STRATEGI MANAJEMEN KRISIS HUMASDA PT KERETA API (PERSERO) DAOP I JAKARTA

STRATEGI MANAJEMEN KRISIS HUMASDA PT KERETA API (PERSERO) DAOP I JAKARTA

(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor

Agustus 2009)

Oleh: Imas Ayu Prafitri

D 0206010

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Komunikasi

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor

: Imas Ayu Prafitri

NIM

: D0206010

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta, Juli 2010 Pembimbing Utama,

Dra. Hj. Sofiah, M.Si NIP. 19530726 197903 2 001

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta

(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor

Agustus 2009)

Oleh: Imas Ayu Prafitri

D 0206010

Telah diuji dan disyahkan Panitia Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Hari: Tanggal:….Juli 2010

Panitia Ujian Skripsi: 1 Ketua Panitia

Prof. Drs. H. Pawito, Ph.D NIP. 19540805 198503 1002

2 Sekretaris

Tanti Hermawati, S.Sos, M.Si NIP. 19690207 199512 2001

3 Penguji

Dra. Hj. Sofiah, M.Si

NIP.19530726 197903 2 001

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Drs. H. Supriyadi, SN, S.U. NIP. 195301281031001

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul:

Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta

(Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009)

Adalah karya asli saya dan bukan plagiat baik secara utuh atau sebagian serta belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar akademik di institusi lain. Saya bersedia menerima akibat dari dicabutnya gelar sarjana apabila ternyata di kemudian hari terdapat bukti-bukti yang kuat, bahwa karya saya tersebut ternyata bukan karya saya yang asli atau sebenarnya.

Surakarta, Mei 2010

Imas Ayu Prafitri NIM. D 0206010

MOTTO

Melakulan hal baik hari ini akan membawamu ke tempat terbaik di

masa mendatang

(Oprah Winfrey)

PERSEMBAHAN

Karya ini penulis persembahkan untuk:

Allah SWT yang telah memberikan segalanya yang indah pada waktunya; Mama Papa tersayang yang selalu memberi kasih sayang dan dukungan setiap saat; Saudara-saudariku, Aa Tedy, Teh Tari, Ruby, Ike dan Ajwa. Terima kasih untuk kasih

sayang dan kepedulian kalian ; Bebehku, Bayu Ciptadi Ramadhani, yang selalu menemani di saat senang dan sedih; dan Teman-teman Komunikasi 2006 yang tidak dapat saya sebutkan satu-satu

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga atas kehendak-Nya, skripsi dengan judul Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009) dapat diselesaikan dengan baik dan lancar.

Awal ketertarikan penulis membuat skripsi ini ketika melaksanakan Kuliah Kerja Komunikasi (KKK) di Humasda PT Kereta Api Daop I Jakarta pada bulan Juli-Agustus 2009. Di sana penulis mengetahui ada kecelakaan kereta yang sempat membuat gempar. Penulis jadi teringat dengan salah satu kajian mata kuliah Public Relations, yaitu manajemen krisis. Penulis mulai tertarik dan berniat untuk meneliti permasalahan tersebut. Keinginan meneliti semakin kuat ketika Dra. Prahastiwi Ph.D, selaku dosen mata kuliah Kapita Selekta penulis, menyarankan untuk menelitinya karena penelitian tersebut menarik. Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka penulis hendak menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Drs. Supriyadi, SN, SU selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret (FISIP UNS) Surakarta. 2. Dra. Prahastiwi Utari, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi yang mendukung penelitian penulis serta memberikan arahan dan masukan. 3. Dra. Hj. Sofiah, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Sri Hastjarjo, S.Sos, Ph.D selaku pembimbing akademik yang selalu memberi motivasi selama ini. 5. Semua staf pengajar di Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UNS, atas ilmu yang telah diberikan selama perkuliahan. 6. Seluruh jajaran Humasda PT KA Daop I Jakarta, Pak Sugeng Priyono, Mas Yos, Pak Rajab, Teh Lina, Teh Tini, yang bersedia membantu penelitian ini. 7. Bapak Kusdiyono, Ibu Ismawati (Alm) dan Ibu Subadriyah, selaku orang tua penulis, yang selalu mendoakan dan memberikan segalanya untuk penulis. 8. Aa Tedy, Teh Tari, Ruby, Ike dan Ajwa, selaku saudara-saudari penulis, yang selalu mendukung dan menyemangati. 9. Bayu Ciptadi Ramadhani, yang selalu menemani penulis dalam segala keadaan, baik senang maupun sedih. 10. Sahabat-sahabat terbaik penulis : Nunung KW, Pramanti Putri, Suharsiwi, Fany, dan Lukman, yang selalu membantu dan mendukung penulis selama ini. 11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima kasih atas semua bantuannya.

Penulis menyadari akan kurang sempurnanya skripsi ini, namun penulis berharap bahwa skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai pihak.

Surakarta, 27 Mei 2010

Penulis

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 129

DAFTAR BAGAN

BAGAN HALAMAN

Bagan 1. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 48 Bagan 2. Model Analisis Data Interaktif ...................................................................

59 Bagan 3. Struktur Organisasi PT KA Daop I Jakarta ................................................

68 Bagan 4. Struktur Organisasi Humasda PT KA Daop I Jakarta ................................

74

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

Tabel 1: Penelitian Lain yang Relevan ...................................................................... 44

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

Gambar 1: Logo PT Kereta Api (Persero) ................................................................. 66

DAFTAR FOTO

FOTO HALAMAN

Gambar 1. Foto Akbar Felani, korban tewas ............................................................ 86 Gambar 2. Foto Ujas, korban luka parah ...................................................................

