Pata Tabel 17 tersebut tampak bahwa erosi tanah yang terjadi di perkebunan kakao tahun 2003 mencapai 19.173.111 ton tanah. Dengan menggunakan hasil analisis
tanah dari beberapa lokasi yang menunjukkan bahwa rata-rata tiap ton tanah yang tererosi tersebut mengandung unsur hara Nitrogen, Posfor dan Kalium senilai Rp 14.468, maka
total biaya eksternalitas untuk mengganti kehilangan unsur hara tersebut adalah sebesar Rp 277,397 milyar.
Sementara itu, kegiatan pengembangan perkebunan kakao selama tiga tahun terakhir rata-rata 18.181 hatahun. Dengan asumsi bahwa 75 areal pengembangannya
mengkonversi hutan atau semak belukar maka biaya eksternalitas akibat emisi gas CO
2
diperkirakan mencapai Rp 3,068 milyar. Sementara kerusakan tata air dan penyusutan keanekaragaman hayati masing-masing sebesar Rp 1,474 milyar dan Rp 1,227 milyar.
Dengan demikian total biaya ekaternalitas yang perlu diperhitungkan dari sektor ekonomi kakao adalah sebesar Rp 283,166 milyar
5.1.1.5. Sektor Ekonomi Perkebunan Lainnya
Sektor ekonomi perkebunan lainnya meliputi berbagai jenis tanaman perkebunan selain kopi dan kakao. Jenis tanaman yang paling dominan adalah kelapa disusul jambu
mete, kelapa sawit, cengkeh, tebu dan lain-lain. Berbagai jenis tanaman ini umumnya ditanam dalam bentuk kebun campuran kecuali kelapa sawit dan tebu yang monokultur.
Berbagai jenis tanaman perkebunan tersebut sebagian besar ditanam di daerah yang datar dan hanya sebagian kecil yang ditanam di kawasan bukit dan pegunungan, sehingga
tingkat bahaya erosinya relatif rendah. Pada tahun 2003, total areal berbagai jenis tanaman perkebunan selain kopi dan
kakao ini tercatat seluas 600.064 ha, terdiri dari 79.950 ha areal tanaman belum menghasilkan TBM, 447.304 ha areal tanaman menghasilkan TM, dan 72.810 ha areal
tanaman tuarusak TT. Berdasarkan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan, areal perkebunan selain kopi dan kakao tersebut diperkirakan tersebar di berbagai
kawasan dengan kemiringan lahan rata-rata berkisar antara 0 sampai 20. Sebaran areal perkebunan kakao berdasarkan kondisi tanaman dan kemiringan lahan serta
perkiraan erosi yang terjadi dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Sebaran areal perkebunan lainnya dan perkiraan erosi tanah tahun 2003 No.
Kemiringan Areal Kebun ha
TBM1 TBM1 TT
TM Total
1. 0 4.846,2 40.981,8
134.191,2 180.019,2
2. 5 4.038,5 34.151,5
111.826,0 150.016,0
3. 10 3.230,8 27.321,2
89.460,8 120.012,8
4. 15 2.423,1 20.490,9
67.095,6 90.009,6
5. 20 1.615,4 13.660,6
44.730,4 60.006,4
Total 16.154,0
136.606,0 447.304,0
600.064,0 Erosi
Tanah ton
1. 0 2. 5 398.371
2.021.290 4.412.354
6.832.015 3. 10 786.726
3.991.762 8.713.775
13.492.263 4. 15 963.694
4.889.678 10.673.872
16.527.243 5. 20 877.347
4.451.564 9.717.495
15.046.406 Total
3.026.139 15.354.293
33.517.496 51.897.927
Pata Tabel 18 tersebut tampak bahwa erosi tanah yang terjadi di perkebunan selain kopi dan kakao tahun 2003 mencapai 51.897.927 ton tanah. Dengan menggunakan
hasil analisis tanah dari beberapa lokasi sentra perkebunan yang menunjukkan bahwa rata-rata tiap ton tanah yang tererosi tersebut mengandung unsur hara Nitrogen, Posfor
dan Kalium senilai Rp 14.468, maka total biaya eksternalitas untuk mengganti kehilangan unsur hara tersebut adalah sebesar Rp 750,859 milyar.
Sementara itu, kegiatan pengembangan perkebunan selain kopi dan kakao selama lima tahun terakhir rata-rata 16.154 hatahun. Dengan asumsi bahwa 50 areal
pengembangannya mengkonversi hutan atau semak belukar maka biaya eksternalitas akibat emisi gas CO2 diperkirakan mencapai Rp 1,817 milyar. Sedangkan biaya
kerusakan tata air dan penyusutan keanekaragaman hayati masing-masing sebesar Rp 872,32 juta dan Rp 726,93 juta. Dengan demikian total biaya ekaternalitas yang perlu
diperhitungkan dari sektor ekonomi kakao adalah sebesar Rp 754,275 milyar
5.1.1.6. Sektor Ekonomi Peternakan