Fungsi Sosial Permainan Shogi Di Jepang Dewasa Ini

(1)

Bidak Shogi di kuil Koofuji

Karakter kanji di Bidak Shogi Kuil Koofuji 1


(2)

Karakter kanji di Bidak Shogi Kuil Koofuji 2


(3)

Festival Ningen Shogi II


(4)

Seminar Shogi


(5)

Para lansia Jepang bermain Shogi


(6)

Para Lansia bermain Shogi di Taman


(7)

DAFTAR PUSTAKA

Averbakh, Yuri. A History of Chess - from Chaturanga to the Present Day. USA : Russel Enterprises Inc, 2012

Ananta, M.Z. (2011). Perubahan Permainan Anak Dari Tradisional Ke Modern (Studi Deskriptif Tentang Perubahan Permainan Anak dari Tradisional ke Modern di Kelurahan Batang Terab Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai). Skripsi pada FISIP Universitas Sumatera Utara : tidak diterbitkan

Koentjaraningrat. (1976). Metode Penelitian Masyarakat. Yogyakarta : Gajahmada University Press

Legget,T. (1993). Shogi Japan’s game of strategy. Japan : Charles. E Tuttle Publishing

_______. (1993). Japanese Chess The game of Shogi. United States : Charles. E Tuttle Publishing

Lestari, NAZ. (2013). Analisis Fungsi Dan Makna Kuai Zi (Sumpit) Pada Masyarakat Tionghoa Di Medan. Skripsi pada FIB Universitas Sumatera Utara : tidak diterbitkan

Masukawa, Kooichi. (1996). Shogi no Kigen. Tokyo : Shueisha

Masukawa,Kooichi. (2000). Shogi no Koma wa Naze 40 Mai ka. Tokyo : Shueisha Masukawa,Kooichi. (2005). Shogun ke“Shogi Shinan Yaku”.Tokyo : Yoosensha


(8)

Semiawan,Conny R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta : Grasindo.

Sibarani, Robert. (2014). Kearifan Lokal Hakikat,Peran dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta : Assosiasi Tradisi Lisan (ATL)

Wibowo, M.S. (2014) . Faktor -Faktor Berkembangnya Permainan Catur Shogi pada Periode 1603-1898. Skripsi pada FIB Universitas Gadjah Mada : tidak diterbitkan

https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_shogi

https://kotobank.jp/word/将棋


(9)

http://ajw.asahi.com/article/behind_news/social_affairs/AJ201407060005


(10)

BAB III

FUNGSI SOSIAL SHOGI DALAM MASYARAKAT JEPANG

3.1. Lingkungan Sekolah

Sekolah merupakan tempat penting bagi seorang anak untuk di samping lingkungan tempat tinggal. Sekolah dapat dikatakan sebagai rumah kedua bagi seorang siswa. Saat berada di sekolah kita mendapat teman sebagai pengganti saudara dan guru sebagai orang tua. Sekolah menjadi langkah pertama bagi seorang individu untuk memulai kehidupan bermasyarakat di luar dari lingkungan keluarga. Shogi memiliki beberapa fungsi sosial dalam lingkungan sekolah, yaitu :

1. Sarana membangun Pertemanan

Kelas merupakan tempat utama di sekolah untuk bersosialisasi. Di dalam kelas, para murid dapat membangun pertemanan dengan bermain shogi dengan teman – temannya. Siswa di Jepang yang membawa permainan shogi ke sekolah bukanlah hal yang aneh. Mereka akan menyisakan waktu untuk bermain shogi dengan teman di kelas, baik sekedar untuk hiburan, berbincang ataupun teman berlatih. Seperti yang diungkapkan oleh seorang pemain shogi profesional, bernama Nakamura. Nakamura mengatakan bahwa saat ia mulai bermain shogi sejak TK.

Nakamura teringat kenangan pada masa sekolah dasar, dimana ia dan teman- temannya sekelas selalu menghabiskan waktu istirahat untuk bermain


(11)

shogidengan menggunakan kertas sebagai pengganti papan dan bidak shogi. Dalam lingkungan sekolah di Jepang, sarana untuk bersosialisasi tidak saja dapat dilakukan di dalam kelas. Klub ekstrakuliker juga menjadi salah satu tempat untuk menjalin hubungan pertemanan. Tidak hanya dengan teman satu tingkatan, tapi juga dengan senior dan junior di sekolah. Shogi merupakan salah satu klub ekstrakurikuler yang cukup umum di Jepang. Para siswa bisa datang ke klub dan berbincang dengan santai sebelum memulai kegiatan ekstrakurikuler mereka. Karena di Jepang, menjadi anggota di satu klub sama seperti bergabung ke dalam sebuah keluarga baru.

Tidak hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan hobi dan bersosialisasi, dibentuknya klub ekstrakurikuler berbasis kebudayaan lokal seperti shogi diharapkan mampu menggalakan lagi permainan tradisional Jepang agar tidak tenggelam ditengah – tengah kemajuan teknologi dan permainan modern 2. Membentuk kepribadian anak

Dampak pembentukan karakter yang berbasis kearifan lokal sangat penting untuk pembangunan bangsa.Sibarani (2014 : 133 – 135) menyatakan, dengan pembentukan karakter yang berbasis kearifan lokal, kecerdasan emosional anak dapat dibangun dengan baik. Dan dipercaya, pembangunan karakter yang baik akan menjadi suatu modal bagi invidu untuk berhasil


(12)

dalam hidup bermasyarakat dan dalam pekerjaan. Kepribadian individu di bangun dan di bentuk sejak kecil, terutama sejak usia sekolah.

Shogi dapat membangun tingkat emosional yang baik. Dikarenakan dalam memainkan shogi ketenangan dalam berpikir merupakan hal penting. Sehingga setiap keputusan langkah yang dibuat dapat dipikirkan secara matang. Shogi juga dapat membangun sifat sabar. Para pemain harus tetap bersabar dalam menjalankan bidak walaupun jika berada dalam situasi yang sulit. Karena kesalahan dalam melangkah dapat menyebabkan kekalahan. Oleh karena itu kesabaran dan ketenangan dalam berpikir merupakan hal utama dalam permainan shogi.

Selain itu, shogi dapat membangun rasa percaya diri dengan mengikuti turnamen – turnamen yang diadakan khusus untuk tingkat siswa di Jepang. Turnamen ini diadakan setiap tahun dan diikuti oleh seluruh prefektur di Jepang dan diikuti lebih dari 200 siswa setiap tahunnya. mengkuti sebuah turnamen di perlukan rasa percaya diri yang tinggi. Dan menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi siswa tersebut karena mereka membawa nama sekolah dan prefektur mereka dalam pertandingan.


(13)

Prestasi di sekolah merupakan hal krusial bagi siswa, terutama siswa di Jepang. Mahalnya biaya pendidikan di Jepang membuat para orang tua harus mengeluarkan banyak uang dalam membiayai sekolah anaknya. Asahi Shimbun dalam artikelnya 3 Maret 1995 menyebutkan untuk pendidikan saja biaya yang dianggarkan oleh orang tua di Jepang berkisar sekitar 27,9 juta yen sampai 35,7 juta yen untuk setiap anak mulai ia masuk sekolah dasar sampai ia selesai belajar di perguruan tinggi dan ini pun tergantung tempat anak itu bersekolah, di sekolah negeri atau swasta (Jolivet,1997 : 54). Demikian dengan anak, sebagai siswa mereka di tuntut oleh oleh orangtuanya untuk memiliki prestasi yang bagus. Kebanyakan siswa memiliki kelemahan dalam dunia perhitungan seperti matematika dan sains.

Seperti permainan catur, shogi dapat membantu kemampuan berpikir siswa menjadi lebih baik. Juga dapat lebih memahami ketika menganalisa soal, dan masalah dalam mata pelajaran di sekolah seperti matematika

Kemampuan berpikir akan diasah secara tajam dalam permainan shogi. Menyusun strategi dengan baik dan memperhitungkan setiap kemungkinan langkah yang akan dibuat oleh lawan merupakan inti dalam bermain shogi. Dampak positif untuk mengembangkan kecerdasan berpikir siswa dan membantu naiknya prestasi di sekolah menjadikan Takayuki Ajimine (45) merupakan seorang guru sekolah dasar di Tokyo Gyosei Elemtary School menyatakan kepada Kyodo News bahwa ia ingin mengajukan proposal untuk


(14)

pengenalan akan shogi di dalam kelas ke sekolah – sekolah di Jepang, sehingga para murid akan memiliki daya konsentrasi tinggi dan kecerdasan berpikir yang lebih baik

Bahkan, Universitas di Jepang misalnya Universitas Tokyo juga mulai memberlakukan kurikulum shogi bagi para mahasiswa, misalnya para mahasiswa hukum. Dengan tujuan utama membantu mengasah kemampuan berpikir para mahasiswa menjadi lebih logis dan cermat. 3.2 Lingkungan Kerja

Terdapat sistem shuudan seikatsu atau kehidupan berkelompok di Jepang. Shuudan seikatsu seperti yang dijelaskan oleh Shimahara dalam Madubrangti (2008 : 19), yaitu setiap anggota kelompok harus bekerja sesuai tugas dan kewajiban dalam melakukan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk kepentingan dan kesejahteraan kelompok. Sistem ini menimbulkan rasa tanggung jawab anggota kelompok terhadap pekerjaan yang dilakukannya. Sehingga para pekerja di Jepang memberikan kinerja yang maksimum demi perusahaan mereka tanpa memikirkan kepentingan pribadi. Para pekerja akan bekerja sampai malam, pulang kerumah hanya untuk tidur, dan tidak memiliki waktu untuk keluarganya ataupun teman. Para pekerja Jepang, sudah berangkat bekerja sejak pukul 8.00 pagi dan pulang kantor pukul 17.00 sore, belum lagi jika ditambah dengan waktu lembur (zangyou) bahkan menginap di kantor jika


(15)

masih ada pekerjaan penting untuk segera diselesaikan. Para pekerja di Jepang memiliki waktu kerja yang sangat padat dan hanya sedikit waktu tersisa untuk beristirahat. Tentu saja jam kerja yang tinggi yang tidak diimbangi dengan jam beristirahat ditambah dengan tekanan dari atasan di kantor, akan membuat para pekerja kantoran di Jepang menjadi jenuh dan dapat memicu stress.