87 Gambar 3. Foto Kepala Gerbong KRL Pakuan Ekspres 221 ....................................

90 Gambar 4. Foto Ekor Gerbong KRL Ekonomi 549...................................................

91 Gambar 5. Foto Pengidentifikasian Data Korban oleh Petugas ................................ 114 Gambar 6. Foto Para Teknisi Mengevakuasi KRL Ekonomi 459 ............................. 115 Gambar 7. Foto Para Teknisi Mengevakuasi KRL Pakuan Ekspres 221 .................. 116 Gambar 8. Foto Wawancara wartawan perihal Tragedi Bubulak ............................. 117 Gambar 9. Foto Kunjungan Pejabat PT KA kepada korban ...................................... 119 Gambar 10. Foto Kunjungan Pejabat PT KA kepada Keluarga Korban ................... 119

ABSTRAK

Imas Ayu Prafitri, D0206010, Strategi Manajemen Krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Manajemen Krisis di PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam Kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009), 131 halaman

PT Kereta Api (Persero) merupakan satu-satunya perusahaan jasa transportasi perkeretaapian di Indonesia. Jumlah penumpang kereta pun semakin tahun semakin meningkat. Namun hal ini tidak diimbangi dengan kualitas pelayanan yang diberikan kepada penumpang. Angka kecelakaan kereta dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dan salah satu kasus kecelakaan yang sempat membuat gempar adalah kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor pada bulan Agustus 2009 lalu.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana strategi manajemen krisis humasda PT KA (Persero) Daop I Jakarta dalam mengelola manajemen krisis kecelakaan tersebut. Karena bagaimanapun keselamatan penumpang adalah tanggung jawab penuh perusahaan, terlebih lagi hal tersebut akan mempengaruhi citra atau reputasi perusahaan itu sendiri. Untuk melengkapi penelitian ini, peneliti membagi menjadi empat sub bahasan. Di antaranya yaitu, kronologis kecelakaan, strategi komunikasi dari humasda, manajemen krisis, dan tanggapan para korban tentang penanganan ketika terjadi krisis.

Metodologi yang penulis gunakan adalah deskriptif kualitatif dengan dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara kepada beberapa narasumber, observasi, dan pencarian data berupa dokumen dari berbagai sumber. Sedangkan pemilihan sampel menggunakan Purposive Sampling.

Teknik analisis data yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan teknik Analisis Interaktif Miles dan Huberman atau biasa disebut dengan Interactive Model. Teknik analisis ini pada dasarnya terdiri dari tiga komponen, yaitu : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi.

Secara umum, kesimpulan penulis adalah strategi manajemen krisis humasda PT KA Daop I Jakarta sesuai dengan tahapan penanggulangan krisis yang diungkapkan oleh Jim Macnamara dalam bukunya Public Relations Handbook for Managers and Executives. Tahapan tersebut terdiri dari 6 langkah manajemen krisis, yaitu : tahap Scenario Development, Preparation, Monitoring, Networking, Focusing, dan Implement A Plan. Dari keseluruhan tahapan tersebut, humasda dibantu oleh unit kerja lainnya di PT KA Daop I Jakarta..

ABSTRACT

Imas Ayu Prafitri, D0206010, The Strategy of Crisis Management in the Public Relations of Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero) (A Descriptive Qualitative Study on the Crisis Management in Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero) in the accident of KRL Pakuan Express 221 and KRL Ekonomi 549 in Bogor on August 2009), 131 pages.

PT Kereta Api (Persero) is the only rail transportation service company in Indonesia. The number of trains increases over years. However, it is not counterbalanced with the quality of service provided to the passengers. The train accident rate increases over years. In one uproar accident case between KRL Pakuan Express 221 and KRL Ekonomi 549 in Bogor on August 2009.

Generally, this research aims to find out how the strategy of crisis management in the Public Relations of Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero) in managing the accident crisis, because the passenger’s safety is the company’s fully responsibility, moreover it will affect the company’s own image and reputation. To complete this research, the researcher divides it into four sub section including accident chronology, communication strategy of local public relation, crisis management, and the victim’s response to the management during the crisis.

The methodology employed was descriptive qualitative using data collection techniques of interview with the resources, observation, and data searching in the form of document from various sources. Meanwhile, the sampling technique used was Purposive Sampling.

Technique of analyzing data used was Miles and Huberman’s interactive analysis technique usually called Interactive Model. This technique of analyzing data basically consists of three components: data reduction, display, and conclusion drawing/verification.

Generally, the writer concludes that the strategy of management crisis in the local public relations of Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero) has been consistent with the crisis management step pointed out by Jim Macnamara in his book Public Relations Handbook for Managers and Executives . The steps include: scenario development, preparation, monitoring, networking, focusing and Implement A Plan. From the whole steps, the local public relations are helped by other work units in Jakarta I Operational Area of PT. Kereta Api (Persero).

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kereta api merupakan salah satu sarana transportasi massal yang banyak diminati masyarakat. Angkutan yang satu ini merupakan sistem transportasi yang berfungsi melayani konsumen pengguna jasa dan berorientasi pasar. Kereta api berperan penting sebagai alat transportasi bagi penumpang dan barang. Banyak kelebihan yang dimiliki sarana transportasi ini, diantaranya yaitu hemat lahan, hemat energi, ramah lingkungan, bebas macet dan lebih aman dibandingkan transportasi darat lainnya.

Dalam hal ini, PT Kereta Api (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas untuk mengelola perkeretaapian di Indonesia. PT KA memiliki misi mewujudkan kereta api sebagai pilihan utama jasa transportasi sesuai keinginan stakeholder dengan meningkatkan keselamatan dan pelayanan serta penyelenggaraan yang efisien.

