Hukum Tidak Tertulis NUSA TENGGARA BARAT

Berbagai artefak kebudayaan masyarakat memperoleh perhatian dari Pemerintah Daerah NTB dengan dibangunnya Taman Budaya NTB. Di dalam taman budaya tersebut, hasil karya yang bernilai seni budaya dari berbagai suku di NTB. Namun demikian dokumen tertulis yang menjelaskan kebudayaan masyarakat tersebut banyak yang sudah aidak terdokumentasikan.

2. Hukum Tidak Tertulis

a. Kewilayahan

Masyarakat hukum adat Suku Sasak di Kabupaten Lombok, dan Suku Mbojo di Kabupaten Bima mendiami suatu wilayah secara berkelompok. Mereka telah mendiami wilayah tersebut secara turun temurun, sehingga terbentuk sistem kekerabatan yang kuat. Penguasaan wilayah tersebut secara kolektif, dan karenanya tidak dapat dimiliki secara pribadi. Hal-hal yang berkenaan dengan pemanfaatan wilayah ulayat tersebut diatur secara adat dan dikendalikan oleh Kepala Suku. Sedangkan Suku Samawa di Kabupaten Sumbawa hidup berkelompok dan berpindah- pindah dari satu daerah ke daerah lain.

b. Kebudayaan

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat terdapat tiga suku besar, yaitu Suku Sasak, suku Mbojo dan Suku Samawa. Suku Sasak mendiami Pulau Lombok, dan mereka masih mempertahankan eksistensi kelembagaan adat melalui Balai Adat. Kemudian Suku Mbojo atau kenal pula dengan dana Mbojo Tanah Bima mendiami Kabupaten Bima, Dompu dan sekitarnya. Selanjutnya Suku Samawa mendiami Sumbawa dan sekitarnya. Suku ini hidupnya berpindah-pindah dari satu wilayah ke wialayah lain. Keberadaan lembaga adat di Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya kasus Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Timur telah banyak membantu pemerintah dalam menyelesaikan persoalan hukum yang terjadi pada masyarakat. Ketika hukum formal tidak mampu menyelesaikan persoalan masyarakat, maka hukum adatlah yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut selama tidak bertentangan dengan hukum pemerintah. Prinsip hukum adat yang 61 dikembangkan bersifat universal, sehingga sampai saat ini Pemerintah Provinsi NTB tetap menerapkan hukum adat dalam membangun nilai-nilai kesetikawanan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai contoh penyelesaian masalah hukum melalui hukum adat, yaitu pada kasus Desa Sukrarare. Di desa ini, administrasi pemerintah desa dilaksankaan oleh pemeritnah desa, akan tetapi penyelesaian masalah hukum diselesaikan melalui hukum adat oleh kelembagaan adat. Penyelesaian permasalahan melalui hukum adat tersebut dilakukan di Balai Adat. Semua keputusan hukum dilahirkan melalui Balai Adat, sehingga seluruh masyarakat dapat hadir untuk melihat dan memberikan saran yang pada akhirnya pengusung, penghulu dan pemangku memutuskan melalui upacara adat apabila aspek hukum dipandang benar dan perlu mendapat perhatian secara seksama. Hukum adat di NTB tidak menghendaki keputusan salah atau benar. Akan tetapi harus mengarah pada perdamaian yang diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Dalam penyelesaian permasalahan itu terjaga perasaan masing-masing pihak yang bermasalah. Balai Adat dibangun atas swadaya masyakaat, dan dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Selain sebagai tempat untuk menyelesaikan permasalahan warga, Balai Adat juga digunakan untuk pelestarian dan penanam nilai budaya. Melalui Balai Adat ini diharapkan adat istiadat Suku Sasak mampu mengikuti perkembangan jaman tanpa harus mengalami pelunturan nilai budaya. Melalui Balai Adat ini terbangun komitmen, bahwa budaya bukan sesuatu yang tertutup, akan tetapi diharapkan mampu diterapkan sebagai bagian dari kehidupan.

3. Implementasi