1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan anugerah dan dambaan bagi setiap pasangan suami istri setelah menikah. Anak juga merupakan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang wajib
kita lindungi baik lahir maupun batinnya. Anak merupakan generasi penerus pemegang tongkat estafet masa depan. Anak sebagai bagian dari generasi penerus
cita-cita bangsa, memiliki peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara di masa mendatang. Agar mereka kelak mampu memikul tanggung jawab
itu, maka mereka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual.
1
Keluarga terutama orangtua merupakan orang atau lembaga terdekat sebagai tempat berlindung dan pembentuk kepribadian anak. Secara sosiologis,
keluarga diartikan sebagai unit kehidupan terkecil dari suatu masyarakat hukum yang terjadi karena suatu perkawinan.
2
Di dalam keluarga, seseorang belajar memegang peranan sebagai makhluk sosial yang memiliki norma-norma dan
kecakapan tertentu di dalam pengalamannya dengan masyarakat lingkungannya. Pengalaman-pengalaman yang didapatnya di dalam keluarga turut pula
menentukan cara-cara bertingkah laku. Apabila hubungan dalam keluarga berlangsung secara tidak wajar ataupun kurang baik, maka kemungkinan pada
1
Abu Huraerah, Kekerasan Terhadap Anak, Bandung: Nuansa Cendekia, 2012, Halaman 11
2
Tan Kamelo, Syarifah Lisa Andrianti, Hukum Orang dan Keluarga, Medan, 2011, Halaman 35
Universitas Sumatera Utara
umumnya, hubungan dengan masyarakat di sekitarnya akan berlangsung secara tidak wajar pula.
3
Namun disayangkan, orangtua yang pada hakekatnya menjadi tempat anak
–anak berlindung justru malah tidak memainkan perannya tersebut. Hal ini dapat kita liat dari semakin banyaknya kasus kekerasan yang justru
pelakunya adalah orang terdekat sendiri. Hal inilah yang mengundang keperihatinan kita. Bentuk kekerasan yang dialami anak dapat berupa tindakan-
tindakan kekerasan, baik secara fisik, psikis maupun seksual. Pada dasarnya, alasan anak menjadi sasaran korban kekerasan oleh orangtuanya adalah karena
anak merupakan makhluk yang lemah dan belum bisa melindungi dirinya sendiri. Ia belum bisa menentang perlakuan kasar dari orang tua. Selain itu juga adanya
rasa hormat yang dijunjung oleh sianak terhadap orangtuanya. Berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak KNPA dalam tiga tahun terakhir
menunjukkan data mengenai kekerasan terhadap anak yang terus meningkat, yaitu tahun 2012 terdapat 1.383 kasus, tahun 2013 tercatat 2.792 kasus dan per-April
2014 jumlah pengaduan telah mencapai jumlah 3.023 kasus. Dari jumlah tersebut, menurut jenisnya, kekerasan seksual merupakan salah satu jenis kekerasan yang
mendominasi terjadi pada anak. Sedangkan menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI mencatat adanya peningkatan dalam kasus
kekerasan seksual terhadap anak dalam kurun waktu 2012 sampai 2013 dengan presentasi peningkatan sebesar 30 persen, dengan rata-rata setiap bulannya
terdapat lebih dari 45 orang anak yang mengalami kekerasan seksual. Jenis
3
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Bandung: PT. Refika Aditama, 2012, Halaman 75-76
Universitas Sumatera Utara
kekerasan yang paling banyak terjadi adalah sodomi, pemerkosaan, pencabulan, serta incest. Sedangkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAI melansir
sejak Januari hingga Oktober 2014, tercatat 784 kasus kekerasan seksual anak. Itu artinya rata-rata 129 anak menjadi korban kekerasan seksual setiap bulannya, dan
20 anak menjadi korban pornografi
4
