HasilPenelitian 1. Ekstraksi Herba Meniran

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. HasilPenelitian 4.1.1. Ekstraksi Herba Meniran Pada proses ekstraksi herba meniran dimulai dari penyediaan sampel dengan berat basah 1kg, dikeringkan pada ruangan yang terlindung dari sinar matahari selama ± 1 minggu sehingga beratnya menjadi 398,9 g. Kemudian dimaserasi selama 3 hari sehingga diperoleh hasil maserasi pertama larutan berwarna hitam pekat. Dilanjutkan dengan pemaserasian kedua, ketiga, keempat dan kelima. Hasil maserasi kemudian dirotari evaporator dan dikeringkan dalam desikator sehingga diperoleh ekstrak kental herba meniran dapat dilihat pada lampiran 1.

4.1.1.1. Uji Fitokimia

Pengujian fitokimia memperlihatkan bahwa ekstrak herba meniran dengan pelarut metanol dapat menarik senyawa flavonoid, alkaloid, triterpen steroid, tanin, antrakuinon dan glikosida.Hasil pengujian fitokimia ekstrak herba meniran dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Fitokimia Herba Meniran Phyllanthus niruri L. Senyawa Hasil Alkaloid + Flavonoid + Saponin + Triterpen + Tanin + Antrakuinon + Glikosida Glikosida sianogenik + - Universitas Sumatera Utara Berdasarkan hasil uji fitokimia, sampel ekstrak herba meniran yang digunakan dalam penelitian ini mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, triterpen steroid, tanin, antrakuinon dan glikosida. Menurut Robinson 1995 senyawa alkaloida yang dikandung brotowali dapat mengganggu terbentuknya jembatan silang komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut.Menurut Schlegel Schmidt 1994 flavonoid merusak dinding sel bakteri karena sifatnya yang lipofilik. Senyawa golongan terpenoid dapat berikatan dengan protein dan lipid yang terdapat pada membran sel dan bahkan dapat menimbulkan lisis pada sel Nursal et al. 2006. Ajizah 2004 menyebutkan tanin mempunyai sifat pengelat berefek plasmolitik yang dapat mengerutkan dinding sel atau membran sel bakteri sehingga mengganggu permeabilitas sel tersebut, kemudian sel tidak dapat melakukan aktivitas dan pertumbuhan sel terhambat bahkan mati. Masduki 1996 juga menjelaskan bahwa tanin aktif antibakteri dengan cara mempresipitasikan protein, berekasi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik bakteri. 4.1.2. Pembuatan Film Layak Makan WPI-Meniran Beberapa film layak makan WPI-Meniran yang telah diperoleh dapat dilihat pada Gambar 4.1. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.1. Film layak makan WPI dan WPI-Meniran Gambar 4.1 menunjukan bahwa beberapa di atas terbentuk dengan konsentrasi yang berbeda-beda.Huruf A, B, C menunjukan perbedaan rasio gliserol dimana A dengan gliserol 40, B dengan gliserol 30 dan C dengan gliserol 20. A0, B0 dan C0 sebagai kontrol positif dengan konsentrasi WPI:gliserol:meniran yaitu 60:40:0; 70:30:0 dan 80:20:0.Film WPI tampak berwarna putih transparan dan lunak sedangkan film WPI-Meniran berwarna kuning hingga kuning pekat juga transparan tergantung pada konsentrasi meniran yang terkandung pada masing-masing film. Adapun konsentrasi film layak makan WPI-Meniran yang telah diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2 Perbandingan Persentase WPI : Gliserol : Meniran Kode Perbandingan WPI :Gliserol : Meniran A0 60 : 40 : 0 A1 58 : 40 : 2 A2 56 : 40 : 4 A3 54 : 40 : 6 A4 52 : 40 : 8 A5 50 : 40 : 10 B0 70 : 30 : 0 B1 68 : 30 : 2 B2 66 : 30 : 4 B3 64 : 30 : 6 B4 62 : 30 : 8 B5 60 : 30 :10 C0 80 : 20 : 0 C1 78 : 20 : 2 C2 76 : 20 : 4 C3 74 : 20 : 6 C4 72 : 20 : 8 C5 70 : 20 : 10 Tabel 4.2 memperlihatkan masing-masing film WPI-Meniran di atas memiliki karakteristik yang berbeda-beda secara fisik maupun sifat mikrobiologisnya. Film layak makan WPI-meniran yang dihasilkan adalah berwarna kuning transparan dan lunak. Sejalan dengan gambar 4.1 dapat dilihat perbandingan antara WPI:Gliserol:Meniran dengan gliserol 40; 30 dan 20 dan meniran 0; 2; 4; 6; 8; 10. Menurut Regalado 2006 pada umumnya digunakan pemlastis dapat mempengaruhi sifat mekanik film layak makan. Menurut Khotibul 2010 pemlastis ditambahkan dalam larutan film untuk mengurangi kerapuhan dan meningkatkan fleksibilitas film. Galiettaet al, 1998 juga menyebutkan bahwa semakin meningkatnya bahan pemlastis yang ditambahkan akan meningkatkan keregangan dan fleksibilitas tetapi menurunkan elastisitas dan sifat pertahanan film. Menurut Zinoviadou film WPI dapat mempertahankan integritas strukturalnya pada Universitas Sumatera Utara permukaan makanan dengan kadar air tinggi dan berfungsi sebagai pembawa antimikroba yang efektif Monir-Sadat et al, 2011.

