Kronologis Krisis

A. Kronologis Krisis

Dalam sebuah perusahaan, termasuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara), keselamatan merupakan suatu yang harus diutamakan. Terlebih lagi jika perusahaan tersebut bergerak di bidang jasa transportasi. Jika keselamatan ini tidak bisa dijamin oleh perusahaan, maka perusahaan tersebut akan mengalami sebuah krisis yang berhubungan dengan kepercayaan publik atau stakeholder.

PT Kereta Api (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan yang mengoperasikan moda transportasi perkeretaapian di Indonesia. Namun sebagai perusahaan penyangga keselamatan penumpang, justru kecelakaan kereta malah sering terjadi. Dalam penelitian ini, akan dibahas salah satu insiden kecelakaan kereta api yang terjadi beberapa waktu lalu, yaitu tabrakan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor.

Kronologis kejadiannya sebagaimana diberitakan oleh salah satu media cetak berskala nasional, yaitu Surat Kabar Harian Tempo :

“Kronologis kejadiannya berawal ketika Kereta Kelas Ekonomi Nomor KA-549 berangkat dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Jakarta Kota pada pukul 10.20 WIB. Namun perjalanan kereta yang memiliki 8 gerbong dan 100 orang penumpang tersebut terhambat. Pada pukul 10.25 WIB kereta tersebut mogok di KM 52+59, 400 meter setelah pintu perlintasan Bubulak, Kebon Pedes, Tanah Sereal, Bogor. Dan pada waktu yang bersamaan, Kereta Pakuan Ekspres Nomor KA-221 diberangkatkan dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Jakarta Kota. Kemudian tepat pada pukul

10.30 WIB, tabrakan tidak dapat terhindarkan. Kereta Pakuan tiba-tiba menabrak bagian belakang Kereta Ekonomi.” 59

59 Surat Kabar Harian Tempo, 5 Agustus 2009.

Insiden tersebut membuat daftar kecelakaan kereta api di Indonesia semakin panjang saja. Hal ini menyebabkan krisis bagi PT KA, terutama krisis kepercayaan dari pelanggan. Terlebih lagi tabrakan tersebut mengakibatkan tewasnya seorang asisten masinis Kereta Pakuan yang bernama Akbar Felani (20 tahun), 14 orang luka berat dan 56 penumpang lainnya luka ringan.

“Kecelakaan Kereta Pakuan yang menabrak Kereta Ekonomi tersebut menyebakan tewasnya seorang asisten masininis Pakuan, yaitu Akbar Felani dan 14 orang luka berat dan 56 lainnya luka ringan.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)

Gambar 1. Akbar Felani, asisten masinis KRL Pakuan 221 tewas akibat kecelakaan.

Gambar 2. Ujas, masinis KRL Pakuan 221 terluka parah akibat kecelakaan tersebut.

Korban kecelakaan tersebut langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, yaitu 44 korban (termasuk Akbar Felani) dirawat di RS Salak Bogor, 18 korban dirawat di RS PMI Bogor, 1 korban di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), 3 korban dirawat di RS Karya Bhakti, 1 korban dirawat di Bogor Medical Center, 3 korban dirawat di RS Azzra dan 1 korban dirawat di Klinik Firdaus.

“44 korban (termasuk Akbar Felani) dirawat di RS Salak Bogor, 18 korban dirawat di RS PMI Bogor, 1 korban di RSCM, 3 korban dirawat di RS Karya Bhakti, 1 korban dirawat di Bogor Medical Center, 3 korban dirawat di RS Azzra dan 1 korban dirawat di Klinik Firdaus .” (Endra Gunawan, wawancara 8 Februari 2010/13.00)

Dari uraian mengenai kronologis kasus krisis kecelakaan yang dialami PT KA tersebut, dapat diidentifikasikan seperti penyakit yang menyerang manusia. Menurut Steven Fink, konsultan krisis terkemuka di Amerika yang mengembangkan anatomi krisis tersebut. Krisis terbagi menjadi beberapa tahapan Dari uraian mengenai kronologis kasus krisis kecelakaan yang dialami PT KA tersebut, dapat diidentifikasikan seperti penyakit yang menyerang manusia. Menurut Steven Fink, konsultan krisis terkemuka di Amerika yang mengembangkan anatomi krisis tersebut. Krisis terbagi menjadi beberapa tahapan

berikut 60 :

