ANALISIS PANGSA PASAR KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG

VI. ANALISIS PANGSA PASAR KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TANA TORAJA DAN ENREKANG

Dinamika sebaran pangsa pasar market share dari enam daerah produsen kopi arabika yang ada di Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang dianalisis dengan metode Markov Chain. Enam daerah produsen utama kopi arabika tersebut adalah Kecamatan Baraka dan Alla di Kabupaten Enrekang, serta Kecamatan Mengkendek, Rinding Allo, Sesean dan Saluputi di Kabupatan Tana Toraja. Analisis dilakukan dengan menggunakan data perkembangan luas areal, produksi dan pangsa pasar selama tujuh tahun berturut-turut, yaitu dari tahun 1997 sampai dengan 2003 dari daerah-daerah produsen kopi arabika tersebut. Dengan menggunakan software QSB - 3: Markov Analysis Program dan pangsa pasar sebagai state, maka akan menghasilkan matriks peluang transisi sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 14 berikut. Tabel 14. Matriks Peluang Transisi Pangsa Pasar Kopi Arabika di Kabupaten Enrekang dan Tana Toraja Periode II Periode I BR AL MK RA SS SL BR AL MK RA SS SL 0.200 0.201 0.196 0.193 0.218 0.178 0.132 0.122 0.122 0.126 0.112 0.115 0.139 0.140 0.133 0.134 0.121 0.122 0.213 0.217 0.222 0.227 0.239 0.236 0.170 0.172 0.175 0.171 0.168 0.184 0.146 0.148 0.152 0.149 0.142 0.165 Berdasarkan hasil analisis seperti yang disajikan pada Tabel 14, dapat dilihat bahwa hanya kecamatan Rinding Allo yang mempunyai kecenderungan kuat dari suatu tahun ke tahun berikutnya untuk cenderung tetap pada kelas pangsa pasar yang sama. Hal ini ditunjukkan oleh nilai peluang pada diagonal utama untuk daerah tersebut yang lebih besar bila dibandingkan dengan nilai peluang lainnya pada baris yang sama. Sedangkan lima daerah produsen kopi arabika lainnya Baraka, Alla, Mengkendek, Sesean dan Saluputi mempunyai kecenderungan kuat pangsa pasarnya akan berubah-ubah dari suatu tahun ke tahun berikutnya. Indikasinya ditunjukkan oleh nilai peluang pada diagonal utama yang tidak selalu lebih besar atau lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai peluang lainnya pada baris yang sama. Hal lain yang dapat dilihat dari matriks peluang transisi tersebut adalah kemungkinan naik atau turunnya pangsa pasar dari daerah produsen kopi arabika, dengan cara menjumlahkan semua nilai peluang ke kanan untuk yang meningkat dan nilai peluang ke kiri untuk yang menurun. Dengan cara ini dapat dilihat bahwa pangsa pasar dari tiga daerah produsen kopi arabika, yaitu Kecamatan Baraka, Alla, dan Mengkendek mempunyai peluang meningkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan peluang menurun. Peluang meningkatnya pangsa pasar untuk Kecamatan Baraka, Alla dan Mengkendek masing-masing sebesar 80, 67.7 dan 54.9. Sementara peluang pangsa pasarnya akan turun untuk ketiga daerah tersebut hanya bernilai 0.0 , 20.1 dan 31.8. Sedangkan pangsa pasar dua daerah produsen lainnya, yaitu Kecamatan Sesean dan Saluputi mempunyai peluang menurun yang lebih tinggi dibandingkan dengan peluang meningkat. Peluang menurunnya pangsa pasar untuk Kecamatan Sesean dan Saluputi, masing-masing sebesar 69.0 dan 83.5. Sementara peluang pangsa pasarnya akan meningkat hanya bernilai 14.2 dan 0.0. Vektor peluang keadaan awal dari keeanam daerah produsen kopi arabika di dua kabupaten tersebut adalah w = 0.173 0.209 0.115 0.252 0.097 0.154. Vektor ini memberikan arti bahwa pangsa pasar kopi arabika terbesar pada kondisi awal dimiliki oleh Kecamatan Rinding Allo, yaitu sebesar 25.2. Kemudian berturut-turut diikuti oleh Kecamatan Alla 20.9, Baraka 17.3, Saluputi 15.4 dan Mengkendek 11.5. Daerah produsen kopi arabika