Kereta api merupakan sarana transportasi yang cukup diminati masyarakat. Bahkan jumlah peminatnya meningkat dari tahun ke tahun. Adapun jumlah peminat kereta api dari tahun 2004 hingga 2008 yaitu : total volume penumpang tahun 2004 sebanyak 149.999.000 orang, tahun 2005 sebanyak 151.489.000 Kereta api merupakan sarana transportasi yang cukup diminati masyarakat. Bahkan jumlah peminatnya meningkat dari tahun ke tahun. Adapun jumlah peminat kereta api dari tahun 2004 hingga 2008 yaitu : total volume penumpang tahun 2004 sebanyak 149.999.000 orang, tahun 2005 sebanyak 151.489.000

Meskipun jumlah peminatnya semakin meningkat dari tahun ke tahun, namun hampir setiap tahun kecelakaan kereta api terjadi. Faktor-faktor penyebabnya antara lain karena faktor SDM operator (human error) 35%, faktor sarana 23%, faktor eksternal 20%, faktor prasarana 18% dan faktor alam hanya 4%. Dari data tersebut disimpulkan bahwa faktor teknis (sarana dan prasarana)

merupakan faktor terbesar penyebab kecelakaan kereta api. 2 Beberapa contoh kecelakaan kereta api karena faktor teknis (sarana dan

prasarana) yaitu :

1. Kecelakaan antara KA Barang Rangkaian Panjang (Babaranjang) dengan KA Fajar Utama di Bandar Lampung yang disebabkan sistem

pengereman otomatis tidak bekerja sempurna karena tidak dirawat. 3

2. Kecelakaan kereta pengangkut Bahan Bakar Minyak (BBM) di Malang yang disebabkan oleh permasalahan perawatan rel dan

bantalan yang sudah aus. 4

3. Anjloknya KA 1404 yang mengangkut barang yang disebabkan bantalan rel yang lapuk bahkan cenderung hancur sehingga tidak

berfungsi dengan baik. 5

1 Ditjen Perkeretaapian.Departemen Perhubungan RI @ 2008 2 Ibid

4 http://wavega.wordpress.com/2009/09/05/penyebab-kecelakaan-kereta-api-di-indonesia/ 5 Tempo Interaktif 20 November 2007. Dapat dilihat di http://www.tempo.co.id/hg/nusa/jawamadura/2007/ www.gatra.com edisi 12 November 2004. Dapat dilihat di http://www.gatra.com/artikel.php?id=49021

4. Anjloknya Kereta Api (KA) Bengawan jurusan Jakarta-Solo di Banyumas Jawa Tengah. Penyebab kcelakaan yaitu roda gerbong kereta api sudah aus dan penggunaan rel dengan ukuran yang lebih kecil atau di bawah standar. Rel standar yang seharusnya digunakan adalah R 54 yaitu rel yang beratnya 54 kilogram sepanjang satu meter,

tetapi R 25 masih dipakai. 6

5. Tergulingnya KA Mutiara Timur Malam Jurusan Banyuwangi- Surabaya di Kedung Bako, Pasuruan, Jawa Timur. Lima gerbong terguling dan satu gerbong terpelanting ke area sawah. Kecelakaan

tersebut disebabkan patahnya rel perlintasan KA 7 .

6. Kecelakaan KA kelas ekonomi Penataran jurusan Surabaya-Blitar yang menabrak mobil pick up N 8546 DC di km 77 Desa Jatiguwi, Malang. Hal tersebut disebabkan karena PT KA tidak menyediakan

palang pintu perlintasan kereta api. 8 Rentetan kecelakaan kereta api di atas merupakan contoh kecelakan karena

faktor teknis (sarana dan prasarana) dan faktanya masih banyak lagi contoh kecelakaan karena faktor penyebab lainnya. Sejauh ini insiden-insiden tersebut sudah akrab dengan mayarakat, namun trauma yang ditimbulkan juga tidak mudah disembuhkan begitu saja. Belum sembuh trauma yang ada, kini sudah terulang lagi kecelakaan kereta api, bahkan kecelakaan tersebut menyebabkan banyak korban material dan imaterial.

6 Ibid 7 Surat Kabar Harian Bisnis Indonesia, 12 Agustus 2009 8 www.gatra.com. Loc. Cit.

Kecelakaan tersebut terjadi beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 4 Agustus 2009. Terjadi tabrakan antara Kereta Rel Listrik (KRL) Ekonomi 549 dan Kereta Rel Listrik (KRL) Pakuan Ekspres 221 di kampung Bubulak, Kelurahan Kebon Pedes, Kecamatan Tanah Sereal, Kota Bogor, Jawa Barat. Kecelakaan tersebut dikarenakan KRL Pakuan Ekspres melanggar sinyal sehingga menabrak KRL Ekonomi yang sedang mogok. Sedangkan akibat kecelakaan tersebut, satu asisten masinis KRL Pakuan, yang bernama Akbar Felani tewas dan puluhan penumpang terluka. Puluhan korban kecelakaan kereta tersebut di rawat di rumah sakit di Bogor, yaitu 16 korban dirawat di Rumah Sakit Umum PMI Bogor dan 40

korban lainnya dirawat di Rumah Sakit Salak Bogor 9 . Kecelakaan di atas merupakan kecelakaan yang cukup banyak

mengakibatkan korban luka parah, terlebih lagi tewasnya asisten masinis KRL Pakuan secara tragis. Permasalahan tersebut (kecelakaan kereta api) sudah seringkali menjadi permasalahan yang mengancam citra positif perusahaan tunggal yang bergerak dalam bidang jasa transportasi perkeretaapian tersebut. Masyarakat yang merupakan konsumen atau pengguna jasa kereta api sudah cukup kecewa terhadap kegagalan PT KA untuk memberikan kenyamanan dan keamanan dalam menggunakan jasanya tersebut. Seperti yang diungkapkan beberapa pengamat dan pengguna sarana transportasi KA itu sendiri.

