Keaslian Penulisan Metode Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan penulis dapat menjadi bahan bacaan dan penambahan ilmu bagi para pembaca khususnya para kalangan akademis dan pihak-pihak yang terkait dengan topik penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan berguna dan bermanfaat sebagai bahan acuan untuk perkembangan ilmu hukum terkhususnya dalam bidang tindak pidana incest hubungan seksual sedarah apabila memungkinkan dapat bermanfaat bagi perkembangan undang-undang di Indonesia. 2. Secara Praktis Kegunaan praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dari penyelenggara penelitian terhadap obyek penelitian, baik individu, kelompok, maupun organisasi, seperti: a. Bagi para pembuat peraturan diharapkan skripsi ini dapat dijadikan salah satu masukan dalam pengambilan kebijakan terhadap hak anak dan sanksi yang akan diberikan terhadap pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan oleh orang terutama orangtua terhadap anak. b. Bagi masyarakat, skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat luas dalam hal pencegahan terhadap tindak pidana hubungan seksual sedarah.

E. Keaslian Penulisan

Universitas Sumatera Utara Dalam penelitian ini, penulis menyajikan penelitian yang berdasarkan pada fakta dan sumber yang bersifat otentik. Selain itu penulis juga memperhatikan sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian ini untuk menghindari terjadinya duplikasi atau pun plagiasi dari hasil karya penelitian akademisi lainnya. Penelitian ini juga berdasarkan pada surat persetujuan dari perpustakaan hukum USU yang menyatakan bahwa judul penelitian “Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai No.334Pid.B2014PN.Bnj” belum ada yang mengangkatnya sebagai judul penelitian. Dengan kata lain penulisan penelitian ini merupakan hasil karya penulis sendiri.

