11
panggung, hanya saja dari segi ukir-ukiran atau ornamen rumah tradisional Aceh di tiap-tiap kabupaten di Provinsi Aceh NAD tidaklah sama, masing-masing
punya ragam ukiran yang berbeda Widosari,2010.
2. Bentuk Rumah Tradisional Aceh
Bentuk menurut Ching,1987 merupakan gabungan antara teknik dengan keindahan. Bentuk pada sebuah bangunan dapat dilihat dari penampilan luar yang
dapat dilihat melalui struktur formal, tata susun, komposisi yang menghasilkan gambaran nyata, massa 3 dimensi, wujud, penampilan dan konfigurasi. Unsur-
unsur utama timbulnya suatu bentuk bangunan adalah adanya titik, garis, bidang dan ruang. Wujud dasar dari bentuk bangunan adalah berbentuk lengkungan.
bentuk lingkaran, bentuk segitiga, dan bentuk bujur sangkar. Semua bentuk dapat dipahami sebagai hasil dari perubahan, melalui variasi-variasi yang timbul.
a. Denah Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.6. Denah Rumah Tradisional Aceh dengan 24 tiang
Sumber : Analisi penulis, 2015 berdasarkan tulisan Sabila dkk, 2014
Universitas Sumatera Utara
12
Gambar 2.7. Denah Rumah Tradisional Aceh dengan 16 tiang
Sumber : Analisis penulis, 2015 berdasarkan pengamatan rumah Aceh di Kota Banda Aceh
Denah rumah tradisional Aceh berbentuk persegi dan juga persegi panjang dan terdiri dari tiga jalur lantai memanjang sejajar dengan bubungan atapnya. jalur
lantai yang tengah sengaja ditinggikan 25 sampai 40 cm. Denah Rumah Aceh terdiri dari tiga atau lima ruang, rumah dengan tiga ruang memiliki 16
kolomtiang, sedangkan rumah dengan lima ruang memiliki 24 tiangkolom seperti gambar diatas. Jalur lantai terdepan dipakai sebagai serambi suami untuk
menerima tamu-tamu laki-laki, sedangkan jalur lantai belakang adalah untuk ibu dan keluarga dan bersifat pribadi skaral. Keduanya diantarai oleh dinding
seketeng, yang maksudnya untuk memisahkan serambi depan yang bersifat umum dengan serambi belakang yang bersifat pribadi Hadjad dkk, 1984.
Universitas Sumatera Utara
13
b. Tampak Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.8. Tampak Depan Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015
Gambar 2.9. Tampak Samping Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015
Gambar 2.10. Tampak Belakang Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015
Universitas Sumatera Utara
14
Rumah tradisional Aceh merupakan rumah panggung, biasanya memiliki ketinggian sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah. Rumah tradisional Aceh didirikan
di atas tiang-tiang kayu atau bambu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas dan banjir.
Tampak pada bangunan biasanya terdiri dari beberapa elemen yaitu :
Atap Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.11. Atap Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 Atap pada rumah tradisional Aceh berbentuk atap pelana yang hanya
menggunakan satu bubungan dan menggunakan bahan penutup berbahan rumbia yang memiliki andil besar dalam memperingan beban bangunan sehingga saat
gempa tidak mudah roboh. Fungsi yang lain pun rumbia juga menambah kesejukan ruangan. Keburukan sifat rumbiah yang mudah terbakar pun juga sudah
ada solusinya dalam rumah tradisional Aceh. Ketika rumbiah terbakar, pemotongan tali ijuk di dekat balok memanjang pada bagian atas dinding
mempercepat runtuhnya seluruh kap rumbiah ke samping bawah sehingga tidak merembet ke elemen bangunan lainnya Hadjad dkk, 1984.
Universitas Sumatera Utara
15
Proporsi Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.12. Proporsi Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Analisis Penulis, 2015 Rumah tradisional Aceh merupakan rumah panggung yang memiliki
proporsi ketinggian beragam, biasanya memiliki ketinggian tiang kolom sekitar 2,5-3 meter dari atas tanah sedengakan proporsi dinding memiliki tinggi yang
lebih rendah yaitu berukurana 1,5 – 2 meter. Rumah tradisional Aceh memiliki
tinggi pintu lebih rendah dari ketinggian orang dewasa. Biasanya ketinggian pintu ini hanya berukuran 120-150 cm sehingga setiap orang yang masuk ke rumah
tradisional Aceh harus menunduk. Namun, begitu masuk, kita akan merasakan ruang yang sangat lapang karena di dalam rumah tak ada perabot berupa kursi
atau meja. Semua orang duduk bersila di atas tikar ngom dari bahan sejenis ilalang yang tumbuh di rawa yang dilapisi tikar pandan Hadjad dkk, 1984.
