Model Persamaan Struktural Structural Equation ModelingSEM

perikanan dapat efisien sehingga produk industri perikanan yang dihasilkan mampu bersaing secara global.

3.8 Model Persamaan Struktural Structural Equation ModelingSEM

Analisis pengembangan industri perikanan berbasis PPSNZ Jakarta dengan menggunakan persamaan structural equation model SEM, Menurut Ferdinand 2002, yang dimaksudkan dengan persamaan struktural SEM adalah sekumpulan teknik statistik yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif “rumit” secara simultan. Hubungan rumit itu dapat dibangun antara satu variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen. Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor konstruk yang dibangun dari beberapa variabel indikator. Ghozali dan Fuad 2005 menyatakan bahwa pengertian SEM merupakan gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor factor analysis yang dikembangkan di ilmu psikologi dan psikometri dengan model persamaan simultan Simultaneous Equation Modeling yang dikembangkan di ekonometrika. Teknis analisis structural equation modeling SEM merupakan pendekatan terintegrasi antara analisis faktor, model struktural dan analisis Path. Di sisi lain SEM juga merupakan pendekatan yang terintegrasi antara analisis data dengan konstruksi konsep. Didalam SEM peneliti dapat melakukan tiga kegiatan secara serentak, yaitu pemeriksaan, validitas dan reliabilitas instrumen setara dengan faktor analisis confirmatory, pengujian model hubungan antara variabel latent setara dengan analisis Path, dan mendapatkan model yang bermanfaat untuk prakiraan setara dengan model struktural atau analisis regresi Solimun 2002. Software yang tersedia untuk menganalisis diantaranya LISREL, AMOS. LISREL adalah satu-satunya program SEM yang tercanggih dan yang dapat mengestimasi berbagai masalah SEM yang bahkan hampir tidak mungkin dapat dilakukan oleh program lain, seperti AMOS, EQS dan lain sebagainya. Disamping itu, LISREL merupakan program yang paling informatif dalam menyajikan hasil-hasil statistik, sehingga modifikasi model dan penyebab tidak fit atau buruknya suatu model dapat dengan mudah diketahui. Penggunaan variabel moderating dan juga non-linearitas pada SEM bahkan tidak lagi mustahil digunakan berkat LISREL Ghozali dan Fuad 2005. Penggunaan SEM dengan LISREL pada jurnal Information System Research sekitar 15 sedangkan SEM AMOS hanya sekitar 3, pada jurnal Management Information Systems Quarterly penggunaan LISREL 13 sedangkan AMOS sekitar 3. Untuk penelitian ini digunakan LISREL 8,54 yang diterbitkan bulan April 2005 Joreskoq dan Sorbom 2005. Tujuan pertama penggunaan SEM adalah untuk menentukan apakah model plausible masuk akal atau fit. Pengertian fit adalah model dikatakan benar berdasarkan data yang dimiliki. Tujuan kedua adalah untuk menguji berbagai hipotesis yang telah dibangun sebelumnya Ghozali dan Fuad 2005. Penggunaan SEM dengan program LISREL 8,54 versi student jumlah variabel masih terbatas. Setelah dicoba digali melalui internet terdapat LISREL 8,72 versi student, namun jumlah variabel juga masih terbatas. Dengan 54 variabel yang digunakan dalam penelitian ini dicoba lagi menggali informasi internet dan diperoleh LISREL 8,72 full version ternyata memiliki kelebihan dapat menganalisis secara bersamaan 54 variabel bahkan apabila diperlukan masih mampu lebih dari 54 variabel secara serentak. Alasan penggunaan program LISREL ini karena paling banyak digunakan dan dipublikasikan pada berbagai jurnal ilmiah dan disiplin ilmu Austin dan Calderon 1996 Byrne 1998 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005. Langkah-langkah Penggunaan SEM Ada 7 langkah penggunaan SEM Hair et al.1998, rinciannya disajikan pada Gambar 6. Gambar 6 Langkah-langkah pendekatan SEM Hair et al. 1998. Langkah ke 1 Pengembangan Model Berbasis Konsep dan Teori Langkah ke 2 Mengkontruksi Diagram Path Langkah ke 3 Konversi Diagram Path ke Model Struktural