Secara teoritis, penelitian ini diharapkan penulis dapat menjadi bahan bacaan dan penambahan ilmu bagi para pembaca khususnya para kalangan
akademis dan pihak-pihak yang terkait dengan topik penelitian ini. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan berguna dan bermanfaat sebagai bahan acuan untuk
perkembangan ilmu hukum terkhususnya dalam bidang tindak pidana incest hubungan seksual sedarah apabila memungkinkan dapat bermanfaat bagi
perkembangan undang-undang di Indonesia. 2.
Secara Praktis Kegunaan praktis berkaitan dengan kontribusi praktis yang diberikan dari
penyelenggara penelitian terhadap obyek penelitian, baik individu, kelompok, maupun organisasi, seperti:
a. Bagi para pembuat peraturan diharapkan skripsi ini dapat dijadikan salah
satu masukan dalam pengambilan kebijakan terhadap hak anak dan sanksi yang akan diberikan terhadap pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan
oleh orang terutama orangtua terhadap anak. b.
Bagi masyarakat, skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat luas
dalam hal pencegahan terhadap tindak pidana hubungan seksual sedarah.
E. Keaslian Penulisan
Universitas Sumatera Utara
Dalam penelitian ini, penulis menyajikan penelitian yang berdasarkan pada fakta dan sumber yang bersifat otentik. Selain itu penulis juga memperhatikan
sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian ini untuk menghindari terjadinya duplikasi atau pun plagiasi dari hasil karya penelitian akademisi
lainnya. Penelitian ini juga berdasarkan pada surat persetujuan dari perpustakaan hukum USU yang menyatakan bahwa judul penelitian “Perlindungan Hukum
Terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah Studi Kasus di Pengadilan Negeri Binjai No.334Pid.B2014PN.Bnj” belum ada yang
mengangkatnya sebagai judul penelitian. Dengan kata lain penulisan penelitian ini merupakan hasil karya penulis sendiri.
F. Tinjauan Pustaka 1. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Tindak Pidana
Hubungan Seksual Sedarah
a. Pengertian Anak
Merumuskan pengertian anak merupakan masalah yang sangat penting. Ini berkaitan dengan batasan usia anak. Tidak hanya di Indonesia, pengertian anak
juga menjadi bahasan penting di berbagai Negara. Disebutkan pengertian anak dalam United Nations Convention On The Rights Of The Child di pasal 1 yaitu: it
sets the international legal definition of a child as a person below 18 years, but subject to the proviso that a domestic law which sets legal majority at an earlier
age will no be compromised.
10
Ini berarti berdasarkan Konvensi Hak-Hak Anak
10
Trevor Buck, International Child Law, Great Britain:Cavendish Publishing Limited, 2005, Halaman 57
Universitas Sumatera Utara
tersebut yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun tetapi dengan syarat bahwa hukum dalam suatu negara yang sebagian besar
menurut undang-undang menetapkan usia yang lebih dini tidak dapat dikompromikan. Berbeda dengan ketentuan konvensi tersebut, batasan usia di
beberapa Negara sangat beragam. Sebagai contoh di Jepang batasan usia laki-laki adalah 18 dan untuk wanita adalah 16 tahun, di Perancis batasan usia laki-laki
adalah 18 dan untuk wanita 15 tahun. Namun di beberapa Negara pada umumnya sebagian besar batasan usia anak adalah 18 tahun.
Di Indonesia sendiri, batasan usia yang berkaitan dengan pengertian anak sangat beragam. Pengertian anak secara umum dapat dipahami masyarakat adalah
keturunan kedua setelah ayah dan ibu.
11
Menurut hukum islam, seseorang dikatakan dewasa apabila ia telah mengalami peristiwa biologis seperti haid atau
menstruasi pada wanita dan mimpi basah bagi laki-laki. Sedangkan batasan usia seseorang dikatakan belum dewasa dalam hukum adat tergantung pada kecakapan
seseorang. Artinya seseorang dikatakan telah dewasa atau tidak anak-anak lagi apabila ia telah mampu memperhitungkan baik buruknya tindakan yang
dilakukannya, mampu bekerja secara mandiri dan mampu mengurus keperluannya sendiri.
Pengertian formal yuridis mengenai anak dapat kita lihat dalam beberapa ketentuan berikut:
1. Kitab Undang Hukum Pidana Indonesia
11
Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Jakarta:Rajawali Press, 2011, Halaman 1
Universitas Sumatera Utara
Di dalam KUHP ada terdapat beberapa pasal yang secara khusus langsung mengatur dan menunjuk proses hukum dan materi hukum anak
– anak di bawah umur atau yang di katakan belum dewasa. Pasal
– pasal yang terkait adalah pasal 45, 46, dan 47 KUHP. Adapun Pasal 45 KUHP adalah pasal basis yang mengatur
batas umur dan batas waktu penuntutan karena berkaitan dengan perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan di bawah usia 16 enam belas tahun.
Tetapi, kemudian ketentuan ini dicabut dengan keluarnya Undang – Undang
Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. 2.
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dalam pasal
330 dikatakan bahwa “belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah
kawin”. Anak dalam hal keperdataan sangat penting. Hal ini menyangkut masalah pembagian harta warisan. Oleh karena itu, dalam pasal 2 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata disebutkan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap telah dilahirkan, bilamana juga kepentingan si anak
menghendakinya. Oleh sebab itu hak-hak anak menurut hukum perdata sudah ada bahkan sebelum ia dilahirkan.
Dasar lain dalam menentukan batasan usia seseorang dalam hukum perdata berkaitan dengan perkawinan diatur dalam pasal 29 yaitu: seorang laki-
laki yang belum mencapai umur genap delapan belas tahun, juga seorang perempuan yang belum berusia lima belas tahun, tidak diperbolehkan
Universitas Sumatera Utara
mengikatkan dirinya dalam perkawinan kecuali karena ada alasan-alasan penting maka Presiden berkuasa meniadakan larangan ini dengan memberi dispensasi.
3. Menurut UURI No.4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak:
Anak adalah mereka yang berumur 0 – 21 tahun dan belum pernah kawin.
Ini berarti bahwa setiap anak bahkan sejak masih dalam kandungan sudah mempunyai hak dan memperoleh perlindungan secara hukum.
4. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Dalam Pasal 1 angka 5 menyebutkan “ anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 delapan belas tahun dan belum menikah, termasuk anak
yang masih ada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”
5. Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana
Anak Pasal 1 ayat 3 menjelaskan tentang anak yang berkonflik dengan hukum,
yaitu : “Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah
anak yang telah berumur 12 dua belas tahun, tetapi belum berumur 18 delapan belas tahun yang diduga melakukan tindak pidana.”
6. Menurut UU No. 35 tahun 2014 maupun UU No. 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak Definisi anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Universitas Sumatera Utara
b. Pengertian Anak Korban Tindak Pidana
Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau
orang lain yag bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita
12
Dalam Declaration of Basic Principle of Justice for Victims of Crime and Abuse Power, victims
13
diartikan: Persons who, individually or collectively, have suffered harm, including
physical or mental injury, emotional suffering, economic loss or substantial impairment of their fundamental rights, through acts or
omissions that are in violation of criminal laws operative within Member States, including those laws proscribing criminal abuse of power.
Terjemahan bebas: orang yang secara individu atau kolektif, telah menderita kerugian, termasuk luka fisik atau mental, penderitaan
emosional, kerugian ekonomi atau perusakan besar terhadap hak-hak dasar mereka, melalui tindakan atau kelalaian yang melanggar hukum pidana
yang berlaku dalam negara-negara anggota, termasuk undang-undang yang melarang pidana penyalahgunaan kekuasaan.
Anak sebagai korban tindak pidana erat kaitannya dengan kekerasan. Secara teoritis, kekerasan terhadap anak child abuse dapat didefinisikan sebagai
peristiwa pelukaan fisik, mental, atau seksual yang umumnya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak-yang
mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak.
14
Pasal 89 KUHP memperlua s pengertian “kekerasan”
sehingga memingsankan atau melemahkan orang, disamakan dengan melakukan
12
Arif Gosita, Masalah korban kejahatan, Jakarta:Universitas Trisaksi, 2009, Halaman 90
13
Ibid, Halaman 46
14
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, Jakarta:Kencana, 2010, Halaman28
Universitas Sumatera Utara
kekekrasan. “Kekerasan atau ancaman kekerasan” tersebut ditujukan terhadap wanita itu
Kekerasan terhadap anak pada umumnya dapat kita lihat ke dalam empat bentuk tindakan, antara lain:
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah kekerasan yang diarahkan kepada fisik seseorang sehingga menimbulkan bekas yang dapat kita lihat secara jelas pada si
korban. Kekerasan fisik dapat berupa penamparan, pemukulan, membenturkan, dan sebagainya
b. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis adalah kekerasan yang dapat menimbulkan gangguan mental sehingga berpengaruh terhadap interaksi si korban di dalam
hubungannya dalam masyarakat. Bekas ataupun wujud dari kekerasan ini pada umumnya tidak dapat kita lihat secara nyata.
c. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah bentuk kekerasaan yang dapat berupa ajakan secara paksa, menyiksa atau mengancam seseorang untuk melakukan
hubungan seksual. Sekarang kekerasan seksual tidak hanya dilakukan oleh orang yang tidak dikenal si korban melainkan malah orang terdekat yang
telah dikenal oleh si korban. Kekerasan seksual meliputi pemaksaan dan bujukan kepada seorang anak
untuk terlibat dalam aktifitas-aktifitas seksual terlepas dari apakah seorang
Universitas Sumatera Utara
anak tersebut sadar atau tidak dengan apa yang sedang terjadi. Kekerasan seksual didefinisikan sebagai serangkaian hubungan atau interaksi antara
seorang anak dengan seseorang yang lebih tua atau anak yang lebih berpengalaman atau orang dewasa orang asing, saudara kandung atau
orang yang memiliki tanggung jawab untuk memelihara anak tersebut seperti orang tua atau pengasuh dimana anak tersebut dipergunakan
sebagai objek pemuas bagi kebutuhan seksual mereka. “kebutuhan seksual” yang tidsk terkendali dan tidak dapat dikendalikan sering
digunakan sebagai alasan untuk melakukan kekerasan seksual.
15
d. Kekerasan ekonomi
Sebagian besar kekerasan ekonomi dapat kita lihat dai fenomena sehari- hari. Misalnya di jalanan kita sering menemui anak yang jadi pengamen,
menjual koran atau bahkan menjadi buruh pabrik. Pada umumnya kekerasan ekonomi ini dialami oleh masyarakat yang tergolong pada
masyarakat ekonomi lemah. c.
Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana mempunyai dua sifat yaitu sifat formil dan sifat materiil,
sifat formil dalam tindak pidana dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah melakukan perbuatan dengan selesainya tindak pidana itu,
tindak pidana terlaksana, kemudian dalam sifat materiil, dalam jenis tindak pidana yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah
15
Stephanie De Laney, Melindungi Anak-Anak dari Eksloitasi Seksual dan Kekerasan Seksual dalam Situasi Bencana dan Gawat Darurat, Medan:Restu Printing, 2006, Halaman 9-10
Universitas Sumatera Utara
timbulnya suatu akibat dengan timbulnya akibat, maka tindak pidana terlaksana.
16
Pembentuk Undang-Undang
kita telah
menggunakan perkataan
“strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai “tindak pidana” di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu
penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan “strafbaarfeit” tersebut.
17
Perkataan “feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti “sebagian dari suatu kenyataa
n” atau “een gedeelte van de werkelijkheid”
18
, sedangkan “strafbaar” berarti “dapat dihukum”, hingga secara harafiah perkataan “strafbaar
feit ” itu dapat diterjemahkan sebagai “sebagian dari suatu kenyataan yang dapat
dihukum”, yang sudah barang tentu tidak tepat, oleh karena kelak akan kita ketahui bahwa yang dapat dihukum itu sebenarnya adalah manusia sebagai pribadi
dan bukan kenyataan, perbuatan ataupun tindakan.
19
Menurut Profesor POMPE, perkataan “strafbaar feit” itu secara teoritis dapat dirumuskan se
bagai “suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh
seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terja
minnya kepentingan umum” atau
16
http:saifudiendjsh.blogspot.com201402pengertian-tindak-pidana.html diakses tanggal 27 Januari 2015 pukul15.40 WIB
17
PAF Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung:PT. Citra Aditya Bakti, 2011, Halaman 181
18
Ibid
19
Ibid
Universitas Sumatera Utara
sebagai “de normovetrending verstoring der rechtsorde; waaraan de overtreder schuld heeft en waaraan de bestraffing dienstig is voor de handhaving der rechts
orde en de behartiging van het algemeen welzijn ”
20
Menurut Wirjono Prodjodikoro dalam buku Azas-azas Hukum pidana di Indonesia memberikan suatu pengertian mengenai tindak pidana adalah
pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang hukum lain, yaitu Hukum Perdata, Hukum Ketatanegaraan, dan Hukum Tata Usaha Pemerintah, yang oleh
pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukum pidana, maka sifat- sifat yang ada dalam suatu tindak pidana adalah sifat melanggar hukum, karena
tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum.
21
Menurut salah satu sarjana barat H. J van Schravendijk adalah perbuatan yang boleh dihukum, yaitu kelakuan yang begitu bertentangan dengan keinsafan
hukum asal dilakukan dengan seorang yang karena itu dapat dipersalahkan.
22
Dalam KUHP, terdapat unsur-unsur tindak pidana antara lain:
23
a. Unsur tingkah laku
b. Unsur melawan hukum
c. Unsur kesalahan
d. Unsur akibat konstitutif
e. Unsur keadaan yang menyertai
20
Ibid, Halaman 182
21
Wirjono Projodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003, Halaman 1.
22
Scharavendijk, van H.J, Buku Pelajaran tentang Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: J.B. Wolters, 1996, Halaman 87
23
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, Jakarta:Rajawali Pers, 2001, Halaman 82
Universitas Sumatera Utara
f. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana
g. Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana
h. Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana
i. Unsur objek hukum tindak pidana
j. Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana
Dari sebelas unsur tersebut, yang menjadi unsur subjektif adalah unsur kesalahan dan unsur melawan hukum. Sedangkan yang menjadi unsur objektif
adalah selebihnya. d.
Pengertian Perlindungan Hukum Pengertian perlindungan hukum yang akan dibahas dalam skripsi ini
adalah perlindungan hukum terhadap anak. Pertama-tama kita lihat terlebih dahulu pengertian perlindungan anak berdasarkan UU No. 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak. Perlindungan anak adalah: “ segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
24
Untuk menyelenggarakan perlindungan anak baik orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah maupun Negara harus berasaskan Pancasila dan
berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia juga berdasarkan prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak yang meliputi:
a. Non diskriminasi
24
Pasal 1 angka 2 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Universitas Sumatera Utara
Asas ini memberikan pengertian bahwa setiap anak mendapatkan perlakuan yang sama tanpa adanya perbedaan suku, agama, ras, golongan,
jenis kelamin, status hukum anak maupun kondisi fisik maupun mental. b.
