Wayang Potehi Tiongkok Di Kota Tebing Tinggi Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan Dan Teks

(1)

LAMPIRAN Data Informan

Informan 1 :

Nama : Dharma Surya

Alamat : Jl. Saudara No. 39 Kompleks Citra Permai Indah Bandar Sono, Tebing Tinggi

Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 5 Februari 1968 Pekerjaan : Shuhu atau Biksu Vihara

Informan 2 :

Nama : Ismail Budiman

Tanggal Lahir : Tebing Tinggi, 29 September 1955 Pekerjaan : Staf Ahli Walikota Tebing Tinggi

Informan 3 :

Nama : Toni Harsono

Tanggal Lahir : Jombang, 6 Juli 1969 Pekerjaan : Dalang Wayang Potehi

Informan 4 :


(2)

Daftar Pertanyaan

1. Bagaimana sejarah yang anda ketahui tentang wayang potehi? 2. Bagaimana sejarah munculnya wayang potehi di Indonesia?

3. Kapan vihara avalokistesvara di bangun dan sudah sejak kapan pertunjukan wayang potehi sudah mulai dipertunjukan di vihara avalokitesvara?

4. Sudah berapa lama anda menjadi dalang wayang potehi? 5. Bagaimana anda bisa menjadi dalang wayang potehi?

6. Berapa orangkah yang dibutuhkan untuk mempertunjukan wayang potehi ini? 7. Apa judul dan tema cerita yang dibawakan pada pertunjukan kali ini?

8. Apa-apa sajakah properti yang digunakan?

9. Apa saja kegunaan dari setiap properti yang dipakai?

10.Apakah saat pementasan dalang menggunakan teks atau naskah cerita? 11.Mengapa saat dalang mempertunjukan wayang potehi menggunakan bahasa

yang sering dipakai sehari-hari?

12.Apa saja makna dan fungsi dari pertunjukan?

13.Bagaimana reaksi penonton pada saat menyaksikan pertunjukan?


(3)

Naskah Pertunjukan Wayang Potehi

Prolog : Tiba di Dao Li Yonggan., Jin Li, Liu Hong Long, Ong Kau Sin, Liu Kim Hwa, Feng Siau Sin berkenalan Sin Djin Kwie.

Sie Djin Kwie : “Aku Sie Djin Kwie. Sejak kejadian dirumah majikanku yang bernama Liu Hong, Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti. Jubah yang telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku yang bernama Liu Hong. Akupun juga tidak menyangka. Untung saja In Thong kerjaku memberitahu kepadaku dan atas perintah cepat-cepat untuk meninggalkan keluar dari majikanku sebelum terlambat majikanku menangkap diriku. Aku ingin pergi meninggalkan rumah ini ke lereng gunung Taishan. Tetapi sampai diperjalanan matahari hampir terbenam, terpaksa aku menginap di ini klenteng”. (bergumam) “Ehm... Ehm...Ehm...Ehm...”.

(Musik)

Jin Li : “Aku Jin Li menga, mengajak nona yang bernama Liu Kim Hwa. Nona Liu Kim Hwa ini adalah anak dari majikanku yang bernama Liu Hong. Gara-gara ini soal jubah peninggalan dari leluhur majikanku tanpa disengaja karyawan dari majikanku yang bernama Sie Djin Kwie tertidur pulas di ini klenteng tepat pada malam tahun baru imlek. Coba nona, Liu Kim Hwa datanglah kemari nona”.

Liu Kim Hwa : “Jin panggil kami, Liu Kim Hwa belum tau ajak apa. Terimalah hormat Jin rahmat”.

Jin Li : “Ehm... Liu Kim Hwa hari ini kamu tidak perlu untuk menangis terus . Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Semuanya itu sudah terlanjur. Senang hatiku mendengar apa yang telah kau


(4)

katakan Liu Kim Hwa. Aku di dalam ini klenteng sepertinya ini ada Sie Djin Kwie. Kebetulan Sie Djin Kwie kok ada disini. Coba aku mau panggil padamu. Sie Djin Kwie... Sie Djin Kwie... kau boleh datang kemari yok...”.

Sie Djin Kwie : “Jin panggil tuan Sie Djin Kwie belum tau ini ada urusan. Terimalah hormat”.

Liu Kim Hwa : “Sie Djin Kwie kita bisa ketemu di dalam ini klenteng, kau mau kemana Sie Djin Kwie?”

Sie Djin Kwie : “Ehm... sejak kejadian di gedung Kwan In, aku jadi takut akhirnya aku melarikan diri. Aku ingin pulang ke gunung Taishan untuk bertemu ahok Ong”.

Jin Li : “Oi... Djin Kwie... Djin Kwie. Mungkin ini semua sudah menjadi suratan, suratan takdir. Aku mau bertanya denganmu. Kau sudah punya istri apa belom?”

Sie Djin Kwie : “Belum”.

Jin Li : “Belum mempunyai istri? Bagus... bagus... bagus... bagus... loh. Sie Djin Kwie, aku mendengar apa yang kau katakan jadi senang. Kalo begitu aku ingin bicara denganmu. Bagaimana kalo nona Liu Kim Hwa ini kuserahkan padamu. Mungkin saja semuanya ini sudah diatur oleh Jin yang Maha Kuasa”.

Sie Djin Kwie : “Lagi aku pikirkan. Nona adalah anak orang kaya. Dia hidup serba kecukupan. Hidup bersamaku, hidup yang tidak menentu, penghasilan juga tidak bisa dipastikan. Jin aku tidak mau menyengsarakan nona Liu Kim Hwa. Ini yang harus dipikirkan”.

Jin Li : “Yo...yo... nona Liu Kim Hwa, bagaimana kau yang sudah mendengarkan apa yang kukatakan dengan Sie Djin Kwie, semua itu transparan, terbuka tidak ada yang tertutup. Kalau kau


(5)

menikah dengan Sie Djin Kwie, kau akan mendapat perlindungan dari ini Sie Djin Kwie. Tidak ada tujuan yang pasti kau harus bisa menerima kenyataan ini. Mungkin ini adalah jalan pertemuanmu dan ini ada suatu perjodohan yang dipertemukan di ini dalam klenteng”.

Sie Djin Kwie : “Maaf sebelumnya. Semua ini gara-gara aku. Mari ikut aku untuk pergi ke ini tempat saudara angkatku nona”.

Liu Kim Hwa : “Sie Djin Kwie, jiwa ragaku, mati dan hidupku, kuserahkan kepadamu loh”.

Sie Djin Kwie : “Bagus kamu mau. Ya Djin. beruntung mendapatkan ini istri yang begitu cantik. Kuajak pulang ke Gunung Taishan bertemu saudara yao...”.

Ong Kau Sin : “Namaku Ong Kau Sin. Hidup bersama istri tinggal di ini gebuk derita dilereng gunung, gunung Taishan. Namanya jadi orang nggak punya ya begini, hidup susah. Tapi walaupun kita tidak mempunyai kekayaan harta benda, tapi aku bisa merasakan hidup berbahagia. Dengan istri, saudara angkatku, udah Sie Djin Kwie”.

(Musik)

Ong Kau Sin : “Sie Djin Kwie, kamu tidak pulang dengan begitu lama dan membawa ini dia wanita. Aku tidak salah ya, nona Liu Kim Hwa itu kan anak majikan bernama Liu Hong. Kamu ajak datang ditempatku, kalo papamu nati mencari, bagaimana?” Sie Djin Kwie : “Ong Kau, kujelaskan samamu agar mau bersamaku Ong”. Ong Kau Sin : “Sie Djin Kwie, nona Liu Kim Hwa gara-gara soal jubah milik

dari papanya Hong, Liu Kim Hwa sampai nona Liu Kim Hwa diperintah untuk mati dengan cara bunuh diri itu penjelasan mu,


(6)

atau gara-gara lain, ojo-ojo pas kau berbuat yang tidak masuk akal. Jangan-jangan kamu mencuri”.

Sie Djin Kwie : “Tidak. Aku tidak melakukan kesalahan. Lalu aku sendiripun soal jubah itu pun tidak mengerti asal darimana. Aku tidak mengerti kalau jubah itu adalah jubah peninggalan leluhur orangtua nona Liu Kim Hwa. Akhirnya aku bertemu di klenteng. Jin mana menyerahkan Liu Kim Hwa kepadaku untuk menjadi istriku dan aku sedah berterus terang pada Kim Hwa bagaimana keadaanku, mengenai keadaan kehidupanku disini. Dia mau untuk hidup berumah tangga denganku, mau menerima kenyataan yang ada”.

Ong Kau Sin : “Jadi dengan adanya hal seperti ini, kita memang tidak mengerti. Kejadian seperti ini membuat aku juga merasa bangga. Kamu sudah setuju untuk berumah tangga dengan seperti itu. Kim Hwa adik angkatku, silahkan masuk. Bahwa hari ini dek ku Sie Djin Kwie maupun Liu Kim Hwa pada hari ini melangsungkan pernikahan menjadi suami istri. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru selalu mendapat perlindungan dari yang Maha Kuasa, sehat wal’afiat tidak kekurangan sesuatu, dalam menempuh hidup baru hidup suami istri sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Ikuti aba-abaku.” Yi ji khang, lenteng. Sin ji khang, lenteng. San ji khang, ji... (tunduk memberi penghormatan) “Kita sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. (tunduk penghormatan) “sekarang silahkan kalian berdua untuk memasuki kamar seadanya. Dikamar penganten


(7)

sudah disitu sudah disediakan makanan minuman seadanya, walaupun cuma air putih. Silahkan... silahkan... masuk silahkan


(8)

(9)

北 大 学

中文系本科生毕业论文

印尼丁宜 布袋戏研究

学生姓名

何茉莉

指฀教฀

100710032

彭湃

人文学院

中文系

北 大 学 中 文 系


(10)

摘要

印尼丁宜布袋戏研究。本研究回顾中国木偶表演两方面都是性能和文本。分析, 笔者使用性能和Linguistik Systemic Functional (LSF)理论。本文的背景是因为手套式木

偶知道木偶布袋戏,起源于福建,最初是在汉语方言进行的中国传说。在布袋戏的渴 望,用低马来语成为印尼语。然而,这不是一个标准。木偶布袋戏已 成为我们文化 中丁宜 年都进行部分。布袋戏应该得到政府与公众的关注。


(11)

目录

摘要... i

目录... ii

第一章 绪论... 1

1.1 研究背景... 1

1.2 研究目的... 1

1.3 研究现状... 2

1.4 研究方法... 3

第二章中国布袋戏... 4

2.1 布袋戏起源... 4

2.2布袋戏在中国的发展历史... 5

2.3 布袋戏的舞词... 6

2.4 乐器... 6

2.5 表演场合... 8

第三章 印尼丁宜布袋戏... 9

3.1布袋戏的历史及发展... 9

3.2舞词 ... 9

3.3乐器... 10

3.4 表演场合... 11

第四章 印尼丁宜 布袋戏与中国布袋戏的对比... 13

4.1 相同点... 13


(12)

第五章 结论... 17

参考文献... 18


(13)