Universitas Sumatera Utara
16
Dinding Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.13. Dinding Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi Pibadi, 2015 Dinding rumah tradisional Aceh terbuat dari papan kayu atau bilah bambu,
penggunaan material tersebut mempengaruhi penghawan udara yang sangat baik karena udara dapat pengalir melalui selah selah antara atap dan dinding. Pada
bagian dinding rumah tradisional Aceh terdapat tempelan tempelan ornamen yang mempengaruhi unsur tradisional Aceh Hadjad dkk,1984.
Pintu Jendela Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.14. Pintu Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi Pibadi, 2015 dan Analisis Penulis berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984
Universitas Sumatera Utara
17
Pada dinding sebelah depan yang menghadap ke halaman rumah terdapat pintu masuk yang disebut pinto rumah, yang berukuran lebih kurang lebar 0,8
meter, dan tingginya 1.8 meter. Pintu masuk ini kadang-kadang terdapat pada dinding sebelah kanan ruangan serambi depan Hadjad dkk,1984.
Gambar 2.15. Jendela Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 dan Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984
Pada dinding sebelah samping kanan dan kiri terdapat jendela yang berukuran lebih kurang lebar 0.6 meter dan tingginya 1 meter yang disebut
tingkap. Kadang-kadang jendela terdapat juga pada dinding sisi depan. Jendela- jendela tersebut terdapat pada rumah yang berdinding papan, sedangkan pada
rumah yang berdinding tepasbamboo pada umumnya tidak memakai jendela Hadjad dkk : 1984.
Universitas Sumatera Utara
18
Warna Rumah Tradisional Aceh
Gambar 2.16. Warna Dinding Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 dan
onlyaceh.blogspot.com
Warna pada rumah tradisional Aceh umumnya memakai warna kuning, krem dan merah, orange, hitam yang kadang kadang di kombinasikan dengan
warna putih. Jika terdapat warna warna lain itu merupakan akibat pengaruh masa kini Hadjad dkk, 1984.
Tabel 2.1. Kesan Warna Pada Rumah Tradisional Aceh Hadjad dkk, 1984
Warna Kesan
Merah Emosi yang berubah-ubah, naik turun, hidup
menggairahkan dan
menyenangkan, menumbuhkan semangat.
Universitas Sumatera Utara
19
Kuning Memiliki karakter kuat, hangat, dan memberi
nuansa cerah. Menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan.
Putih Bersifat netral, tanpa perasaan dan memliki
kesan suci. Orange
Menunjukkan kehangatan, kesehatan pikiran dan kegembiraan.
Hitam Melambangkan perlindungan.
Ragam Hias Ornamen Rumah TradisionalAceh
Pada bangunan tradisional Aceh banyak dijumpai ukiran- ukiran, karena masyarakat Aceh pada hakekatnya termasuk suku bangsa yang berjiwa seni.
Ukiran-ukiran itu terutama dijumpai pada bangunan- bangunan rumah tempat tinggal dan bangunan-bangunan rumah ibadat seperti pada Meuseujid mesjid
dan meunasah surau. Ukiran-ukiran yang terdapat pada bangunan tradisional seperti tersebut di atas mempunyai berbagai motif atau ragam hias. Motif-motif
tersebut adalah motif yang berhubungan dengan lingkungan alam seperti : flora, fauna, awan, bintang dan bulan. Fungsi utama dari berbagai jenis motif dan ragam
hias itu adalah sebagai hiasan semata-mata, sehingga dari ukirin tersebut tidak mengandung arti dak maksud-maksud tertentu, kecuali motif bintang dan bulan,
yang menunjukkan simbul ke-Islaman, motif awan berarak AWAN meucanek yang menunjukkan lambang kesuburan, dan motif tali berpintal taloe meuputa
yang menunjukkan ikatan persaudaraan yang kuat bagi masyarakat Aceh Hadjad dkk, 1984.
Universitas Sumatera Utara
20
Pada rumah tradisional Aceh, ada beberapa motif hiasan ornamen yang dipakai, yaitu: Hadjad dkk,1984
1 Motif keagamaan. Hiasan Rumah Aceh yang bercorak keagamaan
merupakan ukiran-ukiran yang diambil dari ayat-ayat al-Quran;
Gambar 2.17. Motif ornamen keagamaan
Sumber : Hadjad dkk, 1984 2
Motif flora. Motif flora yang digunakan adalah stelirisasi tumbuh- tumbuhan baik berbentuk daun, akar, batang, ataupun bunga-bungaan.