1) Tahap Podromal Tahap ini merupakan tahap yang sering disebut sebagai masa prakrisis (warning stage). Pada tahap ini krisis sudah mulai muncul, di mana krisis kecil yang terjadi sebagai gejala awal akan munculnya suatu krisis yang sebenanrnya di masa yang akan datang. Dalam krisis yang menimpa PT KA tersebut, tahap podromal ini berlangsung begitu cepat. KRL Ekonomi 549 tiba-tiba mogok, kemudian seketika datang dari arah belakang, yaitu KRL Pakuan 221 yang langsung menyeruduk.

Proses terjadinya tabrakan kereta tersebut berlangsung tiba-tiba dan seketika. Gejala-gejala yang seharusnya bisa menjadi peringatan bagi PT KA tidak muncul dalam waktu lama, sehingga perusahaan tidak bisa mendeteksi prakrisis guna mengantisipasi dampak krisis yang akan terjadi ataupun menghadapi gejala-gejala tahap akut krisis.

2) Tahap Akut Tahap ini merupakan tahap di mana telah terjadi suatu kejadian yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian, baik dari sisi materi maupun dari

60 Steven Fink dalam Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations, 1994. hlm. 225 60 Steven Fink dalam Rhenald Kasali, Manajemen Public Relations, 1994. hlm. 225

Tahap akut dari krisis kecelakaan kereta di tubuh PT KA mulai nampak pada saat Kereta Pakuan menabrak Kereta Ekonomi yang sedang mogok di depannya. Tabrakan tersebut menyebabkan dampak kerugian materi maupun non- materi bagi PT. KA.

Ketika dikaji dengan seksama, maka dampak krisis kecelakaan yang terjadi sesuai dengan teori resiko yang timbul sebagi akibat dari krisis Menurut Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto dalam bukunya Dasar-dasar Public

Relations 61 , adalah sebagai berikut :

6) Intensitas masalah menjadi meningkat. Akibat tabrakan tersebut, banyak korban yang terluka, bahkan satu asisten masinis meninggal dunia, seperti yang dijelaskan di atas. Permasalahan menjadi meningkat ketika jumlah korban sangat banyak dan harus ditangani dengan cepat.

61 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, 2005. hlm183

Dampak berikutnya adalah kerugian pra sarana. Seperti yang diungkapkan Sugeng Priyono :

“Normalisasi atau perbaikan prasarana akibat kecelakaan tersebut membutuhkan biaya yang sangat tinggi, karena ada beberapa jalan kereta api (rel) yang harus diprimakan kembali. Karena kejadian tersebut, kereta api sampai keluar rel sehingga rel harus ditata kembali. Hal ini sangat membutuhkan biaya yang tinggi dan tenaga dalam jumlah besar.” (Sugeng Priyono, wawancara 17 Februari 2010/10.30)

Kemudian dampak lainnya menyebabkan kerugian sarana. Sugeng menyatakan bahwa dua kereta api tersebut harus masuk depo perbaikan. Perbaikan tersebut membutuhkan waktu lama, yaitu hingga berbulan-bulan. Gerbong yang rusak parah merupakan kepala KRL Pakuan 221 dan ekor KRL Ekonomi 549, di mana dua rangkaian tersebut merupakan kabin masinis di mana tempat perlatan-peralatan untuk mengoperasikan KRL yang cukup mahal dan rumit.

Gambar 3. Kepala KRL Pakuan 221 menabrak Ekor KRL Ekonomi 549.

Gambar 4. Ekor KRL Ekonomi rusak parah akibat ditabrak KRL Pakuan.

7) Di bawah sorotan publik. Ketika krisis terjadi, para pemburu berita datang untuk meliput. Banyak sekali media yang menerbitkan pemberitaan terkait kecelakaan di Bogor tersebut. Dan rata-rata pemberitaan yang muncul bernada negatif. Di sini resiko krisis semakin besar, apalagi dengan kecanggihan teknologi seperti sekarang. Media semaikn mudah diakses untuk masyarakat umum, sehingga kasus tersebut menjadi sorotan publik.

Di bawah ini salah satu contoh pemberitaan bernada negatif terkait dengan kecelakaan di Bogor lalu, yang dikutip dari salah satu media cetak ibu kota, yaitu Surat Kabar Harian Nonstop :

“PT KAI didemo masyarakat. Publik menilai KAI hanya memikirkan laba dan tidak pernah memikirkan keselamatan penumpang. Untuk itu masyarakat meminta pemerintah untuk membenahi lembaga BUMN ini. “Jangan pikirkan laba terus, KAI harus memperhatikan keselamatan penumpang. Buktinya banyak kecelakaan terjadi, terakhir peristiwa tabrakan kereta di Bogor. Dephub jangan tinggal diam, benahi KAI,” “PT KAI didemo masyarakat. Publik menilai KAI hanya memikirkan laba dan tidak pernah memikirkan keselamatan penumpang. Untuk itu masyarakat meminta pemerintah untuk membenahi lembaga BUMN ini. “Jangan pikirkan laba terus, KAI harus memperhatikan keselamatan penumpang. Buktinya banyak kecelakaan terjadi, terakhir peristiwa tabrakan kereta di Bogor. Dephub jangan tinggal diam, benahi KAI,”

8) Di bawah tekanan pemerintah dan pers. Pemerintah sebagai pemberi regulasi sekaligus pemegang saham PT KA ikut terpengaruh dalam kasus ini. Sebagai penanggungjawab dan regulator, pemerintah menekan PT KA untuk memberikan pertanggungjawaban dengan kasus tersebut, begitu pula dengan pers yang mewakili suara masyarakat umum.

Hal ini tertuang dalam pemberitaan di media cetak ibu kota, yaitu Surat Kabar Harian Pos Kota seperti di bawah ini :

“Dirjen Perkeretaapian Departemen Perhubungan, Tunjung Inderawan, akan memanggil direksi PT KAI Commuter Jabodetabek selaku operator KRL terkait kasus kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dan KRL Ekonomi 549 di Bogor. Menurutnya, sikap tegas akan dilakukan kepada operator PT KAI Commuter Jabodetabek atas insiden serupa yang terjadi kali ketiga dalam tahun ini. Dalam tiga kasus, pelanggaran sinyal yang memicu terjadinya kecelakaan sangat memalukan. “Kami sudah pasti

memberikan tindakan yang tegas,” ujar Tunjung.“ 63

9) Operasional normal perusahaan menjadi terganggu. Akibat dari kecelakaan tersebut, menyebabkan operasional kereta api terganggu. Karena yang semestinya dua jalur bisa digunakan menjadi hanya satu yang berfungsi. Mulai pukul 11.00 hari kecelakaan sampai pukul 08.00 keesokan harinya satu jalur harus ditutup, sehingga kereta api harus mengantri untuk jalan. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan keterlambatan perjalanan kereta atau keterlambatan yang kumulatif.

62 Surat Kabar Harian Nonstop, 13 Agustus 2009. 63 Surat Kabar Harian Pos Kota, 8 Agustus 2009.

Dan sebagai dampak langsung, keterlambatan tersebut menyebabkan jumlah penumpang menurun, meskipun tidak signifikan. Para penumpang menggunakan moda transportasi lain, karena terjadi keterlambatan. Hal ini diperkuat dengan pemberitaan di salah satu media cetak, yaitu Surat Kabar Harian Pos Kota :

“Meski pada jalur kereta Jakarta-Bogor telah dioperasikan rel ganda, namun tak pelak kecelakaan itu (kecelakaan KRL Pakuan dsn KRL Ekonomi) mengakibatkan perjalanan belasan kereta kemarin dikabarkan tersendat. Sebagaian besar calon penumpang memilih berganti angkutan dari pada terlambat, mengingat PT KA mengumumkan keterlambatan

perjalanan mencapai 1,5 jam.” 64

Ketika terjadi kecelakaan yang mengakibatkan keterlambatan KRL seperti ini, dampaknya lebih tinggi dibanding dengan kereta api jarak jauh. Karena penumpang KRL merupakan penumpang tetap yang memiliki keterbatasan waktu, seperti pekerja kantoran, mahasiswa, dan pelajar. Sedangkan penumpang kereta api jarak jauh tidak dibatasi oleh waktu-waktu tertentu.