Pakar Kereta Api dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Harun Al Rasyid berpendapat mengenai kecelakaan kereta di Bogor 4 Agustus 2009 tersebut:

9 Surat Kabar Harian Berita Kota, 6 Agustus 2009

“Pemerintah dan operator kereta api harus didesak untuk memperbaiki manajemen angkutan massal itu. Selama ini kecelakaan cenderung ditimpakan kepada kesalahan orang (human error). Namun, tidak ditelusuri lebih lanjut apa penyebabnya. Jangan sampai hanya masinisnya yang disalahkan. Departemen Perhubungan dan operator (kereta api) harus memenuhi janjinya untuk menjalankan road map to zero accident (menihilkan kecelakaan). Khususnya Kereta Api karena hampir tiap

minggu kita dengar ada kereta anjlok.” 10

Menanggapi kecelakaan kereta api yang sering terjadi, Bob Asep Saefudin, Koordinator Komite Pemerhati Keselamatan Transportasi (KPKT) berpendapat : “Jangan pikirkan laba terus, KAI harus memperhatikan keselamtan

penumpang. Buktinya banyak kecelakaan yang terjadi. Terakhir, peristiwa tabrakan kereta di Bogor. Dephub jangan diam, benahi KAI. Harusnya armada transportasi pelayan public itu mendapat anggaran khusus untuk perbaikan dan perawatan yang baik. Jangaan cuma mikirin untung. Ini

masalah nyawa soalnya.” 11

Senada dengan Bob Asep Saefudin, Direktur Eksekutif Indonesian Railway Watch (IRW) Taufik Hidayat menyatakan : “Kecelakaan kereta api disebabkan oleh lemahnya manajemen

transportasi publik. Beberapa faktor pemicu kecelakaan, antara lain adalah minimnya pemeliharaan sarana dan prasarana. Apabila hal yang sama terjadi berulang tanpa adanya perbaikan, maka yang perlu dibedah

dan diperbaiki adalah manajemen tingkat atas terlebih dahulu. 12

Opini publik yang berkembang terhadap PT KA merupakan sebuah ancaman bagi PT KA, karena dapat menyebabkan krisis kepercayaan pada masyarakat. Opini publik yang berkembang tersebut merupakan dampak dari krisis yang terjadi, dalam hal ini kecelakaan kereta api yang terjadi di Bogor lalu. Maka tugas Public Relations (PR) atau (Hubungan Masyarakat) humas menjadi

10 Tempo Interaktif 4 Agustus 2009. Dapat dilihat di

http://www.tempointeraktif.com/hg/layanan_publik/2009/08/04/brk,20090804-190666,id.html

11 Surat Kabar Harian Nonstop, 13 Agustus 2009.

12 Surat Kabar Harian Kompas, 7 Agustus 2009 12 Surat Kabar Harian Kompas, 7 Agustus 2009

Peran PR dalam mengelola manajemen krisis tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Dalam manajemen krisis diperlukan perencanaan untuk menyusun strategi dalam menyelesaikan krisis, dan tentunya dalam melaksanakan strategi tersebut PR juga memerlukan bantuan dari berbagai pihak.

Kemudian setelah krisis tersebut berhasil diatasi, tugas PR berikutnya yaitu memulihkan citra positif PT KA di mata publik. Permasalahannya, begitu banyak dan seringnya kecelakaan kereta api yang terjadi. Hal ini menyebabkan citra yang terbentuk oleh perusahaan akan sulit sekali diperbaiki, oleh karena itu PR sebagai corong perusahaan harus bekerja keras untuk mengupayakannya. Dalam hal ini Humasda PT KA (Persero) Daerah Operasi (Daop) I Jakarta yang berwenang dalam menyelesaikan krisis, karena kejadian tersebut berada di wilayah kerja Daop I Jakarta

Berangkat dari hal tersebut, penulis ingin mendapatkan gambaran tentang strategi yang dilakukan oleh Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam manajemen krisis terhadap krisis kecelakaan kereta yang terjadi pada 4 Agustus 2009 lalu. Karena seperti yang dijelaskan di atas, insiden tersebut telah menyebabkan banyak korban luka bahkan tewasnya asisten masinis KRL Pakuan dengan tragis. Kemudian peneliti juga ingin mengetahui pihak mana saja yang diajak kerjasama PR dalam menangani krisis, serta bagaimana upaya PR dalam memperbaiki citra perusahaan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kronologis terjadinya krisis kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009?

2. Bagaimana strategi komunikasi yang dijalankan Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam menghadapi krisis?

3. Bagaimana upaya manajemen krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam menanggulangi krisis kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009?

4. Bagaimana tanggapan para korban kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009 terhadap manajemen krisis yang telah dilakukan?

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Kronologis terjadinya krisis Merupakan analisa terhadap tahapan-tahapan terjadinya krisis kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009.

2. Strategi komunikasi Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta

Merupakan penjabaran dari serangkaian strategi komunikasi yang dijalankan oleh Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam menghadapi krisis.

3. Manajemen krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta Strategi manajemen krisis yang dirumuskan dan dilakukan oleh Humasda PT KAI Daop I Jakarta dalam upaya menyelesaikan krisis yang terjadi.

4. Tanggapan para korban kecelakaan KRL Pakuan 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009 terhadap manajemen krisis yang telah dilakukan. Tanggapan dari para korban kecelakaan terhadap penanggulangan krisis yang telah dilakukan, terutama yang berhubungan dengan penanganan korban.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana kronologis terjadinya krisis kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009.

2. Untuk mengetahui bagaimana strategi komunikasi yang dijalankan Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam menghadapi krisis.

3. Untuk mengetahui bagaimana upaya manajemen krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam menanggulangi krisis 3. Untuk mengetahui bagaimana upaya manajemen krisis Humasda PT Kereta Api (Persero) Daop I Jakarta dalam menanggulangi krisis

4. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan para korban kecelakaan KRL Pakuan Ekspres 221 dengan KRL Ekonomi 549 di Bogor Agustus 2009 terhadap manajemen krisis yang telah dilakukan..

E. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Secara Akademis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemikiran yang bermanfaat di bidang Ilmu Komunikasi khususnya di bidang Public Relations.

2. Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para praktisi Humasda PT Kereta Api Daerah I Jakarta sehingga dapat menentukan kebijakan bidang Public Relations dalam menangani krisis yang terjadi di perusahaan. Serta dapat dijadikan rujukan yang bersifat konstruktif bagi perusahaan pada masa yang akan datang.

F. Tinjauan Pustaka

1. Kerangka Teori

a. Pengertian Public Relations

Public Relations pada hakekatnya adalah kegiatan komunikasi, kendati agak lain dengan kegiatan komunikasi lainnya, karena ciri hakiki dari komunikasi Public Relations adalah two way communication (komunikasi dua arah/timbal balik). Arus komunikasi timbal balik ini yang harus dilakukan dalam kegiatan PR, sehingga terciptanya umpan balik yang merupakan prinsip pokok dalam PR. Rahmadi menyebutkan PR adalah salah satu bidang ilmu komunikasi praktis, yaitu penerapan ilmu komunikasi pada

suatu organisasi/perusahaan dalam melaksanakan fungsi manajemen. 13 Fraser P. Seitel mendefinisikan PR hampir sama dengan Rahmadi.

Menurut Seitel : “PR merupakan fungsi manajemen yang membantu menciptakan

dan saling memelihara alur komunikasi, pengertian, dukungan, serta kerjasama suatu organisasi/perusahaan dengan publiknya dan ikut terlibat dalam menangani masalah-masalah atau isu-isu manajemen. PR membantu manajemen dalam penyampaian informasi dan tanggap terhadap opini public. PR secara efektif

membantu manajemen memantau berbagai perubahan.” 14

Sedangkan definisi menurut Frank Jefkins, humas adalah sesuatu yang merangkum keseluruhan komunikasi yang terencana, baik itu ke dalam maupun ke luar, antara suatu organisasi dengan semua khalayaknya dalam

13 F. Rahmadi dalam Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, 2005. hlm 11 14 Frasser P. Seitel, Ibid. hlm 13 13 F. Rahmadi dalam Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, 2005. hlm 11 14 Frasser P. Seitel, Ibid. hlm 13

Sedikit berbeda dengan pengertian-pengertian di atas, Pernyataan Meksiko (The Mexican Statement) dalam Pertemuan asosiasi-asosiasi PR seluruh dunia di Mexico City, Agustus 1978, menghasilkan pernyataan menengenai definisi PR sebagai berikut:

“Praktek kehumasan adalah suatu seni sekaligus suatu disiplin ilmu sosial yang menganalisis berbagai kecenderungan, memperkirakan setiap kemungkinan konsekuensi darinya, memberi masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi, serta menciptakan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan atau kepentingan

khalayaknya.” 16

b. Stakeholder

Menurut Onong Uchjana, sasaran hubungan masyarakat adalah sasaran komunikasi manajemen. Dalam usaha mencapai tujuan manajemen secara efektif, manusia-manusia yang menjadi sasaran hubungan masyarakat dibagi menjadi dua kelompok besar, disebut khalayak dalam

(internal public) dan khalayak luar (external public). 17 Berdasarkan pengelompokan tersebut terdapatlah hubungan-

hubungan yang biasa dinamakan:

a. Hubungan ke dalam pada umumnya adalah hubungan dengan para karyawan.

16 Frank Jefkins, Public Relations, 1995. hlm 9 17 Pernyataan Meksiko, Ibid. Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, 2006. hlm 135 16 Frank Jefkins, Public Relations, 1995. hlm 9 17 Pernyataan Meksiko, Ibid. Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, 2006. hlm 135

Dan berikut pelaksanaan hubungan dengan internal publik menurut Onong Uchjana :

1) Hubungan dengan karyawan Employee Relations merupakan suatu kekuatan yang hidup dan dinamis yang dibina dan diabadikan dalam hubungan dengan perorangan sehari-hari di belakang bangku kerja tukang kayu, di belakang mesin, atau di belakang meja tulis.

Dalam melaksanakan hubungan baik dengan karyawan, terdapat dua kegiatan komunikasi yang harus dilaksanakan, yaitu :

a) Komunikasi ke bawah (downward communication). Dapat

dilakukan dengan : - Mengadakan rapat - Memasang pengumuman - Menerbitkan majalah intern

b) Komunikasi ke atas (upward communication). Dapat

dilakukan dengan : - mengadakan pertemaun untuk menampung pendapat. - mengadakan rubrik khusus dalam majalah intern, semacam

kontak pembaca, tetapi khusus untuk diisi oleh para karyawan.

18 Ibid

- Mengadakan kotak saran untuk menampung saran-saran bagi kepentingan organisasi dan kpentingan karyawan. 19

Adapaun eksternal publik menurut Onong Uchjana adalah :

1) Hubungan dengan masyarakat sekitar (community relations) Hubungan dengan masyarakat sekitar senantiasa perlu dipelihara dan dibina karena pada suatu ketika mereka mungkin diperlukan.

2) Hubungan dengan jawatan pemerintah (government relations) Sebuah perusahaan pasti terkait dengan instansi-instansi pemerintah, seperti kotamadya atau kabupaten, kecamatan, kantor telepon, kantor pajak, bank-bank pemerintah, PLN dan sebagainya. Pembinaan hubungan dengan jalan memelihara komunikasi akan banayk membantu lancarnya external public relations. Bila dijumpai kesulitan-kesulitan, dapat segera dipecahkan karena hubungan baik telah terpelihara sejak semula.

3) Hubungan dengan pers (press relations) Yang dimaksud dengan pers di sini, ialah pers dalam arti luas, yakni semua media massa, jadi selain surat kabar dan majalah, kantor berita, siaran radio, televisi, film, iklan dan sebagainya.