Ukiran berbentuk stilirisasi tumbuh-tumbuhan ini tidak diberi warna, jikapun ada, warna yang digunakan adalah Merah dan Hitam. Ragam
hias ini biasanya terdapat pada rinyeuen tangga, dinding, tulak angen, kindang, balok pada bagian kap, dan jendela rumah;
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 2.18. Motif Ornamen Flora
Sumber : Hadjad dkk, 1984 3
Motif fauna. Motif binatang yang biasanya digunakan adalah binatang- binatang yang sering dilihat dan disukai, umumnya bermotifknan
binatang unggas seperti merpati, balam, perkutut.
Gambar 2.19.
Motif ornamen Fauna Sumber : Hadjad dkk, 1984
Universitas Sumatera Utara
22
4 Motif alam. Motif alam yang digunakan oleh masyarakat Aceh di antaranya adalah: langit dan awannya, langit dan bulan, dan bintang
dan laut; dan 5 Motif lainnya, seperti rantee, lidah, dan lain sebagainya.
3. Konstruksi Struktur Rumah Tradisional Aceh
Rumah tradisional Aceh mampu bertahan hingga ratusan tahun tentunya didukung oleh konstruksi yang kokoh dan mutu bahan bangunan yang berkualitas.
Dari segi konstruksi, penempatan tiang rumah menyebabkan pembagian ruang rumah tradisional Aceh pada umumnya terdiri tiga ruang bertiang 16 atau lima
ruang bertiang 24. Rumah tradisional Aceh didirikan di atas tiang-tiang kayu atau bambu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari serangan binatang buas dan
banjir. Karena berkolong maka orang hidup di atas lantai yang selalu kering, jadi lebih sehat Hadjad,1984.
Rumah tradisional Aceh terbukti mampu bertahan dari gempa karena struktur utama yang kokoh dan elastis. Kunci kekokohan dan keelastisan ini ada
pada hubungan antar struktur utama yang saling mengunci, hanya dengan pasak dan bajoe, tanpa paku, serta membentuk kotak tiga dimensional yang utuh rigid.
Keelastisan ini menyebabkan struktur bangunan tidak mudah patah, namun hanya terombang-ambing ke kanan kiri yang kemudian kembali tegak atau pun
bangunan terlikuifaksi terangkat ke atas yang kemudian mampu jatuh kembali ke tempat semula. Jika bangunan bergeser pun hanya beberapa centimeter saja
dan dalam keadaan utuh.
Universitas Sumatera Utara
23
Gambar 2.20 . Kerangka Konstruksi Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Hadjad dkk, 1984 Tiga komponen struktur utama yang menjadi pusat kekokohan bangunan
meliputi pondasi komponen kaki sebagai pusat beban bangunan terbesar, kemudian tiang dan balok antar tiang komponen badan sebagai penyalur beban
dari atas dan dari samping, serta rangka atap komponen kepala sebagai penyangga beban elemen paling atas bangunan dan dari samping atas Widosari :
2010.
Gambar 2.21. Komponen Struktur Utama Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984
Rangka Atap Tiang dan Balok
antar tiang
Tiang dan Pondasi
Universitas Sumatera Utara
24
Sistim konstruksinya menggunakan tiang-tiang dan gelagar yang saling ditusukkan dan dikancing dengan pasak dari bambu. Untuk unsur-unsur bangunan
yang kecil dipakai sistim ikat, dengan tali rotan, ijuk dan lain sebagainya
Gambar 2.22. Sistim Ikat pada Konstruksi Rumah Tradisional Aceh
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015
Gambar 2.23. Pola Penyambungan dan Hubungan Tiang pada Rumah
Tradisional Aceh Sumber : Hadjad dkk, 1984
Universitas Sumatera Utara
25
2.1.1.2. Bangunan Tempat Ibadah Mesjid Tradisional Aceh Meuseujid
Mesjid tradisional Aceh Meuseujid adalah istilah dalam bahasa Aceh, sedangkan dalam Bahasa Indonesia disebut mesjid. Istilah meuseujid dalam
bahasa Aceh atau mesjid dalam bahasa Indonesia berasal dari perkataan masjid Jari Bahasa Arab, yang berarti tempat sujud.
1. Jenis jenis Mesjid Tradisional Aceh
s
Gambar 2.24. Jenis Jenis Mesjid Tradisional Aceh dari Berbagai daerah di Aceh.
