2.1.3.1 Teori Konstruktivisme
Menurut Woolfolk 2001: 329, “Constructivism view that emphasizes the active role of the learner in building understanding and making sense of
information ”. Hal tersebut berarti konstruktivisme menekankan peran aktif dari
siswa dalam membangun pengertian dan informasi. Tujuan pendidikan menurut
teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berpikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi, dapat mengkonstruksi pengetahuan secara pribadi serta menyelesaikan masalah tanpa bantuan dari orang lain.
Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala
sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Satu prinsip yang paling penting adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benak mereka. Guru dapat memberikan kemudahan untuk proses ini,
dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri Trianto, 2007: 13.
Dengan demikian keterkaitan penelitian ini dengan teori konstruktivisme yakni siswa menemukan sendiri informasi mengenai materi bangun ruang sisi
datar dan dilatih untuk memecahkan masalah matematika melalui model Problem Based Learning. Dalam hal ini peneliti berperan sebagai mediator dan fasilitator
untuk membantu optimalisasi belajar siswa.
2.1.3.2 Teori Piaget
Belajar tidak hanya diperoleh melalui pengalaman pribadi siswa dalam memahami materi yang disampaikan dalam pembelajaran, tetapi pembelajaran
juga menekankan pada sikap atau perilaku siswa. Menurut Nur sebagaimana dikutip oleh Trianto 2007: 14, perkembangan kognitif sebagian besar ditentukan
oleh manipulasi dan interaksi aktif anak dengan lingkungan. Piaget yakin bahwa pengalaman-pengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting bagi terjadinya
perubahan perkembangan. Tahap perkembangan kognitif Piaget sebagaimana dikutip oleh Arends
2012: 330, mengemukakan bahwa setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat
tingkat perkembangan kognitif. Empat tingkat perkembangan kognitif tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Tahapan Perkembangan Kognitif Anak Tahap
Perkiraan Usia Kemampuan-Kemampuan
Utama Sensorimotor
Lahir sampai 2 tahun
Terbentuknya konsep
“kepermanenan obyek” dan kemajuan
gradual dari
perilaku refleksif ke perilaku yang
mengarah kepada
tujuan. Praoperasional 2 sampai 7 tahun
Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol
untuk menyatakan obyek- obyek
dunia. Pemikiran
masih egosentris dan sentrasi. Operasi
konkret 7
sampai 11
tahun Perbaikan dalam kemampuan
untuk berpikir secara logis.
Tahap Perkiraan Usia
Kemampuan-Kemampuan Utama
Kemampuan-kemampuan baru termasuk penggunaan
operasi-operasi yang dapat balik. Pemikiran tidak lagi
sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak
begitu
dibatasi oleh
keegoisentrisan. Operasi formal 11 tahun sampai
15 tahundewasa Pemikiran abstrak dan murni
simbolis mungkin dilakukan. Masalah-masalah
dapat dipecahkan
melalui penggunaan eksperimentasi
sistematis. Menurut Bell 1978: 101, walaupun siswa SMP termasuk tahap operasi
formal karena berusia lebih dari 11 tahun, sebagian besar siswa SMP masih berada pada tahap operasi konkret. Oleh karena itu, siswa SMP senang bekerja
dengan diagram, model, dan perangkat fisik lainnya. Mereka belajar mengenai
konsep-konsep abstrak yang baru melalui realitas fisik dan pengalaman mereka sendiri. Selain itu dalam pembelajaran matematika hendaknya materi yang akan
dipelajari diperkenalkan melalui contoh-contoh konkret. Dengan demikian keterkaitan penelitian ini dengan teori Piaget adalah
penggunaan alat peraga bangun ruang sisi datar dalam pembelajaran yang dapat membantu siswa memvisualisasikan bangun ruang. Selain itu penyajian masalah
kontekstual di awal kegiatan pembelajaran akan membantu siswa memahami materi yang akan dipelajari.
2.1.3.3 Teori Vygotsky