Media massa tersebut banyak membantu publikasi perusahaan ke masyarakat luas. Hubungan baik yang terpelihara secara

19 Ibid 19 Ibid

dari organisasi lainnya. 20

Melvin Sharpe mengajukan lima prinsip proses harmonis dalam hubungan jarak panjang antara perusahaan dengan publiknya. Konsep-konsep tersebut terdiri dari :

1. Komunikasi yang jujur untuk memperoleh kredibilitas

2. Keterbukaan dan konsistensi terhadap tindakan dan kepercayaan

3. Tindakan yang jujur untuk mendapatkan hubungan timbal balilk dan goodwill (kemauan baik)

4. Komunikasi dua arah dilakukan secara kontinyu untuk mencegah alienasi (pengucilan) dan membangun hubungan

5. Evaluasi penelitian dan lingkungan untuk menentukan tindakan dan penyesuaian yang diperlukan bagi hubungan sosial yang harmonis. 21

c. Kegiatan Public Relations

Menurut Cutlip, Center dan Broom, proses kegiatan PR melalui empat tahap, yaitu:

a. Defining Public Relations Problem (indentifikasi masalah) Langkah pertama menyelidiki dan memantau pengetahuan, pendapat, sikap, dan perilaku

mereka yang peduli dengan dan dipengaruhi oleh tindakan dan kebijakan organisasi. Pada dasarnya, ini adalah fungsi intelijen organisasi. ia menyediakan dasar untuk semua

20 Ibid, hlm 136 21 Melvin Sharpe, Ibid, hlm 14 20 Ibid, hlm 136 21 Melvin Sharpe, Ibid, hlm 14

b. Planning and Programming ( perencanaan dan program) Informasi yang dikumpulkan di langkah pertama digunakan untuk membuat keputusan

tentang program publik, tujuan, aksi dan strategi komunikasi, taktik dan tujuan. Ini melibatkan temuan dari langkah pertama ke dalam kebijakan dan program organisasi. Langkah kedua dalam proses jawaban, "berdasarkan apa yang telah kita pelajari tentang situasi, apa yang harus kita mengubah atau lakukan, dan katakan?"

c. Taking Action and Communicating ( mengambil tindakan dan berkomunikasi)

Tahap ketiga yang melibatkan pelaksanaan program tindakan dan komunikasi yang dirancang untuk mencapai tujuan spesifik untuk masing-masing publik untuk mencapai tujuan program. Pertanyaan dalam langkah ini adalah, "siapa yang harus melakukan dan mengatakannya, dan kapan, di mana, dan bagaimana?"

d. Evaluating the Program (evaluasi) Langkah terakhir dalam proses ini melibatkan menilai persiapan, pelaksanaan, dan hasil program. Penyesuaian yang dibuat ketika program ini dilaksanakan, berdasarkan evaluasi umpan balik tentang bagaimana itu atau tidak bekerja. Program ini dilanjutkan atau dihentikan setelah belajar, "bagaimana yang kita

lakukan, atau bagaimana yang telah kita lakukan?" 22

22 Scott M Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relation, 2000, hlm. 340 22 Scott M Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Effective Public Relation, 2000, hlm. 340

Djanalis Djanaid mengemukakan dua fungsi PR, yaitu :

a. Fungsi konstruktif Fungsi ini mendorong PR membuat aktivitas ataupun kegiatan- kegiatan terencana, berkesinambungan yang cenderung bersifat proaktif.

b. Fungsi Korekektif Jika terjadi masalah-masalah (krisis) dengan publik, maka humas

berperan dalam penyelesaiannya. 23

e. Peran Public Relations

Peran humas menurut Cutlip, Center and Broom dalam bukunya Effective Public Relations , yaitu :

a. Expert Presciber Seorang praktisi humas yang berpengalaman dan memiliki kemampuan tinggi dapat membantu mencarikan solusi dalam penyelesaian masalah hubungan dengan publiknya (public relationship).

Pelaksanaan program kerja humas tentu menuntut humas untuk memiliki pengetahuan serta pengalaman di bidang kehumasan terutama bagaimana cara menjalin hubungan baik dengan publiknya atau stakeholder.

Humas harus mampu membaca situasi dan kondisi publik atau stakeholder dan memiliki kemampuan sabagai problem solver bila terjadi permasalahan yang

23 Djanalis Djanaid dalam Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Humas, 2002. hlm 22 23 Djanalis Djanaid dalam Frida Kusumastuti, Dasar-dasar Humas, 2002. hlm 22

b. Communication Facilitator Dalam hal ini, humas bertindak sebagai fasilitator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya. Di pihak lain juga humas dituntut untuk menjelaskan kembali keinginan, kebijakan, dan harapan organisasi kepada pihak publiknya. Sehingga dengan komunikasi timbal balik dapat tercipta saling pengertian, mempercayai, menghargai, mendukung dan toleransi yang baik bagi kedua belah pihak.

Pihak manajemen perusahaan tentu memberikan ruang gerak yang lebar agar humas dapat mengatur segala langkah tindakan dalam menghadapi publik atau stakeholdernya. Pada intinya, humas diberikan kebebasan oleh manajemen perusahaan untuk melaksanakan program internal maupun eksternal sebaik mungkin dan dengan tanggung jawab. Dalam hal ini, humas menjalankan perannya sebagai mediator informasi antara perusahaan dan publiknya.