Kepentingan yang terbaik bagi anak Pengertian dari asas ini adalah bahwa dalam semua tindakan yang
menyangkut anak yang dilakukan pemerintah, masyarakat, badan legislatif, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak
harus menjadi pertimbangan utama c.
Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan Hak yang tercantum dalam asas ini adalah hak dasar yang dimiliki oleh
setiap anak yang wajib dilindungi dan dihormati oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga maupun orangtua.
d. Penghargaan terhadap pendapat anak
Asas ini memberi pengertian bahwa setiap orang harus menghormati hak- hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapat dalam mengambil
keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.
Di dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tidak hanya diatur mengenai perlindungan anak secara umum tetapi juga diatur
perlindungan khusus bagi anak. Yang dimaksud dengan perlindungan khusus dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak
Universitas Sumatera Utara
yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi danatau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya napza, anak korban kekerasan baik fisik
danatau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Namun, pengertian perlindungan khusus dalam Undang-
Undang 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam pasal 1 angka 15 memberikan pengertian
yang lebih ringkas yaitu suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh Anak dalam situasi dan kondisi tertentu untuk mendapat jaminan rasa aman terhadap
ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya. Berdasarkan uraian mengenai perlindungan anak maka kita dapat
memberikan pengertian bahwa perlindungan hukum bagi anak adalah upaya perlindungan terhadap kebebasan dan hak-hak asasi yang dimiliki anak.
2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Hubungan Seksual Sedarah
Paul W Tappen menyatakan bahwa kejahatan adalah:
25
The Criminal Law statutory or case law, committed without defense or excuse, and penalized by the
state as a felony and misdemeanor. Yang artinya Hukum Pidana menurut undang-undang atau kasus hukum, berkomitmen tanpa pembelaan atau alasan,
dan dihukum oleh negara sebagai kejahatan dan pelanggaran.
25
Topo Santoso, Kriminologi, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2001, Halaman 13
Universitas Sumatera Utara
Definisi “Kejahatan” menurut R.Soesilo dalam bukunya berjudul “Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal
” membedakan pengertian kejahatan menjadi dua sudut pandang yakni sudut pandang secara yuridis sudut pandang sosiologis.
Dalam pengertian yuridis membatasi kejahatan sebagai perbuatan yang telah ditetapkan oleh Negara sebagai kejahatan dalam hukum pidananya dan
diancam dengan suatu sanksi.
26
Sedangkan, secara sosiologis kejahatan merupakan suatu perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat.
27
Jadi kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang bertentangan dengan undang-undang dan dapat merugikan masyarakat akibat hilangnya
keseimbangan , ketentraman, dan ketertiban. Pengertian penyimpangan menurut beberapa ahli dapat diuraikan sebagai
berikut:
28
1.
Soerjono Soekanto
Perilaku menyimpang adalah penyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat.
2.
Jhon J. Macionis
Perilaku menyimpang adalah pelanggaran terhadap norma masyarakat. 3.
James W. Van der Zaden
Perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi.
4.
Robert M. Z. Lawang
26
Opcit, Halaman 14
27
Ibid, Halaman 15
28
http:www.pengertianahli.com201311pengertian-perilaku-menyimpang- menurut.html diakses tanggal 30 April 2015 jam 20.18 Wib
Universitas Sumatera Utara
Perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial, dan
menimbulkan usaha dari mereka yang paling berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang.
5.
Craig Calhoun, Donald Light, dan Suzanne Keller
Perilaku menyimpang adalah setiap tindakan yang dianggap menyimpang dari nilai moral atau norma budaya yang diakui oleh
sebuah kelompok atau masyarakat.
Dalam mengkaji suatu kejahatan, di dalam kriminologi terdapat beberapa paradigmaaliran yang mempengaruhinya, antara lain :
1. Aliran Klasik
Di dalam aliran ini mempunyai dua pemikiran yang mendasar dari suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yaitu penderitaan dan kesenangan. Hal
disebabkan karena manusia memiliki kehendak bebas free will, yang kemudian dalam bertingkah laku manusia memiliki kemampuan untuk memperhitungkan
perilakunya berdasarkan hedonism. Aliran ini juga mempunyai asumsi bahwa hukuman dijatuhkan berdasarkan tindakannya dan bukan karena kesalahan.
29
Karena pemikiran manusia selalu dipengaruhi oleh akal dan pikirannya indeterminisme. Kejahatan merupakan hasil pilihan bebas seseorang setelah
memperhitungkan secara rasional untung ruginya dalam melakukan kejahatan. 2.
Aliran Neo Klasik Aliran Neo Klasik merupakan pembahruan dari aliran klasik. Hal ini
dilakukan setelah melihat adanya ketidak adilan dari aliran klasik. Ada beberapa ciri-ciri yang membedakan aliran klasik dengan aliran neo klasik antara lain:
30
29
Wahju Muljono, Op.cit., Halaman 37.
30
Ibid, Halaman 39.