Fungsi sosial shogi di dalam lingkungan kerja adalah : 1. Sarana untuk mempererat hubungan kelompok

Susahnya perekonomian dan masuknya teknologi menjadikan seseorang individu harus dapat menjadi mandiri didalam situasi apapun. Ini juga menyebabkan banyak pekerja kantoran di Jepang menghabiskan seluruh waktunya untuk bekerja di kantor, dan hanya berinteraksi kepada teman sekantor. Karena itu, ada juga pekerja kantoran yang sengaja membuat janji di akhir minggu atau setelah bekerja dengan temannya di luar lingkungan kerja agar mereka dapat bertemu dan bermain shogi bersama.

2. Meluaskan hubungan pertemanan

Untuk mengurangi stress, para pekerja kantoran dapat mengunjungi shogi kafe. Selain sebagai tempat untuk melepaskan diri dari pemikiran akan pekerjaan di kantor, mengunjungi kafe shogidapat meluaskan hubungan pertemanan. Para pemain dapat saling berkenalan satu sama lain sambil melakukan perbincangan ringan baik tentang permainan shogi ataupun tentang masalahnya di kantor.


(16)

3.3 Lingkungan Tempat tinggal

Masyarakat Jepang modern tidak lagi menganut Sistem Ie didalam kehidupan berkeluarga. Sistem Ie diganti dengan sistem keluarga yang lebih menekankan pada kebebasan individu dalam keluarga tersebut. Baik sebagai anggota keluarga maupun sebagai pribadi yang memiliki hak –hak sendiri (Ochiai, 1994 : 61). Sistem keluarga modern ini dikenal dengan Kaku Kazoku atau keluarga inti yang mengikuti sistem keluarga barat.Mulai dari tahun 1960-an, lebih dari separuh (56%) populasi penduduk Jepang tinggal di daerah kota dan sekitarnya (Ochiai, 1994 : 35) dimana rata – rata penduduk perkotaan membentuk keluarga dengan sistem kaku kazoku. Dimana didalam setiap keluarga kaku kazoku, rata – rata terdiri dari suami, istri dan seorang anak (Ochiai, 1994 : 144). Berbanding terbalik dengan sistem Ie yang biasanya terdiri dari lebih dua generasi.

Kaku kazoku tidak memiliki sistem mengikat seperti di dalam Keluarga Ie yang erat dengan aturan dan adanya keterikatan yang kuat akan pengabdian kepada keluarga luas. Keleluasan ini sering menyebabkan ikatan kekeluargaan menjadi rentan bahkan pecah. Rata – rata suami di Jepang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja di kantor. Menurut data statistik yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja Jepang, rata-rata jam kerja pada tahun 1990 adalah 2.052 jam pertahun, dan belum dihitung dengan kerja lembur. Sebagai dampaknya 34,7% mengatakan bahwa mereka tidak melakukan kontak dengan anak mereka selama hari kerja, dan kontak yang terjadi hanya 36 menit dalam sehari. Ayah di Jepang hanya memiliki sedikit waktu untuk bercakap-cakap dengan anaknya bahkan 16,1%


(17)

diantaranya menyatakan bahwa dalam hari libur sekalipun mereka tidak melakukan kontak sama sekali dengan anak-anaknya. 1 jam 32 menit setiap minggunya termasuk hari minggu adalah waktu yang bisadiberikan kepada keluarganya (Jolivet, 1997 : 61). Para istri juga sering mengambil pekerjaan sampingan untuk membantu keuangan keluarga. Anak – anak mereka menjadi tidak diperhatikan dan lebih memilih untuk bermain sendiri dengan game console mereka dirumah. Sedikitnya terjalin hubungan komunikasi menjadikan mereka menjadi lebih mementingkan kesibukan masing – masing. Dikutip dari Shounen Hakusho (1992 : 47), di Jepang, waktu interaksi antara anak dan orang tua menduduki peringkat paling kecil dibandingkan dengan Amerika serikat dan Korea selatan. Waktu interaksi antara orang tua dan anak kurang lebih dari 30 menit dan hampir tidak ada interaksi. Sedikitnya waktu interaksi antara orang tua dan anak, semakin diperparah oleh anak yang merasa tidak diperhatikan dan pada akhirnya melarikan diri kepada permainan seperti video games dan game online.

Karena itu, shogi dapat digunakan dalam keluarga untuk : 1. Membangun komunikasi orang tua dan anak

Ketika ayah meluangkan waktunya untuk keluarga atau dikenal dengan istilah kazoku sabisu (pelayanan untuk keluarga), para anak – anak akan mencoba mendekati dan berbicara kepada ayahnya untuk diajari bermain shogi ataupun diminta untuk menjadi lawan bermain shogi. Walaupun terjadi hanya dalam waktu yang singkat, tetapi hubungan komunikasi sudah terjalin diantara ayah dan anak. Ketika bermain shogi, sang ayah dapat berbincang


(18)

dengan rileks dan dapat memantau aktivitas anaknya. Misalnya, dengan bertanya apa yang dilakukan mereka di sekolah hari ini, atau adakah kejadian menarik yang terjadi para mereka. Tidak hanya sebatas itu, seorang anak yang telah menjadi orang tua juga dapat membangun hubungan komunikasi dengan ayah mereka dengan sekedar bermain shogi bersama sambil berbincang ringan. 2. Membentuk pertemanan dengan lingkungan sekitar

Baik anak – anak dan orang tua dapat memperluas lingkungan pertemanan mereka dengan mengundang teman seumuran mereka untuk bermain shogi bersama. Anak – anak dapat bermain bersama menggunakan doubutsu shogi, dimana karakter bidak shogi menggunakan gambar hewan – hewan lucu. Dan untuk orang tua, mereka biasanya menyempatkan diri untuk bermain shogi bersama pada hari minggu di taman, seperti yang terjadi di taman dekat stasiun Shinbaishi, Osaka. Banyak kalangan baik dari muda sampai tua sengaja datang ke stasiun shinbaishi hanya untuk bermain shogi. Ada juga para orang tua yang sengaja berkumpul di taman dengan tujuan untuk bermain shogi bersama.


(19)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1.Shogi adalah permainan tradisional Jepang dimana permainan ini mengandung nilai sosial dan nilai edukasi yang baik.

2. Shogi adalah salah satu variasi dari permainan catur barat dan diperkirakan berasal dari permainan asal India yaitu Chaturanga. Dimana permainan shogi memiliki beberapa kemiripan yaitu berupa nama bidak.

3. Masuknya shogi ke Jepang kemungkinan besar berasal dari Negara Cina. Dimana permainan chaturanga masuk ke Cina lewat jalur sutra. Sebelum masuk ke Jepang, permainan chaturanga terlebih dahulu mengalami proses akulturasi yang merubah nama, alat permainan dan juga aturan bermain.

4. Pada zaman feodal di Jepang, shogi disenangi oleh para shogun dikarenakan permainan ini dapat melatih kemampuan berpikir dalam mengatur strategi perang. Shogun juga selalu mengadakan pertandingan shogi di istananya setiap setahun sekali. Pertandingan ini diadakan setiap tanggal 17 Kannazuki dalam kalender kuno Jepang dan dijadikan sebagai hari shogi di Jepang pada zaman modern kini, tepatnya tanggal 17 November.


(20)

5. Pada zaman Edo, shogi berkembang pesat. Banyak muncul pemain shogi dikarenakan pada saat itu, permainanan ini sudah ditetapkan sebagai permainan yang diakui pemerintah. Pemain shogi pada zaman Edo sudah diberikan gaji tetap.

6. Muncul juga keluarga khusus yang membidangi permainan shogi, yaitu keluarga Oohashi dan Itoo yang menjadi meijin atau master dalam bermain shogi. Sampai sekarang, keluarga Oohashi dan Itoo tetap menjadi salah satu pilar yang menjaga kelestarian permainan shogi.

7. Terdapat banyak perubahan dan perkembangan dalam permainan shogi. Muncul banyak variasi shogi seperti, sho shogi, chuu shogi, dai shogi, maka maka shogi, heian shogi. Sekarang ini juga diciptakan permainan shogi khusus anak – anak, yaitu doubutsu shogi.

8. Ada ciri khas dari permainan shogi yang membedakannya dari catur biasa. Yaitu sistem drop rule dimana bidak yang telah ditangkap oleh lawan dapat dimainkan kembali. Ada juga sistem promosi, dimana bidak yang melewati zona khusus dapat diberikan kenaikan pangkat.

9. Di Jepang telah dibentuk assosiasi khusus shogi yang disebut shogi nihon renmei. Dimana assosiasi ini bertugas dan bertanggung jawab dalam mengadakan pertandingan shogi di Jepang setiap tahunnya.

10. Shogi dapat melatih kemampuan berpikir menjadi lebih baik. Karena itu, kini beberapa sekolah di Jepang mulai menerapkan shogi sebagai karena dianggap


(21)

dapat membantu siswa berpikir dengan lebih baik dalam menyelesaikan soal – soal di sekolah. Klub shogi juga merupakan salah satu klub ekstrakurikuler yang cukup populer di Jepang.

11. Shogi dapat digunakan sebagai sarana untuk membangun pertemanan di sekolah, mempererat komunikasi dan hubungan kelompok, ataupun sebagai jembatan untuk melakukan komunikasi atau interaksi antar orang tua dan anak.


(22)

4.2 Saran

1. Permainan tradisional merupakan permainan yang membawa banyak nilai positif dalam kehidupan manusia. Baik nilai sosial, budaya, seni, ataupun edukasi. Permainan tradisional juga dapat membantu membangun karakter seorang individu menjadi berakhlak baik. Karena itu sebaiknya orang tua sebaiknya lebih mengarahkan anaknya untuk memainkan permainan tradisional daripada permainan modern seperti game yang cenderung menimbulkan sifat individualisme dan menyebabkan kurangnya sosialisasi. Munculnya hal ini dikarenakan anak tersebut lebih memilih untuk bermain sendiri dengan game console miliknya daripada bermain bersama temanseumurannya.

2. Pemerintah Jepang seharusnya lebih mempopulerkan permainan tradisional seperti permainan shogi kepada masyarakat, terutama kepada kawula muda, agar permainan tradisional tidak tersingkir dan hilang dari masyarakat. Tidak hanya dikarenakan permainan tradisional memiliki nilai budaya yang baik, permainan tradisional juga berfungsi untuk mengajarkan hidup dengan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.


(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP SHOGI

2.1 Pengertian Shogi

Shogi adalah permainan tradisional Jepang dan merupakan variasi dari catur barat. Shogi disukai dan dikenal secara luas di Jepang sama seperti Igo, juga paling terkenal dibandingkan dengan variasi permainan catur lainnya. Hanya saja, diluar negeri shogi tidak sepopuler di Jepang. Berdasarkan data dari Nihon Shogi Renmei (Assosiasi Shogi Jepang) kurang lebih terdapat 15 juta orang pecatur yang dapat memainkan permainan ini kanji ”将棋” yang bermakna permainan papan. Pada zaman dahulu shogi dituliskan dengan kanji (象棋) dimana kanji ‘象’ atau zou bermakna gajah dan ‘棋’ bermakna papan. Kanji ini sama dengan penulisan ‘xiangqi’ yaitu salah satu variasi catur dari Cina.

Menurut Nihon Dai Hyakka Zensho atau Encyclopedia Nipponica, shogi didefenisikan sebagai permainan dimana terdapat dua orang peserta yang saling bersaing untuk menentukan menang dan kalah berdasarkan pada peraturan. Para pemain duduk disalah satu sisi papan permainan dengan saling berhadapan satu sama

la

didefenisikan sebagai salah satu permainan dalam ruangan. Dimana pemainnya saling bersaing menggunakan 20 bidak diatas papan yang masing – masing memiliki 9 kolom baik secara vertikal dan horizontal. Permainan ini dimenangkan dengan cara


(24)

mengambil bidak raja lawan variasi dari catur barat dan dikenal secara luas di Jepang. Pada umumnya, catur dan shogi memiliki banyak kesamaan. Tetapi, ada beberapa ciri khas dari shogi yang menjadi salah satu pembeda utama antara shogi dan catur. Baik dari segi alat permainan dan peraturannya. Shogi digemari sebagai salah satu permainan untuk mengisi waktu luang dan mengasah kemampun berpikir. Seiring berjalannya waktu dan perubahan zaman, shogi pun berkembang dan kini memiliki beberapa varian. Terdapat beberapa modifikasi dari shogi, baik dari segi ukuran papan dan pemainnya. Ada beberapa ciri khas dari shogi yang menjadi pembeda utama permainan ini dari variasi permainan catur lain.

Bidak shogi yang telah diambil lawan dapat dimainkan kembali atau biasa disebut dengan istilah ‘drop rule’. Bidak juga dapat mengalami kenaikan pangkat. Ciri khas ini banyak mempengaruhi permainan shogi jika dibandingkan dengan permainan catur barat. Alur permainan yang lebih dinamis dengan mengutamakan penyusunan strategi serangan secara efektif, juga sedikitnya hasil seri di akhir permainan (kurang dari 1%) (Legget, 1993 : 7). Ciri khas ini tentunya menjadi daya tarik tersendiri dari shogi dibandingkan variasi permainan catur lainnya.

2.2 Sejarah Permainan Shogi

Shogi dipercaya berakar dari sebuah permainan kuno dari India yang bernama chaturanga. Permainan Chaturanga diperkirakan mulai dimainkan sekitar awal Masehi (Averbakh, 2012 : 32). Kata Chaturanga sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu kata ‘chatur’ berarti 4 dan ‘anga’ berarti bagian. Chaturanga


(25)

diciptakan pertama kali oleh seorang raja India bernama Ravana. Dia menggunakan permainan ini untuk mengasah kemampuan para jenderalnya dalam mengatur taktik dan strategi (Legget, 1966 : 10). Chaturanga dimainkan oleh 4 orang pemain pada papan berukuran 8 x 8 dimana setiap pemain memiliki 8 bidak. Setelah mengalami perubahan bentuk pada abad ke-6, permainan ini masuk ke Persia ketika chaturanga dijadikan hadiah pemberian raja India kepada raja Persia. Chaturanga abad ini dimainkan oleh 2 pemain (Averbakh, 2012 : 33). Setelah Persia ditaklukan oleh bangsa Arab pada abad ke -7, permainan ini berkembang dengan pesat. Permainan Chaturanga pertama kali masuk ke Asia Timur melalui perdagangan yang dilakukan bangsa Persia (Arab) dan Cina melalui jalur sutra.

Di Cina, permainan chaturanga berkembang pesat dan mulai disebarkan ke wilayah Korea dan Jepang. Chaturanga mengalami proses akulturasi disetiap wilayah penyebaran. Nama dan peraturan permainan juga dirubah sesuaikan dengan kebudayaan lokal. Chaturanga dikenal sebagai shatranj di Persia, xiangqi di Cina, janggi di Korea dan shogi di Jepang. Di Eropa chaturanga dikenal sebagai chess dengan istilah checkmate dalam catur berasal dari bahasa Persia ‘shah’ berarti raja dan ‘mat’ berarti mati,

Dipercaya shogi memiliki bentuk yang berbeda pada sekitar tahun 8 Masehi (Legget, 1993 : 7). Permainan shogi dianggap memiliki hubungan erat dengan permainan papan lainnya, seperti permainan catur Thailand makruk dan sittuyin dari Myanmar.


(26)

Tidak diketahui dengan pasti kapan shogi masuk ke Jepang dengan sedikitnya bukti. Beberapa ahli shogi berpendapat jika shogi sudah terbagi menjadi 2 bentuk atau lebih ketika masuk ke Jepang (Legget, 1993 : 8). Catatan tertua tentang shogi terdapat di buku teks Kirinshou ( 麒麟抄 ) pada tahun 1027. Tetapi hanya terdapat sedikit penjelasan yaitu tentang bagaimana cara menuliskan karakter kanji ke bidak shogi lebih mendalam tentang shogi, ditemukan beberapa penemuan 16 buah bidak shogi di Kuil Koofuji di Nara pada abad ke- 11. Bidak ini terbuat dari kayu hinoki dan sudah memiliki bentuk yang sama dengan bidak shogi modern.

Ada banyak catatan lain yang memuat kata shogi, namun tidak ada yang menyebutkan tentang aturan bermain shogi secara jelas. Kata shogi ditemukan dalam buku Shin Saru Gakki (新 猿 楽 記) yang ditulis oleh Fujiwara Akihira pada tahun 1058 – 1064. Buku ini menjadi sebuah bukti permainan shogi sudah muncul pada zaman itu (Masukawa, 1996 : 189). Pada buku Nichureki (二中歴) yang ditulis tahun 1220 – 1222, tertulis cara melangkah sho shogi ( shogi berukuran kecil) dan dai shogi (shogi berukuran besar) (Masukawa, 1996 : 44 – 45). Variasi dari shogi ini kemudian disebut dengan Heian shogi dan Heian dai shogi di era modern ini. Ada juga tertulis jika pada tahun 1232 terdapat larangan bagi para biksu di kuil Kairyuuou untuk bermain shogi. Ini dikarenakan agar pertapaan biksu tersebut menjadi tidak terganggu (Masukawa, 2000 : 44). Sekitar tahun 1300, dalam Futsuu Shoudoushuu yang ditulis oleh seorang biksu Buddha, kembali dituliskan mengenai dai shogi yang dimainkan diatas papan 15x15 dengan 130 bidak. Catatan dari para bangsawan juga memperkuat


(27)

bukti pada zaman itu shogi sudah muncul didalam masyarakat dengan dituliskannya kata chuu shogi (shogi ukuran menengah) (Masukawa, 1996 : 72). Tersebar cerita jika shogi diciptakan oleh Yuwen Yong yang berasal dari Cina atau dibawa oleh seorang tokoh bernama Kibi Makibi setelah ia mengunjungi dinasti Tang. Namun kebenaran dari cerita ini tidak dapat dipastikan dan akhirnya hanya dianggap sebagai kabar burung saja.

