2.2 Kerangka Berpikir
Keberhasilan siswa setelah dilakukannya pembelajaran dapat dilihat dari hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang terdiri dari pemahaman konsep,
penalaran, dan pemecahan masalah merupakan aspek berpikir matematika yang sangat penting. Salah satu hal yang penting dalam proses pembelajaran
matematika, banyak siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah sehingga hasil belajar yang dicapai tidak memuaskan. Kesulitan ini muncul
karena paradigma bahwa jawaban akhir sebagai satu-satunya tujuan dari pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk kemampuan berpikir matematika tingkat tinggi karena dalam kegiatan pemecahan
masalah terangkum kemampuan matematika lainnya seperti penerapan aturan pada masalah yang tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian pemahaman
konsep maupun komunikasi matematika. Secara garis besar langkah-langkah pemecahan masalah menurut Polya 1973 yakni understanding the problem
memahami masalah, devising a plan merencanakan penyelesaian, carrying out the plan melaksanakan rencana penyelesaian, dan looking back memeriksa
kembali proses dan hasil. Dalam menyelesaikan soal-soal, siswa memerlukan pemikiran untuk
menyelesaikan soal-soal tersebut. Oleh karena itu, siswa dengan cara berpikir yang berbeda akan menyelesaikan dan mengerjakan soal dengan cara yang
berbeda pula. Sehingga prestasi belajar yang akan dicapai oleh setiap siswa belum
tentu sama. Perbedaan ini salah satunya dipengaruhi oleh karakteristik cara berpikir siswa. Karakteristik cara berpikir adalah cara khas yang digunakan
seseorang dalam mengamati dan beraktivitas mental, yakni mengatur dan mengolah informasi. Ada empat karakteristik cara berpikir siswa menurut
Anthony Gregorc yakni tipe Sekuensial Konkret SK, Sekuensial Abstrak SA, Acak Konkret AK, dan Acak Abstrak AA.
Secara umum siswa dengan tipe SK berpegang pada informasi yang teratur dengan cara menghubung-hubungkan dan mudah mengingat fakta, informasi, dan
rumus. Catatan adalah cara yang baik bagi iswa tipe SK untuk belajar. Bagi siswa tipe SA, kenyataan adalah dunia pemikiran abstrak, berpikir dalam konsep, dan
menganalisis informasi dengan baik. Siswa tipe SA mudah dalam menentukan titik kunci atau detail penting. Siswa dengan tipe AK berpegang pada kenyataan
namun juga melakukan pendekatan trial and error, lebih berorientasi pada proses daripada hasil akhir, dan memiliki dorongan yang kuat untuk menyelesaikan
masalah dengan cara mereka sendiri. Siswa tipe AA berpegang pada dunia perasaan dan emosi mereka, sehingga mereka belajar sesuai dengan emosi mereka
dan lebih suka berada pada lingkungan yang kurang teratur, meskipun demikian mereka lebih menyukai pembelajaran di mana guru menjelaskan materi dengan
gambaran abstrak yang detail. Karena kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan utama dari
pendidikan matematika, maka penting bagi guru untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa dalam menyelesaikan soal yang ditinjau dari
karakteristik cara berpikir siswa. Hal tersebut bermanfaat bagi guru untuk
merancang desain pembelajaran maupun tugas yang sesuai dengan karakteristik cara berpikir siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dan pembelajaran
lebih bermakna. Seorang guru harus dapat merencanakan dan melaksanakan suatu model
pembelajaran yang tepat terhadap suatu materi, sehingga pada saat proses pembelajaran di kelas guru dapat berperan sebagai fasilitator dan pembimbing
bagi siswa. Sementara itu siswa dituntut untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran, bukan hanya sekedar menerima pelajaran dari guru. Model
Problem Based Learning memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata. Hal ini
akan memudahkan siswa dalam menguasai konsep-konsep yang dipelajari karena masalah yang diberikan adalah masalah yang berkaitan dengan dunia nyata.
Model Problem Based Learning menekankan adanya aktivitas pembelajaran yang aktif dari siswa dalam bentuk kerjasama dalam kelompok di
mana guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing. Dengan bekerja secara berkelompok akan membantu siswa mengembangkan pengetahuan barunya dan
bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Di samping itu dengan pembelajaran Problem Based Learning akan melatih siswa sebagai
pemecah masalah yang bisa bekerja sama dengan sesama siswa, mendorong untuk mampu memahami masalah, merencanakan strategi pemecahan masalah, mampu
melaksanakan strategi pemecahan masalah yang telah diperoleh dan memeriksa kembali solusi dari pemecahan masalah tersebut. Jadi dalam proses pembelajaran
matematika dengan menggunakan model Problem Based Learning dapat
mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran melalui kegiatan mengajak siswa untuk memecahkan suatu permasalahan.
50
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor 1976: 5 mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. David Williams dalam Moleong 2007:5 menulis
bahwa penelitian kualitatif adalah pengumpulan data pada suatu latar alamiah, dengan menggunakan metode alamiah, dan dilakukan oleh orang atau peneliti
yang tertarik secara alamiah. Menurut Creswell 2003:17 penelitian kualitatif adalah metode yang memunculkan pertanyaan terbuka, data wawancara, data
observasi, data dokumentasi, dan analisa data audiovisual serta teks dan gambar. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian kualitatif dalam penelitian ini
didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan harapan dapat mengungkap secara lebih cermat kemampuan pemecahan masalah siswa dalam
menyelesaikan soal ditinjau dari karakteristik cara berpikir siswa. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus.
Stake dalam Creswell 2003:15 mendefinisikan studi kasus adalah jenis