4.1.2.2. Uji Aktivitas Antibakteri Film Layak Makan WPI-Meniran terhadap Bakteri Patogen

Pengujian aktivitas antibakteri kemasan antimikroba dengan menggunakan metode difusi agar telah digunakan untuk mengevaluasi antimikroba Monir-Sadat et al, 2011. Hasil pengujian aktivitas antibakteri film layak makan WPI-Meniran terhadap bakteri patogen S. aureus ditunjukan pada Gambar 4.2. 2 4 6 8 10 9 12 15 18 21 24 27 30 Z o n a Ha m b at B ak te ri S . a u re u s m m Konsentrasi Meniran Gliserol = 40 Gliserol = 30 Gliserol = 20 Gambar 4.2. Grafik zona hambat bakteri S. aureus Hasil pengujian besarnya daya hambat mikroba uji oleh film layak makan terlihat sebagai wilayah jernih di sekeliling film yang mengandung ekstrak meniran. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukan bahwa S. aureus berhasil dihambat dengan masing-masing konsentrasi meniran 2 dengan zona hambat sebesar 14.08; 14.68; 15.07 mm. Penghambatan paling potensial dari ketiga bakteri uji terletak pada konsentrasi meniran 10 . Zona hambat S.aureus pada konsentrasi meniran 10 sebesar 27.12; 28.17; 29.1 mm. Pada penghambatan S. aureus konsentrasi 4 ini meningkat secara signifikan. Hal ini diduga karena adanya perbedaan fase pertumbuhan bakteri S. aureus pada saat pengujian dilakukan. Pada konsentrasi 4 pertumbuhan bakteri S.aureus lambat. Sehingga memungkinkan dihasilkannya zona yang lebih besar. 2 4 6 8 10 12 15 18 21 24 27 30 33 Z o n a H amb at B ak te ri S a lm o n el la s p mm Konsentrasi Meniran Gliserol = 40 Gliserol = 30 Gliserol = 20 Gambar 4.3. Grafik zona hambat bakteri Salmonella sp Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3 menunjukan bahwa Salmonellasp berhasil dihambat dengan masing- masing konsentrasi Meniran 2 dengan zona hambat sebesar 15.12; 15.42; 15.92 mm. Penghambatan paling potensial terletak pada konsentrasi meniran 10 . Zona hambat Salmonella sp pada konsentrasi meniran 10 sebesar 29.60; 30.38; 31.33 mm. Film WPI kontrol sudah masuk ke dalam kategori sensitif. Ketika ditambahkan dengan ekstrak tumbuhan meniran, zona yang diperoleh semakin besar seiring dengan bertambahnya konsentrasi sesuai perlakuan. 2 4 6 8 10 12 15 18 21 24 27 30 33 Z o n a H am b at B ak te ri E .c o li m m Konsentrasi Meniran Gliserol = 40 Gliserol = 30 Gliserol = 20 Gambar 4.4. Grafik zona hambat Bakteri E. Coli Gambar 4.4 menunjukan bahwa E. coli berhasil dihambat dengan masing- masing konsentrasi meniran 2 dengan zona hambat sebesar 14.45; 15.47; 15.93 mm. Penghambatan paling potensial terletak pada konsentrasi meniran 10 . Zona Universitas Sumatera Utara hambat E. coli pada konsentrasi meniran 10 sebesar 28.83; 29.12; 30.30 mm mm. Film WPI kontrol sudah masuk ke dalam kategori sensitif. Sama halnya dengan Salmonella sp, bakteri E. coli berhasil dihambat pertumbuhannya oleh film WPI kontrol maupun film WPI-Meniran. Zona hambat meningkat dengan adanya penambahan ekstrak tumbuhan meniran, zona yang diperoleh semakin besar seiring dengan bertambahnya konsentrasi sesuai perlakuan. Berdasarkan ketiga grafik zona hambat bakteri patogen secara umum zona hambat bakteri gram negatif lebih besar dibandingkan dengan bakteri gram positif. Hal ini diduga karena adanya penyerangan pada masing-masing dinding sel bakteri uji. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang lebih tebal dibandingkan dengan gram negatif. Zona penghambatan meningkat seiring dengan pertambahan konsentrasi ekstrak tumbuhan meniran. Bererapa konsentrasi film layak makan WPI- Meniran membentuk diameter zona hambat pada media bakteri selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Zona Hambat Film Layak Makan WPI-Meniran terhadap Bakteri Patogen BAKTERI Konsentrasi Zona Hambat ± SD WPI:Gliserol:Meniran mm S.aureus 60:40:0 11.08 ± 0.14 58:40:2 14.08 ± 0.10 56:40:4 21.25 ± 0.05 54:40:6 23.17 ± 0.08 52:40:8 25.53 ± 0.15 50:40:10 27.12 ± 0.10 70:30:0 11.23 ±0.08 68:30:2 14.68 ± 0.18 66:30:4 21.65 ± 0.18 64:30:6 