54
dengan masyarakat Tionghoa. Namun dalam penyajiannya, dalang lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Hokkian dipakai sebagai kata-kata yang
mengiringi penghormatan untuk mendukung cerita.
6.2 Prolog
Prolog adalah kata pendahuluan dalam lakon sebuah pertunjukan. Prolog memainkan peran yang besar dalam menyiapkan pikiran penonton agar dapat mengikuti
lakon cerita yang akan disajikan. Itulah sebabnya, prolog sering berisi sinopsis lakon, perkenalan tokoh-tokoh dan pemerannya, serta konflik-konflik yang akan terjadi di
panggung. Prolog pertunjukan wayang potehi yang berjudul “Sie Djin Kwie” di kota
Tebing Tinggi diawali dengan iringan musik yang kemudian dilanjutkan dengan adanya prolog dari sang dalang. Prolog yang diucapkan oleh dalang yaitu,
Tiba di Dao Li Yonggan. Liu Kim Hwa, Tai Zong, Liu Hong Long, Feng Siau Sin berkenalan Sin Djin Kwie.
Prolog pada pertunjukan wayang potehi tidak seperti prolog biasanya yang memiliki narasi yang panjang. Pada pertunjukan wayang potehi kali ini, dalang hanya
menggunakan satu prolog saja diawal pertunjukan dimulai.
6.3 Dialog
Dialog adalah percakapan para pemain. Dialog memainkan peran yang amat penting karena menjadi pengarah lakon drama. Artinya, jalannya cerita drama itu
diketahui oleh penonton lewat dialog para pemainnya. Agar dialog itu tidak hambar,
Universitas Sumatera Utara
55
pengucapannya harus disertai penjiwaan emosional. Selain itu, pelafalannya harus jelas dan cukup keras sehingga dapat didengar semua penonton. Seorang pemain yang
berbisik, misalnya, harus diupayakan agar bisikannya tetap dapat didengarkan para penonton. Setiap dialog yang diucapkan oleh dalang saling berkaitan dan berhubungan.
Dialog yang dipakai pada pertunjukan wayang potehi menggunakan dialog kontemporer. Artinya naskah dialog yang dipakai bebas dan tidak terikat aturan atau
kelaziman. Penggambaran semua unsur seperti watak tokoh, kepribadian tokoh dan pikiran tokoh diungkapkan dalang melalui dialog. Dialog dalam pertunjukan ini
berfungsi menghubungkan tokoh satu dengan tokoh yang lainnya. Untuk melihat dialog yang digunakan pada pertunjukan wayang potehi di
Tebing Tinggi ini, penulis akan memberikan beberapa penggalan dialog yang dipakai saat awal dimulai pertunjukan. Pertunjukan dimulai dengan iringan musik sekaligus
mengantarkan lakon Sie Djin Kwie dimunculkan di panggung, kemudian ia berkata, “Aku Sie Djin Kwie. Sejak kejadian dirumah majikanku yang bernama Liu
Hong, Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti. Jubah yang telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku yang
bernama Liu Hong. Akupun juga tidak menyangka. Untung saja In Thong kerjaku memberitahu kepadaku dan atas perintah cepat-cepat untuk
meninggalkan keluar dari majikanku sebelum terlambat majikanku menangkap diriku. Aku ingin pergi meninggalkan rumah ini ke lereng
gunung Taishan. Tetapi sampai diperjalanan matahari hampir terbenam, terpaksa aku menginap di ini klenteng”. bergumam “Ehm...
Ehm...Ehm...Ehm...”.
Setelah itu musik dimainkan, mengantarkan lakon Sie Djin Kwie keluar panggung ia seolah-olah sedang melakukan perjalanan. Kemudian mucul lakon Jin Li dan berkata,
“Aku Jin Li menga, mengajak nona yang bernama Liu Kim Hwa. Nona Liu Kim Hwa ini adalah anak dari majikanku yang bernama Liu Hong.
Gara-gara ini soal jubah peninggalan dari leluhur majikanku tanpa disengaja karyawan dari majikanku yang bernama Sie Djin Kwie tertidur
Universitas Sumatera Utara
56
pulas di ini klenteng tepat pada malam tahun baru imlek. Coba nona, Liu Kim Hwa datanglah kemari nona”.
nona Liu Kim Hwa menjawab, “Jin panggil kami, Liu Kim Hwa belum tau ajak apa. Terimalah hormat
Jin rahmat”.
Jin Li kemudian berkata, “Ehm... Liu Kim Hwa hari ini kamu tidak perlu untuk menangis terus .
Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Semuanya itu sudah terlanjur. Senang hatiku mendengar apa yang telah kau katakan Liu Kim Hwa. Aku di
dalam ini klenteng sepertinya ini ada Sie Djin Kwie. Kebetulan Sie Djin Kwie kok ada disini. Coba aku mau panggil padamu. Sie Djin Kwie... Sie
Djin Kwie... kau boleh datang kemari yok...”.
Lakon Sie Djin Kwie memasuki panggung dan berkata, “Jin panggil tuan Sie Djin Kwie belum tau ini ada urusan. Terimalah
hormat Jin rahmat”. Adanya pencampuran kebudayaan wayang potehi ini juga di tunjukan dalam
dialog. Ada juga sedikit dialog yang diselingi dengan bahasa Jawa dan bahasa Hokkian. Dialog yang diselingi dengan bahasa Jawa yaitu dialog yang diucapkan oleh lakon Ong
Kau Sin, sebagai berikut, “Sie Djin Kwie, nona Liu Kim Hwa gara-gara soal jubah milik dari
papanya Hong, Liu Kim Hwa sampai nona Liu Kim Hwa diperintah untuk mati dengan cara bunuh diri itu penjelasan mu, atau gara-gara
lain, ojo-ojo
pas kau berbuat yang tidak masuk akal. Jangan-jangan kamu mencuri”.
Ojo-ojo dalam bahasa Indonesia berarti jangan-jangan. Dialog yang menggunakan bahasa Hokkian yaitu digunakan pada saat pemberian penghormatan upacara
pernikahan. Berikut dialog yang diucapkan yang menggunakan bahasa Hokkian oleh lakon Ong Kau Sin. Ia berkata,
Universitas Sumatera Utara
57
“Jadi dengan adanya hal seperti ini, kita memang tidak mengerti. Kejadian seperti ini membuat aku juga merasa bangga. Kamu sudah
setuju untuk berumah tangga dengan seperti itu. Kim Hwa adik angkatku, silahkan masuk. Bahwa hari ini dek ku Sie Djin Kwie maupun
Liu Kim Hwa pada hari ini melangsungkan pernikahan menjadi suami istri. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru selalu mendapat
perlindungan dari yang Maha Kuasa, sehat wal’afiat tidak kekurangan sesuatu, dalam menempuh hidup baru hidup suami istri sampai kakek-
kakek dan nenek-nenek. Ikuti aba-abaku.” Yi ji khang, lenteng. Sin ji khang, lenteng. San ji khang, ji... tunduk memberi penghormatan “Kita
sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang
pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur
sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. tunduk
penghormatan “sekarang silahkan kalian berdua untuk memasuki kamar seadanya. Dikamar penganten sudah disitu sudah disediakan
makanan minuman seadanya, walaupun cuma air putih. Silahkan... silahkan... masuk silahkan”.
Dialog diatas diucapkan sekaligus dialog terakhir sebagai pertanda bahwa pertunjukan sudah berakhir. Adanya pencampuran beragam bahasa yang juga
merupakan bahsa yang dipakai di Indonesia ini, menggambarkan bahwanya memang telah terjadi pencampuran budaya dan adanya perubahan-perubahan penggunaan bahasa
dalam dialog yang terjadi pada pertunjukan wayang potehi ini. Penggunaan bahasa Hokkian menunjukan bahwa asal muasal pertunjukan ini masih belum hilang dan masih
melekat didalamnya. Secara keseluruhannya masih diperlihatkan bahwasanya kebudayaan ini merupakan kebudayaan yang berasal dari luar yaitu Tiongkok namun
walaupun begitu sudah diakui dan diresmikan menjadi salah satu kebudayaan wayang di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
58
6.4 Epilog