Pemeriksaan Pendengaran Gangguan Pendengaran

2.3.3. Pemeriksaan Pendengaran

Menurut Harold 1996 diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala ini termasuk pemeriksaan secara kualitatif atau kuantitatif audiometri nada murni. a Tes Batas Atas Batas Bawah ialah pemeriksaan untuk menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melewati hantaran udara bila dibunyikan pada intensitas ambang normal. Cara memeriksa: semua garpu tala dapat dimulai dari frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung kakinya dibunyikan dengan lunak dipetik dengan ujung jari kuku, didengarkan terlebih dahulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intensitas bunyi yang terendah bagi orang normal, kemudian diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat prosesus mastoideus pada jarak 1-2 cm dalam posisi tegak. b Tes Rinne ialah pemeriksaan untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang akan diperiksa. Cara memeriksa: Penala 512 Hz digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif +, bila tidak terdengar disebut Rinne negative -. c Tes Weber ialah pemeriksaan pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan. Cara memeriksa : penala 512 Hz digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala di vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu. Apabila lateralisasi ke telinga yang sakit disebut tuli konduktif sedangkan lateralisasi ke telinga yang sehat disebut tuli sensorineural. d Tes Schwabach ialah pemeriksaan pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal. Cara memeriksa : penala 512 Hz digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus telinga sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila Universitas Sumatera Utara pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut sama dengan Schwabach sama dengan pemeriksa. e Pemeriksaan dengan Tes Berbisik: Alat ukur yang digunakan ruangan yang cukup tenang dan ruangan cukup besar dengan panjang minimal 6 meter. Skala pengukuran yang digunakan pada pasien gangguan pendengan adalah skala pengukuran dengan skala numerik. Cara pemeriksaan adalah pasien berdiri pada ujung kamar dengan telinga yang akan diperiksa menghadap pemeriksa pada jarak 6 meter. Telinga yang lainnya ditutup dengan cara menekan tragus dengan jari pasien sehingga benar-benar tertutup. Pasien jangan melihat ke pemeriksa. Pemeriksaan selalu dimulai dengan telinga kanan, baru telinga kiri. Pemeriksa berbisik dengan udara yang masih tersisa dalam paru-paru sesudah ekspirasi. f Audiometri Nada Murni, perlu dipahami hal-hal seperti nada murni, bising narrow band,white noise, frekuensi, intensitas bunyi, ambang dengar, nilai nol audiometrik, standar ISO dan ASA, notasi pada audiogram, jenis dan derajat ketulian serta gap dan masking. Nada murni pure tone merupakan bunyi yang hanya mempunyai satu frekuensi, dinyatakan dalam jumlah getaran per detik. Bising merupakan bunyi yang mempunyai banyak frekuensi, terdiri dari narrow band: spektrum terbatas dan white noise: spektrum luas. Frekuensi ialah nada murni yang dihasilkan oleh getaran suatu benda yang sifatnya harmonis sederhana simple harmonic motion. Jumlah getaran per detik dinyatakan dalam Hertz. Bunyi suara yang dapat didengar oleh telinga manusia mempunyai frekuensi antara 20-18.000 Hertz. Bunyi yang mepunyai frekuensi di bawah 20 Hertz disebut infrasonik, sedangkan bunyi yang frekuensinya di atas 18.000 Hertz disebut suprasonik Ultrasonic. Intensitas bunyi dinyatakan dalam dB decibell, maka dikenal dB HL hearing level dan dB SL sensation level yang dasarnya adalah subyektif. Inilah yang biasanya digunakan pada audiometer. Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara AC dan menurut Universitas Sumatera Utara konduksi tulang BC. Bila dihubungkan dengan satu garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram diketahui jenis dan derajat ketulian. Nilai nol audiometric audiometric zero dalam dB HL dan dB SL, yaitu intensitas nada murni yang terkecil pada suatu frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga rata-rata orang dewasa muda yang normal 18-30 tahun. Pada tiap frekuensi intensitas nol audiometrik tidak sama. Telinga manusia paling sensitive terhadap bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang besar nilai audiometriknya kira-kira 0,0002 dynecm 2 . Jadi pada frekuensi 2000 Hz lebih besar dari 0,0002 dynecm 2 . Ditambah 2 standar yang dipakai yaitu Standar ISO International standard Organization dan ASA American standard Association. 0 dB ISO = -10 dB ASA atau 10 dB ISO = 0 dB ASA Pada audiogram angka-angka intensitas dalam dB bukan menyatakan kenaikan linier, tetapi merupakan kenaikan logaritmik secara perbandingan. Notasi pada audiogram dipakai grafik AC, yaitu dibuat dengan garis lurus penuh intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz dan grafik BC, yaitu dibuat dengan garis terputus-putus intensitas yang diperiksa 250-4000 Hz. Untuk telinga kiri dipakai warna biru dan telinga kanan dipakai warna merah. Sjarifuddin, 2007 Gambar 2.2.Test Rinne Sumber : Rukmini, 2000 Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Tes Weber Sumber : Rukmini,2000. Gambar 2.4. Audiometri Sumber : Sjarifuddin, 2007 Universitas Sumatera Utara Derajat ketulian ISO: 1. Jika peningkatan ambang batas antara 0-25 normal. 2. Jika peningkatan ambang batas antara 26-40 tuli ringan. 3. Jika peningkatan ambang batas antara 41-60 tuli sedang. 4. Jika peningkatan ambang batas antara 61-90 tuli berat. 5. Jika peningkatan ambang batas antara 90 tuli sangat berat.

2.3.4. Penatalaksanaan gangguan pendengaran