第一章 绪 论

1.1研究背景

印尼被誉为“千岛之国”,是全世界最大的群岛国家,由成千上万个岛屿组成, 疆域橫跨亚洲及大洋洲。印尼也是一个多民 国家,拥有 100 多个民 ,例如马达 、 卡罗 、巴东 、马来 、印度 及华人等等。 个民 都有丰富多彩的文化,木偶 文化是印尼文化的典型代表,它不只是艺术作品,同时也反映了印尼人民的生活的各 个层面,它收到了印度文化和中国文化等的影响,是由华人带入印尼的。1908 年,在 荷兰殖民统治时期,中国人钟阿飞带领一些中国人来到棉兰和丁宜,帮助荷兰人开发 烟草种植。过了几十年,一部分中国人在丁宜定居下来。布袋戏是印尼最古老的文化 之一。布袋戏在印尼也归类为木偶的一种,是从福建话“布袋戏”。在作者的家乡丁 宜,也常有布袋戏的表演,所以本文作者有兴趣对丁宜布袋戏作深入的了解和研究。

1.2研究目的

作为进入某个国家的外国文化之一,肯定会受到当地文化的影响而产生变化。本 文研究的目的是通过介绍丁宜布袋戏的历史、发展和变化,以及布袋戏的表演者、表 演内容、表演道具、配乐等情况,让更多的人了解布袋戏。


(14)

1.3研究现状

Astrid.(2013 <Pecinan Semarang> 《三宝垄华人》)论述了印尼早期布袋戏的出 现。

Dwi(2004 <Wayang Cina di Jawa Sebagai Wujud Akultarasi Budaya dan Perekat

Negara Kesatuan Republik Indonesia>《作为中印文化融合象征的爪哇岛中国木偶》)阐

述了印尼东爪哇布袋戏发展的历史及其作为中印文化融合象征的作用。

黃仁健(1999《台湾布袋戏上场诗研究》)简单介绍台湾布袋戏上场诗的面貌

和特点,从文学和语言两个方面对其进行理论研讨,从上场诗的演变过程中总结规律, 为布袋戏上场诗研究提供一份有益的参考资料,也为布袋戏上场诗的创作研拟一份参 考建议。本文力求将传统的布袋戏、金光布袋戏、霹雳布袋戏的上场诗作以比较、研 究。

黄鹤(2007《台湾布袋戏的艺术构成与文化底蕴》)阐述了台湾布袋戏的艺

术构成和文化底蕴都有了不同程度的变化,着重表现在戏文内容、戏偶的角色、戏剧 的表现手法上。

洪世键(2007《南国奇葩掌中戏——南派布袋戏的历史渊源、基本特征与艺

术价值》)指出泉州地区的布袋戏属南派,漳州地区的布袋戏属北派,由于历史和环 境因素的作用形成了南派与北派两种不同艺术特色的流派。

林银焕(2011《台湾霹雳布袋戏与两岸文化创意产业》)论述了台湾霹雳布


(15)

张孟辰(2012《浅谈布袋戏偶的造型艺术特色》)通过介绍传统民间艺术布 袋戏偶的造型来阐述其独有的艺术特色,布袋戏偶的造型随着时代的变迁打破了传统 限制,并在其基础上不断发扬,体现了崭新的气象,一代代传承下去,对新时代的开 启有着重要的开拓意义。

从以上内容我们不难看出,对印尼布袋戏的研究非常少。所以本文要对印尼丁宜 布袋戏的发展、角色、歌词及乐器使用进行研究,希望通过研究,能深入了解丁宜布 袋戏的整体情况。

1.4研究方法(包括文献法及访问法)

作者使用分析 述法与定性分析法对已有材料进行分析。

1.文献法

在前人研究的基础上进行研究。以相关期刊、书籍为参考资料,对其进行整理和 分析。

2.访问法

通过采访丁宜华人,了解印尼丁宜布袋戏的发展历史、舞词及使用的乐器,获得 布袋戏的相关资料。由于关于布袋戏的文献和记载很少,仅仅凭借文献来研究是不够 的,只有通过采访观众和表演者来获得等多的细节和相关资料。


(16)

第二章 中国布袋戏

2.1布袋戏的起源

木偶艺术是借助木 16 世纪初前11 770前 221) 有了木俑(其中包括部分 种类和造型水准较前朝又有很大进步。这便是最初的木偶,它 历了一个由工艺到表 演的变化过程:由祭仪而成了喜庆娱乐活动的一种方式。木偶戏是由演员在幕后操纵 木制玩偶进行表演的戏剧形式。在中国古代又称傀儡戏。中国木偶戏历史悠久,三国 时已有偶人可进行杂技表演,隋代则开始用偶人表演故事。布袋戏是木偶戏的一种。 传统布袋戏偶是由木雕头、袋形布身、木雕手、实心布腿、木雕鞋加上服饰、盔帽组 成。由于操作木偶是用手掌插入布袋搬弄舞姿,所以布袋戏又称为“掌中戏”。

图 2.1 木偶布袋戏

布袋戏的木偶娃娃是用布做的。布袋戏表演不是用木棍但是用手指。 个布袋戏 表演用两个人,一个是主谋和一个助理。而傀儡随着时间的推演,也因地域不同而发 展出不同的样式,我国的木偶戏约可划分成两大类: 第一类流行于河北、河南、四川、 湖北、湖南等地,偶身约九寸长,形象粗邝,一般眼嘴不能活动,无手无脚,只有臂,


(17)

不能取拿东西。第二类流行于台、闽一带,这一带广称木偶戏为掌中戏或布袋戏,偶 身约八寸到三、四尺都有,制作较精细,形象细致,尤其是头部脸型刻划极为逼真, 有手有脚,能做各种动作。

一般来说,学者认定布袋戏约为公元 17 世纪左右产生于福建泉州,时间则约为

17 世纪左右。而随后的发展,布袋戏流派因发展区域横跨福建与台湾,加上不同时期 的各自发展与交流融合。以最粗略的表演型态来论,约可分传统布袋戏与现代布袋戏 两种。在此分类下,即使在布袋戏仍十分流行的台湾,传统布袋戏的观众远低于现代 布袋戏的人数。而普遍所称的布袋戏流派,实际往往就是指传统布袋戏的流派。布偶 的头是用木头雕刻成中空的人头,除出偶头、戏偶手掌与人偶足部外,布袋戏偶身的 躯干部分与四肢部分都是用布料做出的服装;演出时,将手套入戏偶的服装中进行操 偶表演而正因为早期此类型演出的戏偶偶身极 “用布料所做的袋子”,因此有了布 袋戏之通称。早期许多迎神庙会上,布袋戏是最常见的民间戏曲表演节目之一。

2.1布袋戏在中国的发展历史

17世纪,布袋戏已于闽南地区相当受欢迎,亦出现了类似肩担戏的模式。所谓肩 担戏就是由演出者肩担戏箱与舞台。到达演出地点后,搭好简易舞台后,操纵者躲在 布帏下,肩上简易木架舞台即成为人偶演出戏台。至 18 世纪,布袋戏已 比较普及, 根据演出地点分为室外演出的野戏台和剧院演出的室内戏台,甚至出现了职业的演出 团体。木偶戏的来源有一个传说,五个死刑犯在被执行死刑之前,用木偶戏在监狱里 自娱自乐。后来,他们的这个节目传到了皇帝的耳朵里。皇帝想看看他们的表演。他 们也希望皇帝看到了他们的木偶戏表演之后,非常高兴,就可以赦免他们的罪行。他


(18)

们非常担心皇帝不喜欢他们的表演,所以他们决定通过自己的表演展示善良和积极的 形象。最后,皇帝因为他们的表演,而最终赦免了他们。

2.2布袋戏的舞词

操闽南或台湾地方性语言来做演出的口白师傅可谓布袋戏的灵魂人物。在布袋戏 的演出中,后场的口白师傅包办了戏中所有人物的对白与念白,也常是布袋戏中唯一 的挂牌主演者。就是因为决定演出成功与否,类似职业说书人的口白主演者必须具备 有仿男女老幼不同人物音质、不同讲话风格甚至不同地方口音的技巧。实际上,深受 欢迎的口白师傅者还必须要有深厚的文学造诣和音乐素养,且必须能做到各种不同性 格的角色五音分明,加上情绪表达, 以及其他基本角色口白等等。由此来看,一位口 白师傅最起码要替 28 种不同情绪与角色进行口白配音的本事。

2.2乐器

乐器,泛指可以用各种方法奏出一定音律或节奏的工具。一般分为民 乐器与西 洋乐器。中国乐器制造行业已 基本形成了较为完整的工业生产体系,基本可以加工 别1200多个型号,规格3万多个,钢琴等大类乐器产品已 形成专业化生产格局,钢 琴铁板、音板、击弦机、外壳等主要钢琴部件专业加工厂开始形成规模。音乐界和乐 器学界有不同看法。音乐界认为,用于音乐的发声器具才是乐器;乐器学界则通常将许 多非音乐领域中的发声器,如古代战争中的鸣金击鼓、宗教中的祈祷诵 、婚丧中的


(19)

礼仪信号、商贩招揽的信号器等,也视为乐器,甚至将一些生产劳动用具和日常生活 器皿,如:弓、锯、杵、缶、杯、碟、盅、碗等等,在进行演奏时,都冠以乐字,称 其为乐弓、乐锯、乐杯、乐杵等。

布袋戏表演需要使用一些乐器。若细分,可以分为武场乐器:包括锣、小锣、小 鼓、通鼓、钞、钹、拍板等,而文场乐器包括二胡、唢呐、拍板、月琴及笛子。而此 配乐型态上可依剧种再细分为生旦戏、审场戏、武打戏、连台戏、折子戏以及拳打戏。 到了20 世纪中期以后,后台配乐逐渐有了一些变化,例如引进了京剧的后台音乐,使 用西方乐器演奏西方乐曲或以歌手现场演唱等,或以录音带播放电子音乐等等。

小锣及大钞(镲 chǎ) 中国笛子


(20)

中胡 二胡

2.3表演场合

无论哪种表演形式,布袋戏的演出都需要有戏台,该戏台一方面可以把前后台以 及演出者和观众区隔开,一方面可以提供演出所需要的戏剧布景。布袋戏发展之初, 戏台较为简陋,仅用扁担、布帘架起简易戏台,后来布袋戏逐渐受到欢迎,戏台也变 得较为复杂,继而诞生了早期的四角棚。三至五米宽的戏棚其构造类似于一座小型土 地庙,有四根柱子,中间是大厅,为戏偶活动的舞台,其四面之中,三面皆空,大厅 中有一层交关屏,用来遮掩演艺人之用,早期的四角棚的装饰及雕刻都较为简单,但 后期逐渐发展得更为复杂精致,配合木雕技术以及中国传统建筑的风格来制作戏台。


(21)

第三章 印尼丁宜布袋戏

3.1 布袋戏的历史及发展

布袋戏本是雅俗共赏,老少皆宜的民间传统戏曲。近年来,因为布袋戏本身传统 技艺的流失,再加上媒体的日趋多元化,使得布袋戏面临时代的考验。但是传统布袋 戏的确是一项十分有趣的民俗技艺,只要稍加解说,指导操作技巧,很快就能享受的 其中的乐趣。在印度尼西亚布袋戏开始在第二十世纪布袋戏出现,是非常著名的表演。 但反共产主义的统治时期, 历了禁止布袋戏表演的过程。随着时代的发展,中国文 化逐渐被印尼人民所接受,布袋戏才得以重新回到舞台上。

布袋戏原本具有祭祀功能,但现在是作为娱乐节目来演出。布袋戏最初是用汉语 来表演的,但是由于华人的印尼越来越好,布袋戏逐渐使用印尼语来表演。

3.2舞词

场布袋戏演出都会讲述非常有趣的故事。故事是围绕中华民 、历史人物等展 开。丁宜布袋戏的主要内容是薛仁贵将军远征西域取得赫赫战功的故事。薛仁贵将军 战无不胜,也被认为是神仙下凡。


(22)