24.37 ± 0.18 62:30:8 26.52 ± 0.28 60:30:10 28.17 ± 0.03 80:20:0 12.67 ±0.72 78:20:2 15.07 ± 0.12 Universitas Sumatera Utara 76:20:4 22.87 ± 0.06 74:20:6 24.83 ± 0.06 72:20:8 26.85 ± 0.09 70:20:10 29.10 ± 0.05 Salmonella sp 60:40:0 12.07 ± 0.03 58:40:2 15.12 ± 0.08 56:40:4 19.30 ± 0.05 54:40:6 22.13 ± 0.08 52:40:8 26.10 ± 0.09 50:40:10 29.60 ± 0.53 70:30:0 12.18 ± 0.16 68:30:2 15.42 ± 0.10 66:30:4 19.85± 0.25 64:30:6 22.58± 0.10 62:30:8 26.48± 0.16 60:30:10 30.38± 0.32 80:20:0 12.25 ± 0.05 78:20:2 15.92 ± 0.08 76:20:4 20.53 ± 0.25 74:20:6 23.63 ± 0.23 72:20:8 26.86 ± 0.10 70:20:10 31.33 ± 0.58 E. coli 60:40:0 11.69 ± 0.60 58:40:2 14.45 ± 0.05 56:40:4 18.30 ± 0.05 54:40:6 22.13 ± 0.03 52:40:8 26.23 ± 0.08 50:40:10 28.83 ± 0.10 70:30:0 12.38± 0.54 68:30:2 15.47 ± 0.21 66:30:4 18.85 ±0.10 64:30:6 22.77 ± 0.03 62:30:8 26.53 ± 0.15 60:30:10 29.12 ± 0.54 80:20:0 12.57 ± 0.15 78:20:2 15.93 ± 0.13 76:20:4 19.80 ± 0.25 74:20:6 23.67 ± 0.25 72:20:8 26.73 ± 0.26 70:20:10 30.30 ± 0.26 SD = Standar Deviasi Universitas Sumatera Utara Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa Film WPI kontrol tanpa penambahan meniran memiliki sifat antibakteri yang sensitif. Pada penghambatan bakteri S. aureus sebesar 11.08; 11.23; 12.67 mm pada Salmonellasp sebesar 12.07; 12.18; 12.25 mm dan pada E. Coli sebesar 11.69; 12.38; 12.57 mm. Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Wieddyanto et al 2006 bahwafilm layak makan protein whey dapat menurunkan jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi permukaan daging. Kemudian sejalan dengan itu penelitian yang telah dilakukan juga oleh Natrajan 2000 film layak makan yang berasal dari protein dan polisakarida ternyata mampu menghambat pertumbuhan Salmonella sp pada permukaan daging ayam.Bahkan penelitian yang dilakukan oleh Cargi 2003 bahwa film layak makan berbahan dasar protein whey mampu menghambat pertumbuhan Listeria monocytogenes. Hal ini menandakan bahwa film layak makan WPI sensitif terhadap bakteri patogen.Penelitian dilakukan oleh Oscar, Ponce, Fritz, del Valle, dan Roura 2003 melihat perbedaan sensitifitas diameter zona hambat dikelompokan menjadi: tidak sensitif, sensitif, sangat sensitif dan ekstrim sensitif. Jika zona hambat kurang dari sama dengan 8 mm berarti tidak sensitif, antara 9 dan 14 mm berarti sensitif, antara 15 dan 19 mm berarti sangat sensitif dan lebih dari 20 mm ekstrim sensitif. Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan pada sampel meniran positif mengandung beberapa senyawa golongan alkaloid, flavonoid, triterpensteroid, tanin, antrakuinon dan glikosida. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gunawan 2008 telah mengisolasi danmengidentifikasi senyawa terpenoid dalam herba meniran Phyllanthus niruri L yang aktif terhadap bakteri S.aureus dan E.coli, dimana hasil menunjukan bahwa senyawa hasil isolasi merupakan golongan terpenoid yaitu 1,2-seco-cladiellan. Senyawa tersebut terbentuk dari karvon, dimana karvon merupakan senyawa golongan terpenoid yang mengandung gugus keton Universitas Sumatera Utara Gunawan at al, 2008. Senyawa inilah yang diduga aktif terhadap masing-masing sel bakteri gram positif maupun gram negatif. Berdasarkan nilai penghambatan diameter zona bening yang ditunjukkan Tabel 4.3, bakteri Salmonella sp dan E. coli gram negatif lebih sensitif terhadap film layak makan WPI-Meniran dibandingkan bakteri S. aureus gram positif. Mekanisme reaksi antara WPI-Meniran dan bakteri belum bisa diketahui secara pasti, namun dugaan mekanisme yang terjadi merujuk pada beberapa literatur yang ada. Pada bakteri gram negatif terdapat outer membran dan peptidoglikan yang tipis, sehingga muatan positif dari WPI-Meniran akan berinteraksi ionik dengan membran sel yang bermuatan negatif, sedangkan pada bakteri gram positif memiliki peptidoglikan 40-90 tebal sekitar 15-80 nm, sehingga perlindungan terhadap lisis jauh lebih baik dibanding bakteri gram negatif.