10) Nama baik, produk dan citra perusahaan terancam. Nama baik, produk (dalam hal ini jasa, karena PT KA menyediakan layanan jasa teransportasi), serta citra perusahaan terkena imbas krisis yang terjadi. Karena pemberitaan bernada negatif di media yang begitu cepat dan bisa mempengaruhi publik, hal ini menyebabkan krisis kepercayaan masyarakat dan pengguna jasa kereta api. Dan jika dibiarkan tanpa ada upaya manajemen krisis

64 Surat Kabar Harian Pos Kota, 5 Agustus 2009 64 Surat Kabar Harian Pos Kota, 5 Agustus 2009

3) Tahap Kronik Tahap Kronik merupakan suatu masa yang paling panjang untuk melakukan recovery dan introspeksi. Badai krisis mulai mereda, yang tersisa adalah reruntuhan bangunan dan sejumlah korban atau dampak-dampak dari krisis. Tahap ini merupakan tahap the clean up phase (transisi) dan tahap pemulihan citra (image recovery). Pada masa ini pula perusahaan berusaha meraih kembali kepercayaan dari masyarakat dan dari stakeholdernya. Di samping itu juga merupakan masa bagi perusahaan untuk melakukan introspeksi ke dalam dan ke luar mengapa peristiwa ini bisa terjadi.

Pada masa ini, PT KA melakukan beberapa tindakan untuk menolong korban dan membawanya ke rumah sakit terdekat, kemudian pengangkutan gerbong kereta yang rusak dan mengalihkan para penumpang lain dengan moda transportasi lain karena mengingat akan ada keterlambatan semua perjalanan kereta di wilayah tersebut.

“Korban langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat, lalu para teknisi melakukan evakuasi gerbong dan rel yang rusak. Kemudian humas menginformasikan kepada para penumpang untuk pindah ke transportasi lainnya karena akan ada keterlambatan perjalanan kereta.”

(Asmat Saputra, wawancara 12 Februari 2010/09.00)

Perusahaan tidak hanya berupaya menanggulangi krisis, pada tahap ini juga dilakukan tahap pemulihan citra. Dalam hal ini yang berperan paling efektif dalam upaya pemulihan citra adalah media. Pada saat kejadian, berbondong- Perusahaan tidak hanya berupaya menanggulangi krisis, pada tahap ini juga dilakukan tahap pemulihan citra. Dalam hal ini yang berperan paling efektif dalam upaya pemulihan citra adalah media. Pada saat kejadian, berbondong-

4) Tahap Resolusi Tahap ini merupakan suatu masa di mana solusi atas sebuah masalah ditemukan dan mengatasi krisis dalam suatu perusahaan. Tahap ini merupakan tahap penyembuhan (pulih kembali), yaitu terdapat tanda-tanda penyelesaian akhir yang menandakan bahwa krisis masih mungkin akan timbul lagi jika tahap resolusi ini tidak dibarengi dengan kehati-hatian. Langkah pertama yang dilakukan oleh perusahaan adalah perbaikan, pemulihan citra, pemulihan sistem produksi, pelayanan jasa, strukturalisasi manajemen, rekapitulasi dan operasinya. Baru kemudian memikirkan mengangkat kembali citra perusahaan di mata publik atau stakeholder.

Pada fase ini, secara operasional, personal dan manajemen perusahaan akan menjadi lebih matang dan mantap. Humasda akan lebih siap dengan kiat dan strategi manajemen krisis untuk mengantisipasi hal serupa di kemudian hari.

Pada tahap resolusi ini, krisis kecelakaan Kereta Pakuan 221 dengan Kereta Ekonomi 549 sudah mulai mereda. Para korban sudah pulih dari sakitnya, kereta yang rusak dalam masa perbaikan, rel kereta di lokasi kejadian sudah bisa difungsikan kembali, perjalanan kereta sudah lancar dan artinya penumpang sudah mulai percaya kembali.

“Para korban sudah pulang dari rawat inap, perjalanan kereta juga sudah lancar kembali, artinya pelanggan sudah mulai percaya Dalam hal ini juga dilakukan evaluasi dari seluruh jajaran manajer, sehingga bisa “Para korban sudah pulang dari rawat inap, perjalanan kereta juga sudah lancar kembali, artinya pelanggan sudah mulai percaya Dalam hal ini juga dilakukan evaluasi dari seluruh jajaran manajer, sehingga bisa