3.3乐器

音乐是声音的音调或安排,以产生一个和谐的节奏或乐曲。音乐制作木偶看起来 喜庆和热闹,有七种乐器用来玩的三个人, 人负责持有两种乐器。使用的乐器有: 大钹、小钹、小提琴、梆子、笛子、鼓、小号等。

图 3.1印尼的乐器 “鼓”


(23)

图 3.3集印尼的乐器

3.4 表演场合

舞台是布袋戏表演的地方。它不一定需要很大的院子,有一块空地就可以。也可 以用一个箱子来代替舞台。表演者和它的助手不需要化妆盒特别的服饰就可以进行表 演。舞台周围都装饰有中国式的装饰。一般布袋戏的表演者是由主演和三个助理组成。 他们手中操作布袋偶,口中表演台词。整个节目表演者不用参看剧本,全凭记忆表演 台词,表演非常流畅。

当有佛教的节日时,在寺庙的周围通常会有布袋戏的表演,观众非常的多,有 孩子、有成人、也有老年人,有华人、也有友 ,他们拥挤在寺庙周围观看表演。拥 挤在寺庙观看表演。


(24)

(25)

第四章 印尼丁宜布袋戏与中国布袋戏的对比

印尼布袋戏与中国布袋戏虽然都体现中国的传统文化,但两者之间还是有相同点 和不同点。

4.1相同点

爪哇文化中融入了太多的中国文化,其中之一就是布袋戏,爪哇的布袋戏与中国 传统布袋戏有密切的关系。印尼和中国的布袋戏的故事情节都与中国文化有关,大多 是围绕民 英雄或者皇帝的故事展开的。它们所使用的乐器和舞台都非常相似。

我们以布袋戏薛仁贵为例来进行比较:印尼的布袋偶与中国的布袋偶基本相同, 尤其是布袋偶的头部一模一样。中国布袋偶的服装要更华丽一些,装备要更复杂一些。


(26)

印尼布袋戏的乐器和中国布袋戏的乐器是一样的。所演奏的配乐也是典型的中式 音乐。

印尼布袋戏的乐器

中国布袋戏的乐器

印尼木偶戏与中国木偶戏的色调和舞台都比较相似。舞台上雕刻的龙河明亮的红 色都是中国文化主要的象征。在印尼几乎所有的布袋戏的舞台都是以红色为主,并配 以写有汉字的修饰物。而现代中国布袋戏舞台大多是明亮的绿色舞台,要比印尼舞台 更大,也更豪华。


(27)

印尼的舞台


(28)

4.2不同点

印尼布袋戏和中国布袋戏演出的表演方式不同。印尼布袋戏的表演没有固定的剧 本,故事的情节完全依靠表演者的理解。而在中国则有固定的剧本,表演者依据剧本 而展开剧情,不可能表演与剧本无关的情节。

中国布袋戏表演


(29)

第五章 结论

布袋戏表演源自中国,现已成为印尼文化之一。布袋戏表演 年举行一次,几乎 印尼所有的地方都有布袋戏演出。丁宜布袋戏同样也是 年举行一次,是在新年的时 候,为了庆祝新年而举行的。

通过对丁宜布袋戏与中国布袋戏的比较我们得出:两者的故事情节、舞台风格、 伴奏乐器、背景音乐等都非常相似,都保留着中国传统文化的元素。所不同的是中国 布袋戏由于发展时间长、故事情节丰富、舞台及布袋偶做工精良等因素较印尼布袋戏 完善。最大的不同之处在于印尼布袋戏的表演更加自由、不完全依照剧本而进行。

希望有更多人了解中国传统布袋戏在印尼的发展与传承,进而支持中国传统布袋 戏在印尼继续发扬光大及传承下去。


(30)

参考文献

[1] 黃仁健. 1999《台湾布袋戏上场诗研究》[J]

[2] 黄鹤. 2007《台湾布袋戏的艺术构成与文化底蕴》[J]

[3] 洪世键. 2007《南国奇葩掌中戏——南派布袋戏的历史渊源、基本特征与艺术价

值》[J]

[4] 林银焕. 2011《台湾霹雳布袋戏与两岸文化创意产业》[J]

[5] Astrid Adrianne, Ananda dan Dwirahmi, Anastasia. 2013. Pecinan Semarang. Jakarta: KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia ).

[6] Dwi Woro R. Mastuti. 2004. Dalam seminar berjudul “Wayang Cina di Jawa Sebagai Wujud Akultarasi Budaya dan Perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jakarta diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 dari staff. blog. ui. ac. id/dwi. woro/files/ 2008/0 /wayang_cina_di_jawa1.pdf


(31)

致谢

印尼丁宜布袋戏研究。我很感谢这论文可以妥善解决的时间。这个论文的结构 为要求获得学士学位在 北大学中文系。在准备论文,有一些人帮我所以论文写得很 好。他们给我支持,时间,指导和祈祷作者。

我很感谢跟 北大学的院长是 Dr. Syahron Lubis, M.A.,中文系的主席是 Dr. T.Thyrhaya Zein, M.A.,中文系的秘书是Dra. Nur Cahaya Bangun, M.Si.,我的第一导师

是Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.,我的第二导师是Peng Pai, M.A.老师和Cao Xia, M.A. 老师,Shen Mi, M.A. 老师,Julina Laoshi,等等。我对亲爱的妈妈,爸爸,姐

姐,哥哥和我弟弟很感谢。他们给了我支持.也很感谢跟我的朋友们杜婉娜,沙芬娜, Sindy, Jesica, Albert Jems, Giring, Rommel, Daniel,和全部四年级的学生也很感谢跟 Endang姐姐。如果你们没有帮我,当我不能写完了的论文。


(32)

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku, Majalah, Jurnal, Surat Kabar, dan Sejenisnya

Astrid Adrianne, Ananda dan Dwirahmi, Anastasia. 2013. Pecinan Semarang. Jakarta: KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia ).

Gunarjo, Nursodik. 2011. Wayang Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam Diseminasi Informasi. Diterbitkan oleh : Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik

Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok : Komunitas Bambu.

Kayam, Umar. 2000. “Seni Pertunjukkan Kita” dalam jurnal Seni Pertunjukkan Indonesia Tahun X-2000. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukkan.

Martin, J.R., 1993. “A Contextual Theory of language.” dalam Cope dan B. Kalantzis (eds.). The Powers of Literacy: A Genre Approach to Teaching Writing. London: The Falmer Press.

Murgianto, Sal. 1996. Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas Batas Dan Arti Pertunjukan. MSPI.

Poerwanto, Dr. Hari 2000. Kebudayaan Dan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar

Poerwanto, dkk. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Resti Hadi Muljarini, Dinanike. 1997. Pertunjukan Wayang Potehi Di Tempat Ibadat Tri Dharma Hok Tek Bio, Gombong. Universitas Indonesia : Jakarta (UI-Press) Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.

Sevilla, Conseule G, Ochave, Jesus A, Punsalan, Twila G, Regala, Bella P dan Uriarte, Gabriel G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia : Jakarta (UI-Press)

Turner, Victor dan Edward M. Bruner (eds.). 1983. The Anthropology of Performance. Urbana dan Chicago: University Illinois.

Turner, Victor, 1980. From Ritual to Theater: The Human Seriousness of Play. New York: PAJ Publication

Turner, Victor. 1974. Drama, Fields, and Metaphors: Symbolic Action in Human Society. Ithaca and London: Cornell University Press.


(33)

Telaumbanua, Chical Teodali. 2012. Analisis Sinunö pada pertunjukan Fanari Ya’Ahowu dalam Kebudayaan Nias di Gunungsitoli. Skripsi Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara

Internet:

Pengertian Teks Dalam Sastra, jurnal diakses pada tanggal 4 Oktober 2013,

dari

Profil Kota Tebing Tinggi, diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 dari

Dwi Woro R. Mastuti. 2004. Dalam seminar berjudul “Wayang Cina di Jawa Sebagai Wujud Akultarasi Budaya dan Perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jakarta diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 dari staff.blog.ui.ac.id/dwi.woro/files/2008/02/wayang_cina_di_jawa1.pdf‎


(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Menurut Soetriono (2007:163), metode penelitian adalah langkah-langkah pengumpulan dan mengolah data yang dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan atau jawaban terhadap permasalahan melalui prosedur yang handal dan dapat dipercaya. Metode penelitian diartikan sebagai cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan yang bersangkutan.

Dalam rangka penelitianm wayang potehi di Tebing Tinggi ini, langkah pertama yang penulis lakukan adalah dengan melakukan studi pustaka. Studi pustaka ini bertujuan untuk memperolah pengetahuan dasar tentang objek yang diteliti dan mencari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek bahasan. Adapun sumber-sumber pustaka itu adalah berupa buku, majalah, surat kabar, artikel, dan sejenisnya sebagai bahan keilmuan yang tertulis. Selain itu penulis juga memanfaatkan sumber-sumber jejaring dunia maya (internet), baik berupa laman web, blog, audiovisual dalam situs youtube, dan lain-lainnya. Ini dilakukan untuk menambah wawasan kelimuan dan pemahaman penulis terhadap keberadaan teater wayang potehi ini, sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik itu yang ada di Negeri Tiongkok maupun persebarannya ke seluruh dunia, sebagai bahagian dari diaspora orang-orang Tionghoa ke seluruh dunia, dengan berbagai dinamika di temapt barunya tersebut.

Metode penelitian yang penulis gunakan dalam mengkaji dua aspek dari wayang potehi ini, yang mencakup pertunjukan dan teks yang digunakan dalam teater tersebut, adalah metode deskriptif dan kualitatif. Tujuannya adalah untuk memahami secara rinci


(35)

bagaimana pertunjukan teater wayang ini dalam konteks sosial sesungguhnya, yang terjadi di tebing Tinggi, Sumatera Utara.

3.2 Metode Deskriptif dan Kualitatif

Metode adalah cara atau jalan menyangkut masalah kerja yang dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1985). Sedangkan penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip suatu penyelidikan yang amat cerdik untuk menetapkan sesuatu.

Metode deskriptif adalah suatu cara mendapatkan suatu informasi dengan mengumpulkan data yang berhubungan dengan sikap dan pendapat dari suatu kelompok orang, melalui pengamatan langsung. Metode ini selalu disertai dengan menggunakan alat-alat atau instrumen yang berkaitan dengan objek penelitian.

Selanjutnya dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan banyak data yang diperoleh dari narasumber. Pendekatan kualitatif adalah metode penelitian dengan menggambarkan data-data dengan kata-kata atau kalimat secara detail dan data yang diperoleh berasal dari ungkapan, catatan dan tingkah laku yang diteliti. Metode kualitatif dapat membantu kita untuk memahami orang atau masyarakat yang kita teliti.

Objek pendekatan kualitatif penelitiannya adalah bentuk pertunjukan kesenian wayang potehi. Strategi penelitian ini dipandang lebih mampu menangkap berbagai informasi kualitatif dengan kejelasan deskripsi yang diteliti dan penuh makna. Dengan demikian, sifat kualitatif penelitian ini mengarah pada mutu dan kedalaman uraian, yaitu pembahasan tentang bentuk pertunjukan kesenian wayang potehi.