Di zaman Heian, permainan shogi hanya boleh dimainkan oleh kalangan bangsawan dan biarawan. Namun sejak zaman Kamakura, shogi turut dimainkan oleh para samurai. Bahkan rakyat biasa juga dapat memainkan shogi. Pada abad ke -16 dan ke- 17 shogi semakin berkembang. Terutama setelah 3 shogun ( jenderal militer dengan pangkat tertinggi) di Jepang yaitu Nobunaga, Hideyoshi dan Ieyasu menyukai permainan shogi. Sama seperti raja Ravana, para shogun menggunakan shogi sebagai alat untuk mengasah kemampuan mereka menyusun taktik dan strategi perang. Setelah Ieyasu menjadi pemimpin pemerintahan di Jepang, kepopuleran shogi semakin kuat dibawah pengaruhnya. Pada zaman Edo ini, terbentuk banyak variasi shogi yaitu tenjiku shogi, dai dai shogi, maka dai dai shogi,tai shogi,dan taikyoku shogi.

Tahun 1612, Ieyasu mengundang pecatur shogi dan igo untuk bermain catur di istananya. Para pecatur handal atau yang dikenal dengan meijin ( 名人 ) diberikan jaminan gaji oleh pemerintah. Hal ini menjadikan shogi resmi menjadi permainan yang diakui oleh pemerintah (Masukawa, 2005 : 15). Salah satu tokoh pemain catur


(28)

yang diundang shogun yaitu Sookei dan anaknya Sooyo. Mereka berusaha untuk menjaga dan mengembangkan shogi dengan membangun sebuah keluarga khusus atau dikenal dengan istilah Iemoto (家 元) yang membidangi shogi. Keluarga ini dikenal sebagai keluarga Oohashi dan merupakan honke dalam keluarga pecatur shogi. Dibentuk juga bunke atau keluarga cabang. Keluarga Oohashi merupakan bunke yang didirikan oleh adik Sooyo bernama Sooko. Sedangkan Keluarga bunke Itoo dibentuk oleh murid Sooko bernama Sookan beserta menantunya (Masukawa, 2005 : 17). Keluarga shogi ini menjadi salah satu fondasi yang melestarikan dan menyebarkan permainan shogi keseluruh dunia hingga saat ini. Pada waktu pemerintahan Shogun Tokugawa Yoshimune, sebuah turnamen shogi diadakan di istana Shogun setiap setahun sekali pada Tanggal 17 Kannazuki (神無月) atau Bulan Ke- 10 dalam hitungan kalender Jepang kuno. Merujuk pada hal ini, di zaman modern tanggal 17 November dijadikan sebagai hari shogi di Jepang.

2.3 Alat Permainan Shogi

2.3.1 Papan Shogi

Papan Shogi atau shogi ban konvensional memiliki ukuran dengan motif kotak persegi sebanyak 9 kotak baik secara vertikal maupun horizontal. Terbuat dari bahan dasar kayu. Dan jika di jumlahkan terdapat 81 kotak disetiap papan shogi konvensional. Selain itu terdapat juga beberapa ukuran papan shogi yang berbeda. Papan permainan dalam variasi permainan shogi ada yang berukuran kecil, sedang dan besar.


(29)

Gambar 2.3.2.1

(sumber :

Di dalam papan shogi terdapat zona khusus yaitu zona promosi, dimana bidak yang melewati daerah tersebut mengalami kenaikan pangkat. Garis hijau di dalam gambar di bawah menunjukkan zona promosi dalam papan shogi. Dimana zona promosi dimulai dari garis pertama sampai ketiga terjauh dari sisi pemain.

Gambar 2.3.2.2


(30)

2.3.2 Bidak Shogi

Jika bidak pada catur barat dibuat dengan berupa ukiran, bidak shogi berbentuk segilima dan dituliskan dengan kanji. Terbuat dari kayu juga sama seperti papan permainannya. Setiap kanji yang ada didalam bidak shogi yang mewakili posisi bidak dipapan permainan. Bidak ratu (queen) dalam catur biasa tidak terdapat didalam bidak permainan shogi. Selain itu tidak ada warna tertentu yang membedakan pihak lawan baik dalam papan permainan dan bidak yang biasanya menjadi ciri khas catur biasa (Wibowo, 2014 : 4).

Bidak shogi disusun secara horizontal, dan ujung tajamnya menghadap arah lawan. Setiap bidak disusun berdasarkan posisinya dan huruf kanjinya di cat dengan warna hitam. Sedangkan bidak yang mengalami kenaikan pangkat, ataupun yang sudah ditangkap lawan akan dimainkan menggunakan bidak dengan huruf kanji berwarna merah. Ini dilakukan untuk dapat membedakannya dengan bidak utama. Terdapat juga bidak shogi yang dilambangkan dengan motif catur umum, arah bergerak bidak, atau lambang huruf kanji yang dipersingkat. Hal ini dilakukan untuk mempermudah para pecatur pemula yang tidak dapat membaca kanji. Terutama di kalangan pecatur asing. Setiap pemain shogi masing – masing mendapat 20 bidak dengan 8 jenis yang berbeda. Nama-nama bidak tersebut adalah bidak ooshoo atau gyokushoo (raja), bidak hisha (benteng), bidak kakugyoo (menteri), bidak kinshoo (jenderal emas), bidak ginshoo (jenderal perak), bidak keima (kuda), bidak kyoosha (tombak) dan bidak fuhyoo (prajurit).


(31)

Berikut ini adalah keterangan dari lambang, posisi bidak shogi (Legget, 2009 : 15-24). 1. Ooshoo atau Gyokushoo (王将 /玉将)

Bidak ini merupakan bidak dengan posisi tertinggi dalam permainan shogi yaitu bidak raja. Tidak mengalami promosi, dan untuk mengakhiri permainan bidak ooshoo harus ditangkap oleh lawan.

2. Hisha (飛車)

Bidak Awal Bidak Promosi

Bidak ini dalam istilah catur dikenal sebagai benteng. Hisha merupakan bidak terkuat dalam permainan shogi karena dapat melakukan serangan kepada bidak lawan dengan mudah. Bidak hisha dapat di promosikan dan menjadi bidak Ryuuou (dragon king).

3. Kakugyoo (角行 )

BidakAwal Bidak Promosi

Sama seperti bidak hisha, bidak kakugyoo termasuk bidak kuat dalam permainan shogi. Dalam catur biasa, bidak kakugyoo bernama bidak


(32)

menteri. Memiliki fungsi utama untuk melakukan serangan. Bidak kakugyou dapat dipromosikan dan berubah menjadi bidak Ryuuma (dragon horse).

4. Kinshoo (金将 )

Bidak kinshoo atau jenderal emas tidak terdapat dalam permainan catur biasa. Bidak kinshoo harus selalu berada di dekat bidak ooshoo atau bidak raja. Karena bidak ini memiliki fungsi khusus sebagai pelindung atau pengawal bidak ooshoo. Tidak mengalami promosi, namun kebanyakan bidak lain akan berubah menjadi kinshoo jika di promosikan.

5. Ginshoo(銀将 )

Bidak Awal Bidak Promosi

Bidak ginshoo atau jenderal perak memiliki fungsi sama seperti bidak kinshoo. Hanya saja, jika bidak kinshoo harus selalu berada di sisi raja, bidak ginshoo memiliki pergerakan lebih leluasa untuk melakukan serangan kepada bidak lawan. Bidak ginshoo dapat di promosikan menjadi bidak narigin.


(33)

6. Keima (桂馬 )

Bidak Awal Bidak Promosi

Bidak keima dalam istilah catur biasa dikenal sebagai bidak kuda. Merupakan bidak yang lebih sering digunakan untuk melakukan serangan kepada bidak lawan. Bidak keima dapat di promosikan menjadi bidak narikei.

7. Kyoosha (香車 )

Bidak Awal Bidak Promosi

Bidak kyoosha atau bidak tombak merupakan bidak baru dalam permainan shogi. Pada umumnya bidak yang berfungsi untuk melakukan serangan. Kyoosha adalah bidak lemah jika digunakan dalam posisi pertahanan. Bidak kyoosha dapat disamakan dengan bidak keima. Jika mendapat promosi bidak kyoosha berubah menjadi narikyou.


(34)

8. Fuhyoo(歩兵 )

Bidak Awal Bidak Promosi

Bidak fuhyoo dikenal dengan bidak prajurit dalam catur biasa dan memiliki fungsi yang juga sama. Jika mendapat promosi, bidak fuhyoo akan berubah menjadi bidak tokin.

2.4 Pemain Shogi (棋士)

Ada 2 posisi pemain dalam shogi. Sente (先手) yaitu pemain yang pertama kali melakukan langkah dan Gote(後手) yaitu pemain yang melakukan langkah kedua. Karena tidak terdapat perbedaan warna di bidak shogi, bisa diasumsikan jika sente adalah pemain dengan bidak hitam dan gote pemain dengan bidak putih di dalam catur biasa. Bidak–bidak shogi disusun secara berhadapan dengan masing – masing ujung bidak menghadap kearah lawan.

Pemain shogi disusun menjadi 2 kelas, yaitu pemain professional atau kishi (棋士) dan pemain amatir. Dalam permainan shogi ada sistem ranking untuk para pecaturnya, dimana pemain amatir dimulai dari posisi kyu 15dan mencoba agar mendapat posisi kyu 1. Tahap selanjutnya, pecatur shogi akan memasuki level dan 1 dan terus melangkah sampai ke level selanjutnya.


