Sub-Model Dampak Pencemaran Sosial-Ekonomi

dapat diukur misalnya dalam konsentrasi dan respon mahluk hidup dalam bentuk reaksi yang dihasilkan terhadap ranah kuantitatif yang sama Connel Miller, 1995. Nilai gangguan kesehatan dapat dijelaskan dari hubungan antara meningkatnya dosis toksikan dan jumlah atau proporsi dari penanggap atau respon mahluk hidup. Gambaran tentang diagram alir sub model dampak pencemaran dalam sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar ditunjukkan pada Gambar 23. LAJU_PNDDK KONS_PM10 KONS_NO2 PROP_A ? JMLH_AA_PM10 ? JMLH_RSD_PM10 JMLH_LRI_SO2 JMLH_RSD_NO2 SLOPE_AA_PM10 FR_AA SLOPE_RSD_PM10 ? JMLH_CB_PM10 SLOPE_CB KONST BAMU_NO2_1 SLOPE_RSD_NO2 SLOPE_LRI_SO2 SLOPE_CDA_SO2 CMT_CB TEV_CB_PM10 PENDDK KONS_SO2 TEV_RSD_PM10 CMT_RSD1 TEV_AA_PM10 CMT_AA TEV_LRI_SO2 CMT_LRI CMT_CDA TEV_CDA_SO2 TEV_RSD_NO2 CMT_RSD BAMU_SO2 FR_PNDDK JMLH_CDA_SO2 Gambar 23. Diagram stock-flow sub-model dampak pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. Keterangan: BAMU_SO2 = Baku mutu ambien SO 2 BAMU_PM10 = Baku mutu PM 10 BAMU_NO 2 = Baku mutu NO 2 CMT_AA = Biaya pelayanan medis kasus Asthma Attack CMT_CB = Biaya pelayanan medis kasus Chronic Bronchitis CMT_CDA = Biaya pelayanan medis kasus Chest Discomfort among Adult CMT_LRI = Biaya pelayanan medis kasus Lower Respiratory Ilnesses CMT_RSD = Biaya pelayanan medis kasus Respiratory Simptomp Day FR_AA = Fraksi kasus Asthma Attack FR_PNDDK = Fraksi Jumlah Penduduk JMLH_AA_PM10 = Jumlah kasus Asthma Attack akibat polutan PM 10 JMLH_CB_PM10 = Jumlah kasus Chronic Bronchitis akibat polutan PM 10 JMLH_CDA_SO2 = Jumlah kasus Chest Discomfort among Adult akibat polutan SO 2 JMLH_LRI_SO2 = Jumlah kasus Lower Respiratory Ilnesses among Children polutan SO 2 JMLH_RSD_PM10 = Jumlah kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan PM 10 JMLH_RSD_NO 2 = Jumlah kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan NO 2 KONS_PM10 = Konsentrasi ambien PM 10 KONS_SO2 = Konsentrasi ambien SO 2 KONS_NO 2 = Konsentrasi ambien NO 2 KONS = Faktor konversi ppm ke µgm 3 LAJU_PNDDK = Laju pertumbuhan penduduk PROP_A = Proporsi penderita asthma SLOPE_AA_PM10 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Asthma Attack akibat polutan PM 10 . SLOPE_RSD_PM10 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan PM 10 . SLOPE_CB_PM10 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Chronic Bronchitis akibat polutan PM 10 . SLOPE_CDA_SO2 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Chest Discomfort among Adult akibat polutan SO 2 . SLOPE_RSD_NO2 = Kemiringan fungsi dose-response kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan SO 2 . TEV_LRI_PM10 = Total nilai ekonomi kasus Lower Respiratory Ilnesses among Children akibat polutan PM 10 . TEV_AA_PM10 = Total nilai ekonomi kasus Asthma Attack akibat polutan PM 10 . TEV_RSD_PM10 = Total nilai ekonomi kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan PM 10 . TEV_RSD_NO 2 = Total nilai ekonomi kasus Respiratory Simptom Day akibat polutan NO 2 . TEV_CB_PM10 = Total nilai ekonomi kasus Chronic Bronchitis akibat polutan PM 10 . TEV_CDA_SO2 = Total nilai ekonomi kasus Chest Discomfort among Adult akibat polutan SO 2 . TEV_LRI_SO2 = Total nilai ekonomi kasus Lower Respiratory Ilnesses among Children akibat polutan SO 2 . Di dalam model, peningkatan nilai konsentrasi polutan akan berdampak pada peningkatan