(36)

3.3 Data dan Sumber Data 3.3.1 Data

Data merupakan informasi yang didapat melalui pengukuran – pengukuran tertentu untuk digunakan sebagai landasan dalam menyusun argumentasi logis menjadi fakta. Data penelitian penulis berupa data teks dan konteks yang didapatkan dari hasil penelitian penulis di kota Tebing Tinggi Sumatera Utara. Data tersebuat adalah semua informasi yang berkaitan dengan pertunjukan wayang potehi.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data terbagi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama), sementara data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Adapun data primer dari penelitian ini yaitu data yang penulis dapatkan dari hasil observasi yang kemudian dilanjutkan dengan wawancara ke beberapa pihak yang mempunyai kaitan dengan pertunjukan wayang potehi di kota Tebing Tinggi. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini berasal dari buku-buku, jurnal, skripsi, majalah, surat kabar, artikel dan media internet.

3.4 Teknik Pengumpulan Data 3.4.1 Studi Lapangan

Data diperoleh melalui studi lapangan, dengan tahapan-tahapan : 1. Dokumentasi

Penulis menghimpun data-data yang terkumpul berupa dokumen-dokumen terdahulu, foto-foto, dan audiovisual yang diambil langsung selama pertunjukan


(37)

berlangsung di Kota Tebing Tinggi, yang kemudian dijabarkan dengan memberikan analisis-analisis untuk kemudian diambil kesimpulan akhir.

Dalam konteks merekam jalannya pertunjukan wayang potehi ini, penulis menggunakan dua jenis rekaman yaitu yang berbentuk visual (foto) dan yang berbentuk audiovisual (videografi). Untuk foto, penulis menggunakan camera canon. Selanjutnya yang berbentuk audiovisual, penulis menggunakan video legria.

2. Observasi Lapangan

Pengamatan adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati langsung atau observasi ke tempat atau ke objek yang berhubungan dengan penelitian. Pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses dimana peneliti melihat situasi penelitian. Metode ini sangat sesuai digunakan peneliti karena pengamatan ini dilakukan secara bebas atau terstruktur. Dengan pengamatan langsung, lebih memudahkan peneliti untuk mendeskripsikan situasi penelitian. Dengan observasi, maka peneliti dapat melihat secara fenomena-fenomena atau momen-momen yang tumbuh dan berkembang.

Adapun lokasi observasi dilaksanakan di Vihara Avalokitesvara ( Hong San See Temple), tepatnya di Jalan Saudara No. 39 Kompleks Citra Permai Indah Bandar Sono, Kota Tebing Tinggi. Di tempat inilah biasanya dilakukan pertunjukan wayang potehi di Tebing Tinggi.

3. Wawancara

Wawancara yaitu suatu kegiatan dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan pada para informan kunci.


(38)

Wawancara bermakna berhadapan langsung dengan narasumber dan kgiatan dilakukan secara lisan.

Adapun informan yang diwawancarai ialah:

1. Bapak Dharma Surya (selaku Shuhu atau biksu di Vihara Avalokitesvara di Kota Tebing Tinggi). Lahir di Kota Tebing Tinggi, 5 Februari 1968. Bapak Dharma Surya adalah pendiri bangunan Vihara Avalokitesvara tersebut.

2. Bapak Ismail Budiman (Staf Ahli Walikota Tebing Tinggi). Lahir di Kota Tebing Tinggi, 29 September 1955. Bapak Ismail Budiman adalah penasehat di Vihara Avalokitesvara Kota Tebing Tinggi.

3. Sebagai dalang 辛勇旺(xīnyǒngwàng)(36 tahun) dan Bapak Toni (42 tahun). 4. Beberapa informan tambahan yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi

dan beberapa orang di kalangan masyarakat Tionghoa Tebing Tinggi yang mengetahui sedikit banyaknya tentang wayang potehi.

3.4.2 Studi Kepustakaan

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan metode pengumpulan data melalui metode kepustakaan yaitu dengan teknik pengumpulan data dengan mempelajari informasi yang berasal dari buku-buku, catatan formal, jurnal, internet dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian sebagai bahan penunjang penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Adapun teknik yang dipakai peneliti adalah analisis kualitatif. Data analisis berupa kata-kata, penyataan-pernyataan ide, penjelasan-penjelasan ide atau kejadian dan


(39)

bukan dalam kerangka angka lalu dikumpulkan yang kemudian disusun dalam teks yang diperluas dan dianalisis. Langkah – langkah yang dilakukan penulis adalah :

1. Melakukan observasi ke Vihara Avalokitesvara, kota Tebing Tinggi tempat diadakannya pertunjukan wayang potehi.

2. Melakukan wawancara kepada dalang, shuhu atau biksu vihara dan ke beberapa masyarakat yang menyaksikan pertunjukan dan beberapa masyarakat yang mengetahui tentang wayang potehi.

3. Mengumpulkan data dari buku – buku, majalah, jurnal, internet, surat kabar dan sejenisnya.

4. Membahas dan menyusun serta mengolah data tersebut secara sistematis menjadi kesimpulan sehingga pembaca dapat mengerti maksud yang ingin disampaikan oleh penulis.


(40)

BAB IV

ETNOGRAFI KOTA TEBING TNGGI

4.1 Letak dan Geografis Tebing Tinggi

Kota Tebing Tinggi berada di Provinsi Sumatera Utara, Negara Republik Indonesia. Merupakan salah satu pemerintahan kota dari 33 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Berjarak sekitar 78 km dari Kota Medan (Ibu kota Provinsi Sumatera Utara, 50 km dari Lubuk Pakam, 47 km dari Pematang Siantar dan 97 km dari Parapat. Kota Tebing Tinggi terletak pada lintas utama Sumatera, yaitu menghubungkan Lintas Timur dan Lintas Tengah Sumatera melalui lintas diagonal pada ruas Jalan Tebing Tinggi, Pematang Siantar, Parapat, Balige dan Siborong-borong.

Kota Tebing Tinggi dikelilingi oleh beberapa perkebunan baik milik pemerintah maupun swasta yang semuanya secara administrasi masih wilayah kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai. Wilayah kota Tebing Tinggi berbatasan dengan :

• Sebelah Utara dengan PTPN-III Kebun Rambutan Kabupaten Serdang Bedagai • Sebelah Selatan dengan PTPN-IV Kebun Pabatu dan Perkebunan Paya Pinang • Sebelah Timur dengan PT. Socfindo Tanah Besih/PT. Paya Pinang

• Sebelah Barat dengan PTP-III Kebun Gunung Pamela Kabupaten Serdang Bedagai.

Topografi kota ini umumnya mendatar dan bergelombang dengan ketinggian 18-34 meter diatas permukaan laut. Dengan luas wilayah 38,438 km2 yang terdiri dari 5 Kecamatan dan 35 Kelurahan. Daerah ini juga dilintasi oleh 4 buah aliran sungai besar dan kecil, yaitu sungai Padang, sungai Bahilang, sungai Kelembah dan sungai Sibarau. Sungai yang paling besar melintasi daerah ini adalah sungai Padang dengan panjang


(41)

lebih kurang 2.150 meter dan lebar 65 metermembujur dari arah Barat menuju ke arah Timur yang terletak pada bagian sebelah Utara dari bahagian pusat kota. Tebing Tinggi beriklim tropis dataran rendah. Ketinggian 26 – 24 meter di atas permukaan laut dengan topografi mendatar dan bergelombang. Temperatur udara di kota ini cukup panas yaitu berkisar 25° - 27 °C. Sebagaimana kota di Sumatera Utara, curah hujan per tahun rata-rata 1.776 mm/tahun dengan kelembaban udara 80%-90%.

4.2 Demografi Masyarakat Kota Tebing Tinggi

Masyarakat kota Tebing Tinggi merupakan masyarakat majemuk dengan berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat serta latar belakang pendidikan dan status ekonomi yang berbeda. Namun dalam kehidupan sehari-hari seluruh etnik tersebut dapat hidup secara damai. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak pernahnya terjadi konflik antara suku bangsa maupun agama. Penduduk kota Tebing Tinggi mayoritas memeluk agama Islam.


(42)

Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Tebing Tinggi Tahun 2012

Kecamatan District

Penduduk (orang) / Population Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) 1. Padang Hulu 13 423 13 779 27 202 97,42 2. Tebing Tinggi

Kota 11 786 12 419 24 205 94,90 3. Rambutan 15 782 16 321 32 103 96,70 4. Bajenis 16 749 16 943 33 692 98,85 5. Padang Hilir 15 296 15 273 30 569 100,15

Tebing Tinggi 73 036 74 735 147 771 97,73

Catatan: Notes Sumber/Source :

e) Penduduk Pertengahan Tahun DAU 2012/ Mild Year Population DAU 2012 BPS Provinsi Sumatera Utara / BPS - Statistic of Sumatera Utara Province

Tabel 2. Sensus Penduduk Menurut Agama di Kota Tebing Tinggi tahun 2010

Agama Jumlah

1. Islam 113 344

2. Kristen 18 689 3. Katolik 1 327 4. Hindu 217 5. Budha 10 313 6. Khong Hu Chu 70 7. Lainnya 5 8. Tidak menjawab 4 9. Tidak ditanyakan 1 279

Jumlah Penduduk 145 248

Catatan: Notes Sumber/Source :

e) Penduduk Pertengahan Tahun DAU 2010/ Mild Year Population DAU 2010 BPS Provinsi Sumatera Utara / BPS - Statistic of Sumatera Utara Province

4.3 Sumber Daya Budaya

Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan


(43)

terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Saat lahirnya Reformasi Indonesia pada Mei 1998, Kota Tebing Tinggi juga tak luput dari kerusuhan terhadap etnis Tionghoa. Masyarakat yang saat itu tercekik ekonominya karena harga yang membubung tinggi, beramai-ramai melakukan penjarahan toko-toko milik etnis Tionghoa. Pertokoan Jalan Suprapto dan KH Dahlan tak luput dari penjarahan. Beberapa kilang padi milik etnis Tionghoa juga dijarah. Dampaknya seluruh pertokoan di seluruh kota tutup, bahkan selama tiga tahun sejak penjarahan, kota Tebing Tinggi seperti lumpuh pada malam hari karena tidak adanya toko yang berani buka pada malam hari.

Seiring berjalannya waktu pada masa reformasi dan setelah masyarakat Tionghoa mulai diakui di Indonesia, kebudayaan dan kesenian masyarakat mulai bermunculan. Mereka selalu rutin mengadakan perayaan-perayaan atau festival-festival kebudayaan. Di kota Tebing Tinggi, masyarakat Tionghoa terhadap kebudayaan masih sangat lekat. Setiap perayaan akan di sambut dengan suka cita dan dimeriahkan dengan beberapa kesenian masyarakat Tionghoa, seperti adanya barongsai, opera beijing, liongsai, wayang potehi, dll. Bukan hanya perayaannnya saja, di kota Tebing Tinggi juga banyak kesenian Tiongkok yang juga terlihat dari bangunan-bangunan, seperti vihara, klenteng, dan bangunan-bangunan Tiongkok yang dihiasi dengan ukiran-ukiran berkhas negara Tiongkok. Kebudayaan dan kesenian di kota Tebing Tinggu ini masih melekat dan terlihat jelas hingga saat ini.


(44)

(45)

BAB V

ANALISIS PERTUNJUKAN

5.1 Properti

Vihara Avalokitesvara berdiri pada tahun 2002. Pengurus vihara adalah bapak Dharma Shurya yang tak lain juga sebagai shuhu atau biksu di vihara tersebut. Untuk menyambut ulang tahun Dewa Vihara tersebut, shuhu mengadakan acara selama tiga hari berturut-turut pada hari Senin, 23 September 2013 sampai Rabu, 25 September 2013 mulai pukul 09.00 wib sampai pukul 22.00 wib. Selama tiga hari itu, banyak kegiatan-kegiatan yang ikut menyemarakkan acara, seperti berdoa bersama, barongsai, acara arak-arak dewa keliling kota Tebing Tinggi, pertunjukan opera beijing, sepeda ontel tour dan tak ketinggalan pertunjukan wayang potehi. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Dharma, ia mengatakan bahwasanya pertunjukan wayang potehi ini tidak rutin diadakan setiap perayaan ulang tahun-Nya tergantung dari permintaan sang Dewa sendiri. Jika saat perayaan Dewa Vihara meminta diadakannya pertunjukan wayang potehi, maka pertunjukan itu akan diadakan dan jika tidak maka ditiadakan.

Pertunjukan wayang potehi ini diadakan pada hari kedua pukul 15.00 wib. Layaknya sebuah pertunjukan ada beberapa properti yang harus dan wajib digunakan. Properti adalah harta berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang tak terpisahkan dari suatu bangunan. Properti dalam pertunjukan wayang potehi adalah semua unsur-unsur yang mendukung berjalannya pertunjukan wayang potehi dari awal hingga akhir pertunjukan. Adapun beberapa properti pertunjukan wayang potehi yang digunakan untuk mendukung acara pertunjukan agar terlihat sempurna untuk


(46)

ditampilkan, antara lain : harus ada seorang dalang yang memainkan lakon, wayang potehi, panggung, dan alat musik yang digunakan.

5.1.1 Dalang

Dalam pertunjukan wayang potehi, orang yang menggerakkan lakon wayang potehi dan menyusun jalannya cerita disebut dalang. Dalang dalam dunia pewayangan diartikan sebagai seseorang yang mempunyai keahlian khusus memainkan boneka wayang (dalang). Keahlian ini biasanya diperoleh dari bakat turun - temurun dari leluhurnya. Dalang adalah seorang sutradara, penulis lakon, seorang narator, seorang pemain karakter, penyusun iringan, seorang "penyanyi", penata pentas, penari dan lain sebagainya. Kesimpulannya dalang adalah seseorang yang mempunyai kemampuan ganda,dan juga seorang manager, paling tidak seorang pemimpin dalam pertunjukan bagi para anggotanya (pesinden dan pengrawit). Dalang merupakan faktor utama yang harus ada dalam setiap pertunjukan karena dalang yang mengontrol semuanya. Pada awalnya dalang potehi ini disebut sehu, namun adanya pembauran dan kebanyakan ditemui saat ini dalang potehi merupakan asli orang pribumi maka kemudian sebutannya menjadi dalang.

Memainkan pertunjukan wayang potehi biasanya maksimal hanya membutuhkan lima orang saja. Satu orang sebagai dalang dan satu orang sebagai asisten dalang dan tiga orang adalah pemain musik. Pertunjukan wayang potehi yang dipertunjukan di Kota Tebing Tinggi ini dipimpin oleh seorang dalang yang bernama 辛 勇 旺 (xīnyǒngwàng) (36 tahun). Dalam perannya asisten dalang hanya berperan sebagai orang yang membantu dalang menggerakkan boneka saat dipentaskan dan tidak ikut berdialog. Dialog pertunjukan dari awal hingga akhir sepenuhnya adalah hak


(47)

dalang yang mengucapkannya, dan tiga orang pemain musiklah yang mempunyai peran sebagai pengiring pertunjukan dengan bunyi-bunyian yang dihasilkan dari alat musik yang dimainkan mereka. Grup yang mempertunjukan wayang potehi ini asalnya bukan dari kota tebing tinggi, tetapi didatangkan langsung dari Jombang, Jawa Timur. Menurut informan dari biksu vihara, beberapa tahun terakhir ini, Vihara mengundang pemain dari luar kota dan bukannya dari kota Tebing Tinggi sendiri karena para pemain pertunjukan wayang potehi yang ada di kota Tebing Tinggi sudah mulai tua dan pikun dan memang sudah semakin langkanya orang-orang yang mempunyai keahlian untuk memainkan pertunjukan wayang potehi ini.

Dalang ini yang menggerakan serta mengatur lakon boneka potehi sesuai dengan alur cerita yang berjudul Sie Djin Kwie. Ia menggerakan wayang potehi sambil menuturkan dialog yang seolah - olah diucapkan oleh wayang boneka tersebut. Selama pertunjukan berlangsung, dalang menyajikan pementasan dengan sangat rapi dan teratur. Dari awal pertunjukan berlangsung hingga akhir dalang memainkannya sesuai alur cerita dan melakonkannya tanpa membaca sebuah teks. Artinya setiap kata yang diucapkan selama pertunjukan berlangsung sudah melekat dalam ingatan si dalang. Ini lah yang membedakan pertunjukan di Indonesia dengan di Tiongkok. Kalau di negara Tiongkok, dalang masih memakai teks di setiap pertunjukannya.

Dapat terlihat jelas bahwa dalang potehi ini sudah mahir dalam menggerakkan dan melakonkan boneka tersebut. Dalang sudah mengetahui dengan tepat urutan pertunjukan yaitu kapan saat harus mengeluarkan wayang, kapan harus berdialog, kapan musik akan dimulai sampai musik berhenti. Hubungan antara dialog yang diucapkan dalang atau saat menggerakkan boneka dengan iringan musik terlihat sangat serasi, begitu juga hubungan dalang dengan asistennya yang saling mendukung satu sama lain.


(48)

Ketika boneka yang dimunculkan lebih dari 2 boneka maka disinilah letak peran sang asisten yang membantu dalang menggerakkan boneka yang lainnya ketika berdialog. Selain mengontrol jalannya pertunjukan, sang dalang juga harus menggunakan sendi-sendi tulang jemari tangannya secara langsung untuk menghasilkan gerakan setiap tokoh sesuai dengan dialog yang diucapkan. Keserasian antara gerakan dan dialog inilah yang membuat dalang memiliki peran yang tidaklah begitu mudah untuk dilakukan. Pengucapan dialog oleh dalang pertunjukan wayang potehi ini menggunakan dialek jawa seperti lazimnya membawakan pertunjukan wayang kulit jawa. Penghayatan emosional serta improvisasi yang dilakukan dalang saat berdialog terlihat sangat baik. Ia juga mampu mengubah-ubah nada suara sesuai dengan lakon yang ada.

5.1.2 Wayang potehi

Wayang potehi adalah wayang boneka yang berbentuk sarung tangan yang memiliki tubuh baju yang berlubang dan lentur sehingga dapat menyesuaikan tangan si dalang dan jari-jarinya pas kekepala dan lengan untuk bergerak. Kepala boneka terbuat dari kayu kamper atau sejenisnya, demikian pula tangan dan kaki boneka (Hirwan, 2011:9).

Setiap pertunjukan yang dimainkan ada beberapa wayang potehi yang menjadi lakon atau pemain dalam cerita. Lakon utama dalam pertunjukan wayang potehi yang dimainkan oleh dalang di kota Tebing Tinggi ini yaitu wayang potehi lakon Sie Djin Kwie dalam bahasa mandarin薛仁貴(xuērénguì. Sie Djin Kwie atau 薛仁貴(xuērénguì )adalah lahir pada ta yang terkenal pada masa Dinasti Tang. Di dalam pertunjukan ditampilkan juga beberapa


(49)

wayang potehi lainnya sebagai pendukung cerita seperti Liu Kim Hwa (istri Sie Djin Kwie), Jin Li dan Ong Kau Sin.

Gambar 2: Wayang Lakon Sie Djin Kwie

Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014.

Wayang lakon Sie Djin Kwie adalah wayang yang dimainkan menyerupai jenderal Sie Djin Kwie aslinya. Sie Djin Kwie adalah seorang Jenderal Tiongkok yang terkenal pada masa Dinasti Tang. Gambar diatas merupakan adegan pada saat pertama kali lakon Sie Djin Kwie memasuki arena panggung yang kemudian berdialog memperkenalkan diri ke penonton serta menceritakan awal cerita dimulai dari tempat Sie Djin Kwie bekerja dirumah majikannya Liu Hong.


(50)

Gambar 3: Wayang Lakon Sie Djin dan istrinya Liu Kim Hwa

Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014.

Gambar diatas adalah gambar lakon Sie Djin Kwie bergandengan dengan istrinya Liu Kim Hwa yang merupakan anak dari majikan Sie Djin Kwie yang bernama Liu Hong. Gambar diatas merupakan gambar yang penulis dokumentasikan pada saat adegan Sie Djin Kwie dan Liu Kim Hwa melangsungkan adat pernikahan setelah mereka sampai dikediaman Sie Djin Kwie di lereng gunung Taishan. Pada adegan ini Sie Djin Kwie dan Liu Kim Hwa akan melakukan sujud dan penghormatan memohon doa restu kepadaTuhan Yang Maha Esa agar pernikahan mereka dapat bertahan lama sampai tua.


(51)

Gambar 4: Wayang Lakon Jin Li

Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014.

Jin Li adalah salah satu yang juga merupakan orang yang bekerja dirumah Liu Hong ayah dari istri Sie Djin Kwie yang bernama Liu Kim Hwa. Jin Li adalah orang kepercayaan Liu Hong. Sejak kematian ayahnya, Liu Kim Hwa dirawat dan dijaga oleh Jin Li. Adegan gambar diatas penulis dokumentasikan pada saat pertama kali lakon Jin Li memasuki arena panggung yang kemudian ia juga memperkenalkan diri sendiri di hadapan penonton. Lakon Jin Li adalah lakon yang muncul pertama kali untuk mengawali cerita dan digunakan sebagai lakon yang mengungkapkan prolog dari judul cerita pertunjukan.


(52)

Gambar 5 Lakon Sie Djin Kwie dan Ong Kau Sin

Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014.

Gambar diatas merupakan adegan antara Sie Djin Kwie dan sahabatnya Ong Kau Sin saat Sie Djin Kwie tiba dilereng gunung Taishan bersama istrinya Liu Kim Hwa. Dalam adegan tersebut, Ong Kau Sin merasa penasaran tentang apa sebab dan tujuan kembalinya Sie Djin Kwie ke lereng gunung Taishan serta memilih untuk menetap tinggal disana bersama Ong Kau Sin. Ong Kau Sin memerintahkan Sie Djin Kwie untuk menjelaskan lebih jauh tentang hubungannya dengan Liu Kim Hwa.

5.1.3 Panggung

Panggung adalah wadah atau tempat dimana para wayang potehi dimainkan. Panggung pertunjukan wayang potehi sangat sederhana dan ukurannya tidak terlau besar sehingga tidak memerlukan halaman yang besar. Wayang ini dipentaskan dalam sebuah Panggung wayang potehi ini menyerupai box boneka yang tidak begitu besar. Sang dalang dan asisten berada di balik (dalam) panggung / kotak layar panggung


(53)

boneka. Mereka tampil apa adanya, tanpa riasan dan kostum khusus. Panggung ini di kelilingi dengan hiasan-hiasan Tiongkok. Panggung ini dihiasi dengan arsitektur atau ukiran-ukiran yang berkaitan dengan negara Tiongkok dan masyarakat Tionghoa untuk mendukung cerita yang dimainkan.

Gambar 6 Panggung Wayang Potehi

Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014.

Dekorasi panggung biasanya disesuaikan dengan tema cerita yang dibawakan. Panggung wayang potehi kali ini bernuansa warna khas masyarakat Tionghoa, merah dan emas. Warna merah merupakan warna kebanggaan masyarakat Tionghoa. Warna merah kegembiraan, kebahagiaan dan keberhasilan. Sedangkan warna keemasan disebut sebagai uang, melambangkan sebuah harapan agar di tahun berikutnya dilimpahi banyak rejeki. Beranekaragam ukiran-ukiran Tiongkok yang terdapat disekitar panggung. Seperti adanya ukiran naga di bawah dan tiang samping kanan kiri panggung. Menurut informan naga merupakan simbol masyarakat Tionghoa dan dianggap sebagai binatang paling agung. Di samping kiri panggung terdapat tulisan


(54)

mandarin 百萬雄兵五六人 (Bǎi wàn xióngbīng wǔliù rén) dan disamping sebelah kanan panggung dengan tulisan 千里路途三五步 (qiānlǐ lùtú sānwǔ bù ). 百萬雄兵五 六人 (Bǎi wàn xióngbīng wǔliù rén) artinya lima atau enam orang tentara yang sangat kuat, kalimat ini bermakna walaupun hanya lima atau enam tentara tetapi kekuatan yang dimiliki bagaikan ada sejuta tentara. 千里路途三五步 (qiānlǐ lùtú sānwǔ bù ) artinya perjalanan yang berjarak seribu mil ditempuh dengan tiga sampai lima langkah, kalimat ini bermakna walaupun jalan sangat panjang tetapi jika cepat melangkah maka perjalanan akan terasa sangat dekat.

5.1.4 Alat Musik

Musik merupakan nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan irama, lagu, dan keharmonisan. Musik biasanya tercipta karena adanya alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian. Untuk menghasilkan musik pengiring pertunjukan wayang potehi agar terlihat meriah dan semarak, ada tujuh alat macam alat musik yang digunakan dan dimainkan oleh tiga orang yang masing-masing bertanggung jawab memegang dua macam alat musik tersebut. Adapaun alat musik yang digunakan yaitu, gembreng besar (Toa Loo), gembreng kecil (Siauw Loo), rebab (Hian Na), kayu (Piak Ko), suling (Bien Siauw), gendang (Tong Ko), slompret (Thua Jwee).


(55)

Gambar 7 Toa Lo

Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014.

Toa Lo adalah salah satu alat musik yang pendukung berjalannya pertunjukan wayang potehi. Toa lo biasa disebut dengan gembreng besar. Alat musik ini dimainkan dengan cara dipukul sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang disesuaikan dengan cerita dan adegan demi adegan. Alat musik toa Lo ini berbentuk bulat dan terbuat dari besi. Alat musik toa lo pengiring pertunjukan wayang potehi ini, bentuknya menyerupai dengan alat musik pertunjukan wayang potehi yang ada di Negara Tiongkok.

Gambar 8 Tong Ko


(56)

Tong Ko juga merupakan satu diantara tujuh alat musik pendukung pertunjukan wayang potehi. Tong ko adalah sebuah gendang. Alat musik Tong ko berfungsi untuk mengatur irama yang dibunyikan dengan tangan dan tanpa alat bantu.

Gambar 9 Seperangkat Alat musik pengiring pertunjukan wayang potehi

Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014.

5.2 Tema Cerita

Setiap pertunjukan wayang potehi yang dimainkan memiliki cerita yang sangat menarik. Setiap ceritanya pasti berkaitan dengan sejarah di negara Tiongkok yang meninggalkan kesan baik terhadap masyarakat Tionghoa. Tema cerita pertunjukan wayang potehi yang berlangsung selama tiga hari di Kota Tebing Tinggi diangkat dari kisah salah seorang jenderal yang terkenal di Tiongkok mulai ia masih menjadi seorang yang biasa yang di jodohkan Liu Kim Hwa anak dari majikan tempat ia bekerja sampai diangkat menjadi jenderal pertama yang dipercaya untuk mengawal kaisar raja hingga menjadi akhirnya menjadi raja. Selama karirnya, Sie Djin Kwie meraih keberhasilan dalam berbagai ekspedisi perang seperti melawan sisa-sis


(57)

dewa karena kearifan dan kesederhanaannya.

Awal pertunjukan dimulai dengan munculnya lakon Sie Djin Kwie diiringi dengan alunan musik. Lakon Sie Djin Kwie muncul dengan gerakan-gerakan kecil lalu kemudian ia duduk. Sebelum memulai dialog dengan lawan mainnya, lakon Sie Djin Kwie terlebih dahulu memperkenalkan diri. Disini Sie Djin Kwie berbicara kepada penonton tentang awal kejadian yang menimpanya saat bekerja di rumah majikannya. Tanpa sengaja ia memakai jubah pusaka milik leluhur majikannya sehingga harus melarikan diri dari rumah majikannya menuju rumah saudaranya Ong Kau Sin di lembah gunung Taishan. Tetapi belum sampai ditujuan, hari sudah mulai gelap dan terpaksa ia singgah di klenteng terdekat.

Tidak disangka penyinggahan ini mengubah nasibnya. Pada malam ia singgah di klenteng yang juga bertepatan pada malam tahun baru imlek, mempertemukannya kembali dengan anak dari majikannya Liu Kim Hwa. Melalui perjodohan yang dilakukan oleh Jin Li, orang kepercayaan ayah Liu Kim Hwa mereka akhirnya menikah. Dengan segala kekurangan dan kesederhanaan yang di katakan oleh Sie Djin Kwie tentang kehidupannya tak mengurungkan pernikahan. Sikap jujur dan keberanian dari Sie Djin Kwie lah yang dinilai oleh Liu Kim Hwa sehingga mereka pada akhirnya menikah.

Setelah saling menerima perjodohan, Sie Djin Kwie tanpa ragu langsung mengajak Liu Kim Hwa rumah saudara angkatnya, Ong Kau Sin. Awal mereka tiba di lereng gunung Taishan, Ong Kau Sin sungguh tidak mengetahui dan tidak menyangka bagaimana anak dari majikannya bisa dibawa ke rumahnya. Ong Kau Sin dengan penuh


(58)

kecurigaan bertanya kepada Sie Djin Kwie apa yang sebenarnya terjadi. Ia takut kalau Sie Djin Kwie telah melakukan hal-hal yang buruk kepada Liu Kim Hwa. Ia tidak ingin saudara angkatnya Sie Djin Kwie akan tertimpa masalah. Penjelasan yang didengarkannya langsung dari Sie Djin Kwie akhirnya membuatnya semakin percaya bahwa saudaranya Sie Djin Kwie adalah orang yang berbudi luhur baik. Sebagai saudara angkat sekaligus wali Sie Dhin Kwie, Ong Kau Sin membantu melakukan ritual pernikahan kepada mereka berdua.

Tema cerita dari pertunjukan wayang potehi ini memberi pelajaran sekaligus nasehat yang baik bagi para penonton. Pemilihan judul yang dibawakan oleh dalang mengandung cerita yang mudah diingat oleh masyarakat yang menyaksikan. Pemilihan judul ini sengaja dilakukan karena acara tersebut, yaitu acara ulang tahun Dewa di Vihara tersebut. Dan menurut sejarah, Sie Djin Kwie ini sesosok yang terkenal dan dianggap sebagai manusia setengah dewa.

5.3 Konteks Sosial

Pertunjukan wayang potehi ini membawa pengaruh besar terhadap masyarakat pribumi maupun masyarakat Tionghoa yang ada di kota Tebing Tinggi khususnya bagi masyarakat yang menyaksikan secara langsung pertunjukan wayang potehi ini. Menurut informan, pertunjukan wayang potehi memiliki fungsi yang beragam baik dari fungsi ritual, fungsi pendidikan dan juga fungsi hiburan. Pertunjukan wayang potehi yang dilakukan di kota Tebing Tinggi difungsikan sebagai hiburan. Penyampaian dialog dengan menggunakan bahasa Indonesia sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang menyaksikan. Dengan menggunakan bahasa pribumi, penonton bisa dengan sigap


(59)

langsung mengetahui inti tema cerita yang dibawakan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis melihat adanya hubungan sang dalang saat mengucapkan dialog dengan penonton. Hubungan ini dapat dilihat dari bahasa di dalam dialog yang disesuaikan dengan bahasa yang biasa dipakai sehari-hari.

Walaupun difungsikan untuk hiburan bagi masyarakat, tetapi cerita yang ingin disampaikan oleh dalang semata-mata bukan hanya sebagai hiburan semata saja, tetapi jika diperhatikan dengan seksama ada hal-hal baik yang terkandung di dalam cerita yang ingin disampaikan oleh dalang kepada penonton melalui dialog demi dialog, sehingga setelah menyaksikan pertunjukan ini masyarakat mengerti akan sejarah dan mengamalkan moral baik yang terkandung dalam cerita. Sie Djin Kwie diceritakan sebagai seorang yang tidak pernah menyerah, suka menolong, seorang pekerja keras, selalu sabar dalam menghadapi cobaan, serta selalu yakin akan adanya Tuhan. Cerita ini mengajarkan untuk selalu berjuang, jujur kepada siapapun dan menjadi seorang pemimpin yang baik bagi rakyatnya.

5.4 Penonton

Adanya penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi menambah suasana di sekitar vihara semakin ramai dan meriah. Antusias masyarakat sekitar vihara sangat tinggi. Penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini pun beranekaragam mulai dari anak-anak hingga orangtua bahkan yang sudah lanjut usia. Bukan hanya masyarakat Tionghoa saja tetapi masyarakat pribumi juga ikut bergembira menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini. Bukan hanya masyarakat dari sekitar vihara dan kota Tebing Tinggi saja tetapi juga masyarakat dari luar kota seperti, Medan,


(60)

Pematangsiantar, Binjai, dan lain sebagainya juga datang untuk menyemarakkan acara sekaligus menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini.

Antusias itu dapat dilihat dari banyaknya pengunjung yang datang pada saat akan diselenggarakannya pertunjukan wayang potehi. Selain karena pertunjukannya menggunakan bahasa Indonesia, antusias masyarakat yang sangat tinggi itu juga karena judul yang akan dimainkan. Kisah Sin Djin Kwie merupakan cerita populer dan sangat diminati oleh penonton terutama anak-anak. Selama menyaksikan pertunjukan, masyarakat terlihat sangat menghayati cerita yang dimainkan. Sesekali mereka tertawa dan kagum saat dalang mulai memberikan adegan yang menarik seperti saat perang dimulai.

Tempat untuk menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini sudah dipersiapkan tepat di depan panggung pertunjukan. Tempat yang disediakan itu berupa, beberapa kursi plastik yang menghadap ke arah panggung. Banyaknya penonton yang datang pada saat acara itu, membuat kursi yang telah tersedia tidak mencukupi sehingga sebahagian dari penonton menyaksikan dengan duduk di sekitar vihara bahkan ada juga yang rela duduk di bawah tepat di depan dekat panggung pertunjukan yang kebanyakan dari kalangan anak-anak. Penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi selama pertunjukan itu berlangsung, ada yang memilih untuk mendokumentasikannya gambar sebagai kenangan, ada yang hanya sekedar menyaksikan saja, dan ada pula yang selain hanya mengambil gambar, ia juga mengabadikan dengan merekam beberapa adegan yang paling seru dalam pertunjukan. Sampai setelah pertunjukan selesai, beberapa penonton berlomba-lomba menyentuh lakon wayang dan sekaligus diabadikan melalui foto.


(61)

BAB VI ANALISIS TEKS

6.1 Diksi

Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi daripada pemilihan kata dan gaya. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya.

Fungsi dari diksi antara lain :

• Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.

• Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.

• Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.

• Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.

Dalam hal ini, teks yang penulis dapat dari bentuk lisan atau bahasa yang diucapkan oleh dalang lalu penulis susun menjadi sebuah tulisan yang kemudian penulis analisis. Dalam hal ini penulis memilih teks yang dipakai pada hari pertama dimana cerita yang dimainkan adalah kisah awal kehidupan Sie Djin Kwie saat masih bekerja di


(62)

istana raja hingga akhirnya bisa menikah dengan anak raja, Liu Kim Hwa. Secara umum struktur bahasa yang digunakan dalang mulai dari awal hingga akhir pertunjukan, merupakan bahasa yang tidak terlalu baku, artinya ada dialog yang menggunakan kata yang tidak baku dan ada juga dialog yang menggunakan kata baku. Pemilihan kata yang diucapkan oleh dalang sangat sederhana dan biasa dipakai sehari-hari. Hal ini bertujuan agar gagasan yang ingin disampaikan oleh dalang kepada penonton dapat dimengerti dengan jelas sehingga bukan hanya fungsi hiburan saja yang didapat tetapi juga makna yang terkandung dalam cerita juga dapat tersalurkan dengan baik. Beberapa pilihan kata baku dan tidak baku tersebut dalam diamati di dalam teks berikut ini.

(1) Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti. Jubah yang telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku yang bernama Liu Hong.

(2) Aku mau bertanya denganmu. Kau sudah punya istri apa belom? (3) Kamu ajak datang ditempatku, kalo papamu nati mencari, bagaimana? Dapat diamati bahwa dialog diatas memiliki kata yang tidak baku seperti contoh pertama kata “kupake” yang kata bakunya “kupakai”, kata “belom” yang kata bakunya “belum”, dan kata “kalo” yang kata bakunya “kalau”. Perubahan pengucapan kata diatas dilakukan dengan sengaja oleh dalang agar pertunjukan terlihat bukanlah seperti pementasan yang monoton. Pemilihan kata oleh dalang ini dilakukan agar pementasan ini menyatu dengan para penonton. Dalang berpikir bahwa penggunaan kata-kata yang lebih sering didengar akan memudahkan dalang berkomunikasi dengan penonton. Pada saat pertunjukan dimulai dan dialog demi dialog dibawakan secara rapi oleh dalang mulai dari awal dimulai hingga akhir cerita dengan plot cerita alur maju. Dalam pertunjukan ini, sang dalang potehi membawakan dialog dengan menggunakan dua bahasa yaitu, bahasa Indonesia dan bahasa Hokkian. Adanya pencampuran dua bahasa di dalam dialog agar tidak menghilangkan unsur bahasa dan budaya yang berkaitan


(63)

dengan masyarakat Tionghoa. Namun dalam penyajiannya, dalang lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Hokkian dipakai sebagai kata-kata yang mengiringi penghormatan untuk mendukung cerita.

6.2 Prolog

Prolog adalah kata pendahuluan dalam lakon sebuah pertunjukan. Prolog memainkan peran yang besar dalam menyiapkan pikiran penonton agar dapat mengikuti lakon (cerita) yang akan disajikan. Itulah sebabnya, prolog sering berisi sinopsis lakon, perkenalan tokoh-tokoh dan pemerannya, serta konflik-konflik yang akan terjadi di panggung.

Prolog pertunjukan wayang potehi yang berjudul “Sie Djin Kwie” di kota Tebing Tinggi diawali dengan iringan musik yang kemudian dilanjutkan dengan adanya prolog dari sang dalang. Prolog yang diucapkan oleh dalang yaitu,

Tiba di Dao Li Yonggan. Liu Kim Hwa, Tai Zong, Liu Hong Long, Feng Siau Sin berkenalan Sin Djin Kwie.

Prolog pada pertunjukan wayang potehi tidak seperti prolog biasanya yang memiliki narasi yang panjang. Pada pertunjukan wayang potehi kali ini, dalang hanya menggunakan satu prolog saja diawal pertunjukan dimulai.

6.3 Dialog

Dialog adalah percakapan para pemain. Dialog memainkan peran yang amat penting karena menjadi pengarah lakon drama. Artinya, jalannya cerita drama itu diketahui oleh penonton lewat dialog para pemainnya. Agar dialog itu tidak hambar,


(64)

pengucapannya harus disertai penjiwaan emosional. Selain itu, pelafalannya harus jelas dan cukup keras sehingga dapat didengar semua penonton. Seorang pemain yang berbisik, misalnya, harus diupayakan agar bisikannya tetap dapat didengarkan para penonton. Setiap dialog yang diucapkan oleh dalang saling berkaitan dan berhubungan.

Dialog yang dipakai pada pertunjukan wayang potehi menggunakan dialog kontemporer. Artinya naskah dialog yang dipakai bebas dan tidak terikat aturan atau kelaziman. Penggambaran semua unsur seperti watak tokoh, kepribadian tokoh dan pikiran tokoh diungkapkan dalang melalui dialog. Dialog dalam pertunjukan ini berfungsi menghubungkan tokoh satu dengan tokoh yang lainnya.

Untuk melihat dialog yang digunakan pada pertunjukan wayang potehi di Tebing Tinggi ini, penulis akan memberikan beberapa penggalan dialog yang dipakai saat awal dimulai pertunjukan. Pertunjukan dimulai dengan iringan musik sekaligus mengantarkan lakon Sie Djin Kwie dimunculkan di panggung, kemudian ia berkata,

“Aku Sie Djin Kwie. Sejak kejadian dirumah majikanku yang bernama Liu Hong, Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti. Jubah yang telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku yang bernama Liu Hong. Akupun juga tidak menyangka. Untung saja In Thong kerjaku memberitahu kepadaku dan atas perintah cepat-cepat untuk meninggalkan keluar dari majikanku sebelum terlambat majikanku menangkap diriku. Aku ingin pergi meninggalkan rumah ini ke lereng gunung Taishan. Tetapi sampai diperjalanan matahari hampir terbenam, terpaksa aku menginap di ini klenteng”. (bergumam) “Ehm... Ehm...Ehm...Ehm...”.

Setelah itu musik dimainkan, mengantarkan lakon Sie Djin Kwie keluar panggung ia seolah-olah sedang melakukan perjalanan. Kemudian mucul lakon Jin Li dan berkata,

“Aku Jin Li menga, mengajak nona yang bernama Liu Kim Hwa. Nona Liu Kim Hwa ini adalah anak dari majikanku yang bernama Liu Hong. Gara-gara ini soal jubah peninggalan dari leluhur majikanku tanpa disengaja karyawan dari majikanku yang bernama Sie Djin Kwie tertidur


(65)

pulas di ini klenteng tepat pada malam tahun baru imlek. Coba nona, Liu Kim Hwa datanglah kemari nona”.

nona Liu Kim Hwa menjawab,

“Jin panggil kami, Liu Kim Hwa belum tau ajak apa. Terimalah hormat Jin rahmat”.

Jin Li kemudian berkata,

“Ehm... Liu Kim Hwa hari ini kamu tidak perlu untuk menangis terus . Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Semuanya itu sudah terlanjur. Senang hatiku mendengar apa yang telah kau katakan Liu Kim Hwa. Aku di dalam ini klenteng sepertinya ini ada Sie Djin Kwie. Kebetulan Sie Djin Kwie kok ada disini. Coba aku mau panggil padamu. Sie Djin Kwie... Sie Djin Kwie... kau boleh datang kemari yok...”.

Lakon Sie Djin Kwie memasuki panggung dan berkata,

“Jin panggil tuan Sie Djin Kwie belum tau ini ada urusan. Terimalah hormat Jin rahmat”.

Adanya pencampuran kebudayaan wayang potehi ini juga di tunjukan dalam dialog. Ada juga sedikit dialog yang diselingi dengan bahasa Jawa dan bahasa Hokkian. Dialog yang diselingi dengan bahasa Jawa yaitu dialog yang diucapkan oleh lakon Ong Kau Sin, sebagai berikut,

“Sie Djin Kwie, nona Liu Kim Hwa gara-gara soal jubah milik dari papanya Hong, Liu Kim Hwa sampai nona Liu Kim Hwa diperintah untuk mati dengan cara bunuh diri itu penjelasan mu, atau gara-gara lain, ojo-ojo pas kau berbuat yang tidak masuk akal. Jangan-jangan kamu mencuri”.

Ojo-ojo dalam bahasa Indonesia berarti jangan-jangan. Dialog yang menggunakan bahasa Hokkian yaitu digunakan pada saat pemberian penghormatan upacara pernikahan. Berikut dialog yang diucapkan yang menggunakan bahasa Hokkian oleh lakon Ong Kau Sin. Ia berkata,


(66)

“Jadi dengan adanya hal seperti ini, kita memang tidak mengerti. Kejadian seperti ini membuat aku juga merasa bangga. Kamu sudah setuju untuk berumah tangga dengan seperti itu. Kim Hwa adik angkatku, silahkan masuk. Bahwa hari ini dek ku Sie Djin Kwie maupun Liu Kim Hwa pada hari ini melangsungkan pernikahan menjadi suami istri. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru selalu mendapat perlindungan dari yang Maha Kuasa, sehat wal’afiat tidak kekurangan sesuatu, dalam menempuh hidup baru hidup suami istri sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Ikuti aba-abaku.” Yi ji khang, lenteng. Sin ji khang, lenteng. San ji khang, ji... (tunduk memberi penghormatan) “Kita sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. (tunduk penghormatan) “sekarang silahkan kalian berdua untuk memasuki kamar seadanya. Dikamar penganten sudah disitu sudah disediakan makanan minuman seadanya, walaupun cuma air putih. Silahkan... silahkan... masuk silahkan”.

Dialog diatas diucapkan sekaligus dialog terakhir sebagai pertanda bahwa pertunjukan sudah berakhir. Adanya pencampuran beragam bahasa yang juga merupakan bahsa yang dipakai di Indonesia ini, menggambarkan bahwanya memang telah terjadi pencampuran budaya dan adanya perubahan-perubahan penggunaan bahasa dalam dialog yang terjadi pada pertunjukan wayang potehi ini. Penggunaan bahasa Hokkian menunjukan bahwa asal muasal pertunjukan ini masih belum hilang dan masih melekat didalamnya. Secara keseluruhannya masih diperlihatkan bahwasanya kebudayaan ini merupakan kebudayaan yang berasal dari luar yaitu Tiongkok namun walaupun begitu sudah diakui dan diresmikan menjadi salah satu kebudayaan wayang di Indonesia.


(67)

6.4Epilog

Epilog adalah kata penutup dari sebuah pementasan atau pertunjukan. Adanya epilog dalam suatu naskah drama atau pertunjukan wayang potehi ini berfungsi untuk menyampaikan inti sari dari sebuah cerita yang dibawakan atau menafsirkan maksud cerita yang dibawakan oleh sang dalang. Epilog biasanya berisi kesimpulan dari sang pengarang cerita.

Epilog dari cerita pertunjukan wayang potehi yang dibawakan oleh dalang ini, bukan ditunjukan dengan sebuah narasi kesimpulan tertulis melainkan melalui sebuah dialog akhir. Sang dalang hanya menutup cerita dengan dialog seorang lakon yang bernama Ong Kau Sin, dimana isi dari dialog itu mengandung mengandung makna nasehat-nasehat, pengetahuan dan perkataan yang mempertegas bahwa cerita telah mencapai akhir. Dialog tersebut dapat diamati sebagai berikut.