Langkah ke 4 Memilih Matriks Input Langkah ke 5 Menilai Masalah Identifikasi Langkah ke 6 Evaluasi Goodness-Of-Fit Langkah ke 7 Interpretasi dan Modifikasi Model Langkah ke 1: Pengembangan model berbasis konsep dan teori Prinsip didalam SEM adalah menganalisis hubungan kausal antar variable eksogen dan endogen. Disamping dapat dilakukan secara bersamaan untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. Hubungan kausal adalah apabila terjadi perubahan nilai didalam suatu variable akan menghasilkan perubahan dalam variabel lain. Langkah awal didalam SEM adalah pengembangan model hipotik yaitu suatu model yang mempunyai justifikasi teori atau konsep. Setelah itu model dilakukan verifikasi berdasarkan data empirik melalui SEM. Dengan demikian peneliti dalam mengembangkan teori harus melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka yang intens guna mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan. Dengan demikian tanpa dilandasi teoritis yang kuat maka SEM tidak dapat digunakan. Hal ini disebabkan SEM tidak digunakan untuk menghasilkan sebuah model melainkan digunakan untuk mengkonfirmasi model hipotik melalui data empirik Solimun 2002. Sejak dini penggunaan SEM harus hati-hati karena hubungan sebab akibat dari variabel bukan dihasilkan oleh SEM; akan tetapi hasil analisis SEM adalah untuk membenarkan adanya kausalitas teoritis melalui uji data empirik. Oleh karena itu telaah teori yang mendalam untuk model yang akan dikaji adalah “syarat mutlak” dalam aplikasi SEM. Langkah ke 2: Menyusun Path Diagram Pada langkah kedua dibuat path diagram. Tujuan penyusunan path diagram ini adalah untuk mempermudah peneliti melihat hubungan kausalitas yang ingin diuji. Apabila hubungan kausal tersebut ada yang belum mantap maka dapat dibuat beberapa model yang kemudian diuji menggunakan SEM untuk mendapatkan model yang paling tepat. Setelah model teoritis diuraikan pada langkah pertama maka dikembangkan path diagram. Model path diagram dalam kajian analisis pengembangan industri perikanan yang berbasis PPSNZ Jakarta memasuki era globalisasi di sajikan pada Gambar 7. Komponen yang berupa konstruk didalam diagram diatas dapat dibedakan menjadi 2 dua kelompok konstruk yaitu konstruk eksogen dan konstruk endogen. Dimaksudkan dengan konstruk eksogen atau disebut dengan independent variable adalah yang tidak diprediksi oleh varibel lain dalam model. Dalam diagram konstruk eksogen ini dituju oleh garis dengan satu ujung anak panah. Dapat juga terjadi diantara konstruk eksogen ini dihubungkan dengan garis lengkung dengan kedua ujungnya ada anak panah untuk menjelaskan bahwa di antara kedua konstruk eksogen tersebut mengindikasikan adanya korelasi. Kemudian pengertian konstruk endogen atau faktor yang diprediksi oleh satu atau beberapa konstruk. Konstruk endogen dapat memprediksi satu atau beberapa konstruk endogen lain tetapi konstruk eksogen hanya dapat berhubungan kausal dengan konstruk endogen. Berdasarkan pengertian diatas maka peneliti dapat menentukan mana yang akan diperlakukan sebagai konstruk endogen dan mana sebagai konstruk eksogen. Berdasarkan teori model pada telaah pustaka di atas dapat dikembangkan kerangka pemikiran teoritis seperti model penelitian yaitu ada 4 faktor yang berpengaruh terhadap daya saing global industri perikanan DSG memasuki era globalisasi yaitu pertama faktor kebijakan pemerintah KB, kedua kinerja industri perikanan KIP, ketiga faktor LIP dan ke empat faktor pelayanan PPS PEL, dapat dilihat pada Gambar 7. STRATEGI KEBIJAKAN EKSTERNAL INDUSTRI INTERNAL INDUSTRI LINGKUNGAN EKONOMI LINGKUNGAN INDUSTRI PERIKANAN KINERJA INDUSTRI PERIKANAN DAYA SAING INDUSTRI PERIKANAN PELAYANAN PELABUHAN PERIKANAN Gambar 7 Model path diagram Berdasarkan model Gambar 7, ada 13 tigabelas hipotesis penelitian yang di uji dalam penelitian ini, yaitu: H1 Internal industri diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan industri perikanan H2 Eksternal industri diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan industri perikanan H3 Lingkungan ekonomi diduga akan berpengaruh positip terhadap lingkungan industri perikanan H4 Kebijakan pemerintah diduga akan mempengaruhi positip terhadap lingkungan industri perikanan H5 Pelayanan pelabuhan perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh kebijakan pemerintah H6 Pelayanan pelabuhan perikanan diduga akan mempengaruhi positip terhadap lingkungan industri perikanan H7 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh kebijakan pemerintah H8 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh Lingkungan industri perikanan H9 Kinerja industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh pelayanan PPSNZ Jakarta H10 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh kebijakan pemerintah H11 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh kinerja industri perikanan H12 Daya saing global industri perikanan diduga akan dipengaruhi secara positip oleh lingkungan industri perikanan H13 Daya saing global industri perikanan akan dipengaruhi secara positip oleh pelayanan PPS Kotler 1997, Wahyuni 2002 dan Madecor Group 2001 mengatakan bahwa daya saing global industri perikanan dapat diukur dari 6 variabel yaitu: kemampuan teknologi informasi dan komunikasi perusahaan, jaminan mutu produk, produk mempunyai kemampuan imitabilitas, harga produk kompetitif, ketersediaan sumberdaya bahan baku berkelanjutan dan produk mempunyai kemampuan durabilitas. Kinerja industri perikanan memiliki 12 duabelas variabel penting yang berpengaruh yaitu aspek keuangan terdiri dari laba rugi; return on investment ROI, return on equity ROE, aspek pemasaran terdiri dari volume penjualan, pertumbuhan penjualan, pertumbuhan pelanggan, kemampuan pengembangan produk, kemampuan harga bersaing, mutu produk, jaringan pemasaran luas aspek sumberdaya manusia terdiri dari produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja. Disamping ke dua faktor diatas berikutnya adalah faktor ke tiga lingkungan industri perikanan tersebut terdiri dari 3 tiga faktor yaitu faktor ke empat internal industri memiliki 3 tiga variabel yaitu kemampuan SDM perusahaan, inovasi penggunaan teknologi industri, kemampuan keuangan dan asset perusahaan; faktor ke lima eksternal industri terdiri dari 5 lima variabel yaitu perkembangan teknologi perikanan, ketersediaan jasa pelatihan, kondisi industri pemasok, kondisi ekonomi; ketersediaan infrastruktur; dan faktor ke enam lingkungan ekonomi terdiri dari 4 empat variabel yaitu lingkungan teknologi, situasi perdagangan dunia, ketersediaan sumberdaya alam dan energi, tingkat persaingan antar perusahaan. Faktor ke tujuh adalah pelayanan PPSNZ Jakarta terdiri dari 5 lima variabel yaitu pelayanan produksi tambat labuh kapal, pelayanan industri processing, pelayanan pemasaran, pelayanan logistik dan pelayanan fasilitas pendukung. Faktor ke delapan kebijakan pemerintah terdiri dari 3 tiga variabel yaitu pembangunan PPS, pembentukan BUMN, Pengaturan pemanfaatan tanah industri. Didalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya pengaruh diantara ke delapan faktor diatas dan perlu dijelaskan terlebih dahulu definisi operasional dari masing-masing faktor. Rincian definisi setiap faktor disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kerangka operasional faktor Faktor Definisi Operasional Internal Industri Kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan mengkoordinasikan kegiatan orang lain Eksternal Industri Faktor diluar industri yang menjadi obyek utama penelitian, faktor ini mempengaruhi kinerja industri, baik secara langsung maupun tidak langsung Lingkungan Ekonomi Industri dalam area ekonomi yang lebih luas. Seperti lingkungan teknologi, situasi perdagangan dunia dan ketersediaan Sumberdaya alam dan energi, tingkat persaingan antar perusahaan Lingkungan Industri Perikanan Industri dan pemasok akan berada dalam suatu lingkungan makro yang dapat menciptakan peluang dan ancaman Kotler. 1997 Kinerja Industri Perikanan Ukuran keberhasilan industri, biasanya dilihat dari nilai keuangan, pemasaran, daya serap tenaga kerja. Kebijakan pemerintah Keputusan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam upaya memberikan pelayanan umum kepada pengguna jasa pelabuhan perikanan Pelayanan Pelabuhan Perikanan Samudera Berbagai bentuk upaya pemenuhan kebutuhan pengguna jasa pelabuhan yang berorientasi pada efisiensi, transparansi, dan memberikan dampak positip bagi perkembangan usaha perikanan Daya Saing Global Kemampuan suatu produk dalam memasuki pasar dunia global untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan pelanggan. Untuk menjelaskan 8 faktor tersebut sebelumnya digunakan 54 variabel, setelah diseleksi terpilih 38 variabel yang signifikan dan masing masing variabel diberi nilai. Pemberian nilai variabel menggunakan skala Likert skala 1 sampai 5. Komposisi jumlah varibel pada masing-masing faktor disajikan pada Gambar 8. VRB7 VRB8 VRB9 VRB2 VRB3 STRATEGI KEBIJAKAN X25 X26 X27 EKSTERNAL INDUSTRI VRB4 X5 X6 VRB1 INTERNAL INDUSTRI X9 X10 X11 X2 X3 LINGKUNGAN EKONOMI X4 X1 X20 X21 X19 X23 X24 X22 X34 X33 X35 X37 X36 X38 LINGKUNGAN INDUSTRI PERIKANAN KINERJA INDUSTRI PERIKANAN DAYA SAING INDUSTRI PERIKANAN PELAYANAN PELABUHAN PERIKANAN X28 X29 X30 X31 X32 X14 X15 X13 X17 X18 X16 X7 VRB6 X8 X12 Gambar 8 Model hubungan dan pengaruh antar faktor dan pengaruh variabel terhadap masing-masing faktor Keterangan : Model path diagram X1 Kemampuan SDM industri perikanan X20 Kemampuan harga bersaing X2 Inovasi penggunaan teknologi industri X21 Mutu produk X3 Kemampuan keuangan dan asset perusahaan X22 Produktifitas kerja X4 Perkembangan teknologi perikanan X23 Tingkat penyerapan tenaga kerja X5 Ketersediaan jasa pelatihan X24 Jaringan pemasaran luas X6 Ketersediaan infrastruktur: X25 Pembangunan PPS X7 Kondisi industri pemasok X26 Pembentukan BUMN X8 Kondisi ekonomi X27 Pengaturan pemanfaatan tanah industri X9 Lingkungan teknologi X28 Pelayanan kegiatan produksi melalui tambat labuh kapal X10 Situasi perdagangan dunia X29 Pelayanan industri processing X11 Ketersediaan sumberdaya alam dan energi X30 Pelayanan kegiatan pemasaran X12 Tingkat persaingan antar perusahaan X31 Pelayanan kebutuhan logistik kapal X13 Laba rugi perusahaan X32 Pelayanan fasilitas pendukung industri X14 Kemampuan ROI Return On Investment perusahaan X33 Kemampuan teknologi informasi dan komunikasi pemasaran X15 Kemampuan ROE Return On equity perusahaan X34 Jaminan mutu produk X16 Volume penjualan tinggi X35 Produk mempunyai kemampuan Imitabilitas X17 Pertumbuhan penjualan X36 Harga produk kompetitif X18 Pertumbuhan pelanggan X37 Ketersediaan sumberdaya bahan baku berkelanjutan X19 Kemampuan diversikasi produk X38 Produk mempunyai kemampuan durabilitas Langkah ke 3: Konversi diagram alir kedalam persamaan Setelah digambarkan dalam sebuah diagram alir pada langkah kedua maka pada langkah berikutnya dilakukan konversi kedalam rangkaian persamaan. Persamaan yang dibangun ada dua macam ; 1 Persamaan struktural. Persamaan ini untuk menyatakan hubungan kausalitas antara berbagai konstruk sebagai berikut : Faktor endogen = Faktor eksogen + Faktor endogen + error Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut : Y 1 = ß 1 Y 2 + ß 2 Y 3 + ß 3 Y 4 + ß 4 Y 5 + d 1 ............................................................................... 1 Dimana : Y 1 = Faktor endogen Y 2 = Faktor eksogen ß = Bobot Regresi regression weight d = Disturbance Term error 2 Persamaan spesifikasi model pengukuran. Pada spesifikasi ini peneliti menentukan variabel mana mengukur faktor konstruk mana serta menentukan serangkaian matrik yang menunjukan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau faktor. Persamaan untuk model pengukuran dapat digambarkan sebagai berikut : Variabel = faktor eksogen + error Persamaan strukturalnya adalah sebagai berikut : Variabel 1 X 1 = ? 1 Y 1 + e 1 ....................................................................... 2 Variabel 2 X 2 = ? 2 Y 2 + e 2 ........................................................................ 3 Variabel 3 X 3 = ? 3 Y 3 + e 3 ......................................................................... 4 Dimana : X 1 , X 2 , X 3 = Variabel yang di survei ? = Loading Factor e = Error Langkah ke 4: memilih matrik input dan estimasi model Pada SEM hanya menggunakan matrik kovariansmatrik korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang dilakukan. SEM ini pada mulanya sebagai alat analisis yang berbasis pada matrik kovarians. Matrik kovarians digunakan karena memiliki keunggulan dalam menyajikan perbandingan yang valid antara populasi yang berbeda atau sempel yang berbeda, hal ini tidak dapat digunakan analisis korelasi. Menurut Baumgartner dan Homburg 1996, yang dikutip dalam Ferdinand 2002, menyarankan agar menggunakan matrik kovarians pada saat pengujian teori sebab kovarian lebih memenuhi assumsi metodologi dan merupakan bentuk data lebih sesuai untuk memvalidasi hubungan kausalitas. Kemudian ukuran sampel memegang peranan penting dalam estimasi dan interpretasi hasil-hasil SEM. Ukuran sampel yang harus digunakan menurut Hair et al. yang paling sesuai adalah antara 100-200. Apabila ukuran sampel lebih dari 400 maka metode menjadi lebih sensitif sehingga sulit mendapatkan ukuran goodness of fit yang baik. Ukuran sampel minimum 5 observasi untuk setiap estimasi parameter sehingga apabila jumlah parameternya 20 maka jumlah sampel minimal 100. Langkah ke 5: mengantisipasi munculnya masalah identifikasi Salah satu masalah yang dihadapi dalam penggunaan estimasi model kausal ini adalah masalah identifikasi. Problem identifikasi pada prinsipnya adalah masalah mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan estimasi yang unik. Problem identifikasi dapat muncul gejala sebagai berikut : 1 Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat besar. 2 Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang seharusnya disajikan 3 Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varian error yang negatif 4 Munculnya korelasi yang sangat tinggi antara koefisien estimasi yang didapat dapat lebih dari 0,9 Langkah-langkah untuk menguji ada atau tidak adanya problem identifikasi adalah sebagai berikut : 1 Model diestimasi berulang-ulang, dan setiap estimasi dilakukan dengan menggunakan starting value yang berbeda-beda. Bila ternyata hasilnya adalah model tidak konvergen pada titik yang sama setiap kali reestimasi dilakukan. 2 Model dicoba diestimasi, kemudian angka koefisien dari salah satu variabel dicatat, berikutnya koefisien itu ditentukan sebagai sasuatu yang fix pada faktor atau variabel kemudian dilakukan estimasi ulang. Apabila estimasi ulang ini overall fit indeknya berubah total dan berbeda sangat besar dari sebelumnya diduga terdapat problem identifikasi. Disarankan apabila setiap estimasi muncul problem identifikasi ini, model ini sebaiknya dipertimbangkan ulang dengan mengembangkan lebih banyak konstruk. Langkah ke 6: evaluasi kriteria goodness of fit. Pada langkah ini peneliti harus menggunakan indikator-indikator goodness of fit dalam menilai fit suatu model. Peneliti tidak boleh hanya menggunakan satu indeks atau beberapa indeks saja untuk menilai suatu model fit, akan tetapi harus mempertimbangkan seluruh indeks. Berikut disajikan beberapa indeks sebagai kreteria goodness of fit Ghozali dan Fuad 2005: 1 Chi-Square dan Probability. Nilai probabilitas chi-square adalah signifikan p = 0,00. Apabila hasil analisis didapatkan lebih besar dari p = 0,00 , maka model dikatakan tidak fit. 2 ?²df. Ratio perbandingan antara nilai chi-square dengan degrees of freedom X²df. Nilai yang diperoleh harus lebih rendah dari cut-off model sebesar 5 disarankan oleh Wheaton 1977 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005. 3 RMSEA Root Mean Square Error of Approximation Hipotesis dapat diterima apabila hasil evaluasi menunjukkan angka RMSEA yang jauh lebih kecil dari 0,05 Joreskog dan Sorbom 2005. 4 NFI Normed Fit Index Nilai ini ditemukan oleh Bentler dan Bonetts 1980 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005 merupakan salah satu untuk menentukan model fit. Hasil analisis suatu model dikatakan fit apabila nilai NFI mendekati atau lebih besar dari pada 0,9. Jika tidak fit diduga model terlalu komplek. 5 NNFI Non – Normed Fit Index Nilai NNFI ini digunakan untuk mengatasi permasalahan kompleksitas model dalam perhitungan NFI, nilai untuk NNFI lebih besar 0.9. 6 CFI Comparative Fit Index Suatu model dikatakan fit baik apabila hasil analisis memiliki nilai mendekati 1 dan 0,9 adalah batas model fit Bentler 1990 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005. 7 IFI Incremental Fit Index Suatu model dikatakan fit apabila nilai IFI lebih besar 0,9 Byrne 1998 di acu dalam Ghozali dan Fuad 2005. 8 RFI Relative Fit Index RFI Nilai RFI berkisar antara 0 sampai 1, dimana nilai semakin mendekati 1, maka model dikatakan Fit. 9 GFI Goodness of Fit Indices Goodness of fit indices GFI merupakan suatu ukuran mengenai ketepatan model dalam menghasilkan observed matriks kovarians. Nilai GFI untuk menghasilkan model yang fit berkisar antara 0 sampai 1 atau lebih besar dari 0,9 Diamantopaulus dan Siguaw 2000 yang diacu dalam Ghozali dan Fuad 2005. 10 AGFI Adjusted Goodness of Fit Index Nilai AGFI adalah sama dengan GFI tetapi sudah menyesuaikan pengaruh dengan degrees of freedom pada suatu model. 11 PGFI parsimony goodness of fit index Nilai batasan lebih besar 0,6 model dikatakan baik Byrne 1998. Berdasarkan batasan dan kriteria untuk menilai suatu model di atas maka suatu model akan diuji melalui goodness of fit Tabel 2 Tabel 2. Goodness of fit statistics No Goodness of Fit Index Cut-Off Value 1 Chi –square dan Probability = 0,00 2 ?² df = 5 3 RMSEA 0,06 – 0,08 4 NFI = 0,9 5 NNFI = 0,9 6 CFI = 0,9 7 IFI = 0,9 8 RFI = 0,9 9 GFI = 0,9 10 AGFI = 0,9 11 PGFI = 0,6 Sumber: Ghozali dan Fuad 2005 Disamping hal di atas perlu diuji pula nilai analisis dengan melihat nilai : 1 ECVI Expected Cross Validation Index Hasil analisis mengharuskan nilai ECVI penelitian lebih rendah dari nilai ECVI for saturated ataupun nilai ECVI for independence model, artinya model baik untuk direplikasikan pada penelitian berikutnya. 2 AIC dan CAIC Akaike’s Information Criterion Digunakan untuk menilai masalah parsimony dalam penilaian model fit. Nilai AIC sensitive terhadap jumlah sampel sedang CAIC tidak Bandalos 1993 dalam Ghozali dan Fuad 2005. Hasil analisis nilai AIC dan CAIC harus lebih kecil dari AIC model saturated dan independence untuk membuktikan bahwa model dikatakan fit. Langkah ke 7: Interpretasi dan modifikasi model Apabila langkah-langkah sebelumnya sudah dilaksanakan dan model cukup baik maka langkah berikutnya dalam SEM melakukan interpretasi. 1 Interpretasi Penggunaan SEM bukan untuk menghasilkan teori, tetapi menguji model yang mempunyai pijakan teori yang benar dan baik. Berdasarkan pemikiran ini maka interpretasi dari model dapat diterima atau tidak diperlukan kekuatan prediksi dari model dibandingkan dengan residual yang dihasilkan. Dengan mengunakan standardized residual covariance matrik akan dihasilkan nilai residual stantard. Apabila interpretasi terhadap residual yang dihasilkan model melalui pengamatan variabel mempunyai nilai residual standard lebih besar dari besaran tertentu maka model dapat diterima sehingga tidak perlu dilakukan modifikasi model. 2 Indeks modifikasi Apabila model belum baik perlu diadakan modifikasi dan di dalam penggunaan indeks modifikasi ini adalah sebagai pedoman untuk melakukan modifikasi terhadap model yang diujikan dengan syarat harus terdapat justifikasi teoritis yang cukup kuat untuk modifikasi. 53 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian