Demografi Masyarakat Kota Tebing Tinggi Properti

32 lebih kurang 2.150 meter dan lebar 65 metermembujur dari arah Barat menuju ke arah Timur yang terletak pada bagian sebelah Utara dari bahagian pusat kota. Tebing Tinggi beriklim tropis dataran rendah. Ketinggian 26 – 24 meter di atas permukaan laut dengan topografi mendatar dan bergelombang. Temperatur udara di kota ini cukup panas yaitu berkisar 25° - 27 °C. Sebagaimana kota di Sumatera Utara, curah hujan per tahun rata- rata 1.776 mmtahun dengan kelembaban udara 80-90.

4.2 Demografi Masyarakat Kota Tebing Tinggi

Masyarakat kota Tebing Tinggi merupakan masyarakat majemuk dengan berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat serta latar belakang pendidikan dan status ekonomi yang berbeda. Namun dalam kehidupan sehari-hari seluruh etnik tersebut dapat hidup secara damai. Hal ini dapat dibuktikan dengan tidak pernahnya terjadi konflik antara suku bangsa maupun agama. Penduduk kota Tebing Tinggi mayoritas memeluk agama Islam. Universitas Sumatera Utara 33 Tabel 1. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Tebing Tinggi Tahun 2012 Kecamatan District Penduduk orang Population Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah 1 2 3 4 5 1. Padang Hulu 13 423 13 779 27 202 97,42 2. Tebing Tinggi Kota 11 786 12 419 24 205 94,90 3. Rambutan 15 782 16 321 32 103 96,70 4. Bajenis 16 749 16 943 33 692 98,85 5. Padang Hilir 15 296 15 273 30 569 100,15 Tebing Tinggi 73 036 74 735 147 771 97,73 Catatan: Notes SumberSource : e Penduduk Pertengahan Tahun DAU 2012 Mild Year Population DAU 2012 BPS Provinsi Sumatera Utara BPS - Statistic of Sumatera Utara Province Tabel 2. Sensus Penduduk Menurut Agama di Kota Tebing Tinggi tahun 2010 Agama Jumlah 1. Islam 113 344 2. Kristen 18 689 3. Katolik 1 327 4. Hindu 217 5. Budha 10 313 6. Khong Hu Chu 70 7. Lainnya 5 8. Tidak menjawab 4 9. Tidak ditanyakan 1 279 Jumlah Penduduk 145 248 Catatan: Notes SumberSource : e Penduduk Pertengahan Tahun DAU 2010 Mild Year Population DAU 2010 BPS Provinsi Sumatera Utara BPS - Statistic of Sumatera Utara Province

4.3 Sumber Daya Budaya

Leluhur orang Tionghoa-Indonesia berimigrasi secara bergelombang sejak ribuan tahun yang lalu melalui kegiatan perniagaan. Peran mereka beberapa kali muncul dalam sejarah Indonesia, bahkan sebelum Republik Indonesia dideklarasikan dan Universitas Sumatera Utara 34 terbentuk. Catatan-catatan dari Cina menyatakan bahwa kerajaan-kerajaan kuno di Nusantara telah berhubungan erat dengan dinasti-dinasti yang berkuasa di Tiongkok. Faktor inilah yang kemudian menyuburkan perdagangan dan lalu lintas barang maupun manusia dari Cina ke Nusantara dan sebaliknya. Saat lahirnya Reformasi Indonesia pada Mei 1998, Kota Tebing Tinggi juga tak luput dari kerusuhan terhadap etnis Tionghoa. Masyarakat yang saat itu tercekik ekonominya karena harga yang membubung tinggi, beramai-ramai melakukan penjarahan toko-toko milik etnis Tionghoa. Pertokoan Jalan Suprapto dan KH Dahlan tak luput dari penjarahan. Beberapa kilang padi milik etnis Tionghoa juga dijarah. Dampaknya seluruh pertokoan di seluruh kota tutup, bahkan selama tiga tahun sejak penjarahan, kota Tebing Tinggi seperti lumpuh pada malam hari karena tidak adanya toko yang berani buka pada malam hari. Seiring berjalannya waktu pada masa reformasi dan setelah masyarakat Tionghoa mulai diakui di Indonesia, kebudayaan dan kesenian masyarakat mulai bermunculan. Mereka selalu rutin mengadakan perayaan-perayaan atau festival-festival kebudayaan. Di kota Tebing Tinggi, masyarakat Tionghoa terhadap kebudayaan masih sangat lekat. Setiap perayaan akan di sambut dengan suka cita dan dimeriahkan dengan beberapa kesenian masyarakat Tionghoa, seperti adanya barongsai, opera beijing, liongsai, wayang potehi, dll. Bukan hanya perayaannnya saja, di kota Tebing Tinggi juga banyak kesenian Tiongkok yang juga terlihat dari bangunan-bangunan, seperti vihara, klenteng, dan bangunan-bangunan Tiongkok yang dihiasi dengan ukiran-ukiran berkhas negara Tiongkok. Kebudayaan dan kesenian di kota Tebing Tinggu ini masih melekat dan terlihat jelas hingga saat ini. Universitas Sumatera Utara 35 Universitas Sumatera Utara 36

