Konteks Sosial Diksi Wayang Potehi Tiongkok Di Kota Tebing Tinggi Sumatera Utara: Analisis Pertunjukan Dan Teks

49 kecurigaan bertanya kepada Sie Djin Kwie apa yang sebenarnya terjadi. Ia takut kalau Sie Djin Kwie telah melakukan hal-hal yang buruk kepada Liu Kim Hwa. Ia tidak ingin saudara angkatnya Sie Djin Kwie akan tertimpa masalah. Penjelasan yang didengarkannya langsung dari Sie Djin Kwie akhirnya membuatnya semakin percaya bahwa saudaranya Sie Djin Kwie adalah orang yang berbudi luhur baik. Sebagai saudara angkat sekaligus wali Sie Dhin Kwie, Ong Kau Sin membantu melakukan ritual pernikahan kepada mereka berdua. Tema cerita dari pertunjukan wayang potehi ini memberi pelajaran sekaligus nasehat yang baik bagi para penonton. Pemilihan judul yang dibawakan oleh dalang mengandung cerita yang mudah diingat oleh masyarakat yang menyaksikan. Pemilihan judul ini sengaja dilakukan karena acara tersebut, yaitu acara ulang tahun Dewa di Vihara tersebut. Dan menurut sejarah, Sie Djin Kwie ini sesosok yang terkenal dan dianggap sebagai manusia setengah dewa.

5.3 Konteks Sosial

Pertunjukan wayang potehi ini membawa pengaruh besar terhadap masyarakat pribumi maupun masyarakat Tionghoa yang ada di kota Tebing Tinggi khususnya bagi masyarakat yang menyaksikan secara langsung pertunjukan wayang potehi ini. Menurut informan, pertunjukan wayang potehi memiliki fungsi yang beragam baik dari fungsi ritual, fungsi pendidikan dan juga fungsi hiburan. Pertunjukan wayang potehi yang dilakukan di kota Tebing Tinggi difungsikan sebagai hiburan. Penyampaian dialog dengan menggunakan bahasa Indonesia sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang menyaksikan. Dengan menggunakan bahasa pribumi, penonton bisa dengan sigap Universitas Sumatera Utara 50 langsung mengetahui inti tema cerita yang dibawakan. Berdasarkan hasil penelitian, penulis melihat adanya hubungan sang dalang saat mengucapkan dialog dengan penonton. Hubungan ini dapat dilihat dari bahasa di dalam dialog yang disesuaikan dengan bahasa yang biasa dipakai sehari-hari. Walaupun difungsikan untuk hiburan bagi masyarakat, tetapi cerita yang ingin disampaikan oleh dalang semata-mata bukan hanya sebagai hiburan semata saja, tetapi jika diperhatikan dengan seksama ada hal-hal baik yang terkandung di dalam cerita yang ingin disampaikan oleh dalang kepada penonton melalui dialog demi dialog, sehingga setelah menyaksikan pertunjukan ini masyarakat mengerti akan sejarah dan mengamalkan moral baik yang terkandung dalam cerita. Sie Djin Kwie diceritakan sebagai seorang yang tidak pernah menyerah, suka menolong, seorang pekerja keras, selalu sabar dalam menghadapi cobaan, serta selalu yakin akan adanya Tuhan. Cerita ini mengajarkan untuk selalu berjuang, jujur kepada siapapun dan menjadi seorang pemimpin yang baik bagi rakyatnya.

5.4 Penonton

Adanya penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi menambah suasana di sekitar vihara semakin ramai dan meriah. Antusias masyarakat sekitar vihara sangat tinggi. Penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini pun beranekaragam mulai dari anak-anak hingga orangtua bahkan yang sudah lanjut usia. Bukan hanya masyarakat Tionghoa saja tetapi masyarakat pribumi juga ikut bergembira menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini. Bukan hanya masyarakat dari sekitar vihara dan kota Tebing Tinggi saja tetapi juga masyarakat dari luar kota seperti, Medan, Universitas Sumatera Utara 51 Pematangsiantar, Binjai, dan lain sebagainya juga datang untuk menyemarakkan acara sekaligus menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini. Antusias itu dapat dilihat dari banyaknya pengunjung yang datang pada saat akan diselenggarakannya pertunjukan wayang potehi. Selain karena pertunjukannya menggunakan bahasa Indonesia, antusias masyarakat yang sangat tinggi itu juga karena judul yang akan dimainkan. Kisah Sin Djin Kwie merupakan cerita populer dan sangat diminati oleh penonton terutama anak-anak. Selama menyaksikan pertunjukan, masyarakat terlihat sangat menghayati cerita yang dimainkan. Sesekali mereka tertawa dan kagum saat dalang mulai memberikan adegan yang menarik seperti saat perang dimulai. Tempat untuk menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini sudah dipersiapkan tepat di depan panggung pertunjukan. Tempat yang disediakan itu berupa, beberapa kursi plastik yang menghadap ke arah panggung. Banyaknya penonton yang datang pada saat acara itu, membuat kursi yang telah tersedia tidak mencukupi sehingga sebahagian dari penonton menyaksikan dengan duduk di sekitar vihara bahkan ada juga yang rela duduk di bawah tepat di depan dekat panggung pertunjukan yang kebanyakan dari kalangan anak-anak. Penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi selama pertunjukan itu berlangsung, ada yang memilih untuk mendokumentasikannya gambar sebagai kenangan, ada yang hanya sekedar menyaksikan saja, dan ada pula yang selain hanya mengambil gambar, ia juga mengabadikan dengan merekam beberapa adegan yang paling seru dalam pertunjukan. Sampai setelah pertunjukan selesai, beberapa penonton berlomba-lomba menyentuh lakon wayang dan sekaligus diabadikan melalui foto. Universitas Sumatera Utara 52

BAB VI ANALISIS TEKS

6.1 Diksi

Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi daripada pemilihan kata dan gaya. Diksi bukan hanya berarti pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan sebagainya. Fungsi dari diksi antara lain : • Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis. • Untuk mencapai target komunikasi yang efektif. • Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal. • Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat sangat resmi, resmi, tidak resmi sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca. Dalam hal ini, teks yang penulis dapat dari bentuk lisan atau bahasa yang diucapkan oleh dalang lalu penulis susun menjadi sebuah tulisan yang kemudian penulis analisis. Dalam hal ini penulis memilih teks yang dipakai pada hari pertama dimana cerita yang dimainkan adalah kisah awal kehidupan Sie Djin Kwie saat masih bekerja di Universitas Sumatera Utara 53 istana raja hingga akhirnya bisa menikah dengan anak raja, Liu Kim Hwa. Secara umum struktur bahasa yang digunakan dalang mulai dari awal hingga akhir pertunjukan, merupakan bahasa yang tidak terlalu baku, artinya ada dialog yang menggunakan kata yang tidak baku dan ada juga dialog yang menggunakan kata baku. Pemilihan kata yang diucapkan oleh dalang sangat sederhana dan biasa dipakai sehari-hari. Hal ini bertujuan agar gagasan yang ingin disampaikan oleh dalang kepada penonton dapat dimengerti dengan jelas sehingga bukan hanya fungsi hiburan saja yang didapat tetapi juga makna yang terkandung dalam cerita juga dapat tersalurkan dengan baik. Beberapa pilihan kata baku dan tidak baku tersebut dalam diamati di dalam teks berikut ini. 1 Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti. Jubah yang telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku yang bernama Liu Hong. 2 Aku mau bertanya denganmu. Kau sudah punya istri apa belom? 3 Kamu ajak datang ditempatku, kalo papamu nati mencari, bagaimana? Dapat diamati bahwa dialog diatas memiliki kata yang tidak baku seperti contoh pertama kata “kupake” yang kata bakunya “kupakai”, kata “belom” yang kata bakunya “belum”, dan kata “kalo” yang kata bakunya “kalau”. Perubahan pengucapan kata diatas dilakukan dengan sengaja oleh dalang agar pertunjukan terlihat bukanlah seperti pementasan yang monoton. Pemilihan kata oleh dalang ini dilakukan agar pementasan ini menyatu dengan para penonton. Dalang berpikir bahwa penggunaan kata-kata yang lebih sering didengar akan memudahkan dalang berkomunikasi dengan penonton. Pada saat pertunjukan dimulai dan dialog demi dialog dibawakan secara rapi oleh dalang mulai dari awal dimulai hingga akhir cerita dengan plot cerita alur maju. Dalam pertunjukan ini, sang dalang potehi membawakan dialog dengan menggunakan dua bahasa yaitu, bahasa Indonesia dan bahasa Hokkian. Adanya pencampuran dua bahasa di dalam dialog agar tidak menghilangkan unsur bahasa dan budaya yang berkaitan Universitas Sumatera Utara 54 dengan masyarakat Tionghoa. Namun dalam penyajiannya, dalang lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Hokkian dipakai sebagai kata-kata yang mengiringi penghormatan untuk mendukung cerita.

6.2 Prolog