Prioritas Strategi Reduksi Beban Emisi

wawancara, alternatif kegiatan reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar yang berhasil diidentifkasi adalah: 1 Rekayasa lalulintas A-1 2 Inspection and Maintenance A-2 3 Pengetatan standar emisi A-3 4 Pembatasan jumlah kendaraan A-4 5 Penggunaan Catalytic Converter A-5 6 Substitusi bahan bakar ramah lingkungan A-6 7 Penggunaan transportasi massal A-7 8 Pajak Emisi A-8 9 Penataan ruang A-9 10 Pemantauan kualitas udara A-10 11 Sistem penegakan hukum lingkungan A-11 12 Peningkatan ruang terbuka hijau A-12 Kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban emisi adalah: 1 Partisipasi masyarakat K-1, 2 Kemudahan manajemen K-2, Biaya K-3, Efisiensi K-4 dan Keberlanjutan K-5. Analisis AHP kegiatan reduksi emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar ditetapkan tiga level. Level pertama adalah tujuan, yaitu kegiatan yang efektif dan efisien untuk mereduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar. Level kedua adalah kriteria yang digunakan untuk menentukan prioritas kegiatan reduksi beban emisi, dan level ketiga adalah alternatif kegiatan reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar. Berdasarkan tujuan, alternatif dan kriteria yang dikembangkan kemudian dilakukan penilaian kepentingan alternatif menurut pakar dalam bentuk tabel kuesioner matriks perbandingan berpasangan pairwise comparison. Matriks hasil penilaian pakar berupa matriks individu N ij tentang kepentingan relatif antar elemen, kemudian diolah menjadi matriks gabungan N Gij dengan menggunakan persamaan geometric mean sebagai berikut: N Gij = �� 1�� � � 2�� � … � � 5�� 5 ................................................. 4 Hasil setiap matriks perbandingan ditentukan eigen vector-nya dan Consistency Ratio CR untuk mendapatkan local priority dan global priority. Elemen yang paling penting atau mendapat prioritas paling tinggi ditentukan berdasarkan nilai eigen dan global priority. Hasil analisis AHP menggunakan aplikasi program Expert Choice 2000, menunjukkan bahwa kriteria keberlanjutan eigen value 0.521 menjadi kriteria paling penting untuk diimplementasikan dalam kegiatan reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar dan diikuti oleh kriteria efisiensi 0.227, kemudahan manajemen 0.204, dan terakhir adalah biaya 0.047. Urutan kriteria disusun berdasarkan pada bobot prioritas yang dihasilkan pada matriks perbandingan, dimana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai faktor utama, sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah kriterianya dalam penentuan strategi reduksi beban emisi. Perbandingan prioritas alternatif strategi pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar berdasarkan eigen value untuk seluruh kriteria ditunjukkan pada Gambar 15. Gambar 15. Perbandingan prioritas kriteria strategi reduksi beban emisi di Kota Makassar . Sedangkan perbandingan alternatif berdasarkan eigen value untuk seluruh prioritas ditunjukkan pada Gambar 16. Priorities with respect to: reduksi emisi kendaraan bermotor Gambar 16. Perbandingan prioritas alternatif strategi reduksi beban emisi di Kota Makassar. Hasil analisis berdasarkan matriks perbandingan berpasangan antar elemen level tiga alternatif dengan memperhatikan keterkaitannya dengan level dua kriteria diperoleh peringkat keseluruhan alternatif berupa bobot prioritas lokal kegiatan reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar terhadap keempat prioritas yang dikembangkan. Operasi perkalian antar matriks lokal kemudian dilanjutkan operasi perkalian dengan prioritas global ditunjukkan pada Tabel 14. Berdasarkan data Tabel 14, terlihat bahwa substitusi bahan bakar ramah lingkungan mempunyai nilai yang tertinggi 0.138, karena dari empat kriteria yang dikembangkan untuk menentukan kegiatan reduksi beban emisi, substitusi bahan bakar ramah lingkungan mempunyai dua nilai tertinggi yaitu pada kriteria efisiensi dan keberlanjutan. Pemberlakuan pajak emisi mempunyai bobot kriteria