BAB V ANALISIS PERTUNJUKAN

5.1 Properti

Vihara Avalokitesvara berdiri pada tahun 2002. Pengurus vihara adalah bapak Dharma Shurya yang tak lain juga sebagai shuhu atau biksu di vihara tersebut. Untuk menyambut ulang tahun Dewa Vihara tersebut, shuhu mengadakan acara selama tiga hari berturut-turut pada hari Senin, 23 September 2013 sampai Rabu, 25 September 2013 mulai pukul 09.00 wib sampai pukul 22.00 wib. Selama tiga hari itu, banyak kegiatan-kegiatan yang ikut menyemarakkan acara, seperti berdoa bersama, barongsai, acara arak-arak dewa keliling kota Tebing Tinggi, pertunjukan opera beijing, sepeda ontel tour dan tak ketinggalan pertunjukan wayang potehi. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Dharma, ia mengatakan bahwasanya pertunjukan wayang potehi ini tidak rutin diadakan setiap perayaan ulang tahun-Nya tergantung dari permintaan sang Dewa sendiri. Jika saat perayaan Dewa Vihara meminta diadakannya pertunjukan wayang potehi, maka pertunjukan itu akan diadakan dan jika tidak maka ditiadakan. Pertunjukan wayang potehi ini diadakan pada hari kedua pukul 15.00 wib. Layaknya sebuah pertunjukan ada beberapa properti yang harus dan wajib digunakan. Properti adalah harta berupa tanah dan bangunan serta sarana dan prasarana yang tak terpisahkan dari suatu bangunan. Properti dalam pertunjukan wayang potehi adalah semua unsur-unsur yang mendukung berjalannya pertunjukan wayang potehi dari awal hingga akhir pertunjukan. Adapun beberapa properti pertunjukan wayang potehi yang digunakan untuk mendukung acara pertunjukan agar terlihat sempurna untuk Universitas Sumatera Utara 37 ditampilkan, antara lain : harus ada seorang dalang yang memainkan lakon, wayang potehi, panggung, dan alat musik yang digunakan.