jumlah populasi yang terkena dampak akibat pencemaran polutan dan juga akan berpengaruh terhadap total nilai ekonomi akibat dampak pencemaran tersebut. Dampak pencemaran antara lain timbulnya berbagai macam penyakit ISPA hingga kematian. Nilai ekonomi dampak pencemaran akibat masalah kesehatan diestimasi berdasarkan nilai pelayanan medis untuk setiap masalah kesehatan yang ditimbulkan. Nilai ekonomi masing-masing gangguan kesehatan dapat diartikan sebagai kerugian ekonomi yang dialami masyarakat akibat terjadinya pencemaran polutan pada wilayah yang nilai konsentrasi polutannya melampaui BMA yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Kerugian yang dialami oleh masyarakat tersebut merupakan salah satu bentuk kerugian sosial social cost akibat pencemaran yang terjadi. Hal tersebut juga dapat diartikan sebagai keuntungan benefit yang diperoleh apabila dilakukan pengendalian pencemaran udara sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan Soleiman, 2008. Model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor disusun berdasarkan atas dua sub-model yang saling terkait, yaitu sub-model emisi lingkungan dan sub-model dampak pencemaran sosial-ekonomi. Stock flow digram model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar disajikan pada Gambar 24. Gabungan kedua sub-model membentuk sebuah sistem pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar. Penyusunan diagram alir sebab akibat dalam model didasarkan pada keterkaitan antara variabel- variabel dalam struktur sistem seperti pertumbuhan jumlah kendaraan, pertumbuhan jumlah penduduk, dan jumlah emisi yang dihasilkan. Sub-model emisi Sub-model dampak pencemaran LAJU_BUS LAJU_TRUK E_NO2_TRUK E_NO2_BUS E_SO2_MPB E_SO2_TRUK E_SO2_MPS E_SO2_BUS E_CO_MPB E_CO_MPS E_CO_MTR E_CO_TRUK E_PM10_MPS E_PM10_MPB E_PM10_MTR LAJU_MPB E_PM10_TRUK E_NO2_MTR E_SO2_MTR E_NO2_MTR E_NO2_MPB E_PM10_MPB E_SO2_MPB E_CO_BUS E_NO2_BUS E_PM10_BUS E_SO2_BUS E_CO_TRUK E_PM10_TRUK E_CO_BUS E_CO_MPS E_SO2_MPS E_PM10_MPS LAJU_MPS E_NO2_MPS E_NO2_MPS E_NO2_MPB E_CO_MTR SDEV_Z SDEV_Y SDEV_Z1 SDEV_Y1 SDEV_Y2 SDEV_Z2 SDEV_Y3 SDEV_Z3 E_SO2_MTR TOT_E_PM10 TOT_E_NO2 LAJU_PNDDK KONS_NO2 PROP_A SLOPE_RSD_PM10 KONST BAMU_NO2_1 SLOPE_RSD_NO2 E_NO2_TRUK E_CO_MPB VKT_MTR4 VKT_MTR_3 VKT_MPB_1 VKT_MPB_2 VKT_MPB_3 VKT_MPB_4 VKT_MPS_1 VKT_MPS_2 VKT_MPS_4 VKT_MPS_3 VKT_BUS_1 VKT_BUS_2 VKT_BUS_4 VKT_BUS_3 VKT_TRUK_1 VKT_TRUK_2 VKT_TRUK_4 VKT_TRUK_3 VKT_MTR_1 VKT_MTR_2 JMLH_RSD_NO2 E_SO2_TRUK KEC_ANGIN KEC_ANGIN3 KEC_ANGIN1 LAJU_MTR E_PM10_MTR JMLH_MTR JMLH_MPB JMLH_MPS JMLH_BUS FE_CO_MTR FE_CO_MPB FE_CO_MPS FE_CO_BUS FE_NO2_MTR FE_NO2_MPB FE_NO2_MPS FE_NO2_BUS FE_NO2_TRUK FE_SO2_MTR FE_SO2_MPB FE_SO2_MPS FE_SO2_BUS FE_SO2_TRUK FR_MTR FR_MPB FR_MPS FR_BUS FR_TRUK FE_PM10_MTR FE_PM10_MPB FE_PM10_MPS FE_PM10_BUS FE_PM10_TRUK BM_CO BM_NO2 BM_SO2 BM_PM10 FAKTOR_CR_HUJAN FE_CO_TRUK JMLH_TRUK FAKTOR_CR_HUJAN_1 TOT_E_SO2 KONS_SO2 KONS_NO2 TOT_E_CO KEC_ANGIN2 FAKTOR_CR_HUJAN_2 E_PM10_BUS FAKTOR_CR_HUJAN_3 KONS_CO KONS_PM10 FR_PNDDK SLOPE_AA_PM10 FR_AA BAMU_AA_PM10 JMLH_AA_PM10 JMLH_RSD_PM10 JMLH_CB_PM10 TEV_AA_PM10 CMT_AA TEV_CB_PM10 JMLH_CDA_SO2 SLOPE_CDA_SO2 TEV_CDA_SO2 CMT_CDA JMLH_LRI_SO2 BAMU_SO2 TEV_LRI_SO2 SLOPE_LRI_SO2 CMT_LRI CMT_RSD TEV_RSD_NO2 CMT_CB CMT_RSD1 KONS_PM10 TEV_RSD_PM10 SLOPE_CB KONS_SO2 PENDDK Gambar 24. Stock Flow diagram model pengendalian pencemaran emisi kendaraan bermotor di Kota Makassar