. Sedangkan, berdasarkan data yang didapat dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak Provinsi Sumatera Utara ditahun 2014
sebanyak 100 kasus kekerasan terhadap anak di Sumatera Utara, sekitar 14 persen dan 3 persen diantaranya merupakan kasus pencabulan dan pemerkosaan. Kasus
tersebut jika dilihat dari kategori usia korban, yaitu untuk kasus pencabulan dan pemerkosaan dengan korban yang usianya dibawah 18 tahun masing- masing
sebanyak 7 persen dan 2 persen. Sedangkan berdasarkan kasus anak berdasarkan pelaku Tahun 2014 ayahibu kandung menduduki posisi kedua dengan persentasi
sebesar 30 persen. Dan di posisi pertama sebanyak 33,8 persen diduduki oleh orang yang tak di kenal. Hal ini sangat memprihatinkan karena ternyata
berdasarkan data tersebut justru orangtua-lah yang menjadi pelakunya. Sebenarnya incest bukanlah kata yang baru kita dengar. Incest merupakan
hubungan seksual yang dilakukan oleh individu dalam suatu keluarga lainnya, baik itu ayah dengan anak, ibu dengan anak, kakek dengan cucu, kakak dengan
adik. Sebagian termasuk ke dalam kejahatan atau penganiayaan seksual, dimana perilaku seksual yang dilakukan dapat berupa penganiayaan secara fisik maupun
nonfisik, oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan yang bertujuan untuk
4
http:www.kpai.go.idberitakpai-setiap-bulan-129-anak-jadi-korban-kekerasan-seksual diakses pada Kamis, 22 Januari 2015 pukul 21.10
Universitas Sumatera Utara
memuaskan hasrat seksual pelakunya.
5
Sejarah mencatat bahwa beberapa masyarakat kuno telah melakukan perkawinan antar keluarga dengan alasan
politik untuk melanggengkan kekuasaan dan juga karena alasan kemurnian keturunan atau ras. Pada masa peradaban Mesir kuno, perkawinan antara saudara
bukanlah hal yang aneh didengar. Seorang raja bisa saja menikahi putrinya atau seorang kakak menikahi adik kandungnya sendiri. Sebagai contoh pasangan dewa
Osiris dan dewi Isis yang sebenarnya adalah kakak beradik. Di Indonesia ada juga kisah serupa dimana adanya perkawinan sesama atau antar keluarga sedarah
walau hanya sebatas legenda. Contohnya perkawinan Prabu Watugunung dengan Dewi Sinta dimana sebenarnya Prabu Watugunung adalah anak kandungnya
sendiri dan baru diketahui setelah Dewi Sinta melahirkan 28 orang anak. Legenda lainnya adalah kisah Sangkuriang dan Dayang Sumbi yang hampir saja akan
menikah. Tampaknya Incest ini merupakan hal tabu yang telah disetujui secara universal oleh setiap orang. Namun di zaman modern yang serba canggih ini,
santer terdengar kasus incest yang muncul di masyarakat. Sebagai contoh kasus incest di masyarakat yang diperoleh dan dihimpun oleh Yayasan Pusaka Indonesia
dari Media Massa antara lain:
6
1. Ayah badau BN 42 wiraswasta warga Bukit Tujuh Pondok LC, Kec
Torgamba, Kab Labuhan Batu Selatan menodai anak kandungnya sendiri sebanyak 4 kali sejak selasa 261 Menurut Kasat, dari hasil pemeriksaan
5
www.kaskus.co.idthread513ffa92db9248c37900000bedukasi-sejarah-penyebab-dan- solusi-hubungan-incest. diakses pada Kamis, 22 Januari 2015 pukul 21.15 WIB
6
http:www.pusakaindonesia.or.idnews.php?extend.276.4 diakses pada Jumat, 23 Januari 2015 pukul 10.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
penyidik tersangka mengakui menodai putri kandungnya itu pertama kali sejak tahun 2007, saat itu anak tersebut masih berusia 15 tahun. Tidak
tahan dengan perlakuan itu akhirnya korban menceritakan perbuatan ayahnya itu kepada warga, mendengar pengakuan tersebut dua warga
yakni Edison Hutasoit dan Iwan langsung menyerahkan tersangka ke polsek Torgamba dan di boyong ke polres Labuhan Batu guna menjalani
penyidikan.