“Jadi dengan adanya hal seperti ini, kita memang tidak mengerti. Kejadian seperti ini membuat aku juga merasa bangga. Kamu sudah setuju untuk berumah tangga dengan seperti itu. Kim Hwa adik angkatku, silahkan masuk. Bahwa hari ini dek ku Sie Djin Kwie maupun Liu Kim Hwa pada hari ini melangsungkan pernikahan menjadi suami istri. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru selalu mendapat perlindungan dari yang Maha Kuasa, sehat wal’afiat tidak kekurangan sesuatu, dalam menempuh hidup baru hidup suami istri sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Ikuti aba-abaku.” Yi ji khang, lenteng. Sin ji khang, lenteng. San ji khang, ji... (tunduk memberi penghormatan) “Kita sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. (tunduk penghormatan) “sekarang silahkan kalian berdua untuk memasuki kamar seadanya. Dikamar penganten sudah disitu sudah disediakan makanan minuman seadanya, walaupun cuma air putih. Silahkan... silahkan... masuk silahkan”.


(68)

Kesimpulan yang diberikan sang dalang melalui dialog yaitu pada akhirnya karena kejujuran yang dilakukan Sie Djin Kwie, maka ia dipercaya untuk memperistrikan Liu Kim Hwa anak dari majikannya. Kemudian, berkat kesederhanaan dan kerendahan hatinyalah Liu Kim Hwa mau berumah tangga dengannya. Akhir cerita juga menunjukan bahwa Sie Djin Kwie dan Liu Kim Hwa telah resmi menjadi suami istrinya dan hidup di dalam kesederhanaan.

6.5 Struktur Teks atau Struktur Generik Wayang

Dalam teks pertunjukan wayang potehi ini penulis melihat adanya susunan teks yang berstruktur, yang mana struktur teks ini dibagi dalam tiga (3) bagian. Tiga bagian dari struktur teks ini yaitu di mulai dari teks pembuka, isi, dan diakhiri dengan penutup. Perbedaan struktur ini dapat dilihat dari teks dialog pertunjukan dimana pada awal pertunjukan dimulai, diawali dengan prolog dan kemudian muncul tokoh utama yang memulai dialog perkenalan diri. Dialog yang dimainkan berupa monolog dimana adegan sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri atau pembicaraan yang dilakukan dengan diri sendiri.Dialog pembukaan yang ucapkan oleh lakon Sin Djin Kwie dapat diamati pada teks berikut ini.

“Aku Sie Djin Kwie. Gara-gara kejadian dirumah majikanku yang bernama Liu Hong, Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti. Jubah yang telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku yang bernama Liu Hong. Akupun juga tidak menyangka. Untung saja In Thong kerjaku memberitahu kepadaku dan atas perintah cepat-cepat untuk meninggalkan keluar dari majikanku sebelum terlambat majikanku menangkap diriku. Aku ingin meninggalkan rumah ini ke lereng gunung Taishan. Tetapi sampai diperjalanan matahari hampir terbenam, terpaksa aku menginap di ini klenteng”. (bergumam) “Ehm...Ehm...Ehm...”.


(69)

Teks pembukaan ini diawali dengan perkenalan lakon wayang potehi sebagai tokoh utama di dalam cerita. Tujuan dari perkenalan ini agar penonton mengetahui cerita apa yang akan di bawakan dalam pementasan oleh sang dalang. Pembukaan yang diawali dengan perkenalan tokoh ini menjadi pengantar sebelum konflik permasalahan muncul.

Pada bagian isi, penulis memfokuskan pada bagian teks dialog yang menjadi inti dari cerita yang di pentaskan. Pada bagian isi ini menggambarkan tentang tema dari cerita yang dibawakan. Pada bagian ini terkandung beberapa materi seperti nasehat, humor, cerita, pelajaran dan konflik permasalahan. Bagian isi dari cerita dapat diamati dari beberapa penggalan teks dialog berikut ini.

“Gara-gara ini soal jubah peninggalan dari leluhur majikanku tanpa disengaja karyawan dari majikanku yang bernama Sie Djin Kwie tertidur pulas di ini klenteng tepat pada malam tahun baru imlek”.

“Sie Djin Kwie, aku mendengar apa yang kau katakan jadi senang. Kalo begitu aku ingin bicara denganmu. Bagaimana kalo nona Liu Kim Hwa ini kuserahkan padamu. Mungkin saja semuanya ini sudah diatur oleh Jin yang Maha Kuasa”.

“Lagi aku pikir teman. Nona adalah anak orang kaya. Dia hidup serba kecukupan. Hidup bersamaku, hidup yang tidak menentu, penghasilan juga tidak bisa dipastikan. Jin aku tidak mau menyengsarakan nona Liu Kim Hwa. Ini yang harus dipikirkan”.

“Jin mana menyerahkan Liu Kim Hwa kepadaku untuk menjadi istriku dan aku sedah berterus terang pada Kim Hwa bagaimana keadaanku, mengenai keadaan kehidupanku disini. Dia mau untuk hidup berumah tangga denganku, mau menerima kenyataan yang ada”.

Pada bagian isi di gambarkan bahwa adanya suatu permasalahan yang membuat Sie Djin Kwie harus melarikan diri dari istana majikannya, Liu Hong. Namun karena hari sudah mulai malam maka ia singgah di sebuah klenteng dan bertepatan pada malam tahun baru imlek. Singgahnya Sie Djin Kwie di klenteng tersebut ternyata menjadikannya suami dari anak majikannya, Liu Kim Hwa. Disini lah inti cerita yang dibawakan mulai muncul.


(70)

Bagian penutupan dari teks dialog pertunjukan wayang potehi yang dibawakan dapat dilihat dari dialog-dialog yang menunjukan bahwa cerita akan berakhir. Dialog-dialog itu di akhiri dengan nasehat-nasehat, doa-doa dan harapan. Dapat dilihat bahwa penutup dari cerita ini menunjukan bahwa cerita berakhir dengan bahagia. Bagian penutupan dari pertunjukan wayang potehi cerita Sie Djin Kwie adalah sebagai berikut.

“Bahwa hari ini dek ku Sie Djin Kwie maupun Liu Kim Hwa pada hari ini melangsungkan pernikahan menjadi suami istri. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru selalu mendapat perlindungan dari yang Maha Kuasa, sehat wal’afiat tidak kekurangan sesuatu, dalam menempuh hidup baru hidup suami istri sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Ikuti aba-abaku.” Yi ji khang, lenteng. Sin ji khang, lenteng. San ji khang, ji... (tunduk memberi penghormatan) “Kita sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. (tunduk penghormatan) “sekarang silahkan kalian berdua untuk memasuki kamar seadanya. Dikamar penganten sudah disitu sudah disediakan makanan minuman seadanya, walaupun cuma air putih. Silahkan... silahkan... masuk silahkan”.

Pemilihan dialog di akhir ini dijadikan sebagai bagian penutupan yang menegaskan cerita akan berakhir. Bagian ini bertujuan agar penonton mengetahui bahwa ini merupakan puncak selesainya pertunjukan. Berdasarkan dialog diatas bisa digambarkan bahwa sang dalang ingin menyampaikan bahwa cerita berakhir dengan bahagia.

6.6 Makna Teks dalam Konteks Sosial

Unsur drama yang sangat penting adalah bahasa. Bahasa juga menggerakkan plot dan alur cerita. Bahasa juga menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui bahasa yang diucapkan oleh para tokoh cerita, penonton dapat mengetahui tentang


(1)

Nasyitha yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa sehingga tugas ini selesai dengan baik dan tepat waktu.

10.Adik-adik angkatku tercinta dan tersayang Grace Wandahana Napitu dan Sarvina Putri Naiharop Hasibuan yang telah membantu, menemani, memberikan saran, semangat yang luar biasa serta kenangan yang istimewa. Love you... want you... need you...

11.Seluruh teman-teman seperjuangan Stambuk 2010 Program Studi Sastra China yang telah memberikan dukungan serta senantiasa menemani selama 4 tahun masa perkuliahan suka dan duka serta memberi semangat, terkhusus buat abang James yang sudah bersedia menemani menjelajah. Sindy, Jesica, para badboy (ketua Giring dan Daniel), Rommel, Ivo, Bhaiya Jhoy, Yati, Zura, Danu, Mbak Monic, Angelica, Acen, Bernad, Donna, Paskah, Gucci, Pricil, teman-teman BPH Huashan (Rudi, iban Hendri, Feby) dan semua teman-teman yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungannya.

12.Sobat Girly Power, Cahaya, Kiki, Mami Rapi, Daddy Andre, Jaka, bang Billy Harahap, Duma, Reni, Icha, Jesika dan seluruh teman-teman SD, SMP sampai SMA yang tidak bisa di sebutkan satu persatu atas dukungan semangat.

13.Khalida Ayu dan Bang Lala yang telah bersabar menemani melakukan

penelitian dan dukungan semangat dari bang Aldo, Vera, Hilda, Debi, Friska, Blesta, Gok, Lisken, kak Tri, dll.


(2)

15.Teman-teman dan kakak-kakak satu kos yang sudah senantiasa menemani dan menjadi penyemangat, kak Dedek, kak Dian, kak Vika, kak Ayu, kak Sabet, Ine, dan Nova.

16.Informan yang telah memberikan waktu dan kesempatan serta memberikan ilmu kepada penulis, yaitu Bapak Budhi Dharma, Bapak Ismail Budiman, Bapak Toni, dan beberapa masyarakat yang telah berkenan diwawancari Akong, Bapak Kiki, dll.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu dapat menjadi sumbangan untuk ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Sastra Cina.

Oleh sebab itu, kepada semua pihak penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, demi perbaikan skripsi ini.

Medan, 27 Agustus 2014 Penulis

ADE IMA MELATI HARAHAP NIM. 100710032


(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Wayang Potehi ………... 11

Gambar 2 Lakon Sie Djin Kwie ... 40

Gambar 3 Lakon Sie Djin Kwie dan Liu Kim... 41

Gambar 4 Wayang Lakon Jin Li... 42

Gambar 5 Lakon Sie Djin Kwie dan Ong Kau Sin ... 43

Gambar 6 Panggung Pertunjukan Wayang Potehi ... 44

Gambar 7 Toa Lo... 46

Gambar 8 Tong Ko... 46


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Tebing Tinggi Tahun 2012... 33


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Masalah ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2 Manfaat Praktis ... 7

1.5Batasan Masalah ... 8

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Konsep ... 9

2.1.1 Kebudayaan ... 9

2.1.2 Masyarakat Tionghoa ... 9

2.1.3 Kota Tebing Tinggi ... 10

2.1.4 Wayang Potehi ... 10

2.1.5 Pertunjukan ... 11

2.1.6 Teks ... 14

2.2 Landasan Teori ... 14

2.2.1 Teori Semiotik Pertunjukan ... 15

2.2.2 Teori Linguistik Sistemik Fungsional ... 19

2.3 Tinjauan Pustaka ... 23

BAB III METODE PENELITIAN... 25

3.1 Metode Penelitian... 25

3.2 Metode Deskriptif dan Kualitatif... 26

3.3 Data dan Sumber Data... ... 27

3.3.1 Data... 27

3.3.2 Sumber Data... 27

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 27

3.4.1 Studi Lapangan... 27


(6)

5.1.1 Dalang... 37

5.1.2 Wayang Potehi... 39

5.1.3 Panggung... 43

5.1.4 Alat Musik... 45

5.2 Tema Cerita... 47

5.3 Konteks Sosial... 49

5.4 Penonton... 50

BAB VI ANALISIS TEKS... 53

6.1 Diksi... 55

6.2 Prolog... 55

6.3 Dialog... 55

6.4 Epilog... 59

6.5 Struktur Teks... 60

6.6 Makna Teks dalam Konteks Sosial... 62

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 66

7.1 Simpulan... 66

7.2 Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA... 70

LAMPIRAN... 72

Daftar Informan... 72

Daftar Pertanyaan... 73