C. PEMBAHASAN
Dari hasil utama penelitian yang dianalisa menggunakan analisa uji independent sample t-test, diperoleh nilai signifikansi p 0.05, yaitu p=0.001,
sehingga diperoleh kesimpulan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian terbukti bahwa ada perbedaan kompetensi komunikasi antara remaja
awal bilingual dengan remaja awal monolingual. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan Spitzberg dan Cupach dalam Greene Burleson, 2003 bahwa
pengetahuan dan pendidikan seseorang akan mempengaruhi kemampuannya dalam berkomunikasi, sehingga individu yang menjalani pendidikannya dengan
program bilingual akan memiliki kemampuan komunikasi yang berbeda dengan individu yang mengikuti pendidikan dengan program monolingual.
Dari hasil analisa utama, diperoleh nilai mean kompetensi komunikasi remaja awal monolingual X=151.22 yang lebih tinggi dari mean remaja awal
bilingual X=145.19. Hal ini membuktikan bahwa kompetensi komunikasi remaja awal monolingual lebih baik dari kompetensi komunikasi yang dimiliki
remaja awal bilingual. Hasil ini bertentangan dengan pendapat Baker 2001 yang menyatakan bahwa individu yang memiliki kemampuan bilingual mempunyai
kesempatan untuk berkomunikasi dalam ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi dibanding individu monolingual, sehingga memungkinkan bagi mereka
untuk memiliki kompetensi komunikasi yang lebih baik. Namun, Baker 1995 juga menyatakan bahwa dengan menjadi bilingual, seseorang akan lebih berhati-
hati dalam berkomunikasi dengan orang lain yang dapat menghambat individu
Universitas Sumatera Utara
tersebut untuk berkomunikasi secara bebas sehingga dapat menurunkan kompetensi komunikasinya.
Bilingual di satu sisi memang telah terbukti dapat meningkatkan kemampuan seseorang, baik dalam komunikasi, kemampuan mengenal budaya,
perkembangan kognitif, serta kemampuan mengembangkan kepribadian Baker, 2001. Namun di sisi lain, dengan menjadi bilingual belum tentu menjamin
individu memiliki kompetensi komunikasi yang lebih baik dari individu monolingual. Seperti yang diungkapkan Ruben Stewart 2006 bahwa
pendidikan yang tinggi tidak menjamin seseorang memiliki kompetensi komunikasi yang baik. Seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi belum
tentu memiliki kompetensi komunikasi yang baik, bahkan dalam beberapa kasus pendidikan yang tinggi dapat menjadi penghambat seseorang untuk memiliki
kompetensi komunikasi yang baik. Penelitian yang dilakukan Renata dan Allport 1999 juga membuktikan
bahwa bilingual memang memiliki dampak negatif bagi perkembangan individu, dimana dapat menyebabkan gangguan perkembangan bahasa dan komunikasi. Hal
ini semakin membuktikan bahwa dengan menjadi bilingual justru dapat menghambat kompetensi komunikasi seseorang, yang menyebabkan kompetensi
komunikasi remaja bilingual menjadi lebih rendah dari remaja monolingual. Penelitian-penelitian di atas yang sejalan dengan hasil dalam penelitian ini
membuktikan bahwa bilingual disamping memiliki banyak manfaat positif ternyata juga memiliki efek atau dampak yang negatif bagi perkembangan dan
kemampuan komunikasi seorang individu. Penelitian-penelitian mengenai efek
Universitas Sumatera Utara
negatif dari pembelajaran bilingual memang sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Seperti yang diungkapkan oleh Saunders 1988, dalam bukunya tentang
anak-anak dan remaja bilingual, bahwa banyak penelitian yang mengindikasikan bilingualism memiliki efek negatif pada perkembangan intelektual. Salah satunya
adalah penelitian yang dilakukan Saer pada tahun 1923 yang menyimpulkan bahwa bilingualism menghasilkan inteligensi yang tidak lebih baik dari anak
monolingual, bahkan disimpulkan tidak ada perbedaan dalam tingkat inteligensi mereka.