Sumber : gpswisataindonesia.blogspot.com
Universitas Sumatera Utara
26
Bentuk mesjid tradisional Aceh umumnya hampir sama yang memiliki sebuah ruangan saja, yaitu ruangan tempat salat. Ruangan tersebut merupakan
sebuah ruangan berbentuk bujur sangkar Hadjad dkk, 1984.
Gambar 2.25. Denah Mesjid Tradisional Aceh.
Sumber : portalsatu.com
2. KonstruksiStruktur Mesjid Tradisonal Aceh
Struktur bangunan pada masjid tradisonal Aceh ditunjang oleh empat buah tiang utama yang bersegi delapan yang disebut tameh teungoh. Keempat buah
tiang utama itu tepat di tengah-tengah bangunan mesjid tradisional Aceh dan menjadi penunjang pokok atap lapisan atas yang berbentuk limas. Selain empat
buah tiang pokok yang terdapat di tengah-tengah bangunan mesjid tradisional Aceh, maka pada keempat sisi bangunan mesjid tradisional Aceh itu terdapat juga
tiang-tiang pendek yang juga bersegi delapan yang disebut tameh Ungka yang
Universitas Sumatera Utara
27
jumlahnya dua belas buah. Tiang-tiang itu berfungsi sebagai penunjang atap lapisan bawah mesjid tradisional Aceh Hadjad dkk, 1984.
Gambar 2.26. Tampak Mesjid Tradisional Aceh.
Sumber : portalsatu.com Dinding pada mesjid tradisional Aceh mengunakan dinding setengah
terbukasetengah permanen karena dikelilingi oleh dinding tembok yang tingginya hanya satu setengah meter. Lantai ruangan terbuat terbuat dari semen. Pada sisi
sebelah Timur sisi depan terdapat tangga dari beton setinggi dinding beton. Tangga itu dipergunakan sebagai jalan untuk masuk ke dalam ruangan mesjid
tradisional Aceh Hadjad dkk, 1984.
Universitas Sumatera Utara
28
Gambar 2.27. Konstruksi Mesjid Tradisional Aceh.
Sumber : Hadjad dkk, 1984 Bentuk atap mesjid tradisional Aceh berbentuk atap tumpang yang terdiri
atas dua lapisan yaitu atap lapisan bawah dan atap lapisan atas. Atap lapisan atas berbentuk limas, sehingga pada mesjid tradisional Aceh tidak didapati kubah
seperti yang lazim kita dapati pada mesjid-mesjid zaman sekarang. Namun didapati juga mesjid tradisional Aceh yang sudah diubah puncak bentuk limas
dengan puncak bentuk kubah. Bangunan meuseujid itu selalu menghadap ke Timur, sehingga sisi belakangnya berada di sebelah Barat, karena disesuaikan
dengan arah kiblat Hadjad dkk, 1984.
3. Ragam Hias Ornamen Mesjid Tradisional Aceh
Ornamen pada mesjid tradisional Aceh biasanya mengunakan jenis ornamen yang sama dengan ornamen pada rumah tradisional Aceh. Selain ragam
hiasornemen bermotif flora, fauna, alam dan keagamaan, maka pada bangunan tradisional Aceh terdapat juga ragam hiasornemen yang lain seperti :
Universitas Sumatera Utara
29
a. Ragam hiasOrnamen berbentuk pintalan tali yang disebut taloe meuputa,
karena ragam ini menyerupai pintalan tali.
Gambar 2.28. Ornamen pintalan tali di Mesjid Tradisional Aceh.
Sumber : Analisis Penulis, 2015 berdasarkan buku Arsitektur Tradisonal Aceh oleh Hadjad dkk, 1984
b. Ragam HiasOrnamen Geometris
ornamen geometris termaksud kedalam ornamen keagamaan sebagai pendukung di ornamen kaligrafi islam, pada masjid tradisional Aceh biasanya
diaplikasikan di bagian dinding saja. Pola-pola geometris yang digunakan pada masjid tradisional Aceh umumnya berbentuk lingkaran, segitiga, persegi, dan segi
enam.
Gambar 2.29. Pola Geometris pada Mesjid Tradisional Aceh.