(35)

2.5 Peraturan Shogi

Terdapat beberapa poin peraturan dalam permainan shogi.

• Setiap pemain harus mengucapkan salam “よ ろ し く お 願 い し ま す” sebelum dan sesudah permainan.

• Tidak boleh membatalkan posisi bidak yang telah digerakkan.

Permainan akan selesai jika terjadi tsumi atau skak mat. Dimana bidak raja lawan telah ditangkap dan mengatakan “Oote!’’ (王手).

• Bidak yang mengalami promosi akan kehilangan status promosinya ketika bidak tersebut ditangkap oleh lawan.

Bidak lawan yang telah ditangkap dapat dimainkan kembali (drop rule). Namun bidak tersebut tidak dapat menangkap bidak lawan, hanya untuk pertahanan dan tidak mengalami kenaikan pangkat.

2.6 Variasi Shogi

Terdapat beberapa varian dalam permainan shogi

Sho Shogi (小将棋) adalah salah satu varian yang pertama kali muncul dalam permainan shogi. Sho shogi merupakan cikal bakal dari permainan shogi modern, dimana bidak sho shogi masih mengikuti permainan chaturanga.


(36)

Dalam sho shogi, belum terdapat drop rule dan terdapat satu bidak bernama drunk elephant atau suizou (酔象) yang dapat dipromosikan menjadi bidak taishi

(

太 子). Namun pada masa pemerintahan Kaisar Go- Nara (1526 – 1557) bidak ini dihilangkan. Dipercaya pada tahun ini peraturan drop rule mulai diterapkan. Terdapat 21 Bidak dalam sho shogi yang terdiri dari 9 jenis bidak dan dimainkan di atas papan berukuran 9 x 9.

Gambar 2.6.1

(sumber : http://www.chessvariants.org/shogivariants.dir/shoshogi.html)

Chuu Shogi (中将棋) adalah salah satu varian pertama dari permainan shogi. Chuu shogi menggunakan papan berukuran 12 x 12, dengan seluruh bidak berjumlah 92 buah. Chuu shogi dikatakan sebagai bentuk sederhana dari Dai shogi, dan merupakan salah satu variasi permainan shogi terpopuler. Masih dimainkan hingga kini baik di dalam dan luar Jepang. Chuu shogi juga dikatakan sebagai permainan catur dengan pendesainan baik dan lebih enak untuk dimainkan dibandingkan dengan variasi permainan catur dengan papan


(37)

besar lainnya. Tidak terdapat sistem drop dalam chuu shogi, dan permainan ini lebih mirip dengan catur biasa dibandingkan shogi modern kini.

Gambar 2.6.2

(sumber :

Dai Shogi (大将棋 )adalah varian shogi yang menggunakan papan berukuran 15 x 15. Setiap pemain memiliki 65 bidak dengan seluruh bidak berjumlah 130 buah. Tidak terdapat drop rules dalam dai shogi. Dai shogi pertama kali muncul sekitar awal tahun 1230 pada akhir zaman Heian. Pada zaman ini, dai shogi dimainkan dengan 34 bidak di atas papan 13 x 13. Dai shogi kemudian berkembang kurang dari seabad kemudian, dan menjadi variasi utama permainan shogi pada zaman pertengahan di Jepang


(38)

Gambar 2.6.3

(sumber :

Tenjiku Shogi (天竺将棋) merupakan salah satu varian shogi menggunakan papan besar yang berukuran 16 x 16 dengan total 256 kotak. Setiap sisi papan terdapat 78 bidak catur. Tenjiku shogi dikatakan sebagai salah satu variasi permainan shogi yang paling menarik. Kata tenjiku sendiri bermakna eksotik, ini dikarenakan tenjiku shogi lebih memiliki permainan lebih dinamis dengan alur permainan yang cepat. Sejak awal permainan, pemain harus cerdik memikirkan strategi bermainnya jika tidak ingin kalah. Tidak terdapat drop rule dalam permainan ini.

Gambar 2.6.4

(sumber : http://history.chess.free.fr/tenjikushogi.htm)

Dai Dai Shogi (大大将棋) dimainkan di papan berukuran 17 x 17 dengan total bidak 192 buah. Dai dai shogi merupakan variasi lain dari permainan papan besar shogi. Sama seperti tenjiku shogi, tidak terdapat sistem drop rule


(39)

yaitu tidak dapat memainkan kembali bidak yang telah ditangkap seperti dalam shogi biasa.

Gambar 2.6.5

(sumber : http://history.chess.free.fr/daidaishogi.htm)

Maka Dai Dai Shogi (摩訶大大将棋) dimainkan di papan berukuran 19 x 19

dengan masing – masing pemain memiliki 96 bidak. Kata maka berasal dari bahasa sansekerta ‘maha’ dan bermakna sangat besar. Maka dai dai shogi dimainkan di atas papan dengan ukuran lebih besar dari papan dai dai shogi.

Gambar 2.6.6


(40)

Taikyoku Shogi (大 局 将 棋) adalah permainan shogi yang dibentuk pada sekitar abad ke- 16 oleh para pendeta Budha. Merupakan permainan shogi yang menggunakan papan berukuran 25 x 25 dengan total bidak 354 buah. Walaupun masih ada sampai sekarang, tetapi variasi permainan shogi ini tidak diketahui oleh banyak orang. Ini disebabkan karena hanya 2 set papan dan bidak taikyoku shogi yang tersisa di Jepang. Salah satunya, kini disimpan di Universitas Osaka

Gambar 2.6.7

(sumber :https://cf.geekdo-images.com/images/pic446211.jpg)

Heian Shogi (平安将棋) Heian shogi diperkirakan masuk dari Cina, Burma, dan Thailand sekitar abad ke-8 sampai ke-9 Masehi. Nama Heian shogi sendiri diambil dari zaman Heian. Heian shogi dimainkan di atas papan berukuran 9 x 8 atau 8 x 8, dengan bidak berjumlah 16 atau 18 bidak sesuai dengan ukuran papan. Tidak terdapat bidak hisha dan kakugyou juga sistem drop rule dalam heian shogi. Karena keterbatasan pergerakan bidak,


(41)

permainan ini dianggap kurang menarik dan hanya digunakan sebagai bahan penelitian sejarah.

Gambar 2.6.8

(sumber http://www.chessvariants.org/shogivariants.dir/heian.html)

Doubutsu Shogi (動 物 将 棋) merupakan variasi shogi yang khusus dibuat untuk anak – anak. Doubutsu shogi dibuat oleh seorang wanita pemain shogi professional, Madoka Kitao. Dengan tujuan utama untuk membuat anak – anak, terlebih kalangan anak perempuan agar lebih meminati permainan shogi. Doubutsu shogi dimainkan di atas papan 3 x 4 dengan 8 bidak bergambarkan hewan lucu.Tidak menggunakan kanji yang umumnya dipakai sebagai penanda posisi bidak. Doubutsu shogi menggunakan peraturan sama seperti shogi biasa dimana bidak dapat kembali dimainkan juga dapat dipromosikan.


(42)

Gambar 2.6.9

( sumber : https://shogibrasil.files.wordpress.com/2011/06/doubutsu02.jpg) 2.7 Eksistensi Permainan Shogi

1. Assosiasi Shogi Jepang Nihon Shogi Renmei (日本将棋連盟)

Dibentuknya Assosiasi shogi Jepang atau Nihon Shogi Renmei (日本将棋連盟). Dimulai dari gelar meijin atau master shogi menjadi gelar yang diwariskan hanya pada keturunan keluarga pecatur Oohashi dan Itoo saja. Setelah jatuhnya keshogunan, pemerintahan kembali kepada keluarga kaisar. Dan keluarga kaisar tidak memberi bantuan keuangan dan perhatian kepada permainan shogi seperti yang dilakukan oleh para Shogun. Keluarga Oohashi dan Itoo dipaksa untuk menyerahkan gelar meijin agar dapat diperebutkan oleh semua kalangan masyarakat umum dalam pertandingan catur.

Pada tahun 1899, koran – koran mulai mempublikasi setiap pertandingan shogi, dan para meijin shogi mulai membentuk kelompok dengan tujuan agar


(43)

pertandingan mereka mendapat perhatian publik. Pada tahun 1909, perkumpulan shogi atau shogi doumeisha (将 棋 同 盟 社) mulai dibentuk. Pada tahun 1924 Assosiasi Shogi Tokyo atau Tokyo Shogi doumeisha (東京将棋同盟社 ) muncul. Lantas assosiasi ini menjadi awal mula dari Nihon Shogi Renmei(日本将棋連) yang sekarang dikenal sebagai JSA (Japanese Shogi Association). Assosiasi ini terbentuk pada tahun 192 2. Klub Shogi

Dibentuknya berbagai klub berbasis permainan shogi, baik klub ekstrakurikuler di sekolah – sekolah di Jepang ataupun klub khusus bermain shogi yang banyak diminati oleh banyak kalangan wanita dan pria, mulai dari anak – anak sampai orang tua. Di Jepang juga sering diadakan seminar permainan shogi oleh klub – klub dan assosiasi shogi Jepang. Dimana seminar itu membahas teknik untuk bermain shogi dengan lebih baik.