Universitas Sumatera Utara
a. Adanya pelunakan pada doktrin kehendak bebas; kehendak bebas
untuk memilih dipengaruhi oleh: 1
Patologi, ketidakmampuan untuk bertindak, sakit jiwa atau lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan
kehendak bebasnya; 2
Predimitasi, niat yang dijadikan ukuran daripada kebebesan kehendak hal-hal yang aneh
b. Pengakuan daripada sahnya keadaan yang melunak. Misalnya: fisik,
keadaan lingkungan atau keadaan mental dari individu c.
Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan pelunakan hukum menjadi tanggung jawab sebagian saja, sebab-sebab
utama untuk mempertanggungjawabkan seseorang sebagian saja adalah kegilaan, kebodohan, dan lain-lain keadaan yang dapat
mempengaruhi “pengetahuan dan niat” seseorang waktu melakukan kejahatan.
d. Dimasukkannya kesaksian ahli di dalam acara pengadilan untuk
menentukan besarnya tanggung jawab untuk menentukan apakah si terdakwa mampu memilih antara yang benar dan yang salah.
3. Aliran Positivis
Berbicara tentang aliran positivis ini mau tak mau kita harus mengingat pula Dokter Cesare Lambroso 1335-1909. Dalam ajarannya Lambroso
mengatakan bahwa asal mulanya kejahatan itu berasal dari gen dan sikap liar yang
Universitas Sumatera Utara
diturunkan oleh nenek moyang. Sifat jahat manusia sesuatu yang dapat diwariskan kepada keturunannya sendiri. Karena sejak manusia dilahirkan manusia telah
memiliki sifat jahat di dalam dirinya. Penjahat sejak lahir merupakan tipe khusus, dan tipe ini dikendali dari
bentuk atau cacat fisik tertentu. Lebih lanjut Lambroso menggarisbawahi bahwa cacat ataupun keanehan tersebut sebagai takdir untuk menjadi gambaran dari
kepribadiannya sebagai penjahat.
31
Kejahatan merupakan perilaku manusia yang dipengaruhi oleh faktor-faktor fisik, psikis dan sosio-kulturalnya.
4. Aliran Kritis
Berpijak dari asumsi sebelumnya bahwa perilaku manusia tidak hanya ditentukan oleh kondisi-kondisi fisik, psikis dan sosio-kulturalnya, melainkan
ditentukan oleh peranan individu dalam memaknai, menafsirkan, menanggapi setelah dia berinteraksi dengan kondisi tertentu. Kejahatan merupakan suatu
keberhasilan masyarakat dalam memberikan reaksi perbuatan tertentu sebagai kejahatan dan pelakunya sebagai penjahat. Pemikiran seperti ini mengarah kepada
kajian proses yang mempengaruhi pada pembentukan undang-undang yang menjadikannya perbuatan tertentu sebagai kejahatan, serta proses bekerjanya
hukum pidana. Yaitu proses-proses yang menjadikan perbuatan tertentu dan pelakunya sebagai penjahat sosiologi hukum pidana.
32
31
Ibid, Halaman 41.
32
I.S. Susanto, Kejahatan Koorporasi, Semarang: Badan Penerbit UNDIP, 1995, Halaman 13
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kartini Kartono 1989, bentuk relasi seks yang abnormal dan perverse buruk,jahat adalah relasi seks yang tidak bertanggung jawab, yang
didorong oleh kompulsi-kompulsi dan dorongan-dorongan yang abnormal.
33
Definisi lain dari perilaku seksual abnormal adalah perilaku seks yang tidak dapat menyesuaikan diri, bukan saja dengan tuntutan masyarakat, tetapi juga dengan
kebutuhan individu mengenai kebahagiaan, perwujudan diri sendiri, atau peningkatan kemampuan individu untuk mengembangkan kepribadiannya
menjadi lebih baik
34
. Salah satu contoh dari relasi seks yang abnormal adalah hubungan seksual sedarahIncest.
Hubungan Seksual Sedarah incest bukanlah permasalahan atau kasus baru yang terjadi di masyarakat. Secara singkat Hubungan Seksual SedarahIncest
diartikan sebagai perbuatan sumbangberzinahberkendak dengan saudaranya
35
. Hubungan Seksual SedarahIncest berasal dari bahasa latin Incestus yang berarti
tidak suci, tidak senonoh dan Incestare yang berarti menodai atau mengotori. Definisi incest yang diterima masyarakat luas sekarang ini adalah hubungan seks
atau aktivitas seksual lainnya antara individu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan diantara mereka dilarang oleh hukum maupun kultur.
36
Ruth. S. Kempe dan C. Henry Kempe mendefinisikan Incest sebagai hubungan seksual antara anggota keluarga dalam rumah, baik antara kakak-adik
33
Drs. Sunaryo, Psikologi untuk keperawatan, Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004, Halaman 241
34
Ibid.
35
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta:PT. Gramedia, 1996, Halaman 316
36
Akademia Vol.4 No.3 Juli 2000, Halaman 1
Universitas Sumatera Utara
kandung atau tiri, ayah-anak kandung, ayah-anak tiri, paman-keponakan kandung atau tiri.