Sumber : Hadjad dkk, 1984
Universitas Sumatera Utara
30
2.2. Museum 1.2.1. Pengertian Museum
Pengertian Museum berkaitan dengan warisan budaya yang merupakan lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-
benda bukti materil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa Pasal 1
ayat 1 PP. No. 19 Tahun 1995. Keputusan Mendikbud No.093011979 menyatakan bahwa museum
adalah mengumpulkan, merawat, mengawetkan, meneliti, dan menerbitkan hasilnya. Disamping itu museum mempunyai tugas untuk menyajikan pameran
dan memberikan bimbingan edukatif kultural, benda benda yang bernilai budaya dan ilmiyah kepada masyarakat atau pengunjung.
Museum merupakan tempat untuk menyimpulkan, menyimpan, merawat, melestarikan, mengkaji, mengkomunikasikan, bukti material hasil budaya
manusia, dan juga lingkungannya. Secara umum Museum merupakan sebuah gedung atau bangunan yang
menyimpan benda benda warisan yang memiliki nilai sejarah yang pantas untuk di simpan. Seiring perkembangan zaman , sejarah tumbuh kembangnya Museum
banyak mengalami perubahan fungsi, maka dari itu museum harus di kembangkan dan menambah pemeliharaan, pengawetan dan penyajian.
Museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat tetap, namun tidak untuk mencari keuntungan, melainkan untuk melayani masyarakat, dan
pengembangannya terbuka untuk umum, yang memperoleh, merawat,
Universitas Sumatera Utara
31
menghubungkan dan memamerkan, untuk tujuan pendidikan, penelitian, dan kesenangan. Barang barang pembuktian manusia dan lingkungannya.
Internasional Council Of Museum,
1997
Internasional of Museum
1997
juga menyimpulkan beberapa pengertian museum sebagai berikut :
Museum adalah suatu lembaga atau tugas untuk menghimpun, menyelamatkan,dan melestarikan warisan sejarah, alam, dan
budaya, untuk di wariskan kepada generasi penerus. Museum juga merupakan sebagai lembaga ilmiah dan tempat
penelitian bagi cendikiawan dalam rangka penggalian nilai nilai luhur budaya daerah untuk pembinaan dan pengembangan
kebudayaan. Museum juga berfungsi sebagai pusat informasi budaya dalam
rangka penyaluran ilmu penegtahuan untuk ikut pencerdaskan kehidupan bangsa.
Museum juga berperan sebagai objek wisata budaya yang penting artinya bagi upaya pengembanganindustri pariwisata,
dan lain lain.
1.2.2. Fungsi Museum
Museum menurut ICOM 1997 mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Mengumpulkan dan pengaman warisan alam dan budaya.
2. Dokumentasi dan penelitian ilmiah. 3. Konservasi dan preservasi.
Universitas Sumatera Utara
32
4. Penyebaran dan pemerataan ilmu untuk umum. 5. Pengenalan dan penghayatan kesenian.
6. Pengenalan kebudayaan antar daerah dan bangsa. 7. Visualisasi alam dan budaya.
8. Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia. 9. Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Museum berfungsi untuk melestarika warisan sejarah, alam, dan budaya, dengan cara mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkaji, mengkomunikasikan
dan memamerkan, sehingga museum mempunyai peran untuk kepentingan masyarakat umum, yang di manfaatkan untuk penelitian, pendidikan dan rekreasi
dalam rangka untuk mencerdaskan bangsa.
2.3. Konsep Museum Tsunami Aceh Sebagai Karya Ridwan Kamil
Museum Tsunami dibangun oleh pemerintah Kota Banda Aceh dengan cara mengadakan lomba sayembara terbuka yang di menangkan oleh judul desain
Rumah Aceh Escape Hill yang merupakan karya arsitek Indonesia yaitu M Ridwan Kamil pada tahun 2007.
