Bakteri S. aureus Bakteri Patogen

2.4.2.4. Tanin

Tanin merupakan senyawa yang pada umumnya terdapat dalam tumbuhan berpembuluh, memiliki gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit karena kemampuannya menyambung silang protein. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer yang tidak larut dalam air. Secara kimia tanin dikelompokan menjadi dua golongan yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer Harborne, 1987. Tanin diidentifikasi dengan cara pengendapan menggunakan larutan gelatin 10, campuran natrium klorida- gelatin, Besi III klorida 3, dan timbal II asetat 25. 2.4.3.5. Saponin Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus Harborne, 1987. Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan mengocok ekstrak bersama air hangat di dalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang dapat bertahan lama, setelah penambahan HCl 2N busa tidak hilang.

2.5. Bakteri Patogen

2.5.1. Bakteri S. aureus

Staphylococcus adalah nama yang berasal dari istilah Yunani staphile sekelompok anggur dan kokkus strawberry. S. aureus merupakan bakteri berbentuk bulat coccus, yang bila diamati di bawah mikroskop tampak berpasangan, membentuk rantai pendek, atau membentuk kelompok yang tampak seperti tandan buah anggur. Universitas Sumatera Utara Beberapa strain dapat menghasilkan racun protein yang sangat tahan panas, yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Hampir semua orang pernah mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi dalam beratnya mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat yang mengancam jiwa. Bakteri ini bersifat Gram-positif dan hampir setiap orang pernah mengalami infeksi yang disebabkan oleh spesies ini Jawetz et al, 1996. S. aureus merupakan bakteri yang dapat menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan penyakit keracunan makanan Ajizah et al, 2007. S. aureus Gambar 2.5 adalah bakteri yang bersifat anaerobik fakultatif, termasuk dalam kelompok bakteri gram positif dan menghasilkan asam laktat. Sel S. aureus berbentuk bulat memiliki diameter sekitar 1 μm, berwarna kuning terang dan cenderung muncul bergerombol menyerupai seikat anggur atau tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur, tidak berspora, dan dapat menghemolisis sel darah. Gambar 2.5. Bakteri S. aureus Nancy, 2013 S. aureus mudah tumbuh dalam banyak pembenihan bakteriologik dalam keadaan aerobik atau mikroaerobik, tumbuh optimum pada suhu 30-37 o C, pH optimum 7,0 -7,5 dan tumbuh baik dalam larutan NaCl 15. S. aureus mengandung polisakarida dan protein yang bersifat antigen yang merupakan substansi penting di Universitas Sumatera Utara dalam struktur dinding sel. Peptodoglikan, suatu polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang terangkai, merupakan eksoskeleton yang kaku pada dinding sel. Peptodoglikan dihancurkan oleh asam kuat atau lisozim. Hal ini penting dalam patogenesis infeksi.Bakteri ini diisolasi dari lukabernanah, terutama dalam selaput hidung, folikel rambut, kulit dan perineum. Komponen utama dinding sel terdiri dari peptidoglikan, asam terikoat, dan protein Jawetz et al, 1996. Kerusakan makanan oleh bakteri S. aureus saat ini dapat diamati pada berbagai produk makanan. Selain itu bakteri S. aureus adalah patogen manusia yang menyebabkan kerusakan makanan yang memnyebabkan penyakit di seluruh dunia Elizaquıvel dan Aznar, 2008. S. aureus adalah salah satu dari mikroba pada kulit manusia Fujimoto et al, 2006. Pada kadar 89 dari wabah yang disebabkan oleh kontaminasi makanan oleh pekerja dibidang makanan, patogen dipindahkan ke makanan oleh tangan pekerja. Oleh karena itu, S. aureus adalah patogen penting yang harus dikontrol dalam industri makanan Shen et al, 2010.

2.5.2. Bakteri Salmonella sp