Tanggapan Para Korban
D. Tanggapan Para Korban
Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang tanggapan beberapa korban kecelakaan mengenai manajemen krisis kecelakaan tersebut, terutama yang berkaitan dengan penanganan para korban.
Dari hasil wawancara para korban, penulis menemukan dua opini yang berlawanan. Opini tersebut didapat dari empat korban kecelakaan tersebut, yaitu dari Ujas, Mariani Br Ginting, Dudi Kurniadi dan Erna Suryani. Dari ke empat narasumber tersebut, dua di antaranya, yaitu Ujas dan Mariani Br Ginting menyatakan penanganan korban akibat kecelakaan Tragedi Bubulak sudah baik. Namun berbeda dengan dua narasumber lainnya, yaitu Dudi dan Erna, mereka merasa penanganan korban akibat kecelakaan tersebut kurang baik.
Ketika diwawancara perihal penanganan korban kecelakaan tersebut, Ujas menyatakan bahwa PT KA telah bertanggung jawab dengan menanggung biaya perawatan dan pengobatannya. Bahkan perusahaan masih memberikan gaji untuk Ujas, selaku masinis di PT KA meskipun dia belum bisa bekerja karena belum sembuh total. Seperti yang diungkapkan Ujas saat di wawancara :
“…Alhamdulilah segala pengobatannya ditanggung semua, sampai sekarang juga saya dapat tunjangan gaji saya. Sampe sekarang segala biayanya masih lancar, padahal saya belum bisa bekerja karena belum sehat betul…” (Ujas, wawancara 8 April 2010/12.18)
Sama halnya dengan pendapat Ujas, Mariani Br Ginting juga menyatakan penanganan korban sudah baik. Mariani Br Ginting menyatakan setelah kecelakaan, dia langsung ditangani. Meskipun untuk pengobatan dari UGD harus Sama halnya dengan pendapat Ujas, Mariani Br Ginting juga menyatakan penanganan korban sudah baik. Mariani Br Ginting menyatakan setelah kecelakaan, dia langsung ditangani. Meskipun untuk pengobatan dari UGD harus
“…Pertamanya langsung ditangani. Cuma pengobatannya, dari UGD tuh kita beli obat dulu baru diganti. Saya dirawat 4 hari di RS PMI dan yang menanggung biaya Jasa Raharja. Tapi karena saya perawat RSCM, saya dirawat ke RSCM. Memang diharuskan saya balik ke PMI, tapi saya repot ke sananya. Mending saya ke RSCM, dan ngga bayar, jadi kita pake askes. Intinya sih perusahaan bertanggung jawab atas kecelakaan yang menimpa saya…” (Mariani Br Ginting, wawancara 8 April 2010/16.09)
Namun berbeda dengan tanggapan Ujas dan Mariani Br Ginting, dua narasumber lain, yaitu Dudi Kurniadi dan Erna Suryani berpendapat bahwa penanganan korban kecelakaan kurang baik. Dudi mengaku setelah insiden tabrakan tersebut dia langsung dibawa ke rumah sakit. Namun dia mengeluhkan penanganan yang lama, bahkan dia harus menunggu hingga sore. Setalah dirawat inap selama 6 hari, seharusnya dia menjalani rawat jalan beberapa kali. Tapi dia memilih rawat jalan hanya sekali dengan alasan tidak ada biaya. Meskipun biaya tersebut akan diganti nantinya. Seperti yang diungkapkan oleh Dudi Kurniadi :
“…Saya langsung dibawa ke rumah sakit, di sana didiamkan dulu. Saya baru ditangani sorenya. Saya dirawat 6 hari, setelahnya saya harus rawat jalan, lalu saya balik lagi satu kali doang, solanya ga ada uang, soalnya pake duit kita dulu, baru diganti sana, padahal saya ga ada uang...” (Dudi Kurniadi, wawancara 9 April 2010/18.23)
Selain penangan yang lama, Dudi Kurniadi juga mengeluhkan tentang sulitnya persyaratan untuk meminta penggantian dana pengobatan kepada asuransi Jasa Raharja. Dudi mengeluhkan penggantian dana pengobatan lama dan repot. Dan Dudi mengaharapkan ada dana pengganti diluar pengobatan karena dia juga telah mengeluarkan dana lain yang tak terduga, seperti untuk yang menjaga di rumah sakit, ganti rugi pemotongan gaji yang disebabkan dia tidak bisa masuk kerja akibat kecelakaan tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Dudi Kurniadi :
“…Minta ganti ruginya lama, pake cap pos perangko segala, pake ke kantor pos dulu. Saya bilang ini teh repot amat. Cuman ko gitu amat, ga ada ganti ruginya, yang diganti hanya biaya pengobatan saja. Saya bingung. Ya seharusnya adalah, saya juga mengeluarkan biaya lain-lain, buat yang nungguin saya, ampe abis ratusan juga sih. Malah gara-gara dirawat saya bolos kerja, pake potong gaji segala…” (Dudi Kurniadi, wawancara 9 April 2010/18.23)
Senada dengan yang dinyatakan Dudi Kurniadi, Erna Suryani juga mengeluhkan tentang penanganan korban kecelakaan tersebut. Erna Suryani menyatakan ketika dibawa ke rumah sakit, dia tidak langsung mendapat perawatan, bahkan harus menunggu 2 jam. Dia mengeluhkan penanganan terlalu lama, padahal dia mengalami benturan keras dan rasa sakit pada kepala. Erna Suryani juga mengaku ketika dironsen tidak ada masalah, padahal hingga saat diwawancara dia masih sering merasa pusing. Seperti yang dikatakan oleh Erna Suryani ketika diwawancara oleh penulis :
“… Saya ditolong warga dan langsung dibawa ambulans, tapi setelah sampai di rumah sakit saya tidak langsung ditangani. Administrasinya lama, saya sampai harus nunggu 2 jam dulu. Penangannya terlalu lama. Padahal saya mengalami benturan keras, dan kepala saya sakit. Lalu abis dironsen, katanya saya tidak apa-apa padahal sampai sekarang masih suka pusing…”
(Erna Suryani, wawancara 9 April 2010/18.29)
Hampir sama dengan Dudi Kurniadi, Erna Suryani juga mengeluhkan tentang penggantian biaya pengobatan. Erna Suryani mengatakan bahwa biaya pengobatan diganti oleh Asuransi Jasa Raharja, namun pencairan dananya sangat bertele-tele. Dia mengeluhkan sulitnya pencairan dana, menunggu tanda tangan kepala asuransinya saja lama. Dia juga menyesalkan penggantian dana yang semestinya Rp. 3.000.000,00 lebih namun hanya diganti sebesar Rp. 2.700.000,00 saja dan ada resep obat yang tidak diganti. Erna Suryani menyimpulkan penanganan yang bertele-tele dan tidak memuaskan. Seperti diungkapkan Erna Suryani ketika diwawancara :
“…Untuk biaya pengobatan diganti ama Jasa Raharja, tapi ngurusnya bertele-tele sekali. Susah, nunggu tanda tangan kepalanya aja lama. Bahkan total pengeluaran saya 3 juta lebih tapi yang diganti cuma 2,7 juta, ada resep obat yang ga diganti. Intinya penangannya bertele-tele deh, dan tidak memuaskan,” (Erna Suryani, wawancara 9 April 2010/18.29)