7
2. Rantauprapat, perilaku bejat seorang ayah kembali terjadi. Bukhori 45
warga Desa Bukit 7, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu Selatan tega menodai anaknya sendiri Bunga 15. Korban mengakui telah
ditiduri oleh ayah kandungnya sendiri sebanyak 4 kali. Tidak tahan dengan perbuatan ayahnya tersebut akhirnya korban menceritakan
kejadian tersebut kepada majikannya, dan akhirnya di laporkan langsung ke polres Labuhan Batu. Sementara itu, Kapolres Labuhan Batu AKBP
Toga Habinsaran Panjaitan Melalui kanit Unit Pelayanan Perempuan dan Anak UPPA IPTU Ariasda Ginting mengungkapkan, mereka sudah
menerima laporan dari korban dan pelaku sendiri telah di amankan untuk proses hukum lebih lanjut.
8
7
Waspada, Sabtu 30 Januari 2010 dalam http:www.pusakaindonesia.or.idnews.php?extend.276.4 diakses pada Jumat, 23 Januari
2015 pukul 10.00 WIB
8
Seputar Indonesia, Kamis 28 januari 2010 dalam http:www.pusakaindonesia.or.idnews.php?extend.276.4 diakses pada Jumat, 23 Januari 2015
pukul 10.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
Penyebab terjadinya incest sangat beragam. Ada karena faktor internal ada juga karena faktor eksternal. Namun sangat disayangkan karena banyak kasus
incest yang tidak dilaporkan atau lama terungkap karena adanya prinsip atau pandangan bahwa jika melaporkan sama halnya dengan membuka aib keluarga
dan menimbulkan rasa malu dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Sebagian besar pelaku incest adalah seorang ayah dan korbannya adalah
anak perempuan. Alasan seorang ayah melakukan incest bisa saja karena pelaku mengalami masa kecil yang kurang menyenangkan, latar beakang keluarga yang
kurang harmonis, bahkan mungkin saja pelaku merupakan korban penganiayaan seksual di masa kecilnya. Pelaku cenderung memiliki kepribadian yang tidak
matang, pasif dan cenderung tergantung pada orang lain. Ia kurang dapat mengendalikan dirihasratnya, kurang dapat berpikir secara realistis, cenderung
pasif-agresif dalam mengekspresikan emosinya, kurang memiliki rasa percaya diri. Selain itu, kemugkinan pelaku adalah pengguna alcohol atau obat-obatan
terlarang lainnya.
9
Tindak pidana incest ini sendiri dikategorikan tindakan tidak bermoral sehingga dituntut adanya penghukuman terhadap pelaku yang seberat-
beratnya karena dampak yang ditimbulkan dapat merugikan si korban baik secara fisik dan psikis. Hal ini akan menghambat tumbuh kembang si anak korban.
Sehingga telah melanggar hak-hak anak. Sudah sepatutnya setiap anak mendapatkan perlindungan sebagai bentuk nyata penghargaan kita terhadap hak
anak. Salah satu bentuk penghargaan tersebut adalah dengan lahirnya Undang-
9
www.blog-adhaedelweiss.blogspot.com2013_04_01_archive.html diakses pada Sabtu, 24 Januari 2015 pukul 16.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
Undang Perlindungan Anak yang meupakan bentuk keseriusan dari pemerintah untuk meratifikasi Konvensi Hak Anak yang disahkan melalui Keputusan
Presiden No 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Child Konvensi Hak-Hak Anak. Sebagai implementasi dari ratifikasi
tersebut maka pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Walaupun instrumen hukum telah dimiliki, dalam
perjalanannya Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak masih belum dapat berjalan secara efektif. Untuk itu dilakukan perubahan
terhadap Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang No. 35 tahun 2014. Perubahan Undang-undang ini berguna
untuk mempertegas pemberatan sanksi pidana dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku. Tidak hanya itu
perubahan undang-undang ini juga bertujuan untuk memulihkan kembali fisik, psikis dan sosial anak korban maupun anak pelaku kejahatan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengantisipasi Anak korban maupun anak pelaku kejahatan di kemudian hari tidak menjadi pelaku kejahatan yang sama.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengkaji dan berusaha menguraikan lebih lanjut faktor penyebab terjadinya tindak pidana hubungan
seksual sedarah, bentuk perlindungan terhadap anak korbannya, dan kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana hubungan seksual sedarahincest.
B. Perumusan Masalah