3. Turnamen Shogi

Diadakan berbagai macam turnamen shogi yang mengikutsertakan masyarakat dari seluruh lapisan, tidak hanya pemain shogi professional saja. Adanya sistem sertifikasi dalam keikutsertaan pemain shogi dalam turnamen shogi, turut mempopulerkan permainan ini. Sertifikat ini menunjukkan tingkat keahlian pemain shogi dan diakui di seluruh Jepang. Setiap tahunnya, asossiasi shogi Jepang mengadakan turnamen shogi secara rutin. Bahkan, karena kepopuleran shogi semakin meningkat, kini dibuka sebuah turnamen khusus untuk para pelajar


(44)

baik dari tingkat Sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Ada juga turnamen shogi khusus wanita yang diselenggarakan oleh Nihon joushi pro shogi kyoukai (日本女子プロ将棋協会) atau assosiasi shogi wanita profesional. 4. Shogi Elektronik

Perpaduan budaya lokal dan kemajuan zaman dapat mengoptimalkan manfaatnya dalam masyarakat (Sibarani, 2014 : 123). Kemajuan teknologi juga dapat dipadukan dengan permainan shogi. Dapat dilihat dari munculnya permainan shogi yang dimainkan dengan menggunakan alat elektronik seperti komputer ataupun ponsel cerdas (smartphone). Shogi komputer mengalami booming di Jepang, dimana dibuat komputer dengan rancangan khusus untuk bermain shogi bertanding melawan para pecatur shogi profesional. Kemudian, ada juga dibuat aplikasi permainan shogi yang dapat di unduh ke dalam smartphone. Aplikasi ini dapat digunakan untuk membantu berlatih bermain shogi, terutama untuk para pemula yang tertarik untuk bermain shogi namun tidak mampu membeli papan shogi.

5. Festival Ningen Shogi

Festival Ningen shogi merupakan festival dimana bidak shogi yang umumnya menggunakan bahan kayu digantikan oleh manusia yang bertindak sebagai bidak. Ningen shogi merupakan salah satu bagian dari Tendo Sakura Matsuri yang diadakan di kota Tendo, Prefektur Yamagata setiap akhir bulan april. Festival ini ditujukan untuk menyambut datangnya musim semi di Jepang. Seperti permainan


(45)

shogi pada umumnya, terdapat 2 orang pemain dan tujuan permainan adalah menangkap bidak raja lawan. Para pemain akan duduk di atas papan shogi raksasa, dan setiap pemain (kishi) akan menggerakan bidak manusia tersebut.


(46)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia merupakan makluk berbudaya dan menciptakan kebudayaan. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh dan bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif dan kegiatan sosial manusia berkembang dengan memiliki ciri khas tersendiri yang membawa unsur budaya suatu suku, daerah atau negara tertentu. Kebudayaan itu dinamakan dengan kearifan lokal ( local wisdom ) atau dikenal juga dengan local genius. Menurut Moendardjito dalam Ayatrohaedi (1986:40-41) unsur budaya daerah potensial disebut sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang.

Sibarani (2014:114-115) mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Permainan tradisional adalah salah satu bentuk dari kearifan lokal. Dimana permainan tradisional dideskripsikan sebagai permainan yang menggunakan alat sederhana, dan dalam permainan itu terdapat nilai dan fungsi tertentu yang diturunkan secara turun –


(47)

temurun. Permainan tradisional tidak hanya digunakan sebagai salah satu cara untuk menghabiskan waktu, juga dapat digunakan sebagai sarana untuk membangun hubungan antar sesama. Karena pada hakikatnya permainan tradisional sebagai bagian dari kearifan lokal bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan, menciptakan kedamaian dan membangun stabilitas komunikasi di masyarakat. Aspek sosial merupakan hal dominan yang tercermin dalam permainan tradisional karena memiliki unsur kerjasama, suka akan keteraturan, hormat menghormati, balas budi dan sifat malu (Ananta, 2011 : 3).

Jepang merupakan sebuah negara yang terletak di Asia Timur dan dikenal sebagai salah satu negara termaju dan modern di Asia ataupun di dunia. Setelah masa Perang Dunia II berakhir, ekonomi Jepang ikut menanjak naik seiring dengan terjadinya westernisasi. Koudou Keizai Seichouki atau masa pertumbuhan ekonomi tinggi mulai terjadi sejak dekade 50-an hingga dekade 70-an (Ogin, Kousa, 1984 : 1). Keberhasilan ekonomi Jepang juga turut diimbangi perkembangan teknologi yang mendongkrak Jepang menjadi salah satu negara paling maju di dunia seperti sekarang. Namun perkembangan pesat teknologi dan ilmu pengetahuan, juga terjadinya modernisasi secara besar – besaran turut mempengaruhi kehidupan masyarakat Jepang. Dalam hal ini, dampak yang paling menonjol adalah pergeseran pola pemikiran dan kebiasaan hidup masyarakat Jepang. Kehidupan masyarakat pada zaman dahulu erat dengan kebiasaan melakukan kegiatan sosialisasi. Terutama kalangan anak – anak yang senang berkumpul bersama untuk bermain permainan tradisional seperti kagome kagome, ohajiki, atau otedama. Seiring berjalannya waktu,


(48)

kalangan muda di Jepang kini sudah jarang untuk bermain bersama teman sebayanya. Terlebih dengan pesatnya perkembangan teknologi. Hal ini menjadikan kalangan muda Jepang lebih menyibukkan diri bermain dengan gadget atau perangkat elektronik mereka seperti ponsel cerdas (smartphone) dan video game. Kecanduan berlebih terhadap permainan game dapat menyebabkan seseorang menjadi kurang bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dan pada akhirnya dapat berujung menjadi hikikomori. Seorang hikkikomori akan mengunci dirinya sepanjang hari di dalam kamar untuk bermain game. Tidak melakukan interaksi sosial apapun, tidak memperdulikan teman dan keluarga dikarenakan seluruh perhatiannya sudah tersita kepada game modern seperti game console dan game online. Sistem perekonomian Jepang yang baik sebanding dengan biaya hidup yang tinggi. Hal ini memaksa masyarakat Jepang untuk bekerja keras demi menghidupi keluarganya. Kesibukan bekerja dan tingginya jam kerja juga berpengaruh dalam renggangya hubungan komunikasi, baik komunikasi antara keluarga ataupun sesama teman.

Shogi (将 棋) merupakan permainan tradisional yang menjadi bagian dari kearifan lokal Jepang yang masih ada hingga saat ini. Shogi merupakan permainan kompetitif dan edukatif. Dalam kamus Kenji Matsuura, shogi bermakna permainan catur. Shogi atau catur Jepang dikatakan juga sebagai General’s Game merupakan adalah permainan yang dapat dimainkan oleh dua orang pemain atau lebih

将) yang

bermakna jenderal dan ‘gi’(棋) dan bermakna permainan papan. Sebagai salah satu permainan tradisional di Jepang, shogi dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat hingga


(49)

saat ini. Shogi memiliki nilai tradisi yang diturunkan sejak zaman nenek moyang dan mengandung nilai edukasi yang mendidik didalamnya. Tidak ada batasan umur, status, ataupun gender dalam memainkan permainan shogi. Permainan shogi sebagai kearifan lokal diharapkan dapat menjadi jembatan untuk melakukan komunikasi sosial di antara sesama khususnya masyarakat Jepang.

Berdasarkan latar belakang masalah ini, penulis bermaksud meneliti lebih lanjut tentang shogi baik dari sejarah perkembangannya, permainan shogi secara umum juga fungsi sosialnya dalam masyarakat Jepang melalui skripsi yang berjudul “FUNGSI SOSIAL PERMAINAN SHOGI DI JEPANG DEWASA INI”

1.2 Rumusan Masalah

Kurangnya interaksi sosial dapat membuat seorang individu menjadi penyediri dan tidak memiliki lingkungan pertemanan. Tidak memiliki lingkungan pertemanan dapat merubah seorang individu menjadi hikikomori ataupun NEET. Selain itu, tidak adanya interaksi sosial sama sekali dengan teman sebayanya juga menimbulkan sifat individualisme (Halo Jepang, 2015 : 17). Kurangnya interaksi dan komunikasi dengan orang tua dapat menyebabkan renggangnya hubungan di dalam keluarga.

Kepopuleran permainan elektronik di Jepang juga menjadikan permainan tradisional Jepang seperti shogi tersisihkan. Padahal, pada dasarnya permainan tradisional berfungsi membentuk kerja sama dan interaksi dalam lingkungan bermasyarakat tanpa memerlukan alat permainan canggih dan mahal. Kearifan lokal


(50)

seperti permainan tradisional juga berguna untuk membentukan karakter dan menjaga stabilitas dalam hubungan antar manusia.

Shogi tidak bisa dimainkan sendiri dan membutuhkan interaksi dengan lawan main secara langsung melalui tatap muka. Tidak seperti game online, para pemain hanya melakukan interaksi melalui dunia maya dan bahkan tidak melakukan interaksi apapun. Butuhnya interaksi langsung oleh para pemain shogi pastinya memiliki pengaruh tersendiri dalam membantu tumbuhnya hubungan sosial dalam masyarakat Jepang

Seperti yang sudah diuraikan di atas, dalam penelitian ini penulis akan membatasi rumusan masalah agar lebih terperinci. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana sejarah dan permainan shogi secara umum?

2. Apa saja fungsi sosial permainan Shogi dalam masyarakat Jepang? 1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Agar pembahasan lebih terarah, ruang lingkup pembahasan dibutuhkan untuk memudahkan analisis topik penelitian. Ruang lingkup pembahasan juga digunakan untuk mencegah agar pembahasan tidak melenceng dari topik.

Shogi merupakan salah satu kearifan lokal Jepang adalah permainan tradisional yang dikenal luas di Jepang. Penulis akan mencoba membahas tentang


(51)

sejarah shogi dan penjelasan tentang permainan shogi secara umum, juga pengaruh sosial yang diberikan oleh shogi kepada masyarakat Jepang.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1. Tinjauan Pustaka

Kemajuan ekonomi dan teknologi Jepang memberikan banyak dampak. Tidak hanya kepada kemajuan negara, tapi juga perubahaan dalam kehidupan masyarakatnya. Kesibukan bekerja menyebabkan buruknya hubungan komunikasi di antara anggota keluarga dan kurangnya sosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat. Kemajuan teknologi juga turut memundurkan eksistensi permainan tradisional. Shogi sebagai permainan tradisional memerlukan interaksi dan tatap muka antar sesama pemain. Dimana interaksi yang terjadi melalui permainan ini diharapkan dapat menjadi sarana agar masyarakat Jepang untuk dapat kembali melakukan interaksi sosial antara sesama.

Conny R. Semiawan, menyatakan bahwa tinjauan pustaka atau literature review adalah bahan yang tertulis berupa buku, jurnal yang membahas tentang topik yang hendak diteliti. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tinjauan pustaka adalah pengumpulan bahan – bahan bacaan yang berkaitan dengan topik penelitian yang akan dibahas dan memuat uraian tentang data yang sebenarnya. Tinjauan pustaka sangat penting bagi jalannya proses penelitian karena menjadi salah satu sumber informasi dan pembahasan mengenai objek penelitian. Tinjauan pustaka yang


(52)

digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku – buku yang berkaitan dengan shogi dan juga berasal dari media online.

2. Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koentjaraningrat (1971 : 1) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata. Dalam mengerjakan penelitian ini, pendekatan yang digunakan oleh penulis menggunakan pendekatan fenomenologi, sosiologi dan pendekatan fungsional. Fenomenologi dalam Kuswarno (2009 : 2) menyatakan, fenomenologi adalah sebuah analisis yang berusaha mencari pemahaman bagaimana manusia mengkonstruksi makna dan konsep penting dalam kerangka intersubyektivitas (pemahaman kita mengenai dunia dibentuk oleh hubungan kita dengan orang lain). Melalui teori ini penulis berpendapat bahwa interaksi dan komunikasi antar sesama manusia sangat dibutuhkan. Tanpa adanya interaksi dan komunikasi, manusia tidak dapat membangun kehidupan bermasyarakat. Komunikasi merupakan hal yang sangat essensial di dalam kehidupan manusia.

Penulis juga menggunakan pendekatan sosiologis. Menurut Weber dalam Abdurrahman (1999 : 11) tujuan penelitian ini adalah memahami arti subjektif dari perilaku sosial, bukan semata-mata menyelidiki arti objektifnya. Melalui pendekatan ini penulis ingin melihat pengaruh yang dapat ditimbulkan oleh permainan shogi kepada masyarakat Jepang.


(53)

Selain dari dua teori yang telah disebutkan diatas, penulis juga melakukan pendekatan dengan menggunakan teori fungsional. Dalam Lestari (2013: 15), teori fungsional dikatakan sebagai teori yang digunakan untuk menjelaskan fungsi dan struktur pranata sosial dalam kehidupan masyarakat. Melalui teori fungsional dapat membantu menjawab apa penyebab suatu fenomena sosial dapat dipertahankan, diubah atau dibatalkan. Berdasarkan teori ini, penulis ingin mencari tahu apakah permainan shogi dapat membantu membangun kembali komunikasi dan hubungan sosial di Jepang.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejarah shogi dan menjelaskan permainan shogi secara umum.

2. Untuk mengetahui fungsi sosial shogi didalam masyarakat Jepang. 2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah pengetahuan tentang bagaimana sejarah dan penjelasan mengenai permainan shogi.


(54)

2. Menambah pengetahuan tentang fungsi sosial shogi didalam masyarakat Jepang.

3. Bagi para pembaca, penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sumber ide dan tambahan informasi bagi penulis selanjutnya yang merasa tertarik untuk meneliti dan menulis tentang kebudayaan permainan di Jepang, khususnya shogi.

1.6 Metode Penelitian

Metode berasal dari Bahasa Yunani ‘methodos’ yang berarti cara atau jalan yang ditempuh. Istilah metode bermakna jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Penyusunan rencana dan pelaksanaan dari rencana adalah hal yang penting dalam metode.

Menurut Sujoko, Stevanus, dan Yuliawati (2007:7) dalam bukunya menyatakan, “Metode penelitian merupakan bagian dari metodologi yang secara khusus mendeskripsikan tentang cara mengumpulkan data dan menganalisis data.”

Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976 : 30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data yang diperoleh dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada


(55)

Berdasarkan deskripsi diatas, metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk memecahkan suatu masalah dengan dikaji berdasarkan data yang dikumpulkan dengan memberikan gambaran yang lengkap dan cermat mengenai objek yang sedang diteliti.

Metode studi kepustakaan adalah metode yang digunakan dalam pengumpulan referensi data – data yang berhubungan dengan objek penelitian yang diteliti untuk mencapai tujuan pembahasan penelitian dengan menggunakan literatur buku, majalah, jurnal sebagai sumber utama. Data juga dihimpun dari berbagai macam blog dan situs yang berasal dari media online termasuk Google book atau buku online.


(56)

ABSTRAK

Judul dari skripsi ini adalah Fungsi Sosial Permainan Shogi di Jepang Dewasa Ini. Skripsi ini membahas tentang permainan shogi dan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat Jepang. Sekarang ini, umumnya masyarakat Jepang kurang melakukan komunikasi secara langsung. Hal ini muncul karena kemajuan teknologi dan juga kesibukan bekerja orang Jepang. Orang yang kecanduan akan teknologi seperti bermain video game berlebih dapat mendorong munculnya sifat tidak perduli dan kurang bersosialisasi. Kesibukan bekerja juga menjadikan kurangnya waktu interaksi dan merenggangkan hubungan seorang individu baik dalam keluarga ataupun pertemanan. Shogi memiliki unsur baik seperti unsur sosial dan edukasi.Karena pada hakikatnya, permainan tradisional berfungsi untuk membangun komunikasi dengan orang lain dan menguatkan rasa kebersamaan. Karena itu, permainan tradisional seperti shogi sangat diperlukan dalam kehidupan masyarakat. Khususnya masyarakat Jepang.

Shogi adalah jenis variasi permainan catur barat. Dikatakan shogi berasal dari permainan chaturanga yang berasal dari India. Di Jepang, shogi termasuk dalam permainan tradisional. Shogi adalah jenis permainan dimana dibutuhkan interaksi 2 orang pemain atau lebih. Shogi sangat terkenal di Jepang tetapi, permainan ini tidak terlalu dikenal di luar negeri. Ini dikarenakan banyak orang asing tidak dapat membaca bidak shogi yang ditulis menggunakan huruf kanji. Permainan shogi dapat dimainkan oleh semua kalangan dan telah ada sejak lama. Tidak ada penjelasan yang pasti kapan shogi masuk ke Jepang. Namun, kata shogi pertama kali tertulis dalam


(57)

buku teks kirinshou pada tahun 1027. Shogi paling populer pada masa feodal Jepang yaitu ketika zaman Edo. Dahulu shogi digunakan para Shogun untuk melatih kemampuan berpikir dan mengatur strategi perang.

Ada banyak variasi dari permainan shogi, misalnya sho shogi, chuu shogi, dai shogi. Shogi memiliki ciri khas tersendiri yang membedakannya dengan permainan catur lain. Pertama, terdapat dimana bidak shogi yang telah tertangkap dapat dimainkan kembali oleh lawan. Sistem ini dinamakan drop rule. Kemudian terdapat sistem promosi. Bidak shogi yang melewati zona khusus akan mengalami promosi.

Hingga kini permainan shogi masih dijaga keberlangsungannya dan kembali mulai populer di Jepang. Bukti dari kepopuleran shogi di Jepang dapat dilihat dari banyaknya dibuka tempat bertemakan permainan shogi seperti kafe shogi, seminar shogi, dan les untuk belajar bermain shogi. Kalangan muda di Jepang kini semakin meminati permainan shogi. Dikarenakan mereka dapat membangun persahabatan dengan teman di sekolah melalui permainan shogi. Baik sekedar bermain di kelas ataupun saat berkumpul dengan teman – teman di klub ekstrakurikuler.

Shogi juga dapat membantu membangun hubungan antara orang tua dan anak. Para anak dapat meminta untuk diajari bermain shogi atau sekedar bertanding sambil berbincang ringan dengan ayah mereka. Para pekerja kantoran di Jepang sering mengunjungi kafe shogi setelah selesai bekerja. Di kafe shogi mereka melepas stress sambil mencoba berkenalan dengan teman baru. Para lansia di Jepang juga menyukai permainan shogi. Mereka pergi ke taman, berkumpul dan menghabiskan waktu untuk


(58)

bermain permainan shogi bersama. Kini shogi dijadikan sebagai mata pelajaran di sekolah – sekolah Jepang. Para siswa dapat melatih kemampuan berpikir secara logis agar dapat menyelesaikan soal pelajaran seperti matematika dengan lebih baik.


