunyai aturan-aturan sendiri yang mengatur sosialisasi. Pemerintah mencanangkan sosialisai pajak dengan tujuan meningkatkan kesadaran dan ketaatan masyarakat tentang akan pentingnya pajak bagi pembangunan daerah.

Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Kota Surakarta melakukan sosialisasi kepada wajib pajak. Dalam sosialisasi tersebut disampaikan hal-hal yang berkaitan tentang pajak hotel. Sosialisasi tidak dilakukan secara rutin akan tetapi dilakukan jika sewaktu-waktu ada perubahan ketetapan

B. Pengertian Audit

Saat ini sistem pemungutan pajak hotel yang diberlakukan di Indonesia adalah self assessment system, hal ini mengacu pada peraturan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dengan penggunaan sistem ini dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk mencatat, menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Agar self assessment system tersebut berjalan dengan baik banyak cara yang dapat ditempuh salah satunya adalah dengan Saat ini sistem pemungutan pajak hotel yang diberlakukan di Indonesia adalah self assessment system, hal ini mengacu pada peraturan Undang-Undang No 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dengan penggunaan sistem ini dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk mencatat, menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Agar self assessment system tersebut berjalan dengan baik banyak cara yang dapat ditempuh salah satunya adalah dengan

“Suatu proses sistematis untuk menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi tentang berbagai tindakan dan kejadian ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan dan menyampaiakan hasilnya kepada para pemakai

yang berkepentingan.” Dari definisi tersebut dapat diuraikan menjadi 7 elemen yang harus

diperhatikan dalam melaksanakan audit, yaitu :

a. Proses yang sistematis Auditing merupakan rangkaian proses dan prosedur yang bersifat logis, terstruktur dan terorganisir

b. Menghimpun dan mengevaluasi bukti secara obyektif Hal ini berarti bahwa proses sistematis yang dilakukan tersebut merupakan proses untuk mengimpun bukti-bukti yang mendasari asersi-asersi yang dibuat oleh individu maupun entitas. Auditor kemudian mengevaluasi bukti-bukti yang diperoleh tersebut. Baik saat perhimpunan maupun pengevaluasian bukti, auditor harus obyektif. Obyektif berarti mengungkapkan fakta apa adanya yang senyatanya, tidak bias atau tidak memihak dan tidak berprasangka buruk terhadap

Asersi merupakan suatu pernyataan, atau suatu rangkaian pernyataan secara

keseluruhan,

oleh pihak yang bertanggungjawab atas pernyataan tersebut. Untuk audit laporan keuangan historis, asersi merupakan pernyataan manajemen melalui laporan keuangan

d. Menentukan tingkat kesesuaian (degree of correspondence) Hal ini berarti penghimpunan dan pengevaluasian bukti-bukti dimaksudkan untuk menentukan dekat tidaknya atau sesuai tidaknya asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Tingkat kesesuaian tersebut dapat diekspresikan dalam bentuk kuantitatif maupun kualitatif

e. Kriteria yang ditentukan Kriteria yang ditentukan merupakan standar-standar pengukur untuk

mempertimbangkan

(judgement) representasi- representasi. Kriteria tersebut dapat berupa prinsip akuntansi yang berlaku umum.

f. Menyampaikan hasil-hasilnya

Hal ini berarti hasil audit dikomunikasikan melalui laporan tertulis yang mengindikasikan tingkat kesesuaian antara asersi dengan kriteria yang telah ditentukan. Komunikasi hasil audit tersebut dapat memperkuat ataupun memperlemah kredibilitas representasi atau pernyataan yang dibuat.

Para pemakai yang berkepentingan adalah para pengambil keputusan yang menggunakan dan mengandalkan temuan- temuan yang diinformasikan melalui laporan audit dan laporan lainnya. Para pemakai tersebut meliputi badan pemerintah, investor, pemegang saham, manajemen publik pada umumnya.

Selain definisi diatas, Auditing Practices Committee (APC) dalam (Abdul Halim, 2003 : 3) mengemukakan definisi auditing sebagai berikut :

An audit is independent examination of, and expression of opinion on, the financial statements of an enterprise by an appointed auditor in pursuance of that appointment and in compliance with any relevant statutory obligation.

Sedangkan menurut (Mulyadi, 1990: 4) Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti

secaraobyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi,dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataantersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian haisl-hasilnyakepada pemakai yang berkepentingan.

Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut (Mulyadi, 1990: 5) dalam melaksanakan audit faktor- faktor berikut harus diperhatikan:1). Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan sebagai Secara umum pengertian di atas dapat diartikan bahwa audit adalah proses sistematis yang dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen dengan mengumpulkan dan mengevaluasi bahan bukti dan bertujuan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut. Menurut (Mulyadi, 1990: 5) dalam melaksanakan audit faktor- faktor berikut harus diperhatikan:1). Dibutuhkan informasi yang dapat diukur dan sejumlah kriteria (standar) yang dapat digunakan sebagai

Cheng Chen dalam jurnal Goverment Audit and National Economic Security, Communications in Computer and Information Science 2011 Volume 232 Halaman 157-163 yang mengemukakan :