Kompetensi komunikasi remaja awal bilingual yang lebih rendah dari remaja awal monolingual juga dapat dilihat dari masing-masing komponen
kompetensi komunikasinya. Hasil analisis menunjukkan adanya perbedaan kompetensi komunikasi pada komponen knowledge p=0.031 dan motivation
p=0.000. Pada komponen knowledge, mean remaja awal monolingual lebih tinggi
dari remaja awal bilingual, yang membuktikan kompetensi komunikasi remaja awal bilingul pada komponen knowledge lebih rendah dari remaja awal bilingual.
Dengan menjadi bilingual, remaja akan memiliki banyak pengetahuan mengenai dua bahasa yang dimilikinya, yaitu dua kali lipat dari pengetahuan yang dimiliki
remaja monolingual. Jika remaja tidak mampu mengimbangi banyaknya pengetahuan yang diperolehnya, maka remaja tersebut akan mengalami kekecauan
dan pencampuran bahasa dikarenakan pengetahuan atau informasi yang overload. Hal ini akan menyebabkan kompetensi komunikasi remaja bilingual menjadi lebih
rendah dari remaja monolingual. Pendapat yang sama juga diungkapkan Reynold
Universitas Sumatera Utara
dalam Saunders, 1988 yang menyatakan bahwa bilingual mengarahkan pada kekacauan dan pencampuran bahasa yang dapat menyebabkan kemampuan
komunikasi remaja bilingual lebih rendah dari remaja monolingual. Kompetensi komunikasi remaja awal bilingual pada komponen knowledge
yang lebih rendah dari remaja awal monolingual juga dapat dilihat melalui hasil analisa indikator perilakunya. Pada salah satu indikator perilaku, dapat dilihat
bahwa remaja awal bilingual memiliki kemampuan yang lebih rendah dalam memahami isi pesan yang disampaikan dibandingkan dengan remaja awal
monolingual. Hal ini dapat disebabkan karena bilingual memiliki tugas ekstra dalam membedakan dua bahasa yang digunakannya, yaitu pengalihan kode code-
switching dan penerjemahan yang dapat menyebabkan remaja menjadi lebih sulit memahami pesan yang disampaikan dalam komunikasi. Remaja awal monolingual
yang hanya menggunakan satu bahasa tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami isi pesan karena ia tidak perlu melakukan tugas ekstra seperti halnya
remaja awal bilingual Esch dan Riley 2003. Pada komponen motivation berdasarkan hasil analisa, dapat dilihat bahwa
mean remaja awal bilingual lebih rendah dari remaja awal monolingual, yang berarti remaja awal bilingual memiliki kompetensi komunikasi yang rendah pada
komponen motivation dibandingkan dengan remaja awal monolingual. Hasil ini juga diperkuat dengan hasil analisa pada tiap indikator perilaku yang
menunjukkan bahwa terdapat kompetensi komunikasi antara remaja awal bilingual dan monolingual di tiap indikator perilaku pada komponen motivation,
dimana hasil dari tiap indikator menunjukkan mean remaja bilingual yang lebih
Universitas Sumatera Utara
rendah dari monolingual. Hasil ini membuktikan bahwa remaja bilingual memiliki motivasi atau hasrat dan keinginan untuk melakukan komunikasi yang lebih
rendah daripada remaja monolingual. Salah satu hal yang dapat menyebabkan rendahnya kompetensi
komunikasi, khususnya pada komponen motivation, seorang individu bilingual adalah kecemasan yang dialaminya dalam berkomunikasi Rakhmat, 2001.
Kecemasan ini akan menjadi penghalang bagi remaja bilingual untuk berkomunikasi dengan orang lain dan dapat menurunkan motivasinya untuk
melakukan komunikasi. Sedangkan pada komponen skill tidak terdapat perbedaan kompetensi
antara remaja bilingual dengan monolingual p=0.188. Hasil ini menunjukkan bahwa dalam melakukan komunikasi, remaja awal bilingual memiliki kemampuan
yang sama dengan remaja awal monolingual. Hasil yang mendukung hal ini juga dapat dilihat dari analisa kompetensi komunikasi berdasarkan indikator perilaku.
Pada analisa indikator perilaku, terdapat dua indikator yang menyatakan perbedaan antara remaja awal bilingual dan monolingual, dimana pada salah satu
indikator terlihat mean remaja awal bilingual lebih tinggi, sedangkan pada indikator yang lain terlihat mean remaja awal monolingual lebih tinggi. Hasil ini
sejalan dengan pendapat yang diungkapkan Einar Haugen dalam Saunders, 1988, bahwa penggunaan dua bahasa tidak memberikan pengaruh terhadap
kemampuan komunikasi individu, baik kemampuan verbal maupun non-verbal, sehingga kemampuan dalam berkomunikasi yang dimiliki individu bilingual tidak
akan berbeda dengan individu monolingual.
Universitas Sumatera Utara
Hasil tambahan lain dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kompetensi komunikasi antara remaja awal berdasarkan usia
dan jenis kelamin p= 0.439 untuk usia dan p= 0.118 untuk jenis kelamin. Tidak adanya perbedaan kompetensi komunikasi antara remaja awal berdasarkan usia
dalam penelitian ini dapat disebabkan karena remaja yang menjadi subjek penelitian berada pada tahap perkembangan yang sama, yaitu tahap remaja awal
yang usianya berkisar antara 12-15 tahun Monks, 2004, sehingga perbedaan kompetensi komunikasi belum terlalu terlihat.
Sedangkan pada aspek jenis kelamin, juga tidak diperoleh hasil yang menyatakan adanya perbedaan kompetensi komunikasi antara remaja pria dan
wanita. Hal ini sejalan dengan penelitian Donovan dan MacIntyre dalam Soler dan Jordan, 2007 menyimpulkan bahwa jenis kelamin tidak mempengaruhi
kemampuan komunikasi seseorang. Walaupun kadang wanita dapat memiliki ketakutan yang lebih tinggi dan penerimaan diri yang lebih rendah pada situasi
komunikasi dibandingkan pria, hal ini tidak cukup untuk membuat kompetensi komunikasi wanita lebih rendah atau lebih tinggi dari pria.
Kompetensi komunikasi remaja awal bilingual berdasarkan hasil analisa utama dalam penelitian ini memang lebih rendah dari remaja awal monolingual.
Namun hasil analisa juga menyatakan bahwa kompetensi komunikasi remaja awal bilingual sudah cukup baik, dimana diperoleh nilai mean kompetensi komunikasi
remaja awal bilingual X=145.19 yang jauh lebih tinggi dari rata-rata skor kompetensi komunikasi umum mean hipotetik=120 berdasarkan skala
kompetensi komunikasi yang dibuat oleh peneliti. Hal ini menunjukkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
kompetensi komunikasi remaja awal bilingual yang menjadi subjek penelitian cukup baik dan berada di atas rata-rata kompetensi komunikasi umum
berdasarkan skala yang digunakan. Hasil ini sejalan dengan pendapat Baker 1995, 2001 yang menyatakan bahwa bilingual dapat mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan komunikasi seorang individu yang mengarah pada pencapaian kompetensi komunikasi yang baik.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan
diuraikan mengenai kesimpulan dari penelitian yang berisi rangkuman hasil penelitian yang dibuat berdasarkan analisa, interpretasi dan pembahasan data yang
telah diperoleh sebelumnya. Selanjutnya akan diuraikan saran-saran, yang berisi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya dengan mempertimbangkan
hasil penelitian yang telah diperoleh.
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Ada perbedaan kompetensi komunikasi antara remaja awal bilingual dan
monolingual. Dimana diperoleh nilai p=0.001 p0.005 dari hasil analisa melalui uji independent sample t-test, sehingga Hipotesa nol Ho ditolak dan
Hipotesa alternatif Ha yang dibuat oleh peneliti dapat diterima. 2.
Remaja awal bilingual memiliki kompetensi komunikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan kompetensi komunikasi remaja awal monolingual. Hal
ini dapat dilihat dari hasil analisa dimana nilai mean kompetensi komunikasi pada remaja awal monolingual X= 151.22 yang lebih tinggi dari pada nilai
mean kompetensi komunikasi remaja awal bilingual X=145.19, sehingga
Universitas Sumatera Utara