dengan pangsa pasar terkecil adalah Kecamatan Sesean 9.7. Pada kondisi ekuilibrium steady state yaitu bila asumsi kestasioneran rantai Markov terpenuhi, maka akan didapatkan vektor sebaran keseimbangan Π = 0.136 0.221 0.204 0.118 0.159 0.162. Vektor sebaran keseimbangan ini dapat dipandang sebagai dugaan pangsa pasar kopi arabika dari keenam daerah produsen tersebut pada kondisi ekuilibrium. Dalam kondisi ekuilibrium, pangsa pasar kopi arabika terbesar di dua kabupaten tersebut dimiliki oleh Kecamatan Alla, yaitu sebesar 22.1. Kemudian berturut-turut diikuti oleh Kecamatan Mengkendek 20.4, Saluputi 16.2, Sesean 15.9, dan Baraka 13.6. Sedangkan daerah produsen dengan pangsa pasar terkecil adalah Kecamatan Rinding Allo 11.8. Untuk melihat perubahan pangsa pasar kopi arabika dari keenam daerah produsen tersebut, maka dapat dilihat perbandingan pangsa pasar market share antara keadaan awal dan setelah tercapai kondisi ekuilibrium, seperti dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Perbandingan Vektor Peluang Pangsa Pasar Kopi Arabika pada Kondisi Awal dan Ekuilibrium Kondisi BR AL MK RA SS SL Awal 0.173 0.209 0.115 0.252 0.097 0.154 Ekuilibrium 0.136 0.221 0.204 0.118 0.159 0.162 Sebagaimana dapat dilihat pada tabel 15, bila dibandingkan dengan keadaan awal, maka pangsa pasar kopi arabika dari Kecamatan Baraka dan Rinding Allo mengalami penurunan masing-masing sebesar 21.4 dan 53.2. Sedangkan empat daerah produsen lainnya yaitu Kecamatan Alla, Mengkendek, Sesean dan Saluputi pangsa pasarnya meningkat. Peningkatan pangsa pasar terbesar dicapai oleh Kecamatan Mengkendek 77.4, kemudian berturut-turut diikuti oleh Kecamatan Sesean 63.9, Alla 5.7 dan Saluputi 5.2. Pergeseran pangsa pasar kopi arabika yang terjadi pada enam daerah sentra produksi di Sulawesi Selatan tersebut terjadi karena perbedaan implementasi kebijakan program pengembangannya. Sebagaimana pembangunan pertanian pada umumnya, maka program pengembangan kopi arabika juga dipengaruhi oleh empat faktor utama, yaitu faktor sumberdaya alam, teknologi, kelembagaan dan sumberdaya manusia. Keempat faktor tersebut akan berkembang dan bersinergi secara terpadu dalam suatu sistem pengembangan agribisnis. Dari sudut sumberdaya alam misalnya, setidaknya ada dua hal yang dapat menjadi faktor penyebab terjadinya pergeseran pangsa pasar, yaitu kondisi tanaman dan lingkungan lahan dan iklim. Untuk kondisi tanaman, disamping komposisi umur tanaman, maka produktifitas yang mampu dicapai oleh petani di daerah yang bersangkutan juga akan berpengaruh. Telaah tentang kondisi tanaman pada ke enam daerah sentra kopi arabika tersebut dapat dilihat pada Tabel 16. Dari Tabel 16 tersebut dapat dilihat bahwa kecamatan Rindingg Allo memiliki komposisi tanaman yang kurang menguntungkan. Tanaman dengan klasifikasi tua dan rusak TTTR persentasenya tertinggi 26.5 bila dibandingkan dengan lima daerah lainnya. Sementra itu tanaman muda belum menghasilkan TBM persentasenya juga cukup tinggi 24.3. Sedangkan Kecamatan Alla memiliki persentase tanaman tuarusak dan belum menghasilkan yang relatif rendah, yaitu 18.9 dan 6.7 atau lebih ideal bila dibandingkan dengan komposisi tanaman kopi arabika yang ada di Kecamatan Rinding Allo. Tabel 16. Komposisi Tanaman Kopi Arabika pada Enam Sentra Produksi di Sulawesi Selatan,Tahun 2004 Luas areal Ha Kecamatan TBM TM TTTR Jumlah Produksi Kg Produktifitas KgHa Baraka Alla Mengkendek Saluputi Rinding Allo Sesean 722 21.0 228 6.7 684 31.0 350 27.1 1 139 24.3 215 16.8 2 150 62.6 2 548 74.4 1 211 54.8 716 55.5 2 303 49.2 798 62.5 560 16.4 648 18.9 313 14.2 224 17.4 1 239 26.5 264 20.7 3 432 100.0 3 424 100.0 2 208 100.0 1 290 100.0 4 681 100.0 1 277 