4.1.2.2. Hasil Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Tarnsform Infrared

Spectroscopy FT-IR Analisa FT-IR film layak makan WPI tanpa penambahan ekstrak tumbuhan meniran dalam penelitian ini digunakan untuk melihat gugus fungsi yang aktif terhadap sel bakteri dapat dilihat pada Gambar 4.5. Universitas Sumatera Utara Gambar 4.5. Spektrum FT-IR film layak makan WPI Berdasarkan spektrum FT-IR yang diperlihatkan dalam Gambar 4.5 menunjukan bahwa Film WPI kontrol tanpa penambahan herba meniran termasuk ke dalam kategori sensitif, karena berdasarkan uji FT-IR di dalam film WPI kontrol mengandung vibrasi gugus fungsi OH pada serapan 3600-3300 cm -1 yaitu pada 3417.86 cm -1 . Pada serapan 3500-3100 cm -1 terdapat puncak 3417.86 cm -1 ini menunjukan adanya vibrasi gugus amida N-H dan pada serapan 1350-1000 cm -1 terdapat puncak 1111.00 cm -1 ini menunjukan adanya vibrasi gugus amina C-N. Beberapa gugus tersebut mendukung aktivitas antibakteri. Mekanisme kerja antibakteri dari gugus OH diantaranya dapat berekasi dengan komponen fosfolipid Universitas Sumatera Utara dari membrane sel, sehingga menyebabkan peningkatan status permeabilitas sel membran atau dapat menyebabkan perubahan dalam komponen asam lemak dan kandungan fosfolipid, dan selanjutnya dapat menyebabkan kekacauan pada sistem membran sel Adolf, 2006. Menurut Yulina 2011 semakin banyak gugus amina, maka makin banyakpula muatan positifnya.Muatan positif ini yang akan berinteraksi dengan muatan negatif bakteri, yaitu dapat menarik molekul asam amino asam aspartat dan asamglutamat pembentuk protein dalam membran sel bakteri sehingga menyebabkan kebocoran membran intrasel. Gugus fungsional amina juga memiliki pasangan elektron bebas sehingga dapat menarik mineral Mg 2+ yang terdapat pada ribosom danmineral Ca 2+ yang terdapat pada dinding sel mikroba dengan membentuk ikatan kovalen koordinasi. Kedua hal tersebut yang menyebabkan WPI-Meniran dapat mengakibatkan timbulnya kebocoran intraseluler sehingga mikroba akan mati. Dari data FT-IR dan literatur yang ada, Bourtoom 2009 meneliti ikatan silang antara formaldehid dan gugus asam amino protein membentuk struktur polimer film. Dimana formaldehid juga memiliki ikatan karbonil C=O sama halnya seperti senyawa yang terkandung dalam herba meniran 1,2-seco-cladiellan. Oleh sebab itu peneliti memperkirakan mekanisme reaksi pembentukan film WPI-meniran dapat dilihat pada Gambar 4.6. Universitas Sumatera Utara H OH OCH 3 NH 2 + N C OCH 3 O As.amino senyawa herba meniran Produk I H OH H OCH 3 N C OCH 3 NH 2 N C NH +H 2 O Produk I As.amino Produk akhir Gambar 4.6 Skema ikatan silang antara senyawa1,2-seco-cladiellanpada herba meniran dan gugus asam amino pada protein Bourtoom, 2009 modifikasi. Keterangan gambar : = bagian senyawa meniran OH OCH 3 O O 1,2-seco-cladiellan = bagian asam dari asam amino Gambar 4.6 memperlihatkan mekanisme terbentuknya ikatan silang antara senyawa 1,2-seco-cladiellan pada herba meniran dan gugus asam amino pada protein. Dimana gugus karbonil C=O pada senyawa yang terkandung dalam herba meniran menyerang atom hidrogen dari gugus amina asam amino dari protein whey. Sehingga senyawa tersebut berikatan dengan gugus Nitrogen dari asam amino. Kemudian Meniran Meniran Meniran Meniran Universitas Sumatera Utara kembali bereaksi dengan asam amino lainnya sehingga membentuk suatu polimer film WPI-Meniran. ikatan yang terbentuk adalah ikatan peptida C-N, ikatan karbonil C-O eter, dan ikatan N-H. Hal ini didukung oleh pengujian dengan FT-IR film layak makan WPI-Meniran Gambar 4.7. Gambar 4.7. Spektrum FTIR film layak makan WPI-Meniran Berdasarkan spektrum FT-IR yang terdapat dalam Gambar 4.7 menunjukan bahwa pada serapan 3100-3500 cm -1 terdapat puncak 3425.56 cm -1 ini menunjukan adanya ikatan N-H, pada serapan 1350-1000 cm -1 terdapat puncak medium 1041.56 cm -1 ini menunjukan adanya ikatan peptida C-N. Pada gelombang 1300-1000 cm -1 terdapat puncak 1041.56 cm -1 menandakan adanya ikatan C-O-C yang merupakan Universitas Sumatera Utara ikatan dengan senyawa meniran. Sedangkan ikatan lainnya pada ekstrak tumbuhan meniran seperti C-C, C-O, C-N terletak pada bilangan gelombang 800-1300cm -1 . Gugus fungsi C=C, C=O, C=N, N=Oterletak pada bilangan gelombang1500-1900 cm -1 . C=C, C=N terletak pada bilangan gelombang 2000-2300 cm -1 . C-H, O-H, N-H terletak pada bilangan gelombang 2700-2800cm -1 . Tabel korelasi FT-IR dapat dilihat Lampiran 3.

4.1.2.2. Hasil Analisa Sifat Morfologi dengan Uji Scanning Electron Microscopy SEM

SEM digunakan untuk melihat film layak makan WPI-Meniran secara mikrostuktur. Karakteristik mikrofilm merupakan elemen penting dalam mengetahui sifat film. Foto mikrostruktur yang dihasilkan dengan menggunakan SEM bervariasi dari padat hingga renggang dan rata sampai bergelombang Gambar 4.8. a b Universitas Sumatera Utara c Gambar 4.8. Mikrostruktur film layak makan a WPI ; b WPI-Meniran 58:40:2 ; c WPI-Meniran 52:40:8 Gambar 4.8 memperlihatkan bahwa pada film WPI kontrol pemukaan tidak rata dan terdapat beberapa pori dan patahan pada mikrostrukturnya, hal ini diduga tempat dimana peluang senyawa meniran masuk, sehingga lebih rata dan rapat pada mikrostruktur WPI-Meniran. Sementara beberapa pori yang terlihat ketiga film ini disebabkan karena penggunaan kondisi vakum untuk menghilangkan gelembung udara pada saat pembuatan film layak makan. Krochta dalam Khotibul 2010 menyatakan bahwa penggunaan kondisi vakum untuk menghilangkan gelembung udara pada pembuatan film dapat mengurangi ukuran dan jumlah pori-pori pada film. Universitas Sumatera Utara

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan