konsistensi Pemerintah Daerah dalam memelihara dan melestarikan kelembagaan dan perangkat adat di Provinsi Sumatera Barat.
2. Hukum Tidak Tertulis a. Kewilayahan
Konsep Nagari adalah konsep pemerintahan desa adat di Sumatera Barat, yang di dalamnya terdiri dari himpunan berbagai suku yang
mempunyai wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri. Jadi setiap Nagari sudah memiliki batas-batas wilayah pemerintahan adat yang jelas dan
tegas berdasarkan kesepakatan para ketua adat secara turun temurun hingga generasi sekarang.
b. Kebudayaan
Pada umumnya masyarakat Minangkau adalah pemeluk agama Islam yang fanatik. Proses transformasi ajaran Islam berjalan secara turun-
temurun melalui tempat-tempat ibadah di kampung-kampung yang disebut dengan surau.
Jauh sebelum terbitnya Peraturan Daerah tentang Pemanfaatan Tanah Ulayat, secara tidak tertulis sudah ada pengakuan dari pemerintah
mengenai lembaga adat, hukum adat dan hak atas tanah ulayat kepada kesatuan masyarakat hukum adat di Sumatera Barat. Konsep Nagari,
Penghulu, Penghulu Suku, Mamak Kepala Waris, dan Ninik Mamak sudah menjadi ciri khas di dalam kebudayan masyarakat Sumatera Barat yang
dikenal luas secara nasional. Sistem kekerabatan yang berlaku menganut pola matrilineal, artinya
bahwa silsilah keturunan berdasarkan garis ibu. Sebagai contoh, seorang laki-laki paman, ia bertanggung jawab untuk membantu anak dari
saudara perempuanya sekandung kemenakan. Hal ini sudah menjadi adat istiadat pada masyarakat di Minangkabau yang berlangsung secara turun
temurun, dan akan terus terpelihara melalui kelembagaan adat yang disebut Nagari.
28
Masyarakat Minangkabau telah mengadaptasi teknologi sesuai jamannya, mulai teknologi sederhana sampai teknologi modern. Adat
istiadat Minangkabau memberikan kesempatan kepada warganya agar tidak hanya memanfaatkan, tetapi juga mampu mengembangkan teknologi
untuk meningkatkan taraf kehidupannya ke arah yang lebih baik. Masyarakat hukum adat memperoleh pengetahuan secara turun
temurun dari para leluhurnya. Biasanya pengetahuan yang dipelajari berkaitan dengan pola hidup dan sistem mata pencarian. Pada masyarakat
hukum adat yang memiliki pekerjaan sebagai nelayan di laut, maka pengetahuan lokal masyarakat lebih banyak berhubungan dengan
pengetahuan akan kondisi cuaca dan iklim, astronomi, teknik penangkapan dan pengolahan ikan serta jenis dan habitat ikan. Mereka mampu
mengenal kalender musin dengan baik, meskipun demikian tidak semua aktivitas mereka bergantung pada kalender.
Masyarakat mengenal musim Gabua, Ambu-ambu dan Udang karena pada musim-musin tersebut didominasi jenis ikan-ikan tersebut. Selain itu
mengenal juga musim Anggauombak gadang ombak besar atau musim kemarau untuk menjelaskan kondisi hasil tangkapan ikan tidak ada sama
sekali. Kemudian dikenal musim Payang atau Pukek untuk menjelaskan kondisi dimana hasil tangkapan ikan melimpah.
Adanya peruntukan tanah yang diperoleh anggota kaum untuk memakai dan menikmati hasil atas bagian tanah ulayat dalam pengawasan
Mamak Kepala Waris, yang dikenal dengan Gunggam Bauntuak. Hal ini sebagai bentuk kerukunan dan kebersamaan untuk menghilangkan
kesenjangan sosial antara warga dalam satu kaum maupun dalam satu Nagari. Sistem penguasaan tanah secara kolektif pada tanah ulayat, akan
membangun sistem ekonomi kerakyatan yang seadil-adilnya.
3. Implementasi dan Kendala Pengakuan Hukum a. Implementasi