Tabel 18. Sebaran areal perkebunan lainnya dan perkiraan erosi tanah tahun 2003 No.
Kemiringan Areal Kebun ha
TBM1 TBM1 TT
TM Total
1. 0 4.846,2 40.981,8
134.191,2 180.019,2
2. 5 4.038,5 34.151,5
111.826,0 150.016,0
3. 10 3.230,8 27.321,2
89.460,8 120.012,8
4. 15 2.423,1 20.490,9
67.095,6 90.009,6
5. 20 1.615,4 13.660,6
44.730,4 60.006,4
Total 16.154,0
136.606,0 447.304,0
600.064,0 Erosi
Tanah ton
1. 0 2. 5 398.371
2.021.290 4.412.354
6.832.015 3. 10 786.726
3.991.762 8.713.775
13.492.263 4. 15 963.694
4.889.678 10.673.872
16.527.243 5. 20 877.347
4.451.564 9.717.495
15.046.406 Total
3.026.139 15.354.293
33.517.496 51.897.927
Pata Tabel 18 tersebut tampak bahwa erosi tanah yang terjadi di perkebunan selain kopi dan kakao tahun 2003 mencapai 51.897.927 ton tanah. Dengan menggunakan
hasil analisis tanah dari beberapa lokasi sentra perkebunan yang menunjukkan bahwa rata-rata tiap ton tanah yang tererosi tersebut mengandung unsur hara Nitrogen, Posfor
dan Kalium senilai Rp 14.468, maka total biaya eksternalitas untuk mengganti kehilangan unsur hara tersebut adalah sebesar Rp 750,859 milyar.
Sementara itu, kegiatan pengembangan perkebunan selain kopi dan kakao selama lima tahun terakhir rata-rata 16.154 hatahun. Dengan asumsi bahwa 50 areal
pengembangannya mengkonversi hutan atau semak belukar maka biaya eksternalitas akibat emisi gas CO2 diperkirakan mencapai Rp 1,817 milyar. Sedangkan biaya
kerusakan tata air dan penyusutan keanekaragaman hayati masing-masing sebesar Rp 872,32 juta dan Rp 726,93 juta. Dengan demikian total biaya ekaternalitas yang perlu
diperhitungkan dari sektor ekonomi kakao adalah sebesar Rp 754,275 milyar
5.1.1.6. Sektor Ekonomi Peternakan
Masyarakat Sulawesi Selatan memelihara hampir semua jenis ternak, baik ternak besar maupun unggas. Jenis ternak besar yang dipelihara meliputi sapi, kerbau, kuda,
kambing, domba dan babi. Sedangkan ternak unggas meliputi ayam ras, ayam bukan ras dan itik. Pada tahun 2003, jenis ternak besar yang paling banyak dipelihara adalah sapi
yaitu sebanyak 737.538 ekor, diikuti kambing, babi, kerbau, kuda dan domba masing- masing 555.927 ekor, 448.869 ekor, 175.617 ekor, 118.101 ekor dan 1.393 ekor.
Sementara unggas yang paling banyak dipelihara adalah ayam bukan ras yaitu sebanyak 18,75 juta ekor, diikuti itik dan ayam ras yaitu masing-masing 4,12 juta ekor dan 3,92
juta ekor. Berdasarkan hasil kajian Bapedalda 2004, sektor ekonomi peternakan tidak
menimbulkan pencemaran yang berarti. Namun menurut Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC
2001, ternak merupakan sumber emisi gas rumah kaca, baik dari proses fermentasi bahan makannya di lambung maupun dari limbah kotorannya.
Oleh karena itu eksternalitas dari sektor ekonomi peternakan perlu diperhitungkan. Untuk kawasan Asia, setiap ekor ternak akan mengeluarkan gas CH
4
dari proses fermentasi di lambungnya masing-masing sebesar 55 kgtahunekor kerbau, 44 kgtahunekor sapi
potong, 18 kgtahunekor kuda, 5 kgtahunekor kambing atau domba, dan 1 kgtahunekor babi. Di samping itu emisi CH
4
juga dihasilkan dari limbahkotoran ternak masing-masing sebesar 3 kgtahunekor kerbau, 2 kgtahunekor sapi potong, 0,22
kgtahunekor kambing, 0,21kgtahunekor domba dan 7 kgtahunekor babi, serta 0,023 kgtahunekor unggas.
Menurut Kulshreshtha et al. 1999, setiap ekor ternak mengeluarkan emisi CH
4
dari proses fermentasi makan di lambung bervariasi mulai dari yang paling kecil yaitu ternak unggas dengan emisi 0,0045 kgtahun, disusul babi 1,5 kgtahun, kambing 5
kgtahun, domba 5-8 kgtahun, kuda 18 kgtahun dan yang terbesar adalah ternak sapi dengan tingkat emisi 55 kgtahun. Sementara Gibbs et al. tanpa tahun menyatakan
bahwa emisi CH
4
dari proses fermentasi makanan di lambung ternak bervariasi masing- masing 5 kgekortahun untuk kambing dan domba, 18 kgekortahun untuk kuda, 44
kgekortahun untuk sapi potong dan 55 kgekortahun untuk kerbau. Mengacu pada berbagai pendapat dan hasil penelitian tersebut, maka sektor
ekonomi peternakan Sulawesi Selatan pada tahun 2003 telah mengemisi gas CH
4
sebesar 53.711 ton, masing-masing sebesar 47.592 ton dari proses fermentasi makanan di
lambung dan 6.119 ton dari limbah kotorannya. Emisi gas CH
4
tersebut setara dengan 1.127.931 ton CO
2
, sehingga nilai biaya lingkungan sektor ekonomi peternakan adalah sebesar Rp 50,76 milyar.
5.1.1.7. Sektor Ekonomi Kehutanan