100.0 2 050 2 041 508 293 1 013 311 953 801 420 409 440 390 Keterangan: Angka dalam kurung adalah persentase Sumber: Statistik Perkebunan Tana Toraja dan Enrekang, 2005 Begitu juga bila dilihat dari produktifitas tanaman, kopi arabika di daerah Alla 801 kgha jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan Rinding Allo 440 kgha. Pencapaian produktifitas tanaman kopi arabika di daerah Rinding Allo ini tergolong sangat rendah, apalagi bila dibandingkan dengan produktifitas tanaman kopi arabika di daerah Baraka yang sudah mencapai 953 kgha. Tanpa mengabaikan tiga faktor lainnya, sumberdaya manusia menjadi faktor yang sangat penting dalam pengembangan kopi arabika di Sulawesi Selatan, khususnya pada daerah-daerah yang menjadi sentra utama produksi. Kualitas petani dan tenaga kerja akan direfleksikan oleh seberapa jauh petani telah berbudaya industri, dapat menerima teknologi baru, berorientasi pada pasar serta memiliki kemauan untuk meningkatkan kemampuan manajemen usahataninya. Dalam banyak hal, kualitas petani dan tenaga kerja yang terlibat dalam usahatani kopi arabika ini akan dipengaruhi oleh perubahan struktur ekonomi, demografis serta dinamika aspek sosial budaya lainnya. Petani sebagai produsen sangat berperanan besar dalam meningkatkan kinerja program pengembangan kopi arabika. Akan tetapi, pengamatan menunjukkan bahwa kebijakan dalam pengembangan sumberdaya manusia di pedesaan, terutama dari segi mutu dan keterampilan petani, relatif kurang berjalan sesuai dengan harapan. Berbagai program yang telah dicanangkan seringkali tidak dapat diimplementasikan di lapangan. Pada tahap lebih lanjut, hal ini akan berpengaruh terhadap pergeseran pangsa pasar yang terjadi pada beberapa daerah produsen tersebut. Pengembangan dan peningkatan kualitas petani dan tenaga kerja kopi arabika perlu didukung oleh penyediaan sarana dan prasarana peningkatan produksi yang memadai, kebijakan pemerintah yang kondusif dan mampu memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan nilai tambah ekonominya. Dalam usaha untuk mengembangkan usahatani kopi arabika menjadi usahatani yang modern, mampu merespon setiap sinyal perubahan pasar, diharapkan peranan dan dukungan lembaga ekonomi dan pendidikan di setiap daerah sentra agar memberikan peluang bagi petani untuk meningkatkan kualitasnya. Perlu dilakukan identifikasi dan evaluasi terhadap lembaga yabg ada di masyarakat sehingga dapat diketahui peranan dan kinerjanya dalam meningkatkan kualitas sumberdaya petani. Perubahan etos kerja petani kearah yang lebih efisien dan berorientasi pasar sangat dibutuhkan agar petani dapat secara kreatif mengembangkan keterampilannya dalam menangkap dan mensiasati peluang pasar. Demikian juga dalam merespon dan mensiasati peluang terjadinya pergeseran pangsa pasar yang ada. Dilihat dari aspek sosial budaya, kualitas petani secara umum akan sangat dipengaruhi oleh etos kerjanya. Etos kerja merupakan bagian dari sistem nilai yang berfungsi menjadi pedoman bagi seseorang dalam bersikap dan memandang kerja sebagai perilaku kehidupannya. Pemahaman dan peningkatan etos kerja petani sangat penting untuk meningkatkan kualitasnya agar dapat bersaing, menangkap peluang dan dan menghadapi tantangan dalam persaingan regional maupun global. Petani yang dianggap memiliki etos kerja yang tinggi diindikasikan oleh dinamika kegiatan usahataninya secara ulet dan berkesinambungan. Dalam konteks dinamika perubahan pangsa pasar kopi arabika yang akan terjadi pada daerah-daerah sentra utama tersebut, peningkatan etos kerja petani menjadi salah satu faktor penentu dalam merespon perubahan sinyal pasar.

VII. ANALISIS TATANIAGA KOPI ARABIKA DI PROPINSI SULAWESI SELATAN