5.5.6 Simulasi Sub-model Lingkungan

5.5.6.1 Estimasi Pertumbuhan Kendaraaan

Trend pertumbuhan kendaraan di Kota Makassar diperlihatkan dari hasil simulasi model yang menunjukkan trend pertumbuhan yang meningkat mulai dari tahun awal simulasi tahun 2011 yaitu 880 588 unit kendaraan dan terus mengalami peningkatan hingga tahun 2026 sekitar 5 146 223 unit kendaraan atau meningkat 4.84 kali dari tahun awal simulasi. Hasil simulasi selengkapnya disajikan pada Lampiran 4. Tahun J m lh. K end. uni t JMLH_MTR 1 JMLH_MPB 2 JMLH_MPS 3 JMLH_BUS 4 JMLH_TRUK 5 2.012 2.016 2.020 2.026 20.000 440.000 860.000 1.280.000 1.700.000 2.120.000 2.540.000 2.960.000 3.380.000 3.800.000 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 1 2 1 2 Gambar 25. Simulasi jumlah kendaraan di Kota Makassar tahun 2011 hingga 2026 berdasarkan jenis kendaraan. Pertumbuhan jumlah kendaraan dipengaruhi oleh laju pertumbuhan kendaraan yang berbeda untuk masing-masing jenis kendaraan. Laju pertumbuhan kendaraan tertinggi yaitu sepeda motor sebesar 13.59 diikuti oleh jenis kendaraan mobil penumpang 10.37, bis 6.81, dan truk 2.64. Apabila tidak dilakukan pembatasan jumlah kendaraan, maka akan menimbulkan kemacetan akibat kapasitas jalan yang cenderung konstan setiap tahunnya.

5.5.6.2 Estimasi Konsentrasi Ambien

Analisis beban emisi dibutuhkan sebagai masukan bagi model dispersi untuk mengestimasi konsentrasi ambien masing-masing parameter polutan. Nilai konsentrasi ambien terdiri atas nilai konsentrasi pada musim kemarau dan nilai konsentrasi pada musim hujan. Soedomo 2002, menyatakan bahwa diantara unsur-unsur iklim yang paling menentukan tingkat dan pola penyebaran pencemar udara adalah curah hujan dan angin, untuk parameter pencemar udara tertentu juga dipengaruhi oleh kelembaban nisbi udara. Hujan akan melarutkan dan mereaksikan pencemar udara sehingga dapat menurunkan kandungan pencemar udara di udara ambien, sedangkan angin akan menyebarkan pencemar udara dari lokasi asalnya ke lokasi lain. Penentuan kedua musim berdasarkan data curah hujan rata-rata bulanan yang diperoleh dari BMKG Wilayah Sulawesi Selatan 2010. Berdasarkan data yang diperoleh memperlihatkan periode musim kemarau pada Bulan Agustus sampai September dengan curah hujan rata-rata 41 mm, sedangkan periode musim hujan pada Bulan Desember hingga Februari dengan curah hujan rata-rata 738 mm.