2.3.1. Ridwan Kamil Sebagai Arsitek
M. Ridwan Kamil, lahir di Bandung, 4 Oktober 1971. Beliau adalah putra dari Dr. Atje Misbach, S.H alm. dan Dra. Tjutju Sukaesih. Ridwan Kamil
menempuh pendidikan nya di SDN Banjarsari III Bandung 1977-1984 . Setelah tamat SD kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 2 Bandung
kemudian di SMA Negeri 3 Bandung pada tahun 1987 -1990. Setelah tamat SMA, ia melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung di jurusan
Universitas Sumatera Utara
33
Teknik Arsitektur 1990 – 1995. Lulus dari ITB Ridwan kamil bekerja di
Amerika Serikat dan kemudian mendapatkan beasiswa di University of California, Berkeley sambil bekerja di Departemen Perancanaan Kota Berkeley
http:issuu.comrk4bdg
Gamabar 2.30. Ridwan Kamil
Sumber : news.fimadani.com Tahun 2002 Ridwan Kamil pulang ke Indonesia dan dua tahun kemudian
mendirikan Urbane, firma yang bergerak dalam bidang jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain. Kini Ridwan Kamil aktif menjabat sebagai
Prinsipal PT. Urbane Indonesia, Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung, serta Senior Urban Design Consultant SOM, EDAW Hong
Kong San Francisco, dan SAA Singapura dan sekarang telah menjadi Wali Kota Bandung Priode 2013-2018 http:issuu.comrk4bdg
Universitas Sumatera Utara
34
Ridwan Kamil adalah arsitek muda Indonesia dengan reputasi Internasional. Nama besar dan karya-karyanya menjadi inspirasi bagi banyak arsitek muda
lainnya di Indonesia. Ridwan Kamil juga merupakan seorang arsitek ekspresif, banyak prestasi dan karyanya yang membuat orang kagum. Ridwan Kamil telah
menangani banyak proyek besar di mancanegara, seperti di Singapura, Thailand, Vietnam, Cina, Hong Kong, Bahrain dan Uni Emirat Arab dan masih banyak
lainnya. Bukan hanya proyek berkelas yang di tanganinya, masih banyak karyanya yang lain yang yang menerapkan konsep eskpresif dan mendapat
penghargaan salah satunya adalah Museum Tsunami Aceh. 2.3.2.
Konsep Museum Tsunami Aceh 2.3.2.1. Konsep Denah
Gambar 2.31. Konsep Ilustrasi Bentuk Denah Museum Tsunami Aceh
Sumber : Balai Arsip Tsunami Aceh,2015 dan Tim Kajian Desain Ridwan Kamil, 2007
Denah Museum Tsunami Aceh menganalogikan sebuah epicenter atau pusat pusaran air dari gelombang laut tsunami.
Universitas Sumatera Utara
35
2.3.2.2. Konsep Fasad
Gambar 2.32. Konsep Ilustrasi Bentuk Fasad Bangunan Museum Tsunami Aceh
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015
archive.kaskus.co.id
Bentuk fasad bangunan Museum Tsunami Aceh ini menganalogikan bentuk kapal di atas rumah, kapal tersebut merupakan salah satu fenomena yang
terdampar didekat pantai di daerah lampulo baru Kota Banda Aceh pada saat terjadi bencana tsunami pada 26 Desember 2004 dan saat ini kapal tersebut telah
dijadikan sebagai museum wisata situs tsunami Aceh. Pada bangunan Museum Tsunami Aceh dipertinggi dengan kolom-kolom dibawahnya.
Selain dari bentuk museum yang seperti kapal, terdapat bagian bentuk yang menonjol, yaitu pada bagian yang terlihat seperti sumur silender. Bentuk tersebut
membentuk suatu ruang yang didalamnya terdapat makna, pada bagian atas sumur tersebut terdapat sebuah lubang yang menyorotkan cahaya ke atas langit dengan
Universitas Sumatera Utara
36
tulisan arab “Allah” . Ekspresi dari bentuk tersebut sangat mengandung nilai-nilai religi yang merupakan cerminan konsep hubungan manusia dan Allah.
2.3.2.3. Konsep Atap
Gambar 2.33. Konsep Atap Bangunan Museum Tsunami Aceh
Sumber :
panduanwisata.id
Desain atap
Museum Tsunami
menganalogikan sebagai
bukit penyelamatan sebagai antisipasi terhadap bahaya jika suatu saat terjadi Tsunami,
yang juga merupakan taman terbuka publik yang dapat diakses dab dipergunakan setiap saat sebagai respon terhadap konteks urban.
2.3.2.4. Konsep Dinding
Gambar 2.34. Konsep Dinding Museum Tsunami Aceh
Sumber : Dokumentasi pribadi, 2015
www.kidnesia.com
Universitas Sumatera Utara
37
Dinding pada Museum Tsunami Aceh mengunakan konsep hubungan antar umat manusia. Hal tersebut diterapkan pada kulit bangunan eksterior. Ukiran kulit
bangunan tersebut mengadopsi dari tari saman yang menurut sang arsiteknya melambangkan kekompakan dan kerja sama antar manusia Aceh.
2.3.2.5. Konsep Ruang Dalam 1. Ruang
Space of Fear Lorong Tsunami
Gambar 2.35. Konsep Ruang Space of Fear Lorong Tsunami
Sumber :
rinaldimunir.wordpress.com sp.beritasatu.com
Lorong tsunami merupakan akses awal untuk memasuki Museum Tsunami Aceh. Memiliki panjang 30 m dan tinggi mencapai 23 m melambangkan tingginya
gelombang tsunami yang terjadi pada tahun 2004. Air mengalir di kedua sisi dinding museum, suara gemuruh air, cahaya yang remang dan gelap, lorong yang
sempit dan lembab, mendeskripsikan ketakutan masyarakat Aceh pada saat tsunami terjadi, atau disebut space of fear.