tertinggi kedua 0.109, disusul penggunaan transportasi massal 0.105, pembatasan jumlah kendaraan 0.089, penggunaan catalytic converter 0.087, pemantauan kualitas udara 0.084, penataan ruang 0.082, sistem penegakan hukum lingkungan 0.080, peningkatan ruang terbuka hijau 0.077, pengetatan standar emisi 0.055, rekayasa lalulintas 0.052, dan terakhir inspection and maintenance 0.043. Tabel 14. Prioritas lokal dan global strategi reduksi beban emisi di Kota Makassar. KRITERIA Prioritas Global K-1 K-2 K-3 K-4 Bobot Kriteria 0.204 0.047 0.227 0.521 Rekayasa Lalulintas 0.127 0.142 0.033 0.022 0.052 5.2 Inspection Maintenance 0.020 0.024 0.042 0.055 0.043 4.3 Pengetatan Standar Emisi 0.052 0.121 0.062 0.046 0.055 5.5 Pembatasan Jumlah Kendaraan 0.127 0.206 0.154 0.035 0.089 8.9 Penggunaan Catalytic Converter 0.175 0.078 0.088 0.053 0.087 8.7 Substitusi Bahan Bakar Ramah - Lingkungan 0.046 0.062 0.172 0.166 0.138 13.8 Penggunaan Transportasi Massal 0.030 0.024 0.153 0.121 0.105 10.5 Pajak Emisi 0.073 0.162 0.105 0.119 0.109 10.9 Penataan Ruang 0.020 0.024 0.027 0.136 0.082 8.2 Pemantauan Kualitas Udara 0.172 0.073 0.052 0.065 0.084 8.4 Sistem Penegakan Hukum - Lingkungan 0.057 0.049 0.086 0.090 0.080 8.0 Peningkatan RTH 0.101 0.034 0.027 0.092 0.077 7.7 Substitusi bahan bakar ramah lingkungan sejalan dengan program yang telah dicanangkan pemerintah yaitu konversi pemakaian bahan bakar minyak BBM ke bahan bakar gas BBG. Di Asia, beberapa negara yang sudah menerapkan konversi BBM ke BBG adalah Thailand, China, Jepang dan Malaysia. Malaysia mengawali pemakaian Compressed Natural Gas CNG untuk 2000 unit kendaraan pada tahun 1992, hasilnya pada tahun 2009 telah dikonversi sebanyak 42 617 kendaraan. Cina memulai konversi pada tahun 1998 dan sampai saat ini telah mengkonversi 450 ribu kendaraan menggunakan CNG dan 143 ribu kendaraan menggunakan Liquified Gas for Vehicles LGV. Adapun Thailand mulai mengkonversi BBM pada tahun 2001 dan saat ini telah mengkonversi sekitar 473 ribu kendaraan yang menggunakan LGV dan 218 ribu kendaraan menggunakan CNG. Jepang sejak 1998 hingga 2012 telah menerapkan konversi terhadap 288 ribu kendaraan. Indonesia menargetkan untuk mengkonversi 250 ribu kendaraan menggunakan LGV dan 46 ribu kendaraan menggunakan CNG. Kendala utama yang dihadapi pemerintah yaitu keterbatasan produksi alat konversi BBM ke BBG converter kit yang diperkirakan hingga tahun 2014 hanya mampu memproduksi sekitar 250 ribu unit converter kit Pertamina, 2003. CNG adalah alternatif bahan bakar cair yang telah digunakan di Indonesia khususnya di Jakarta yang telah diujicobakan secara terbatas pada kendaraan umum dengan frekuensi perjalanan yang tinggi seperti taksi dan bus. Pemakaian CNG yang lebih luas terhambat oleh masalah pasokan karena jumlah stasiun pengisian bahan bakar masih belum memadai. Menurut Ribeiro 2007 CNG menjadi populer karena karakteristik emisinya yang lebih baik, namun pada kendaraan modern yang memiliki alat pengolahan gas buangan, besarnya emisi non CO 2 dari mesin bensin hampir sama dengan CNG sehingga CNG kehilangan keunggulan emisinya dalam hal polutan lokal namun CNG memproduksi lebih sedikit CO 2 . Di Kota Makassar saat ini belum terdapat stasiun pengisian BBG sehingga penerapan konversi BBG belum dapat terlaksana. Hal ini membutuhkan komitmen Pemerintah Daerah, sektor swasta dan stakeholder yang terkait sehingga program ini dapat segera diterapkan. Konversi BBM ke BBG juga sesuai dengan hasil kajian BPPT 2009 bahwa langkah pertama yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar adalah penggunaan bahan bakar yang lebih bersih yang mendukung penerapan teknologi kendaraan yang lebih maju. Penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan mendesak diterapkan di Kota Makassar saat ini karena kebijakan command and control yang diterapkan saat ini dalam bentuk penerapan standar emisi gas buang kendaraan belum dapat dijalankan secara efektif karena keterbatasan biaya dari pemerintah dalam melakukan