5.1.1 Dalang

Dalam pertunjukan wayang potehi, orang yang menggerakkan lakon wayang potehi dan menyusun jalannya cerita disebut dalang. Dalang dalam dunia pewayangan diartikan sebagai seseorang yang mempunyai keahlian khusus memainkan boneka wayang dalang. Keahlian ini biasanya diperoleh dari bakat turun - temurun dari leluhurnya. Dalang adalah seorang sutradara, penulis lakon, seorang narator, seorang pemain karakter, penyusun iringan, seorang penyanyi, penata pentas, penari dan lain sebagainya. Kesimpulannya dalang adalah seseorang yang mempunyai kemampuan ganda,dan juga seorang manager, paling tidak seorang pemimpin dalam pertunjukan bagi para anggotanya pesinden dan pengrawit. Dalang merupakan faktor utama yang harus ada dalam setiap pertunjukan karena dalang yang mengontrol semuanya. Pada awalnya dalang potehi ini disebut sehu, namun adanya pembauran dan kebanyakan ditemui saat ini dalang potehi merupakan asli orang pribumi maka kemudian sebutannya menjadi dalang. Memainkan pertunjukan wayang potehi biasanya maksimal hanya membutuhkan lima orang saja. Satu orang sebagai dalang dan satu orang sebagai asisten dalang dan tiga orang adalah pemain musik. Pertunjukan wayang potehi yang dipertunjukan di Kota Tebing Tinggi ini dipimpin oleh seorang dalang yang bernama 辛 勇 旺 xīnyǒngwàng) 36 tahun. Dalam perannya asisten dalang hanya berperan sebagai orang yang membantu dalang menggerakkan boneka saat dipentaskan dan tidak ikut berdialog. Dialog pertunjukan dari awal hingga akhir sepenuhnya adalah hak Universitas Sumatera Utara 38 dalang yang mengucapkannya, dan tiga orang pemain musiklah yang mempunyai peran sebagai pengiring pertunjukan dengan bunyi-bunyian yang dihasilkan dari alat musik yang dimainkan mereka. Grup yang mempertunjukan wayang potehi ini asalnya bukan dari kota tebing tinggi, tetapi didatangkan langsung dari Jombang, Jawa Timur. Menurut informan dari biksu vihara, beberapa tahun terakhir ini, Vihara mengundang pemain dari luar kota dan bukannya dari kota Tebing Tinggi sendiri karena para pemain pertunjukan wayang potehi yang ada di kota Tebing Tinggi sudah mulai tua dan pikun dan memang sudah semakin langkanya orang-orang yang mempunyai keahlian untuk memainkan pertunjukan wayang potehi ini. Dalang ini yang menggerakan serta mengatur lakon boneka potehi sesuai dengan alur cerita yang berjudul Sie Djin Kwie. Ia menggerakan wayang potehi sambil menuturkan dialog yang seolah - olah diucapkan oleh wayang boneka tersebut. Selama pertunjukan berlangsung, dalang menyajikan pementasan dengan sangat rapi dan teratur. Dari awal pertunjukan berlangsung hingga akhir dalang memainkannya sesuai alur cerita dan melakonkannya tanpa membaca sebuah teks. Artinya setiap kata yang diucapkan selama pertunjukan berlangsung sudah melekat dalam ingatan si dalang. Ini lah yang membedakan pertunjukan di Indonesia dengan di Tiongkok. Kalau di negara Tiongkok, dalang masih memakai teks di setiap pertunjukannya. Dapat terlihat jelas bahwa dalang potehi ini sudah mahir dalam menggerakkan dan melakonkan boneka tersebut. Dalang sudah mengetahui dengan tepat urutan pertunjukan yaitu kapan saat harus mengeluarkan wayang, kapan harus berdialog, kapan musik akan dimulai sampai musik berhenti. Hubungan antara dialog yang diucapkan dalang atau saat menggerakkan boneka dengan iringan musik terlihat sangat serasi, begitu juga hubungan dalang dengan asistennya yang saling mendukung satu sama lain. Universitas Sumatera Utara 39 Ketika boneka yang dimunculkan lebih dari 2 boneka maka disinilah letak peran sang asisten yang membantu dalang menggerakkan boneka yang lainnya ketika berdialog. Selain mengontrol jalannya pertunjukan, sang dalang juga harus menggunakan sendi- sendi tulang jemari tangannya secara langsung untuk menghasilkan gerakan setiap tokoh sesuai dengan dialog yang diucapkan. Keserasian antara gerakan dan dialog inilah yang membuat dalang memiliki peran yang tidaklah begitu mudah untuk dilakukan. Pengucapan dialog oleh dalang pertunjukan wayang potehi ini menggunakan dialek jawa seperti lazimnya membawakan pertunjukan wayang kulit jawa. Penghayatan emosional serta improvisasi yang dilakukan dalang saat berdialog terlihat sangat baik. Ia juga mampu mengubah-ubah nada suara sesuai dengan lakon yang ada.

5.1.2 Wayang potehi

Wayang potehi adalah wayang boneka yang berbentuk sarung tangan yang memiliki tubuh baju yang berlubang dan lentur sehingga dapat menyesuaikan tangan si dalang dan jari-jarinya pas kekepala dan lengan untuk bergerak. Kepala boneka terbuat dari kayu kamper atau sejenisnya, demikian pula tangan dan kaki boneka Hirwan, 2011:9. Setiap pertunjukan yang dimainkan ada beberapa wayang potehi yang menjadi lakon atau pemain dalam cerita. Lakon utama dalam pertunjukan wayang potehi yang dimainkan oleh dalang di kota Tebing Tinggi ini yaitu wayang potehi lakon Sie Djin Kwie dalam bahasa mandarin薛仁貴( xuērénguì. Sie Djin Kwie atau 薛仁貴(xuērénguì )adalah lahir pada tahun 614 Hejin di propinsi Shanxi seorang Jenderal Tiongkok yang terkenal pada masa Dinasti Tang. Di dalam pertunjukan ditampilkan juga beberapa Universitas Sumatera Utara 40 wayang potehi lainnya sebagai pendukung cerita seperti Liu Kim Hwa istri Sie Djin Kwie, Jin Li dan Ong Kau Sin. Gambar 2: Wayang Lakon Sie Djin Kwie Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014. Wayang lakon Sie Djin Kwie adalah wayang yang dimainkan menyerupai jenderal Sie Djin Kwie aslinya. Sie Djin Kwie adalah seorang Jenderal Tiongkok yang terkenal pada masa Dinasti Tang. Gambar diatas merupakan adegan pada saat pertama kali lakon Sie Djin Kwie memasuki arena panggung yang kemudian berdialog memperkenalkan diri ke penonton serta menceritakan awal cerita dimulai dari tempat Sie Djin Kwie bekerja dirumah majikannya Liu Hong. Universitas Sumatera Utara 41 Gambar 3: Wayang Lakon Sie Djin dan istrinya Liu Kim Hwa Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014. Gambar diatas adalah gambar lakon Sie Djin Kwie bergandengan dengan istrinya Liu Kim Hwa yang merupakan anak dari majikan Sie Djin Kwie yang bernama Liu Hong. Gambar diatas merupakan gambar yang penulis dokumentasikan pada saat adegan Sie Djin Kwie dan Liu Kim Hwa melangsungkan adat pernikahan setelah mereka sampai dikediaman Sie Djin Kwie di lereng gunung Taishan. Pada adegan ini Sie Djin Kwie dan Liu Kim Hwa akan melakukan sujud dan penghormatan memohon doa restu kepadaTuhan Yang Maha Esa agar pernikahan mereka dapat bertahan lama sampai tua. Universitas Sumatera Utara 42 Gambar 4: Wayang Lakon Jin Li Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014. Jin Li adalah salah satu yang juga merupakan orang yang bekerja dirumah Liu Hong ayah dari istri Sie Djin Kwie yang bernama Liu Kim Hwa. Jin Li adalah orang kepercayaan Liu Hong. Sejak kematian ayahnya, Liu Kim Hwa dirawat dan dijaga oleh Jin Li. Adegan gambar diatas penulis dokumentasikan pada saat pertama kali lakon Jin Li memasuki arena panggung yang kemudian ia juga memperkenalkan diri sendiri di hadapan penonton. Lakon Jin Li adalah lakon yang muncul pertama kali untuk mengawali cerita dan digunakan sebagai lakon yang mengungkapkan prolog dari judul cerita pertunjukan. Universitas Sumatera Utara 43 Gambar 5 Lakon Sie Djin Kwie dan Ong Kau Sin Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014. Gambar diatas merupakan adegan antara Sie Djin Kwie dan sahabatnya Ong Kau Sin saat Sie Djin Kwie tiba dilereng gunung Taishan bersama istrinya Liu Kim Hwa. Dalam adegan tersebut, Ong Kau Sin merasa penasaran tentang apa sebab dan tujuan kembalinya Sie Djin Kwie ke lereng gunung Taishan serta memilih untuk menetap tinggal disana bersama Ong Kau Sin. Ong Kau Sin memerintahkan Sie Djin Kwie untuk menjelaskan lebih jauh tentang hubungannya dengan Liu Kim Hwa.

5.1.3 Panggung

Panggung adalah wadah atau tempat dimana para wayang potehi dimainkan. Panggung pertunjukan wayang potehi sangat sederhana dan ukurannya tidak terlau besar sehingga tidak memerlukan halaman yang besar. Wayang ini dipentaskan dalam sebuah Panggung wayang potehi ini menyerupai box boneka yang tidak begitu besar. Sang dalang dan asisten berada di balik dalam panggung kotak layar panggung Universitas Sumatera Utara 44 boneka. Mereka tampil apa adanya, tanpa riasan dan kostum khusus. Panggung ini di kelilingi dengan hiasan-hiasan Tiongkok. Panggung ini dihiasi dengan arsitektur atau ukiran-ukiran yang berkaitan dengan negara Tiongkok dan masyarakat Tionghoa untuk mendukung cerita yang dimainkan. Gambar 6 Panggung Wayang Potehi Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014. Dekorasi panggung biasanya disesuaikan dengan tema cerita yang dibawakan. Panggung wayang potehi kali ini bernuansa warna khas masyarakat Tionghoa, merah dan emas. Warna merah merupakan warna kebanggaan masyarakat Tionghoa. Warna merah kegembiraan, kebahagiaan dan keberhasilan. Sedangkan warna keemasan disebut sebagai uang, melambangkan sebuah harapan agar di tahun berikutnya dilimpahi banyak rejeki. Beranekaragam ukiran-ukiran Tiongkok yang terdapat disekitar panggung. Seperti adanya ukiran naga di bawah dan tiang samping kanan kiri panggung. Menurut informan naga merupakan simbol masyarakat Tionghoa dan dianggap sebagai binatang paling agung. Di samping kiri panggung terdapat tulisan Universitas Sumatera Utara 45 mandarin 百萬雄兵五六人 B ǎi wàn xióngbīng wǔliù rén dan disamping sebelah kanan panggung dengan tulisan 千里路途三五步 qiānlǐ lùtú sānwǔ bù . 百萬雄兵五 六人 Bǎi wàn xióngbīng wǔliù rén artinya lima atau enam orang tentara yang sangat kuat, kalimat ini bermakna walaupun hanya lima atau enam tentara tetapi kekuatan yang dimiliki bagaikan ada sejuta tentara. 千里路途三五步 qiānlǐ lùtú sānwǔ bù artinya perjalanan yang berjarak seribu mil ditempuh dengan tiga sampai lima langkah, kalimat ini bermakna walaupun jalan sangat panjang tetapi jika cepat melangkah maka perjalanan akan terasa sangat dekat.

5.1.4 Alat Musik

Musik merupakan nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan irama, lagu, dan keharmonisan. Musik biasanya tercipta karena adanya alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyian. Untuk menghasilkan musik pengiring pertunjukan wayang potehi agar terlihat meriah dan semarak, ada tujuh alat macam alat musik yang digunakan dan dimainkan oleh tiga orang yang masing-masing bertanggung jawab memegang dua macam alat musik tersebut. Adapaun alat musik yang digunakan yaitu, gembreng besar Toa Loo, gembreng kecil Siauw Loo, rebab Hian Na, kayu Piak Ko, suling Bien Siauw, gendang Tong Ko, slompret Thua Jwee. Universitas Sumatera Utara 46 Gambar 7 Toa Lo Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014. Toa Lo adalah salah satu alat musik yang pendukung berjalannya pertunjukan wayang potehi. Toa lo biasa disebut dengan gembreng besar. Alat musik ini dimainkan dengan cara dipukul sehingga menghasilkan bunyi-bunyian yang disesuaikan dengan cerita dan adegan demi adegan. Alat musik toa Lo ini berbentuk bulat dan terbuat dari besi. Alat musik toa lo pengiring pertunjukan wayang potehi ini, bentuknya menyerupai dengan alat musik pertunjukan wayang potehi yang ada di Negara Tiongkok. Gambar 8 Tong Ko Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014. Universitas Sumatera Utara 47 Tong Ko juga merupakan satu diantara tujuh alat musik pendukung pertunjukan wayang potehi. Tong ko adalah sebuah gendang. Alat musik Tong ko berfungsi untuk mengatur irama yang dibunyikan dengan tangan dan tanpa alat bantu. Gambar 9 Seperangkat Alat musik pengiring pertunjukan wayang potehi Dokumentasi: Ade Ima Melati Harahap, 2014.

5.2 Tema Cerita