2. Ruang Memorial Hall
Memorial Hall merupakan ruang kenangan yang memiliki 26 monitor sebagai lambang dari kejadian tsunami yang melanda Aceh ada 26 Desember
Universitas Sumatera Utara
38
2004. Setiap monitor menampilkan gambar dan foto para korban dan lokasi bencana yang melanda Aceh pada saat tsunami sebanyak 40 gambar yang
ditampilkan dalam bentuk slide.
Gambar 2.36.
Konsep Ruang Memorial Hall Sumber :
www.bandaacehtourism.com
Ruangan ini mengingatkan kembali kenangan tsunami yang melanda Aceh atau disebut space of memory yang tidak mudah untuk dilupakan dan dapat
dipetik hikmah dari kejadian tersebut. Memorial hall ini dilengkapi dengan pencahayaan dari lubang-
lubang sebuah ‘reflecting pool’ yang berada di atasnya dan ketinggian lantai pun berbeda-bedan level.
3. Ruang Sumur Doa
Ruangan berbentuk silinder dengan cahaya remang dan ketinggian 30 meter ini memiliki kurang lebih 2.000 nama-nama koban tsunami yang tertera disetiap
dindingnya. Ruangan ini difilosofikan sebagai kuburan massal tsunami dan pengunjung yang memasuki ruangan ini dianjurkan untuk mendoakan para korban
menurut agama dan kepercayaan masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
39
Gambar 2.37. Konsep Ruang Sumur Doa
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015 Ruangan ini juga menggambarkan hubungan manusia dengan Tuhannya
yang dilambangkan dengan tulisan kaligrafi Allah yang tertera di atas cerobong dengan cahaya yang mengarah ke atas langit langit dan pad berada di ruangan ini
terdengar suara lantunan ayat-ayat Al- Qur’an.
4. Ruang Atrium Of Hope
Gambar 2.38. Konsep Ruang Atrium Of Hope
Sumber :
www.bandaacehtourism.com
Ruangan ini adalah area berupa ruang yang besar, sebagai simbol dari harapan dan optimisme menuju masa depan yang lebih baik. Pengunjung akan
menggunakan ramp yang terlihat seperti jembatan Jembatan perdamaian untuk melintasi kolam dan atrium dan merasakan suasana hati yang lega.
Universitas Sumatera Utara
40
2.4. Studi Kasus Sejenis
Tabel 2.2. Studi Kasus Sejenis
Judul, Tahun, Wilayah, Nama Peneliti
Tujuan Penelitian Metode Penelitian
dan Pendekatan Hasil Penelitian
Studi Penerapan Arsitektur Pasundan, Pada Bangunan
Selasar Seni Sunaryo, 2000. Semarang, Rosina Indah
Ayuni. Penelitian
ini bertujuan
untuk mengkaji sejauh mana
penerapan prinsip
atau kaidah arsitektur local,
khususnya Arsietektur pasundan
pada desain bangunan Selasar Seni Sunaryo
Metode penelitian ini dilakukan dengan cara
melakuan survey,
study literature, dan menggunkan
metoda deskriptif
analisis dengan pengumpulan
data fisik dan non fisik Bangunan selasar seni ini merupakan wadah
dalam berkarya
yang mencerminkan
karakteristik sunaryo sebagai perupa yang memadukan nilai nilai budaya local khususnya
Arsitektur pasundan pada gagasan gagasan yang cenderung dipengruhi oleh mederennitas yaitu :
1. Pemilihan tapak 3.
Bentuk 4.
Penataan lingkungannya. Terapan Konsep Bangunan
Bertujuan mengkaji Penelitian
ini Dari hasil nalisis, hasil yang di dapat pada The
Universitas Sumatera Utara
41
Tradisional Bali pada Objek Rancang-Bangun Karya
Popo Danes, 2013, Surabaya, Poela Art
Aprimavista, Mariana Wibowo, dan Dody Wondo
terapan nilai-nilai
budaya bangsa
Indonesia, khususnya budaya Bali dari tiga
objek kajian
rancangan Popo
Danes yang dipilih, dengan menggunakan
5 batasan
konsep bangunan tradisional
Bali sebagai
tolak ukur
atau paramternya.
dilakukan dengan
menguunakan motode penelitian
kualitatif yang bersifat deskriptif
untuk menjelaskan
secara rinci
setiap keadaan
yang menyangkut
dengan rancangan Popo Danes
yang memiliki
keterikatan dengan ciri bangunan
tradisional Bali.