“The fundamental function of government audit is supervision which can be described as monitoring, early warning, defense

against harms and repairing in safeguar ding nation’s economic security. Government audit should employ scientific concept of development as guidance, strengthen the understanding on the importance of nation’s economic security, and take national

economic security as a permanent theme in government audit. Related institutions shouldmake good use of special audit investigation and audit notice to optimise policy audit, and explore to enhance the capacity of government audit to safeguard national economic security. (Fungsi dasar audit dalam pemerintah adalah pengawasan, pengawasan ini dapat berarti sebagai pemantauan, peringatan dini, pertahanan terhadap bahaya dan perbaikan dalam menjaga perekonomian suatu negara. Pemerintah harus melakukan audit sebagai suatu konsep ilmiah pembangunan sebagai pedoman, memperkuat pemahaman tentang pentingnya menjaga keamanan ekonomi bangsa, dan menjadikan keamanan ekonomi nasional sebagai tema tetap dalam audit pemerintah. Berhubungan dengan institusi bahwa penggunaan audit investigasi khusus dan pemberitahuan audit untuk mengoptimalkan audit kebijakan, dan mengeksplorasi untuk meningkatkan kapasitas audit pemerintah untuk menjaga keamanan ekonomi nasional)

Dari jurnal diatas dijelaskan audit merupakan suatu cara bagi pemerintahan suatu bangsa untuk mengamankan perekonomiannya karena Dari jurnal diatas dijelaskan audit merupakan suatu cara bagi pemerintahan suatu bangsa untuk mengamankan perekonomiannya karena

Audit/pemeriksaan pajak hotel merupakan audit kepatuhan wajib pajak, wajib pajak diperiksa untuk menguji kepatuhannya dalam membayar pajak, kerena pajak hotel menggunakan sistem self assessement maka kepatuhan wajib pajak adalah hal yang penting dalam mengamankan penerimaan pajak hotel dengan melakukan pemeriksaan terhadap pembukuan-pembukuan hotel, agar dapat meminimalisir

terjadinya penyimpangan. Menurut UU No 28 Tahun 2009 yang dimaksud dengan Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. Wajib pajak yang tidak diwajibkan membuat pembukuan yaitu wajib pajak yang peredaran usahanya kurang dari jumlah yang ditentukan, tetap diwajibkan menyelengarakan pencatatan nilai peredaran usaha secara teratur, yang menjadi dasar pengenaan pajak.

Pemeriksaan pajak didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan Pemeriksaan pajak didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data, dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan

C. Pengertian Yustisi

Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri No 7 Tahun 2003 tentang Pedoman Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah Dalam Penegakan Peraturan Daerah disebutkan bahwa operasi penindakan yang selanjutnya disebut yustisi adalah operasi penegakan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) secara terpadu dengan sistem peradilan ditempat. Dalam peraturan tersebut juga disebutkan bahwa hasil dari operasi yustisi atas pelanggaran daerah merupakan penerimaan daerah. Dalam peraturan daerah kota Surakarta No 4 tahun 2011 juga disebutkan apabila wajib pajak melakukan kesalahan pengisian blangko SPTPD pajak baik sengaja ataupun tidak akan dikenai sanksi.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Yustisi” adalah kehakiman atau peradilan. Dalam hubungannya meningkatkan penerimaan pajak hotel

yustisi merupakan upaya untuk menegakan peraturan daerah, melalui upaya yustisi ini diharapkan wajib pajak yang melakukan penunggakan pembayaran pajak dan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran lain yustisi merupakan upaya untuk menegakan peraturan daerah, melalui upaya yustisi ini diharapkan wajib pajak yang melakukan penunggakan pembayaran pajak dan yang melakukan pelanggaran-pelanggaran lain

D. Pajak Hotel

Agar suatu daerah dapat membiayai, memajukan dan mengurus rumah tangganya sendiri maka haruslah ditempuh suatu kebijaksanaan yang mewajibkan setiap orang untuk membayar pajak sesuai dengan kewajibannya. Dasar hukum pengenaan pajak daerah adalah UU No 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah. Menurut Mardiasmo (2006: 12) yang dimaksud dengan pajak daerah adalah :

“Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa

imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai peyelenggaraan pemerintah Daerah dan pembangunan Daerah”.

Menurut Mohammad Riduansya h dalam Jurnal “Kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah (PAD) dan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) guna mendukung pelaksanaan otonomi daerah (studi kasus Pemerintah Daerah Kota Bogor)”

(2003: 50) mengemukakan:

“Pajak Daerah, sebagai salah satu komponen PAD, merupakan pajak yang dikenakan oleh pemerintah daerah kepada penduduk yang mendiami wilayah yurisdiksinya, tanpa langsung memperoleh kontraprestasi yang diberikan oleh pemerintah daerah yang memungut pajak d aerah yang dibayarkannya.”

Sedangkan menurut Peraturan Daerah kota Surakarta Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah maupun Undang-Undang No 28 Tahun 2009 Tentang Pajak dan Retribusi Daerah adalah :

“Pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan

yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Kriteria Pajak Daerah tidak jauh berbeda dengan kriteria Pajak Pusat, yang membedakan keduanya adalah pihak pemungutnya. Kriteria pajak daerah selain yang ditetapkan UU bagi kabupaten/kota di kemukakan oleh Ahmad Yani (2002: 46) adalah sebagai berikut :

a. Bersifat pajak dan bukan retribusi

b. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan

c. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan

kepentingan umum

d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan atau objek pajak pusat d. Objek pajak bukan merupakan objek pajak provinsi dan atau objek pajak pusat