F. Tinjauan Pustaka 1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana

Hubungan Seksual Sedarah a. Pengertian Anak Merumuskan pengertian anak merupakan masalah yang sangat penting. Ini berkaitan dengan batasan usia anak. Tidak hanya di Indonesia, pengertian anak juga menjadi bahasan penting di berbagai Negara. Disebutkan pengertian anak dalam United Nations Convention On The Rights Of The Child di pasal 1 yaitu: it sets the international legal definition of a child as a person below 18 years, but subject to the proviso that a domestic law which sets legal majority at an earlier age will no be compromised. 10 Ini berarti berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak 10 Trevor Buck, International Child Law, Great Britain:Cavendish Publishing Limited, 2005, Halaman 57 Universitas Sumatera Utara tersebut yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun tetapi dengan syarat bahwa hukum dalam suatu negara yang sebagian besar menurut undang-undang menetapkan usia yang lebih dini tidak dapat dikompromikan. Berbeda dengan ketentuan konvensi tersebut, batasan usia di beberapa Negara sangat beragam. Sebagai contoh di Jepang batasan usia laki-laki adalah 18 dan untuk wanita adalah 16 tahun, di Perancis batasan usia laki-laki adalah 18 dan untuk wanita 15 tahun. Namun di beberapa Negara pada umumnya sebagian besar batasan usia anak adalah 18 tahun. Di Indonesia sendiri, batasan usia yang berkaitan dengan pengertian anak sangat beragam. Pengertian anak secara umum dapat dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu. 11 Menurut hukum islam, seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah mengalami peristiwa biologis seperti haid atau menstruasi pada wanita dan mimpi basah bagi laki-laki. Sedangkan batasan usia seseorang dikatakan belum dewasa dalam hukum adat tergantung pada kecakapan seseorang. Artinya seseorang dikatakan telah dewasa atau tidak anak-anak lagi apabila ia telah mampu memperhitungkan baik buruknya tindakan yang dilakukannya, mampu bekerja secara mandiri dan mampu mengurus keperluannya sendiri. Pengertian formal yuridis mengenai anak dapat kita lihat dalam beberapa ketentuan berikut: 1. Kitab Undang Hukum Pidana Indonesia 11 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta:Rajawali Press, 2011, Halaman 1 Universitas Sumatera Utara Di dalam KUHP ada terdapat beberapa pasal yang secara khusus langsung mengatur dan menunjuk proses hukum dan materi hukum anak – anak di bawah umur atau yang di katakan belum dewasa. Pasal – pasal yang terkait adalah pasal 45, 46, dan 47 KUHP. Adapun Pasal 45 KUHP adalah pasal basis yang mengatur batas umur dan batas waktu penuntutan karena berkaitan dengan perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan di bawah usia 16 enam belas tahun. Tetapi, kemudian ketentuan ini dicabut dengan keluarnya Undang – Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 2. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dalam pasal 330 dikatakan bahwa “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin”. Anak dalam hal keperdataan sangat penting. Hal ini menyangkut masalah pembagian harta warisan. Oleh karena itu, dalam pasal 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Oleh sebab itu hak-hak anak menurut hukum perdata sudah ada bahkan sebelum ia dilahirkan. Dasar lain dalam menentukan batasan usia seseorang dalam hukum perdata berkaitan dengan perkawinan diatur dalam pasal 29 yaitu: seorang laki- laki yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun, juga seorang perempuan yang belum berusia lima belas tahun, tidak diperbolehkan Universitas Sumatera Utara mengikatkan dirinya dalam perkawinan kecuali karena ada alasan-alasan penting maka Presiden berkuasa meniadakan larangan ini dengan memberi dispensasi. 3. Menurut UURI No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak: Anak adalah mereka yang berumur 0 – 21 tahun dan belum pernah kawin. Ini berarti bahwa setiap anak bahkan sejak masih dalam kandungan sudah mempunyai hak dan memperoleh perlindungan secara hukum. 4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam Pasal 1 angka 5 menyebutkan “ anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 delapan belas tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih ada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya” 5. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pasal 1 ayat 3 menjelaskan tentang anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu : “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana.” 6. Menurut UU No. 35 tahun 2014 maupun UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Universitas Sumatera Utara b. Pengertian Anak Korban Tindak Pidana Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yag bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita 12 Dalam Declaration of Basic Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse Power, victims 13 diartikan: Persons who, individually or collectively, have suffered harm, including physical or mental injury, emotional suffering, economic loss or substantial impairment of their fundamental rights, through acts or omissions that are in violation of criminal laws operative within Member States, including those laws proscribing criminal abuse of power. Terjemahan bebas: orang yang secara individu atau kolektif, telah menderita kerugian, termasuk luka fisik atau mental, penderitaan emosional, kerugian ekonomi atau perusakan besar terhadap hak-hak dasar mereka, melalui tindakan atau kelalaian yang melanggar hukum pidana yang berlaku dalam negara-negara anggota, termasuk undang-undang yang melarang pidana penyalahgunaan kekuasaan. Anak sebagai korban tindak pidana erat kaitannya dengan kekerasan. Secara teoritis, kekerasan terhadap anak child abuse dapat didefinisikan sebagai peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak-yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak. 14 Pasal 89 KUHP memperlua s pengertian “kekerasan” sehingga memingsankan atau melemahkan orang, disamakan dengan melakukan 12 Arif Gosita, Masalah korban kejahatan, Jakarta:Universitas Trisaksi, 2009, Halaman 90 13 Ibid, Halaman 46 14 Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta:Kencana, 2010, Halaman28 Universitas Sumatera Utara kekekrasan. “Kekerasan atau ancaman kekerasan” tersebut ditujukan terhadap wanita itu Kekerasan terhadap anak pada umumnya dapat kita lihat ke dalam empat bentuk tindakan, antara lain: a. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah kekerasan yang diarahkan kepada fisik seseorang sehingga menimbulkan bekas yang dapat kita lihat secara jelas pada si korban. Kekerasan fisik dapat berupa penamparan, pemukulan, membenturkan, dan sebagainya b. Kekerasan psikis Kekerasan psikis adalah kekerasan yang dapat menimbulkan gangguan mental sehingga berpengaruh terhadap interaksi si korban di dalam hubungannya dalam masyarakat. Bekas ataupun wujud dari kekerasan ini pada umumnya tidak dapat kita lihat secara nyata. c. Kekerasan seksual Kekerasan seksual adalah bentuk kekerasaan yang dapat berupa ajakan secara paksa, menyiksa atau mengancam seseorang untuk melakukan hubungan seksual. Sekarang kekerasan seksual tidak hanya dilakukan oleh orang yang tidak dikenal si korban melainkan malah orang terdekat yang telah dikenal oleh si korban. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan dan bujukan kepada seorang anak untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas seksual terlepas dari apakah seorang Universitas Sumatera Utara anak tersebut sadar atau tidak dengan apa yang sedang terjadi. Kekerasan seksual didefinisikan sebagai serangkaian hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang lebih berpengalaman atau orang dewasa orang asing, saudara kandung atau orang yang memiliki tanggung jawab untuk memelihara anak tersebut seperti orang tua atau pengasuh dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual mereka. “kebutuhan seksual” yang tidsk terkendali dan tidak dapat dikendalikan sering digunakan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan seksual. 15 d. Kekerasan ekonomi Sebagian besar kekerasan ekonomi dapat kita lihat dai fenomena sehari- hari. Misalnya di jalanan kita sering menemui anak yang jadi pengamen, menjual koran atau bahkan menjadi buruh pabrik. Pada umumnya kekerasan ekonomi ini dialami oleh masyarakat yang tergolong pada masyarakat ekonomi lemah. c. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana mempunyai dua sifat yaitu sifat formil dan sifat materiil, sifat formil dalam tindak pidana dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah melakukan perbuatan dengan selesainya tindak pidana itu, tindak pidana terlaksana, kemudian dalam sifat materiil, dalam jenis tindak pidana yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah 15 Stephanie De Laney, Melindungi Anak-Anak dari Eksloitasi Seksual dan Kekerasan Seksual dalam Situasi Bencana dan Gawat Darurat, Medan:Restu Printing, 2006, Halaman 9-10 Universitas Sumatera Utara timbulnya suatu akibat dengan timbulnya akibat, maka tindak pidana terlaksana. 16 Pembentuk Undang-Undang kita telah menggunakan perkataan “strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaarfeit” tersebut. 17 Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataa n” atau “een gedeelte van de werkelijkheid” 18 , sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harafiah perkataan “strafbaar feit ” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan. 19 Menurut Profesor POMPE, perkataan “strafbaar feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan se bagai “suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terja minnya kepentingan umum” atau 16 http:saifudiendjsh.blogspot.com201402pengertian-tindak-pidana.html diakses tanggal 27 Januari 2015 pukul15.40 WIB 17 PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2011, Halaman 181 18 Ibid 19 Ibid Universitas Sumatera Utara sebagai “de normovetrending verstoring der rechtsorde; waaraan de overtreder schuld heeft en waaraan de bestraffing dienstig is voor de handhaving der rechts orde en de behartiging van het algemeen welzijn ” 20 Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam buku Azas-azas Hukum pidana di Indonesia memberikan suatu pengertian mengenai tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu Hukum Perdata, Hukum Ketatanegaraan, dan Hukum Tata Usaha Pemerintah, yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum pidana, maka sifat- sifat yang ada dalam suatu tindak pidana adalah sifat melanggar hukum, karena tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 21 Menurut salah satu sarjana barat H. J van Schravendijk adalah perbuatan yang boleh dihukum, yaitu kelakuan yang begitu bertentangan dengan keinsafan hukum asal dilakukan dengan seorang yang karena itu dapat dipersalahkan. 22 Dalam KUHP, terdapat unsur-unsur tindak pidana antara lain: 23 a. Unsur tingkah laku b. Unsur melawan hukum c. Unsur kesalahan d. Unsur akibat konstitutif e. Unsur keadaan yang menyertai 20 Ibid, Halaman 182 21 Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003, Halaman 1. 22 Scharavendijk, van H.J, Buku Pelajaran tentang Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: J.B. Wolters, 1996, Halaman 87 23 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, Jakarta:Rajawali Pers, 2001, Halaman 82 Universitas Sumatera Utara f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana i. Unsur objek hukum tindak pidana j. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana Dari sebelas unsur tersebut, yang menjadi unsur subjektif adalah unsur kesalahan dan unsur melawan hukum. Sedangkan yang menjadi unsur objektif adalah selebihnya. d. Pengertian Perlindungan Hukum Pengertian perlindungan hukum yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah perlindungan hukum terhadap anak. Pertama-tama kita lihat terlebih dahulu pengertian perlindungan anak berdasarkan UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Perlindungan anak adalah: “ segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.” 24 Untuk menyelenggarakan perlindungan anak baik orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara harus berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia juga berdasarkan prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi: a. Non diskriminasi 24 Pasal 1 angka 2 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Universitas Sumatera Utara Asas ini memberikan pengertian bahwa setiap anak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa adanya perbedaan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, status hukum anak maupun kondisi fisik maupun mental. b. Kepentingan yang terbaik bagi anak Pengertian dari asas ini adalah bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan Hak yang tercantum dalam asas ini adalah hak dasar yang dimiliki oleh setiap anak yang wajib dilindungi dan dihormati oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga maupun orangtua. d. Penghargaan terhadap pendapat anak Asas ini memberi pengertian bahwa setiap orang harus menghormati hak- hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapat dalam mengambil keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. Di dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak hanya diatur mengenai perlindungan anak secara umum tetapi juga diatur perlindungan khusus bagi anak. Yang dimaksud dengan perlindungan khusus dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak Universitas Sumatera Utara yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza, anak korban kekerasan baik fisik danatau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Namun, pengertian perlindungan khusus dalam Undang- Undang 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 1 angka 15 memberikan pengertian yang lebih ringkas yaitu suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapat jaminan rasa aman terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya. Berdasarkan uraian mengenai perlindungan anak maka kita dapat memberikan pengertian bahwa perlindungan hukum bagi anak adalah upaya perlindungan terhadap kebebasan dan hak-hak asasi yang dimiliki anak.

