Kondisi Perekonomian Kota Makassar Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara PPU di Kota Makassar

Sumber: Dishub Kota Makassar 2011 Pertumbuhan panjang jalan yang cenderung konstan dari tahun ke tahun juga menyebabkan tingkat kejenuhan beberapa ruas jalan utama di Kota Makassar semakin bertambah. Pelebaran luas jalan pada beberapa ruas jalan di Kota Makassar juga tidak banyak membantu mengatasi kemacetan dalam jangka panjang, sehingga dibutuhkan suatu kebijakan yang komprehensif dari Pemerintah Kota Makassar untuk mengatasi kemacetan yang terjadi. Panjang jalan menurut fungsi jalan pada tahun 2009 ditunjukkan pada Tabel 12 berikut. Tabel 12. Panjang jalan menurut fungsi jalan di Kota Makassar tahun 2009 Fungsi Jalan Panjang Jalan Km Arteri Primer 42.29 34.23 83.29 297.69 1120.88 15.13 1593.46 Arteri Sekunder Kolektor Primer Kolektor Sekunder Lokal Inspeksi Kanal Total Sumber: Dinas PU Kota Makassar 2010

4.5 Kondisi Perekonomian Kota Makassar

Produk Domestik Regional Bruto PDRB merupakan salah satu pencerminan kemajuan ekonomi suatu daerah, yang didefinisikan sebagai keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dalam waktu 1 tahun di wilayah tersebut. Berdasarkan hasil penghitungan PDRB tahun 2009, nilai PDRB Kota Makassar atas dasar harga berlaku telah mencapai 31,263.651 miliar rupiah. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan 2009, nilainya sebesar Rp 14,798.187 milliar rupiah. Angka lainnya yang dapat diturunkan dari angka PDRB adalah angka PDRB perkapita. Indikator ini biasa digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu daerah. Nilai pendapatan perkapita bruto atas dasar harga konstan 2000 penduduk Kota Makassar tahun 2009 sebesar 24,758,131 Rupiah. BPS, 2010 Struktur ekonomi Makassar didominasi oleh peranan sektor perdagangan, hotel dan restoran sekitar 28.09 persen diikuti sektor industri pengolahan sekitar 23.09 persen dan ketiga adalah peranan sektor angkutan dan komunikasi sekitar 16.23 persen. Sementara urutan ke empat dan kelima adalah sektor jasa dan sektor keuangan masing-masing sekitar 11.28 persen dan 10.78 persen. Nilai PDRB Kota Makassar Tahun 2005 hingga 2009 dapat dilihat pada Tabel 13 berikut. Tabel 13. PDRB Kota Makassar atas dasar harga berlaku Tahun PDRB Kota Makassar Dalam Juta Rupiah Persentase Peningkatan 2005 15,744,193.91 0.00 2006 18,165,876.32 13.33 2007 20,794,721.30 12.64 2008 26,068,221.49 20.23 2009 31,263,651.65 16.62 Sumber: BPS 2010

4.6 Kebijakan Pengendalian Pencemaran Udara PPU di Kota Makassar

Menurunnya kualitas udara ternyata telah secara nyata dirasakan oleh masyarakat. Studi yang dilakukan oleh KNLH 2006 di lima kota besar Indonesia antara lain DKI Jakarta, Surabaya, Medan, Banjarmasin dan Makassar menunjukkan 90 dari jumlah total responden percaya bahwa kualitas udara sudah sangat buruk. Studi ini juga menunjukkan bahwa 82 dari responden percaya bahwa buruknya kualitas udara memberikan dampak negatif bagi kesehatan, 67 responden berpendapat bahwa sektor transportasi merupakan penyebab utama dari pencemaran udara yang terjadi. Era otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan ditetapkannya UU No. 221999 tentang Pemerintah Daerah serta PP No. 252000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Kedua peraturan tersebut mengubah struktur pembagian wewenang dalam bidang lingkungan hidup, termasuk didalamnya pengendalian pencemaran udara antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten atau Kota. Daerah kini memegang peran kunci dalam pelaksanaan dan penegakan kebijakan PPU. Dalam kerangka otonomi daerah, kajian kewenangan dan kelembagaan perangkat hukum pengendalian pencemaran udara diletakkan. Distribusi kewenangan antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten atau Kota dalam PP No. 411999, perangkat hukum paling tinggi hirarkinya yang secara khusus mengatur PPU, perlu diharmonisasi dengan perangkat hukum otonomi daerah untuk memperjelas kewenangan dan menghindari tumpang tindih. Pencemaran udara tidak dapat diselesaikan secara responsif dan intuitif semata. Diperlukan strategi PPU yang dirumuskan dengan sisi pandang yang multidimensi dan terintegrasi. Strategi PPU yang multidimensi dan terintegrasi pada gilirannya tidak dapat dipisahkan oleh sektor lain. Setidaknya ada empat komponen yaitu bahan bakarbahan baku, teknologi, riset, tata praja governance yang saling terkait dalam merumuskan strategi PPU yang efektif guna mencapai tujuan PPU. PP No. 411999, perangkat hukum paling tinggi hirarkinya yang secara khusus mengatur Pengendalian Pencemaran Udara PPU, telah mengatur kebijakan teknis PPU dan peran serta masyarakat dalam upaya mewujudkan udara bersih dan sehat. Menurut PP No. 411999, Pasal.16 “Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara”. Inti dari suatu upaya pengendalian pencemaran udara adalah mencegah sebelum terjadi pencemaran udara serta melakukan penanggulangan dan pemulihan setelah terjadi pencemaran udara. Kebijakan PPU yang diterapkan oleh Pemerintah Kota Makassar saat ini berupa kebijakan uji emisi “Spot check” kendaraan bermotor secara insidentil pada beberapa ruas jalan utama. Kebijakan ini mengacu kepada Kepmen LH No.141 Tahun 2003 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi current production. Pelaksanaan uji petik emisi kendaraan bermotor dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan peran masyarakat dalam mencegah pencemaran udara dari kendaraan pribadi. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pemeliharaan kendaraan secara berkala dan memasyarakatkan pemeriksaan emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. Kegiatan lain adalah pemantauan kualitas udara jalan raya roadside monitoring untuk beberapa parameter utama dan penghitungan kinerja lalu lintas kecepatan lalu lintas dan kerapatan kendaraan di jalan raya yang dilakukan secara serentak pada beberapa ruas jalan arteri yang dipilih. Standar kualitas udara ambien mengacu kepada SK Gubernur Sulawesi Selatan No. 14 Tahun 2003 tentang baku mutu udara ambien dan tingkat kebisingan. Kebijakan jangka pendek lainnya berupa rekayasa lalu lintas untuk memperlancar arus kendaraan dan mengurangi kemacetan pada beberapa ruas jalan yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Distribusi Jumlah Kendaraan Bermotor di Kota Makassar

Estimasi total beban emisi dilakukan dengan mengambil sampel masing- masing 1 satu ruas jalan pada 14 kecamatan yang ada di Kota Makassar, untuk mengetahui jumlah kendaraan per hari pada masing-masing ruas jalan yang diamati. Hasil pengamatan menunjukkan jumlah kendaraan pada seluruh ruas jalan didominasi oleh jenis kendaraan mobil penumpang dan sepeda motor, sedangkan sisanya adalah jenis kendaraan bus dan truk. Distribusi jumlah kendaraan pada setiap ruas jalan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Distribusi jumlah kendaraan pada setiap ruas jalan di Kota Makassar tahun 2011. Dari Gambar 8 menunjukkan bahwa jumlah kendaraan tertinggi terdapat pada jalan-jalan arteri seperti jalan Perintis Kemerdekaan km.10 dan km.18 rata- rata 114 256 dan 112 832 kendaraanhari, jalan AP. Pettarani 106 192 kendaraanhari, jalan Urip Sumohardjo 76 688 kendaraanhari, dan jalan Sultan Alauddin 73 728 kendaraanhari. Hal ini disebabkan karena ruas jalan tersebut merupakan pintu masuk dari Kabupaten Maros dan Gowa yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar. Selain itu jumlah kendaran yang cukup tinggi juga dapat ditemui pada jalan-jalan di pusat kota yang merupakan daerah pusat bisnis seperti jalan Veteran Selatan 67 232 kendaraanhari, dan jalan Sudirman 80 353 kendaraanhari. Sedangkan jumlah kendaraan terendah terdapat pada 20 40 60 80 100 120 Jum la h K e n d ar aan p e r h a ri u n it x 1000 Ruas Jalan Bus Truk Mobil Penumpang Sepeda Motor jalan kolektor seperti jalan Dr. J. Leimena rata-rata 22 880 kendaraanhari dan jalan A. Tonro 17 380 kendaraanhari yang merupakan kawasan pemukiman. Hasil selengkapnya untuk ditribusi jumlah kendaraan pada tiap ruas jalan dan kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Distribusi jumlah kendaraan berdasarkan jenis kendaraan ditampilkan pada Gambar 9 berikut. Gambar 9. Distribusi jumlah kendaraan berdasarkan jenis kendaraan di Kota Makassar tahun 2011. Dari Gambar 9 terlihat bahwa jenis kendaraan yang memiliki persentase tertinggi yaitu sepeda motor 62.4 dan yang terendah adalah kendaraan bus hanya sekitar 0.3 dari total kendaraan. Kecilnya persentase kendaraan bus dibandingkan kendaraan lain menunjukkan bahwa kendaraan pribadi terutama sepeda motor merupakan pilihan kendaraan yang paling diminati oleh penduduk Kota Makassar. Hal ini dapat disebabkan karena tidak tersedianya moda tranportasi publik yang memadai serta berbagai fasilitas untuk memiliki kendaraan bermotor khususnya sepeda motor yang cukup mudah saat ini. Kebijakan manajemen tranportasi publik pemerintah Kota Makassar saat ini belum mengarah kepada penyediaan sarana transportasi massal yang mempunyai kapasitas angkut yang besar seperti busway, subway atau monorail tetapi lebih didominasi oleh jenis kendaraan angkutan kota dengan kapasitas angkut yang kecil. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah angkutan kota yang beroperasi yang sering kali menjadi sumber kemacetan. Jumlah kendaraan berdasarkan bahan bakar yang digunakan didominasi oleh jenis kendaraan berbahan bakar bensin dibanding kendaraaan berbahan bakar 549 792 62.4 320 976 36.4 6736 0.7 3084 0.3 Sepeda Motor Mobil Penumpang Truk Bus