(59)

FUNGSI SOSIAL PERMAINAN SHOGI DI JEPANG DEWASA INI

GENDAI NO NIHON NI SHOGI NO SHAKAI TEKI NO KINOU

SKRIPSI

Skripsi ini ditujukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang ilmu Sastra Jepang

Oleh :

AGNES TIARA NATASHA S

110708052

DEPARTEMEN FAKULTAS SASTRA JEPANG

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(60)

FUNGSI SOSIAL PERMAINAN SHOGI DI JEPANG DEWASA INI GENDAI NO NIHON NI SHOGI NO SHAKAI TEKI NO KINOU

SKRIPSI

Skripsi ini ditujukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana dalam

bidang ilmu Sastra Jepang Oleh :

AGNES TIARA NATASHA S 110708052

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Hamzon Situmorang, M.S. Ph.d

NIP. 19580704 198412 1 001 NIP. 19600403 199103 1 001 Dr. Amin Sihombing

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016


(61)

Disetujui Oleh : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, Januari 2016 Departemen Sastra Jepang Ketua,

NIP: 19600919 198803 1 001 Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum


(62)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerah- anugerahNyalah penyusunan skripsi berjudul “Fungsi Sosial Permainan Shogi di Jepang Dewasa Ini ” dapat terselesaikan tepat waktu. Penulisan skripsi ini juga ditulis untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan Departemen Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama pembuatan skripsi ini, dari awal hingga akhir. Adapun ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, MS ,.Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing II, yang memberikan masukan dan perbaikan kepada penulis.

5. Seluruh staff pengajar Departemen Sastra Jepang, yang telah banyak memberikan penulis masukan dan ilmu. Mulai dari tahun pertama hingga akhirnya dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga semua ilmu yang diberikan bermanfaat bagi semua orang.


(63)

6. Teristimewa penulis sampaikan terima kasih kepada mami, R. Purba yang selalu memberikan dukungan serta doa kepada penulis baik sepanjang masa perkuliahan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Tuhan Yesus senantiasa memberikan kebahagiaan, kesehatan dan umur yang panjang sehingga penulis dapat membalas semua kebaikan yang beliau berikan.

7. Terima kasih juga disampaikan kepada Abang – abang dan kakak – kakak penulis. Tidak lupa juga abang dan kakak ipar yang selalu memberikan nasihat, semangat dan dukungan kepada penulis. Perkuliahan dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dikarenakan seluruh dukungan penuh dan perhatian yang diberikan kepada penulis.

8. Terima kasih untuk keponakan – keponakan penulis, Eflyn, Patricia, Celine, Yola, Syalom, Irene, Mika, Timmy yang menjadi semangat tersendiri bagi penulis. Terutama ditujukan kepada Dimitri yang selalu menemani penulis semasa pengerjaan skripsi ini.

9. Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

10. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Joko Santoso, Amd sebagai administrasi jurusan Sastra Jepang 2011 yang selalu membantu mengurus keperluan berkas- berkas penulis.

11. Teman – teman Sastra Jepang stambuk 2011, yang senantiasa menjadi tempat bagi penulis untuk berbagi pikiran, Ghea, Agnes Natalia, Sifta, Tria, Grace, Stevie, Agung, Farah, Ovi, Rasyid dan seluruh angkatan 2011.


(64)

Penulis bersyukur mendapatkan teman seperti kalian semua. Berkat saran, dukungan dan kebaikan kalian maka skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan.

12. Terima kasih khusus penulis sampaikan kepada teman penulis Cindy Melosa, yang selalu memberikan dukungan, saran dan semangat kepada penulis. Juga senantiasa menjadi teman curhat penulis selama penulisan skripsi hingga dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis berterima kasih atas anime dan komik yang diberikan kepada penulis, dan menjadi hiburan bagi penulis ketika mengalami stress.

13. Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tanpa penulis sadari sangat banyak orang – orang yang ikut berperan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Hanya Tuhan yang dapat membalas kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi maupun uraiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca serta peneliti yang ingin meneliti permainan Shogi lebih lanjut, khususnya mahasiswa/mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.


(65)

Medan, Januari 2016 Penulis,

Agnes Tiara Natasha S


(66)

DAFTAR ISI

Hlm

KATA PENGANTAR………...i

DAFTAR ISI………...…..v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….………..……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan……….. 5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka teori………. 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 8

1.6 Metode Penelitian………... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP SHOGI 2.1 Pengertian Shogi……….…...……… 11

2.2 Sejarah Permainan Shogi………...………..……….. 12

2.3 Alat Permainan Shogi…...……… 16

2.3.1 Papan Shogi………..………. 16

2.3.2 Bidak Shogi………..….……… 18


(67)

2.5 Peraturan Shogi………...……….………. 23 2.6 Variasi Shogi……….…………...………... 23 2.7 Eksistensi Permainan Shogi………..…………..………...……….... 30 BAB III FUNGSI SOSIAL SHOGI DALAM MASYARAKAT JEPANG

3.1 Lingkungan Sekolah………..… 34 3.2 Lingkungan Kerja………...…………...…….……… 38 3.3 Lingkungan Tempat tinggal………...…………..…… 40 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan………...……….. 43 4.2 Saran……… ………...….…………..………. 46 DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK LAMPIRAN


(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas anugerah- anugerahNyalah penyusunan skripsi berjudul “Fungsi Sosial Permainan Shogi di Jepang Dewasa Ini ” dapat terselesaikan tepat waktu. Penulisan skripsi ini juga ditulis untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar kesarjanaan Departemen Sastra Jepang, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan selama pembuatan skripsi ini, dari awal hingga akhir. Adapun ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Eman Kusdiyana, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Jepang, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang, MS ,.Ph.D, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

4. Bapak Drs. Amin Sihombing, selaku Dosen Pembimbing II, yang memberikan masukan dan perbaikan kepada penulis.

5. Seluruh staff pengajar Departemen Sastra Jepang, yang telah banyak memberikan penulis masukan dan ilmu. Mulai dari tahun pertama hingga akhirnya dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik. Semoga semua ilmu yang diberikan bermanfaat bagi semua orang.


(2)

6. Teristimewa penulis sampaikan terima kasih kepada mami, R. Purba yang selalu memberikan dukungan serta doa kepada penulis baik sepanjang masa perkuliahan hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga Tuhan Yesus senantiasa memberikan kebahagiaan, kesehatan dan umur yang panjang sehingga penulis dapat membalas semua kebaikan yang beliau berikan.

7. Terima kasih juga disampaikan kepada Abang – abang dan kakak – kakak penulis. Tidak lupa juga abang dan kakak ipar yang selalu memberikan nasihat, semangat dan dukungan kepada penulis. Perkuliahan dan penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dikarenakan seluruh dukungan penuh dan perhatian yang diberikan kepada penulis.

8. Terima kasih untuk keponakan – keponakan penulis, Eflyn, Patricia, Celine, Yola, Syalom, Irene, Mika, Timmy yang menjadi semangat tersendiri bagi penulis. Terutama ditujukan kepada Dimitri yang selalu menemani penulis semasa pengerjaan skripsi ini.

9. Dosen Penguji Ujian Seminar Proposal dan Penguji Ujian Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skripsi ini.

10.Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Joko Santoso, Amd sebagai administrasi jurusan Sastra Jepang 2011 yang selalu membantu mengurus keperluan berkas- berkas penulis.

11.Teman – teman Sastra Jepang stambuk 2011, yang senantiasa menjadi tempat bagi penulis untuk berbagi pikiran, Ghea, Agnes Natalia, Sifta, Tria, Grace, Stevie, Agung, Farah, Ovi, Rasyid dan seluruh angkatan 2011.


(3)

Penulis bersyukur mendapatkan teman seperti kalian semua. Berkat saran, dukungan dan kebaikan kalian maka skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan.

12.Terima kasih khusus penulis sampaikan kepada teman penulis Cindy Melosa, yang selalu memberikan dukungan, saran dan semangat kepada penulis. Juga senantiasa menjadi teman curhat penulis selama penulisan skripsi hingga dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa penulis berterima kasih atas anime dan komik yang diberikan kepada penulis, dan menjadi hiburan bagi penulis ketika mengalami stress.

13.Serta kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu, yang telah memberikan bantuan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tanpa penulis sadari sangat banyak orang – orang yang ikut berperan membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Hanya Tuhan yang dapat membalas kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari isi maupun uraiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, semoga skripsi ini nantinya dapat berguna dan bermanfaat bagi penulis, pembaca serta peneliti yang ingin meneliti permainan Shogi lebih lanjut, khususnya mahasiswa/mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.


(4)

Medan, Januari 2016

Penulis,

Agnes Tiara Natasha S


(5)

DAFTAR ISI

Hlm

KATA PENGANTAR………...i

DAFTAR ISI………...…..v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….………..……….. 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 4

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan……….. 5

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka teori………. 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 8

1.6 Metode Penelitian………... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP SHOGI 2.1 Pengertian Shogi……….…...……… 11

2.2 Sejarah Permainan Shogi………...………..……….. 12

2.3 Alat Permainan Shogi…...……… 16

2.3.1 Papan Shogi………..………. 16

2.3.2 Bidak Shogi………..….……… 18


(6)

2.5 Peraturan Shogi………...……….………. 23

2.6 Variasi Shogi……….…………...………... 23

2.7 Eksistensi Permainan Shogi………..…………..………...……….... 30

BAB III FUNGSI SOSIAL SHOGI DALAM MASYARAKAT JEPANG 3.1 Lingkungan Sekolah………..… 34

3.2 Lingkungan Kerja………...…………...…….……… 38

3.3 Lingkungan Tempat tinggal………...…………..…… 40

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan………...……….. 43

4.2 Saran……… ………...….…………..………. 46

DAFTAR PUSTAKA ABSTRAK