pengecekan emisi kendaraan bermotor secara rutin. Upaya lain yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Makassar adalah kebijakan pembatasan kendaraan berat truk dan bus untuk memasuki wilayah tertentu pada jam tertentu. Namun tujuan kebijakan tersebut hanya untuk mengurangi tingkat kemacetan pada jam dan wilayah tertentu sehinga tidak memiliki dampak yang signifikan pada reduksi emisi total dari kendaraan bermotor di Makassar. Struktur AHP pemilihan kegiatan reduksi beban emisi ditunjukkan pada Gambar 17. Gambar 17. Struktur AHP pemilihan strategi reduksi beban emisi kendaraan bermotor Kota Makassar. Permasalahan lain yang cukup urgen saat ini di Kota Makassar yaitu tidak tersedianya alternatif transportasi massal yang memadai sehingga memicu meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi yang berkaitan erat dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Fullerton Gan 2005, menyatakan bahwa demand masyarakat terhadap jenis kendaraan sangat tergantung pada pendapatan masyarakat. Hal ini terbukti dengan kontribusi sepeda motor mencapai 50 persen dari total populasi kendaraan di Makassar. Meningkatnya jenis kendaraan tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan mobilitas masyarakat sangat tinggi dan tidak terlayani oleh sistem transportasi publik di Makassar.

5.5 Pemodelan Sistem Pengendalian Emisi kendaraan Bermotor di Kota

Makassar. Keterangan: RLL : Rekayasa Lalulintas PTM : Penggunaan Transportasi Massal IM : Inpection Maintenance PE : Pajak Emisi PSE : Pengetatan Standar Emisi PR : Penataan Ruang PJK : Pembatasan Jumlah Kendaraan PKU : Pemantauan Kualitas Udara PCC : Penggunaan Catalytic Converter SPHL : Sistem Penegakan Hukum Lingkungan SBB : Substitusi Bahan Bakar PRTH : Peningkatan Ruang Terbuka Hijau ALTERNATIF TUJUAN KRITERIA Reduksi Beban Emisi Kendaraan Bermotor Kota Makassar Kemudahan Manajemen 0.204 Keberlanjutan 0.521 Efisiensi 0.227 Biaya 0.047 RLL 0.052 IM 0.043 PSE 0.055 PJK 0.089 PCC 0.087 SBB 0.138 PTM 0.105 PE 0.109 PR 0.082 PKU 0.084 SPHL 0.080 PRTH 0.070 Menurut Hartrisari 2007, pemodelan sistem merupakan penyederhanaan dari sebuah obyek atau situasi guna menemukan peubah-peubah penting dan tepat serta hubungan antar peubah dalam sistem berdasarkan hasil pendekatan kotak gelap black box. Model dapat dipakai untuk mengevaluasi ragam skenario atau kebijakan dan pengembangan perencanaan sehingga dapat dirumuskan skenario ke depan atau alternatif kebijakan yang lebih baik, selain itu model bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman terhadap perilaku sistem nyata yang kompleks Purnomo, 2005. Model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar disusun oleh beberapa sub-sub model, yaitu sub-model emisi lingkungan, sub-model dampak pencemaran sosial-ekonomi. Kedua sub-model tersebut kemudian diintegrasikan menjadi satu model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar.

5.5.1 Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem stakeholders. Setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda- beda yang dapat mempengaruhi kinerja sistem. Pada tahap ini, kebutuhan dari masing-masing pelaku diidentifikasi sebagai dasar pertimbangan dalam pemahaman sistem yang dikaji. Bila pelaku merasa bahwa mekanisme sistem tidak dapat mengakomodasi kebutuhannya, maka pelaku sebagai komponen sistem tidak akan menjalankan fungsi secara optimal sehingga mengakibatkan kinerja sistem terganggu dan sebaliknya Hartrisari, 2007. Analisis kebutuhan sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar melibatkan beberapa stakeholder yang terlibat dalam sistem tersebut. Stakeholder yang terlibat dalam sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar serta kebutuhan masing-masing stakeholders dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Analisis kebutuhan pada sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. No Stakeholders Kebutuhan 1 BLHD Kota Makassar 1 Lingkungan tidak tercemar 2 Kualitas udara memenuhi baku mutu