2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Hubungan Seksual Sedarah

Paul W Tappen menyatakan bahwa kejahatan adalah: 25 The Criminal Law statutory or case law, committed without defense or excuse, and penalized by the state as a felony and misdemeanor. Yang artinya Hukum Pidana menurut undang-undang atau kasus hukum, berkomitmen tanpa pembelaan atau alasan, dan dihukum oleh negara sebagai kejahatan dan pelanggaran. 25 Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Halaman 13 Universitas Sumatera Utara Definisi “Kejahatan” menurut R.Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal ” membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis sudut pandang sosiologis. Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan diancam dengan suatu sanksi. 26 Sedangkan, secara sosiologis kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. 27 Jadi kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang dan dapat merugikan masyarakat akibat hilangnya keseimbangan , ketentraman, dan ketertiban. Pengertian penyimpangan menurut beberapa ahli dapat diuraikan sebagai berikut: 28 1. Soerjono Soekanto Perilaku menyimpang adalah penyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat. 2. Jhon J. Macionis Perilaku menyimpang adalah pelanggaran terhadap norma masyarakat. 3. James W. Van der Zaden Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi. 4. Robert M. Z. Lawang 26 Opcit, Halaman 14 27 Ibid, Halaman 15 28 http:www.pengertianahli.com201311pengertian-perilaku-menyimpang- menurut.html diakses tanggal 30 April 2015 jam 20.18 Wib Universitas Sumatera Utara Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial, dan menimbulkan usaha dari mereka yang paling berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang. 5. Craig Calhoun, Donald Light, dan Suzanne Keller Perilaku menyimpang adalah setiap tindakan yang dianggap menyimpang dari nilai moral atau norma budaya yang diakui oleh sebuah kelompok atau masyarakat. Dalam mengkaji suatu kejahatan, di dalam kriminologi terdapat beberapa paradigmaaliran yang mempengaruhinya, antara lain : 1. Aliran Klasik Di dalam aliran ini mempunyai dua pemikiran yang mendasar dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yaitu penderitaan dan kesenangan. Hal disebabkan karena manusia memiliki kehendak bebas free will, yang kemudian dalam bertingkah laku manusia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan perilakunya berdasarkan hedonism. Aliran ini juga mempunyai asumsi bahwa hukuman dijatuhkan berdasarkan tindakannya dan bukan karena kesalahan. 29 Karena pemikiran manusia selalu dipengaruhi oleh akal dan pikirannya indeterminisme. Kejahatan merupakan hasil pilihan bebas seseorang setelah memperhitungkan secara rasional untung ruginya dalam melakukan kejahatan. 2. Aliran Neo Klasik Aliran Neo Klasik merupakan pembahruan dari aliran klasik. Hal ini dilakukan setelah melihat adanya ketidak adilan dari aliran klasik. Ada beberapa ciri-ciri yang membedakan aliran klasik dengan aliran neo klasik antara lain: 30 29 Wahju Muljono, Op.cit., Halaman 37. 30 Ibid, Halaman 39. Universitas Sumatera Utara a. Adanya pelunakan pada doktrin kehendak bebas; kehendak bebas untuk memilih dipengaruhi oleh: 1 Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa atau lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan kehendak bebasnya; 2 Predimitasi, niat yang dijadikan ukuran daripada kebebesan kehendak hal-hal yang aneh b. Pengakuan daripada sahnya keadaan yang melunak. Misalnya: fisik, keadaan lingkungan atau keadaan mental dari individu c. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan pelunakan hukum menjadi tanggung jawab sebagian saja, sebab-sebab utama untuk mempertanggungjawabkan seseorang sebagian saja adalah kegilaan, kebodohan, dan lain-lain keadaan yang dapat mempengaruhi “pengetahuan dan niat” seseorang waktu melakukan kejahatan. d. Dimasukkannya kesaksian ahli di dalam acara pengadilan untuk menentukan besarnya tanggung jawab untuk menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah. 3. Aliran Positivis Berbicara tentang aliran positivis ini mau tak mau kita harus mengingat pula Dokter Cesare Lambroso 1335-1909. Dalam ajarannya Lambroso mengatakan bahwa asal mulanya kejahatan itu berasal dari gen dan sikap liar yang Universitas Sumatera Utara diturunkan oleh nenek moyang. Sifat jahat manusia sesuatu yang dapat diwariskan kepada keturunannya sendiri. Karena sejak manusia dilahirkan manusia telah memiliki sifat jahat di dalam dirinya. Penjahat sejak lahir merupakan tipe khusus, dan tipe ini dikendali dari bentuk atau cacat fisik tertentu. Lebih lanjut Lambroso menggarisbawahi bahwa cacat ataupun keanehan tersebut sebagai takdir untuk menjadi gambaran dari kepribadiannya sebagai penjahat. 31 Kejahatan merupakan perilaku manusia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, psikis dan sosio-kulturalnya. 4. Aliran Kritis Berpijak dari asumsi sebelumnya bahwa perilaku manusia tidak hanya ditentukan oleh kondisi-kondisi fisik, psikis dan sosio-kulturalnya, melainkan ditentukan oleh peranan individu dalam memaknai, menafsirkan, menanggapi setelah dia berinteraksi dengan kondisi tertentu. Kejahatan merupakan suatu keberhasilan masyarakat dalam memberikan reaksi perbuatan tertentu sebagai kejahatan dan pelakunya sebagai penjahat. Pemikiran seperti ini mengarah kepada kajian proses yang mempengaruhi pada pembentukan undang-undang yang menjadikannya perbuatan tertentu sebagai kejahatan, serta proses bekerjanya hukum pidana. Yaitu proses-proses yang menjadikan perbuatan tertentu dan pelakunya sebagai penjahat sosiologi hukum pidana. 32 31 Ibid, Halaman 41. 32 I.S. Susanto, Kejahatan Koorporasi, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1995, Halaman 13 Universitas Sumatera Utara Menurut Kartini Kartono 1989, bentuk relasi seks yang abnormal dan perverse buruk,jahat adalah relasi seks yang tidak bertanggung jawab, yang didorong oleh kompulsi-kompulsi dan dorongan-dorongan yang abnormal. 33 Definisi lain dari perilaku seksual abnormal adalah perilaku seks yang tidak dapat menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntutan masyarakat, tetapi juga dengan kebutuhan individu mengenai kebahagiaan, perwujudan diri sendiri, atau peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik 34 . Salah satu contoh dari relasi seks yang abnormal adalah hubungan seksual sedarahIncest. Hubungan Seksual Sedarah incest bukanlah permasalahan atau kasus baru yang terjadi di masyarakat. Secara singkat Hubungan Seksual SedarahIncest diartikan sebagai perbuatan sumbangberzinahberkendak dengan saudaranya 35 . Hubungan Seksual SedarahIncest berasal dari bahasa latin Incestus yang berarti tidak suci, tidak senonoh dan Incestare yang berarti menodai atau mengotori. Definisi incest yang diterima masyarakat luas sekarang ini adalah hubungan seks atau aktivitas seksual lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan diantara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur. 36 Ruth. S. Kempe dan C. Henry Kempe mendefinisikan Incest sebagai hubungan seksual antara anggota keluarga dalam rumah, baik antara kakak-adik 33 Drs. Sunaryo, Psikologi untuk keperawatan, Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004, Halaman 241 34 Ibid. 35 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:PT. Gramedia, 1996, Halaman 316 36 Akademia Vol.4 No.3 Juli 2000, Halaman 1 Universitas Sumatera Utara kandung atau tiri, ayah-anak kandung, ayah-anak tiri, paman-keponakan kandung atau tiri. 37 Hubungan Seksual SedarahIncest dapat terjadi pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Namun kasus yang pada umumnya banyak terjadi menimpa anak perempuan. Hubungan incest yang merebak di masyarakat menunjukan gejala bahwa semakin banyaknya masyarakat yang “sakit”. Dikatakan sakit karena Hubungan Seksual Sedarahincest tergolong penyimpangan seksual dalam masyarakat. Faktor penyebab hubungan seksual sedarah ini adalah: a. Faktor Internal b. Faktor Eksternal

3. Kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana hubungan seksual sedarah

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak 38 Secara etimologis,kebijakan adalah terjemahan dari kata policy. Pengertian kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli atau organisasi berikut ini: 39 a. Menurut Lasswell: kebijakan adalah sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah a projected program of goals values and practices. 37 Sulaiman Zuhdi Manik, Penanganan dan Pendampingan Anak Korban Incest, PKPA, 2002, Halaman 37 38 Kamus Besar Bahasa indonesia 39 http:www.pengertianahli.com201408pengertian-kebijakan-menurut-para- ahli.html_diakses tanggal 1 Mei 2015 jam 00.30 Wib. Universitas Sumatera Utara b. Menurut Anderson: kebijakan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah a purposive corse of problem or matter of concern. c. Menurut Heclo: kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. d. Menurut Eulau: kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan oleh tindakan yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan melaksanakan kebijakan. e. Menurut Amara Raksasa Taya: kebijakan adalah suatu taktik atau strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. f. Menurut Friedrik: kebijakan adalah serangkaian tindakan yang diajukan seseorang, group, dan pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta kesempatan yang memungkingkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan. g. Menurut Budiardjo: kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. h. Menurut Carter V. Good: kebijakan adalah sebuah pertimbangan yang didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional, untuk mengoperasikan perencanaan yang bersifat umum dan memberikan bimbingan dalam pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan. i. Menurut Indrafachrudi: kebijakan adalah suatu ketentuan pokok yang menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan. j. Menurut Carl Friedrich: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. k. Menurut PBB: Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar pedoman untuk bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana. l. Menurut KBBI: Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak tetang perintah, organisasi, dan sebagainya. m. Menurut Anderson: Kebijakan adalah suatu tindakan yang mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah. n. Menurut Mustopadidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu Universitas Sumatera Utara sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam 1 pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan, 2 penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan unit organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan. Kebijakan penanggulangan kejahatan dalam bahasa Hoefnagels disebut Criminal Policy. Istilah ini agaknya kurang pas kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai “kebijakan criminal”, karena seolah-olah mencari suatu kebijakan untuk membuat kejahatan kriminal. 40 Oleh karena itu dalam skripsi ini digunakan istilah kebijakan penanggulangan kejahatan. Kebijakan penanggulangan kejahatan ini terdiri dari: a. Kebijakan Hukum Pidana Penal Policy b. Kebijakan Non-Penal Non-Penal Policy

G. Metode Penelitian

Penelitian pada dasarnya merupakan, “suatu upaya pencarian” dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang mudah terpegang, di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu 40 Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan:Pustaka Bangsa Press, 2008, Halaman 50 Universitas Sumatera Utara research, yang berasal dari kata re kembali dan to search mencari. Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”. 41 1. Spesifikasi Penelitian Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian hukum yang Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal. Metode penelitian yuridis normatif yaitu metode penelitian hukum yang melihat tentang isi dan penerapan peraturan atau undang- undang yang dilengkapi dengan studi kasus. 42 Jenis dan sumber data yang terhimpun dari hasil penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan dan kepustakaan, digolongkan ke dalam 2 jenis data, yaitu : a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan dengan menggunakan metode wawancara atau interview kepada para para pelaku tindak pidana perkosaan, serta lainnya yang relevan dengan pokok permasalahan b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh penulis melalui penelusuran literatur atau kepustakaan, peraturan perundang- undangan, buku-buku, dokumen-dokumen, arsip-arsip yang berhubungan dengan pokok materi pembahasan. 2. Metode Penelitian 41 Bambang Sungguno, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007, Halaman 27 42 Ibid, Halaman 41 Universitas Sumatera Utara Dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian untuk penelitian skripsi ini, penulis mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Binjai dan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak di JL. Abdul Hakim, No. 5 A, Pasar I Setia Budi, Medan, Sumatera Utara, 20132 4. Alat Pengumpulan Data Pada umumnya para peneliti mempergunakan alat pengumpulan data berupa: 43 a. Studi kepustakaanstudi dokumen Documentary Study b. Wawancara Interview c. Daftar pertanyaan Kuisioner angket d. Pengamatan Obeservasi Berdasarkan pendekatan dan data dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan. Tehnik pengumpulan data lewat studi kepustakaan, dimana penulis memperoleh data dengan mengumpulkan dan membahas bahan-bahan penelitian yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier penelitian ini. 44 5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data 43 Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum Paduan Penulisan Tesis dan Disertasi, Medan, 2015, Halaman 109 44 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rieneka Cipta, 1996, Halaman 59 Universitas Sumatera Utara Prosedur pengumpul dan pengambilan data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi kepustakaan library research, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti, buku-buku, makalah, artikel dan berita yang diperoleh penulis dari internet yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan tindak pidana hubungan seksual sedarah. 6. Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara kualitatif, yaitu dengan menganalisis melalui data lalu diorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan dan data-data skunder yang diperoleh dari pustaka kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini H. SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan bertujuan untuk memudahkan para pembaca untuk membaca dan mengerti isi dari karya ilmiah. Sistematika penulisan merupakan gambaran singkat secara menyeluruh dari suatu karya ilmiah, dalam hal ini adalah penulisan skripsi. Keseluruhan sistematika itu merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Bab I : PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II : PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH Bab ini berisi tentang pengaturan perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana hubungan seksual sedarah. Bab III : FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH Dalam bab ini diuraikan mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana hubungan seksual sedarah. Bab IV : KEBIJAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA TERHADAP TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH Merupakan bab yang berisi tentang kebijakan hukum terhadap tindak pidana hubungan seksual terhadap anak A. Kebijakan Hukum Penal B. Kebijakan Hukum Non-Penal Universitas Sumatera Utara Bab V : KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil pembahasan skripsi ini dan saran yang di harapkan dapat menjadi bahan masukkan dalam hal perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana hubungan seksual sedarahincest. Universitas Sumatera Utara 35 BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH A. Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Bentuk perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak dimensi salah satunya yaitu perlindungan hukum. Adanya benturan kepentingan didalam masyarakat harus dapat diminimalisasi dengan kehadiran hukum dalam masyarakat. Adanya perlindungan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia dapat ditemukan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 UUD 1945 , oleh karena itu maka setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus mampu memberikan perlindungan hukum bagi seluruh masyarakat. 45 Permasalahan mengenai anak merupakan bahasan yang kompleks dan cukup rumit untuk diselesaikan. Oleh sebab itu permasalahan tersebut haruslah mendapat perhatian khusus. Sebagai makhluk yang lemah sudah seharusnya anak di dalam keluarga mendapatkan perlindungan dan rasa nyaman dari orang tuanya. Antara anak dan orang tua ada suatu kewajiban hubungan timbal-balik yang disebut alimentasi. 46 Setiap orang tua wajib untuk mendidik dan melindungi anak sedangkan si anak wajib untuk mentaati orang tuanya. 