Long House terdapat penerapan kelima konsep bangunan tradisional Bali yaitu :
1.
Pola Zoning
2.
Elemen Struktur dan Konstruksi
3.
Ragam Hiasornament
4.
Material
5.
Elemen Pendukung
Penerapan House pengaplikasiannya hanya ada pada dua aspek, yaitu :
1.
aspek pola zoning dan tipologi ruang konsep
2.
Penggunaan material.
Universitas Sumatera Utara
42
Perubahan Bentuk Bangunan Bale Tani Dan Bale
Bontar Di Dusun Sade Lombok Tengah, 2011,
Malang, Nur Fivi Anggraeny, Antariksa,
Noviani Suryasari Penelitian
ini bertujuan
untuk mengidentifikasi dan
menganalisis perubahan secara fisik
yang terjadi pada bangunan Bale
Tani dan Bale Bontar di
Dusun Sade,
kemudian menganalisis
penyebab dan faktor- faktor apa saja yang
mempengaruhi Dalam
studi ini,
digunakan metode
penelitian historis
– kualitatif
–deskriptif. Data
–data dari
pengumpulan hasil survey primer,
melalui media foto, alat pencatatan, dan
alat penggambaran,
serta wawancarainterview
yang dilakukan dengan pihak
–pihak yang Hasil penelitian yang didapat adalah bahwa telah
terjadi perubahanperubahan yang terjadi pada bangunan Bale Tani dan Bale
Bontar di Dusun Sade yaitu dari elemen : 1.
Atap 2.
Material 3.
Bentuk 4.
Fasade.
Universitas Sumatera Utara
43
perubahan tersebut terkait.
Survey sekunder
diperoleh dari studi pustaka dan
karya ilmiah Transformasi Tipologi Denah
Bale Daja Pada Cottage Hotel Resort Teluk Lebangan,
2014, Malang, Biendra Azizi Wedhantara.
Bertujuan untuk
membahas bentuk
Arsitektur tradisional Bali asli dan juga
melihat sejauh mana perubahan yang telah
dilakukan, karakter
utama yang dimiliki, dan juga peraturan
Tahapan Metode Dibagi Menjadi 3
Yaitu: 1.
Pengumpulan Data
2. Analisis Data
3. Pemaparan
Hasil Dari hasil penelitian, eksplorasi transformasi
didapatkan 2 alternatif bentuk untuk cottage jenis family room. Transformasi yang dipakai
meliputi beberapa tahap dengan 4 modal utama yaitu :
1. Pemecahan break , pengirisan cut ,
penambahan addition, dan pertautan meshing.
2. Volume bangunan
Universitas Sumatera Utara
44
kosmologis yang
dianut 3.
Perubahan ketinggian dan pelebaran 4.
Skala
Universitas Sumatera Utara
45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu prosedur atau langkah langkah untuk pendapatkan pengetahuan ilmiah atau ilmu Suryana : 2010. Jadi metode penelitian
adalah cara bagaimana untuk menyusun ilmu pengetahuan dan bagaimana cara melakukan atau melaksanakan penelian.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian historis –kualitatif–deskriptif.
Metode historis adalah suatu proses mengkaji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan sejarah agar hasil dari penelitian ini lebih lengkap. Metode kualitatif
merupkan tahapan atau prosedur penelitian yang menghasilkan data secara deskriptif, yaitu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan objek yang dapat
diamati. Metode kualitatif adalah metode yang mendeskripsikan suatu objek yang dianalisis. Untuk sampai kepada tujuan penelitian, maka di perlukan seperangkat
metode kerja yang komprehensif dan sistematif. Jenis penelitian ini digunakan karna data yang di peroleh dapat melengkapi yang dapat menunjang dengan penggunaan
pengumpulan data yaitu dengan peelitian secara deskriptif. Metode deskriptif ialah metode yang digunakan untuk mentafsirkan data yang ada.
3.2. Variabel penelitian
Variabel merupakan segala sesuatu yang memiliki nilai nilai yang beragam Sinulingga, 2011. Variabel penelitian ditetapkan malalui pertimbangan variable
yang diterapkan dari hasil studi kasus sejenis pada bab 2 yaitu:
Universitas Sumatera Utara