Gambar 2.7 Bakteri E. coli Drew F, 2010 Bakteri yang dapat menjadi penyebab infeksi salah satunya adalah bakteri ini
mudah menyebar dengan cara mencemari air dan mengkontaminasi bahan-bahan yang bersentuhan dengannya. Suatu proses pengolahan biasanya E. coli
mengkontaminasi alat-alat yang digunakan dalam industri pengolahan. Kontaminasi bakteri ini pada makanan atau alat-alat pengolahan merupakan suatu indikasi bahwa
praktek sanitasi dalam suatu industri kurang baik menjadi penyebab E. coli juga pernah ditemukan pada bahan makanan asal hewan seperti daging sapi dan daging
ayam segar Faridz et al, 2007.
2.6. Mekanisme Kerja Antibakteri
Kemampuan herba dalam menghambat pertumbuhan bakteri merupakan salah satu kriteria pemilihan senyawa antibakteri. Semakin kuat efek penghambatannya semakin
efektif digunakan. Pengaruh komponen antibakteri terhadap sel bakteri dapat menyebabkan
kerusakan sel yang yang berlanjut pada kematian. Kerusakan sel yang ditimbulkan komponen anti bakteri dapat bersifat mikrosidal kerusakan bersifat tetap atau mikro
statik kerusakan yang dapat pulih kembali. Suatu komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostaik tergantung pada konsentrasi komponen dan kultur yang
digunakan Adolf, 2006
Universitas Sumatera Utara
Menurut Suprianto dalam Thorpe 1995, cara kerja senyawa antibakteri dipengaruhi oleh sifat-sifat zatnya antara lain polaritas dan keadaan molekul. Sifat
hidrofilik sangat penting untuk menjamin bahwa antibakteri larut dalam air ketika pertumbuhan bakteri terjadi, sedangkan pada saat yang sama antibakteri bekerja pada
membran sel yang hidrofobik sehingga membutuhkan sifat hidrofobik Gambar 2.7.
Gambar 2.8 Perbandingan struktur dinding sel bakteri gram negatif dan positif Suprianto, 2008
Bakteri gram positif dapat dihambat dengan menyerang polimer dinding sel bakteri yang sangat tebal, sedangkan pada bakteri gram negatif antibakteri cenderung
melumpuhkan membran sel bakteri dan dan peptidoglikan yang tipis.
2.7. Penggabungan Matriks dengan Agen Antibakteri
Penelitian mengenai film layak makan protein whey telah dilakukan sebelumnya oleh Seacheol et al, 2005 dengan menggabungkan sistem laktoperoksidase dengan film
layak makan protein whey dengan mengikuti metode McHugh dan Krochta 1994. WPI dilarutkan ke dalam akuades dan ditambahkan gliserol dengan perbandingan
Universitas Sumatera Utara
tertentu, divakum untuk menghilangkan udara terlarut. Proses denaturasi dilakukan dengan pemanasan campuran pada suhu 90
o
C selama 30 menit, dan dilanjutkan dengan pendinginan di atas es. Proses terakhir dilakukan dengan penambahan
laktoperoksidase sebanyak 0,5 hingga 5,0 wv. Selain itu penelitian juga dilakukan oleh Khotibul 2010 dengan mengikuti metode Galietta et al 1998.
Larutan film dipanaskan pada suhu 90
o
C dengan di atas hot plate pH diatur hingga 5,2. Selanjutnya pengeringan dilakukan pada oven vakum pada suhu 34
o
C selama 38 jam. Monir et al, 2011 mengikuti yang metode yang dilakukan oleh Kim dan
Ustunol 2001 dengan sedikit modifikasi menjelaskan bahwa setelah pencampuran larutan film, diatur pH 8 dengan menggunakan NaOH kemudian dilakukan
pemanasan 90
o
C selama 30 menit sambil diaduk terus menerus, pada 5 menit terakhir ditambahkan agen antimikroba.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2012 – Juni 2013, di Laboratorium Penelitian FMIPA USU, Laboratorium Polimer FMIPA USU, Laboratorium
Fitokimia Farmasi USU, Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU, Laboratorium Biokimia UGM Yogyakarta, Geologi Kuarter PPPLG Bandung.
3.2. Bahan dan Alat