44 Ni Putu Ria Dewi Marheni, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Berkaitan Dengan Pencantuman Disclaimer Oleh Pelaku Usaha Dalam Situs Internet Website, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Udayana, Denpasar, 2013, Halaman 34. 46 Komariah, Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002, Halaman 65 Universitas Sumatera Utara Mengenai hak dan kewajiban orang tua diatur dalam Pasal 45 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan : 47 1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik- baiknya. 2. Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Namun sangat disayangkan banyak pemberitaan belakangan ini yang memberitakan tentang adanya kekerasan seksual terhadap anak di dalam keluarga yang pada umumnya dilakukan oleh orang tuanya. Tindak pidana ini disebut hubungan seksual sedarahincest. Hubungan seksual sedarah ini bukan termasuk pelanggaran. Hubungan seksual sedarah ini termasuk lingkup kejahatan. Tepatnya termasuk kejahatan kesusilaan. Penyebutan istilah hubungan seksual sedarah atau incest memang tidak dijelaskan secara jelas dalam rumusan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pengaturan mengenai tindak pidana terhadap anak khususnya tentang hubungan seksual sedarah dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diatur dalam Buku II BAB XIV tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan terdapat dalam Pasal 287 ayat 1, Pasal 290, dan Pasal 294 ayat 1. Dalam ketentuan Pasal 294 ayat 1 48 berbunyi “ Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah 47 Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991, Halaman 299. Universitas Sumatera Utara pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannnya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”. Dalam rumusan Pasal 294 ayat 1 ini terdapat beberapa unsur, yaitu: 1. Unsur Subjektif Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. 49 Unsur subjektif dalam pasal 294 ayat 1 ini adalah unsur “barang siapa”. Barang siapa dalam hal ini dapat diartikan sebagai orang perorangan tanpa terkecuali dan dalam hal ini adalah orang terdekat atau orang yang memiliki hubungan dekat. 2. Unsur Objektif Unsur objektif adalah unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas: 50 a. Perbuatan manusia, berupa: 1 Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif; 2 Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan. b. Akibat Result perbuatan manusia 48 Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta:Rajawali Press, 2003, Halaman 178 49 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta:Sinar Grafika, 2005, halaman 9 50 Ibid Universitas Sumatera Utara Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan, dan sebagainya. c. Keadaan-keadaan circumstances Pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain: 1 Keadaan pada saat perbuatan dilakukan 2 Keadaan setelah perbuatan dilakukan d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan hukum adalah apabila perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah. Menurut Pasal 294 ayat 1, terdapat hubungan antara antara subjek hukum atau pembuat pelaku dengan objek korban. Adapun hubungan ini ada dua macam yaitu: 1. Hubungan kekeluargaan Yaitu adanya kewajiban hukum untuk melindungi, menghidupi, memelihara, dan mendidik dari si pembuat terhadap korban. Misalnya si pembuat dengan anak kandungnya, anak angkatnya, anak tirinya yang belum dewasa. 2. Hubungan diluar kekeluargaan Universitas Sumatera Utara Yaitu hubungan yang timbul akibat adanya kewajiban secara professional sehingga tumbuh suatu kewajiban untuk memelihara dan menghidupinya, yaitu hubungan si pembuat dengan anak yang belum dewasa yang dengan pengawasannya, pendidikannya, pemeliharaannya diserahkan padanya. Pengaturan incesthubungan seksual sedarah dalam pasal 294 ayat 1 menjadi dipertegas dalam Rancangan Undang-Undang KUHP tahun 2012 dalam pasal 494 ayat 1 disebutkan “Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan anak kandungnya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga tahun dan paling lama 12 dua belas tahun”. Di dalam penjelasan pasal 494 RUU KUHP ini dijelaskan bahwa Tindak pidana yang diatur dalam ketentuan ini dikenal dengan “perbuatan sumbang incest”. Ketentuan incesthubungan seksual sedarah ini dalam RUU KUHP dimasukkan dalam tindak pidana percabulan. Percabulan sendiri merupakan akar kata data kata “cabul” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keji dan kotor; tidak senonoh melanggar kesopanan, kesusilaan. Maka percabulan secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara cabul.

B. Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai

7 146 111

Dampak Kekerasan Seksual terhadap Perkembangan Anak (Studi Kasus Anak Korban Kekerasan Seksual di Yayasan Pusaka Indonesia Sumatera Utara)

4 90 132

Tinjauan Psikologi Kriminal Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)

18 111 171

Pertanggungjawaban Pelaku Tindak Pidana Paedofilia Ditinjau Dari UU No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak dan KUHP (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan

3 83 90

Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penyeludupan Pakaian Bekas (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

7 100 107

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi di Pengadilan Negeri Medan)

1 78 149

Perlindungan Hukum Terhadap Jurnalis Korban Tindak Pidana Penganiayaan

7 98 93

Analisis Perlindungan Hukum Bagi Anak Korban Tindak Pidana Perkosaan Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak (Studi Kasus Wilayah Hukum Lampung Utara)

1 17 51

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH A. Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana - Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai

0 1 34