37
Hubungan Seksual SedarahIncest dapat terjadi pada anak laki-laki maupun anak perempuan. Namun kasus yang pada umumnya banyak terjadi
menimpa anak perempuan. Hubungan incest yang merebak di masyarakat menunjukan gejala bahwa semakin banyaknya masyarakat yang “sakit”.
Dikatakan sakit
karena Hubungan
Seksual Sedarahincest
tergolong penyimpangan seksual dalam masyarakat.
Faktor penyebab hubungan seksual sedarah ini adalah: a.
Faktor Internal b.
Faktor Eksternal
3. Kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana hubungan seksual sedarah
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak
38
Secara etimologis,kebijakan adalah terjemahan dari kata policy.
Pengertian kebijakan yang dikemukakan oleh beberapa ahli atau organisasi berikut ini:
39
a.
Menurut Lasswell: kebijakan adalah sebagai suatu program
pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah a projected program of goals values and practices.
37
Sulaiman Zuhdi Manik, Penanganan dan Pendampingan Anak Korban Incest, PKPA, 2002, Halaman 37
38
Kamus Besar Bahasa indonesia
39
http:www.pengertianahli.com201408pengertian-kebijakan-menurut-para- ahli.html_diakses tanggal 1 Mei 2015 jam 00.30 Wib.
Universitas Sumatera Utara
b.
Menurut Anderson: kebijakan adalah serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang mesti diikuti dan dilakukan oleh para pelakunya untuk memecahkan suatu masalah a purposive corse of
problem or matter of concern.
c.
Menurut Heclo: kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja
dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah-masalah. d.
Menurut Eulau: kebijakan adalah keputusan tetap, dicirikan oleh
tindakan yang bersinambung dan berulang-ulang pada mereka yang membuat dan melaksanakan kebijakan.
e.
Menurut Amara Raksasa Taya: kebijakan adalah suatu taktik atau
strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. f.
Menurut Friedrik: kebijakan adalah serangkaian tindakan yang
diajukan seseorang, group, dan pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan mencantumkan kendala-kendala yang dihadapi serta
kesempatan yang memungkingkan pelaksanaan usulan tersebut dalam upaya mencapai tujuan.
g.
Menurut Budiardjo: kebijakan adalah sekumpulan keputusan yang
diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.
h.
Menurut Carter V. Good: kebijakan adalah sebuah pertimbangan
yang didasarkan atas suatu nilai dan beberapa penilaian terhadap faktor-faktor yang bersifat situasional, untuk mengoperasikan
perencanaan yang bersifat umum dan memberikan bimbingan dalam pengambilan keputusan demi tercapainya tujuan.
i.
Menurut Indrafachrudi: kebijakan adalah suatu ketentuan pokok
yang menjadi dasar dan arah dalam melaksanakan kegiatan administrasi atau pengelolaan.
j.
Menurut Carl Friedrich: Kebijakan adalah suatu tindakan yang
mengarah pada tujuan dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang
untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
k.
Menurut PBB: Kebijakan adalah suatu deklarasi mengenai dasar
pedoman untuk bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.
l.
Menurut KBBI: Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang
menjadi garis dan dasar rencana dalam pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak tetang perintah, organisasi, dan
sebagainya.
m.
Menurut Anderson: Kebijakan adalah suatu tindakan yang
mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku untuk memecahkan suatu masalah.
n.
Menurut Mustopadidjaja: Kebijakan adalah keputusan suatu
organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu
Universitas Sumatera Utara
sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam 1
pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun unit organisasi pelaksana kebijakan, 2
penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan dengan unit organisasi pelaksana maupun
dengan kelompok sasaran yang dimaksudkan.
Kebijakan penanggulangan kejahatan dalam bahasa Hoefnagels disebut Criminal Policy. Istilah ini agaknya kurang pas kalau diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagai “kebijakan criminal”, karena seolah-olah mencari suatu kebijakan untuk membuat kejahatan kriminal.
40
Oleh karena itu dalam skripsi ini digunakan istilah kebijakan penanggulangan kejahatan.
Kebijakan penanggulangan kejahatan ini terdiri dari: a.
Kebijakan Hukum Pidana Penal Policy b.
Kebijakan Non-Penal Non-Penal Policy
G. Metode Penelitian
Penelitian pada dasarnya merupakan, “suatu upaya pencarian” dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap suatu obyek yang mudah
terpegang, di tangan. Penelitian merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu
40
Mahmud Mulyadi, Criminal Policy: Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dalam Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Medan:Pustaka Bangsa Press, 2008,
Halaman 50
Universitas Sumatera Utara
research, yang berasal dari kata re kembali dan to search mencari. Dengan demikian secara logawiyah berarti “mencari kembali”.
41
1. Spesifikasi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian hukum yang Yuridis Normatif dinamakan juga dengan penelitian hukum normatif
atau penelitian hukum doktrinal. Metode penelitian yuridis normatif yaitu metode penelitian hukum yang melihat tentang isi dan penerapan peraturan atau undang-
undang yang dilengkapi dengan studi kasus.
42
Jenis dan sumber data yang terhimpun dari hasil penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan dan kepustakaan, digolongkan ke dalam 2 jenis data,
yaitu : a.
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung melalui penelitian lapangan dengan menggunakan metode wawancara atau interview kepada
para para pelaku tindak pidana perkosaan, serta lainnya yang relevan dengan pokok permasalahan
b. Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh penulis
melalui penelusuran literatur atau kepustakaan, peraturan perundang- undangan, buku-buku, dokumen-dokumen, arsip-arsip yang berhubungan
dengan pokok materi pembahasan. 2.
Metode Penelitian
41
Bambang Sungguno, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:PT Raja Grafindo Persada, 2007, Halaman 27
42
Ibid, Halaman 41
Universitas Sumatera Utara
Dalam menyelesaikan penelitian skripsi ini, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif.
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian untuk penelitian skripsi ini, penulis mengambil lokasi di Pengadilan Negeri Binjai dan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak di JL. Abdul
Hakim, No. 5 A, Pasar I Setia Budi, Medan, Sumatera Utara, 20132 4.
Alat Pengumpulan Data Pada umumnya para peneliti mempergunakan alat pengumpulan data
berupa:
43
a. Studi kepustakaanstudi dokumen Documentary Study
b. Wawancara Interview
c. Daftar pertanyaan Kuisioner angket
d. Pengamatan Obeservasi
Berdasarkan pendekatan dan data dalam penelitian ini, maka metode pengumpulan data yang dipakai adalah studi kepustakaan. Tehnik pengumpulan
data lewat studi kepustakaan, dimana penulis memperoleh data dengan mengumpulkan dan membahas bahan-bahan penelitian yaitu bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier penelitian ini.
44
5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data
43
Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum Paduan Penulisan Tesis dan Disertasi, Medan, 2015, Halaman 109
44
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rieneka Cipta, 1996, Halaman 59
Universitas Sumatera Utara
Prosedur pengumpul dan pengambilan data yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah studi kepustakaan library research, yaitu
dengan melakukan penelitian terhadap berbagai literatur yang relevan dengan permasalahan skripsi ini seperti, buku-buku, makalah, artikel dan berita yang
diperoleh penulis dari internet yang bertujuan untuk mencari atau memperoleh konsepsi-konsepsi, teori-teori atau bahan-bahan yang berkenaan dengan tindak
pidana hubungan seksual sedarah. 6.
Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
cara kualitatif, yaitu dengan menganalisis melalui data lalu diorganisasikan dalam pendapat atau tanggapan dan data-data skunder yang diperoleh dari pustaka
kemudian dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan dalam skripsi ini
H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan bertujuan untuk memudahkan para pembaca untuk membaca dan mengerti isi dari karya ilmiah. Sistematika penulisan merupakan
gambaran singkat secara menyeluruh dari suatu karya ilmiah, dalam hal ini adalah penulisan skripsi. Keseluruhan sistematika itu merupakan satu kesatuan yang
saling berhubungan antara satu dengan yang lain yang dapat dilihat sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
Bab I :
PENDAHULUAN Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain
memuat latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II
: PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH
Bab ini berisi tentang pengaturan perlindungan hukum terhadap anak korban tindak pidana hubungan seksual sedarah.
Bab III :
FAKTOR PENYEBAB
TERJADINYA HUBUNGAN
SEKSUAL SEDARAH Dalam bab ini diuraikan mengenai faktor-faktor penyebab
terjadinya tindak pidana hubungan seksual sedarah. Bab IV
: KEBIJAKAN HUKUM PIDANA INDONESIA TERHADAP
TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH Merupakan bab yang berisi tentang kebijakan hukum terhadap
tindak pidana hubungan seksual terhadap anak A.
Kebijakan Hukum Penal B.
Kebijakan Hukum Non-Penal
Universitas Sumatera Utara
Bab V :
KESIMPULAN DAN SARAN Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
pembahasan skripsi ini dan saran yang di harapkan dapat menjadi bahan masukkan dalam hal perlindungan hukum terhadap anak
korban tindak pidana hubungan seksual sedarahincest.
Universitas Sumatera Utara
35
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK
KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH A. Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana
Bentuk perlindungan terhadap masyarakat mempunyai banyak dimensi salah satunya yaitu perlindungan hukum. Adanya benturan kepentingan didalam
masyarakat harus dapat diminimalisasi dengan kehadiran hukum dalam masyarakat. Adanya perlindungan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia dapat
ditemukan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 UUD 1945 , oleh karena itu maka setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus
mampu memberikan perlindungan hukum bagi seluruh masyarakat.
45
Permasalahan mengenai anak merupakan bahasan yang kompleks dan cukup rumit untuk diselesaikan. Oleh sebab itu permasalahan tersebut haruslah
mendapat perhatian khusus. Sebagai makhluk yang lemah sudah seharusnya anak di dalam keluarga mendapatkan perlindungan dan rasa nyaman dari orang tuanya.
Antara anak dan orang tua ada suatu kewajiban hubungan timbal-balik yang disebut alimentasi.
46
Setiap orang tua wajib untuk mendidik dan melindungi anak sedangkan si anak wajib untuk mentaati orang tuanya.