c. Problem Solving Facilitator Peranan humas dalam proses pemecahan masalah merupakan bagian dari tim manajemen. Maksudnya untuk membantu pimpinan perusahaan baik sebagai c. Problem Solving Facilitator Peranan humas dalam proses pemecahan masalah merupakan bagian dari tim manajemen. Maksudnya untuk membantu pimpinan perusahaan baik sebagai

d. Technician Communication Dalam hal ini humas berperan sebagai pelaksana teknis komunikasi. Humas hanya menyediakan layanan teknis komunikasi, sementara kebijakan dan keputusan teknik komunikasi mana yang akan digunakan bukan merupakan keputusan humas, melainkan keputusan manajemen dan humas hanya melaksanakannya Dalam menjalankan peranannya, humas harus menerapkan kemnampuan berkomunikasi yang mereka miliki dalam melaksanakan seluruh

rangkaian kegiatan komunikasi persuasif. 24

f. Manajemen Krisis

1) Teori Manajemen PR

Management Theory of Public Relations (Teori Manajemen Public Relations) Frasser P. Seitel dalam bukunya The Practise Public Relations mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini PR telah mengembangkan

24 Scott M Cutlip, Op Cit, hlm. 37 24 Scott M Cutlip, Op Cit, hlm. 37

Grunig dan Hunt menyarankan para manajer PR bertindak berdasarkan apa

peran di perbatasan) : “They function at the edge of an organization as a liaison between the

organization and its external and internal publics. In the other words, Public Relations managers have one foot inside the organization and one outside. Often, this unique position is not only lonely but also

precarious.” 26

Teori ini menyatakan bahwa fungsi PR berada di tepi suatu perusahaan/organisasi sebagai penghubung antara perusahaan/organisasi dengan publik internal dan eksternalnya. Dengan kata lain, para manajer PR harus meletakkan satu kakinya di dalam perusahaan dan satu kaki lainnya di luar perusahaan (publik)-nya. Sering posisi ini dianggap unik tetapi di sisi lainnya juga mengandung bahaya/resiko.

Sebagai boundary managers orang-orang PR mendukung kolega mereka dengan sokongan komunikasi mereka yang lintas organisasional yaitu ke dalam dan ke luar organisasi/perusahaan. Dengan cara ini para professional PR juga menjadi manajer sistem, memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan transaksi dengan menjalin berbagai hubungan yang bersifat kompleks (rumit) dan penting dalam organisasi perusahaan, yakni :

1. PR harus memikirkan hubungan organisasi/perusahaan terhadap lingkungannya sendiri. Berkaitan dengan itu unit manajer bisnis dan

25 Fraser P. Seitel, The Practise of Public Relations. 1998. hlm. 145 26 Ibid 25 Fraser P. Seitel, The Practise of Public Relations. 1998. hlm. 145 26 Ibid

2. PR harus bekerja sesuai dengan aturan organisasi/perusahaan untuk mengembangkan pemecahan yang inovatif terhadap berbagai permasalahan organisasi. Dalam definisi, para manajer PR berhubungan dengan lingkungan yang berbeda dibandingkan dengan rekan sejawat di dalam organisasi/perusahaan mereka. Para manajer PR harus inovatif, tidak hanya menempatkan solusi komunikasi, tetapi juga dalam membuat pengertian dan penerimaan bagi koleganya.

3. PR harus berpikir strategis. Para manajer PR harus memperlihatkan pengetahuannya tentang misi, tujuan dan strategi organisasi/perusahaan. Solusinya harus menjawab kebutuhan nyata organisasi/perusahaan.

4. Para manajer PR harus juga memiliki kemampuan mengukur hasil yang sudah diperoleh. PR harus menyatakan dengan jelas apa yang mereka ingin kerjakan, membuat pekerjaan secara sistematik dan mengukur suatu keberhasilan. Hal ini berarti penggunaan beberapa cara yang diterima dari teknik-teknik sekolah bisnis, seperti Management by Objectives (MBO), Management by Objectives and Result (MOR), and Program

Evaluation and Research Technique (PERT). 27

2) Pengertian Krisis

Setiap perusahaan harus selalu siap mengantisipasi krisis. Dalam hal ini sudah tentu manajemen harus mengambil keputusan untuk mencegah terjadinya korban, mengawasi kerusakan dan menjamin usaha perusahaan. Dan yang harus dicegah adalah terjadinya desa-desus/isu yang tampaknya sepele akan tapi dapat memukul perusahaan bahkan menjatuhkan citra perusahaan di mata publik. Seperti dijelaskan di atas, PR berperan dalam mengelola manajemen krisis.

Pengertian krisis dikutip dari Buku Diktat Interstudi School of PR, 1993 yaitu: “Krisis adalah masa gawat atau saat genting, di mana situasi

tersebut dapat merupakan masa baik atau sebaliknya.oleh karena

27 Ibid 27 Ibid

fatal.” 28

Sedangkan Haywood cenderung menyederhanakan pengertian krisis sebagai “keadaan darurat (emergency)” yang tentu saja berbahaya bila tidak dihadapi secara serius. Dengan adanya krisis, sebuah organisasi

sebenarnya dalam keadaan sakit berat atau antara hidup dan mati. 29

3) Penyebab Krisis

Menurut Philip Lesly, terdapat beberapa hal yang menyebabkan krisis diantaranya:

1) Bencana seperti kebakaran, gempa bumi, akan berpengaruh terhadap orang-orang dalam dan luar perusahaan, seperti pelanggan, agen, investor publik, komunitas suatu pabrik/perusahaan.

2) Kondisi darurat yang dating secara tiba-tiba atau suatu perkembangan kondisi darurat ini seperti sabotase produk, perusahaan atau produk yang mengandung racun.

3) Penanaman bom dapat menimbulkan kepanikan dan kerusakan atau suatu pemogokan karyawan perusahaan.

4) Rumor yang jelek tentang perusahaan atau produk.

5) Adanya letupan seperti boikot dari berbagai aktivis (semacam LSM), permintaan pemerintah menarik produk (seperti penertiban produk obat belum lama ini), penculikan seorang

eksekutif perusahaan. 30

28 Buku Diktat Interstudi School of PR 1993 dalam Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit., hlm 181 29 Haywood dalam Emeraldy Chatra dan Rulli Nasrullah, Public Relations Strategi Kehumasan dalam Menghadapi Krisis, 2008. hlm 5

30 Philip Lesly, Everything You Wanted To Know About Public Relations, 1993. hlm 25

4) Penggolongan Krisis

Menurut Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, krisis dapat terjadi melalui beberapa peristiwa, sesuai dengan kejadiannya, antara lain :

1) Kecelakaan industri,

2) Masalah lingkungan,

3) Masalah perburuhan,

4) Masalah produk,

5) Masalah dengan investor, desas-desus, isu,

6) Peraturan pemerintah,

7) 31 Terorisme

Sedikit berbeda dengan di atas, Otto Lerbinger membagi krisi ke dalam delapan tipe, yaitu:

1) Krisis alam

2) Krisis teknologi

3) Konfrontasi

4) Krisis kedengkian

5) Nilai manajemen yang menyimpang

6) Sikap manajemen yang tidak senonoh

7) Penipuan

8) 32 Krisis bisnis dan ekonomi

5) Resiko Krisis

Biasanya krisis timbul apabila kesejahteraan terganggu, telah terjadi kecenderungan perhatian masyarakat dari masalah politik ke arah ekonomi (kesejahteraan) dan perbaikan kualitas hidup. Masalah-masalah yang mengganggu kesejahteraan akan menjadi masalah yang sangat sensitive yang akhirnya timbul ke permukaan menjadi krisis.

31 Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit.. hlm 182 32 Otto Lerbinger dalam Morissan, Manajemen Public Relations, 2008. hlm 172

Menurut Soleh Soemirat dan Elvinaro, resiko yang timbul sebagi akibat dari krisis adalah :

1) Intensitas masalah menjadi meningkat,

2) Di bawah sorotan publik,

3) Di bawah tekanan pemerintah dan pers,

4) Operasional normal perusahaan menjadi terganggu,

5) 33 Nama baik, produk dan citra perusahaan terancam.

Dampak dari krisis adalah kemelut yang juga merupakan malapetaka atau bencana yang dapat merugikan perusahaan maupun masyarakat. Lebih jauh kagi dapat meresahkan masyarakat, bahan secara tidak langsung dapat mengancam citra perusahaan. Terlebih lagi lingkup penyebaran isu krisis akan dengan cepat meluas karena kemajuan teknologi komunikasi, dalam hal media massa berperan penting.

6) Anatomi Krisis

Steven Fink, konsultasi krisis terkemuka dari Amerika membagi tahapan yang dilalui suatu krisis dengan menggunakan terminologi kedokteran yang biasa dipakai untuk melihat stadium suatu krisis yang menyerang manusia. Tahap-tahap itu menurut Fink adalah sebagai berikut:

1) Tahap Prodromal Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan

masih bisa bergerak dengan lincah. Padahal, pada tahap ini krisis sudah muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia

33 Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit. hlm 183 33 Soleh Soemirat dan Elvinaro, Op Cit. hlm 183

Mengacu pada definisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajer gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius; tahap akut.

Sering pula eksekutif menyebut tahap prodromal sebagai tahap sebelum krisis (precrisis). Tetapi sebutan ini hanya dapat dipakai untuk melihat krisis secara keseluruhan dan disebut demikian setelah krisis memasuki tahap akut sebagai retrospeksi.

Para ahli krisis umumnya sependapat bahwa sekalipun krisis pada tahap ini sangat ringan, pemecahan dini secara tuntas sangat penting. Alasannya adalah karena masih mudah untuk ditangani sebelum ia memasuki tahap akut, sebelum ia meledak dan sebelum menimbulkan komplikasi. Namun, sekalipun tidak dapat mengatasi tahap prodromal ini, perusahaan tetap dapat mengambil manfaat dari perkenalan ini. Setidaknya perusahaan akan lebih siap menghadapi gejala-gejala pada tahap akut.

2) Tahap Akut Inilah tahap ketika orang mengatakan : “tengah terjadi krisis”.

Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau gejala yang tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.

Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return . Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal stage) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kemabli lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun, berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis.

Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.

Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya bila dibandingkan dengan tahap-tahap lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki tahap kronis.

3) Tahap Kronis Badai mulai reda, yang tersisa adalah reruntuhan bangunan dan

sejumlah bangkai, korban dari sebuah krisis. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.

Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean up phase atau the post mortem. Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean up phase atau the post mortem. Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan

Seorang krisis manajer harus bisa memperpendek tahap ini karena semua orang sudah merasa letih. Juga pers sudah mulai bosan memberitakan kasus ini. Namun yang paling penting adalah perusahaan harus memutuskan mau hidup terus atau tidak. Kalau ingin hidup terus tentu ia harus sehat dan mempunyai reputasi yang baik.

Tahap kronis adalah tahap yang trenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan krisis manajer uang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan mulai berlangsung.

4) Tahap Resolusi (penyembuhan) Tahap ini adalah yahap penyembuahn (pulih kembali) dan tahap

terakhir dari empat tahap krisis. Bila ia seorang pasien, kesehatannya sudah mulai pulih kembali, yang tertinggal adalah sedikit rasa letih, pegal linu karena harus menahan rasa sakit dan sisa-sisa rasa sakit. Demikian juga suatu perusahaan.

Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, krisis manajer tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan kembali membawa keadaan semula

(prodromal stage). Bila pasien yang sedang dalam proses penyembuhan (tahap resolusi) tidak dapat menahan diri, dan bila penyembuhannya tidak

tuntas benar, ia akan kembali lagi ke tahap prodromal. 34

7) Metode Penyelesaian Krisis

Menurut Soleh Soemirat & Elvinaro Ardianto, mereka yang duduk dalam tim krisis adalah orang-orang yang dapat mewakili kepentingannya antara lain :

1. Hukum, ia harus diwakili karena akan sangat banyak melibatkan kepentingan umum