44
Ni Putu Ria Dewi Marheni, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Berkaitan Dengan Pencantuman Disclaimer Oleh Pelaku Usaha Dalam Situs Internet Website, Magister
Ilmu Hukum Program Pascasarjana Udayana, Denpasar, 2013, Halaman 34.
46
Komariah, Hukum Perdata, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2002, Halaman 65
Universitas Sumatera Utara
Mengenai hak dan kewajiban orang tua diatur dalam Pasal 45 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 yang menyatakan :
47
1. Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-
baiknya. 2.
Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus
meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus. Namun sangat disayangkan banyak pemberitaan belakangan ini yang
memberitakan tentang adanya kekerasan seksual terhadap anak di dalam keluarga yang pada umumnya dilakukan oleh orang tuanya. Tindak pidana ini disebut
hubungan seksual sedarahincest. Hubungan seksual sedarah ini bukan termasuk pelanggaran. Hubungan seksual sedarah ini termasuk lingkup kejahatan. Tepatnya
termasuk kejahatan kesusilaan. Penyebutan istilah hubungan seksual sedarah atau incest memang tidak dijelaskan secara jelas dalam rumusan pasal-pasal dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pengaturan mengenai tindak pidana terhadap anak khususnya tentang
hubungan seksual sedarah dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana diatur dalam Buku II BAB XIV tentang Kejahatan terhadap Kesusilaan terdapat
dalam Pasal 287 ayat 1, Pasal 290, dan Pasal 294 ayat 1. Dalam ketentuan Pasal 294 ayat 1
48
berbunyi “ Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah
47
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991, Halaman 299.
Universitas Sumatera Utara
pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun
dengan bujangnya atau bawahannnya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”. Dalam rumusan Pasal 294 ayat 1 ini terdapat
beberapa unsur, yaitu: 1.
Unsur Subjektif Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku.
49
Unsur subjektif dalam pasal 294 ayat 1 ini adalah unsur “barang siapa”. Barang siapa dalam hal ini dapat diartikan sebagai orang perorangan tanpa
terkecuali dan dalam hal ini adalah orang terdekat atau orang yang memiliki hubungan dekat.
2. Unsur Objektif
Unsur objektif adalah unsur dari luar diri pelaku yang terdiri atas:
50
a. Perbuatan manusia, berupa:
1 Act, yakni perbuatan aktif atau perbuatan positif;
2 Omission, yakni perbuatan pasif atau perbuatan negative, yaitu
perbuatan yang mendiamkan atau membiarkan.
b. Akibat Result perbuatan manusia
48
Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Jakarta:Rajawali Press, 2003, Halaman 178
49
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Jakarta:Sinar Grafika, 2005, halaman 9
50
Ibid
Universitas Sumatera Utara
Akibat tersebut membahayakan atau merusak, bahkan menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum, misalnya
nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik, kehormatan, dan sebagainya. c.
Keadaan-keadaan circumstances Pada umumnya, keadaan tersebut dibedakan antara lain:
1 Keadaan pada saat perbuatan dilakukan
2 Keadaan setelah perbuatan dilakukan
d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum
Sifat dapat dihukum berkenaan dengan alasan-alasan yang membebaskan si pelaku dari hukuman. Adapun sifat melawan hukum adalah apabila
perbuatan itu bertentangan dengan hukum, yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.
Menurut Pasal 294 ayat 1, terdapat hubungan antara antara subjek hukum atau pembuat pelaku dengan objek korban. Adapun hubungan
ini ada dua macam yaitu: 1.
Hubungan kekeluargaan Yaitu adanya kewajiban hukum untuk melindungi, menghidupi,
memelihara, dan mendidik dari si pembuat terhadap korban. Misalnya si pembuat dengan anak kandungnya, anak angkatnya, anak tirinya yang belum dewasa.
2. Hubungan diluar kekeluargaan
Universitas Sumatera Utara
Yaitu hubungan yang timbul akibat adanya kewajiban secara professional sehingga tumbuh suatu kewajiban untuk memelihara dan menghidupinya, yaitu
hubungan si pembuat dengan anak yang belum dewasa yang dengan pengawasannya, pendidikannya, pemeliharaannya diserahkan padanya.
Pengaturan incesthubungan seksual sedarah dalam pasal 294 ayat 1 menjadi dipertegas dalam Rancangan Undang-Undang KUHP tahun 2012 dalam
pasal 494 ayat 1 disebutkan “Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul dengan anak kandungnya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tiga
tahun dan paling lama 12 dua belas tahun”. Di dalam penjelasan pasal 494 RUU KUHP ini dijelaskan bahwa Tindak pidana yang diatur dalam ketentuan ini
dikenal dengan “perbuatan sumbang incest”. Ketentuan incesthubungan seksual sedarah ini dalam RUU KUHP dimasukkan dalam tindak pidana percabulan.
Percabulan sendiri merupakan akar kata data kata “cabul” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai keji dan kotor; tidak senonoh
melanggar kesopanan, kesusilaan. Maka percabulan secara sederhana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara cabul.
B. Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga