Analisa Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Dibawah Tangan Terhadap Hal-Hal Yang Tidak Diperjanjikan Secara Tegas

(1)

TESIS

Oleh

LYDIA LIM

107011129/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

LYDIA LIM

107011129/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nama Mahasiswa : LYDIA LIM

Nomor Pokok : 107011129

Program Studi : MAGISTER KENOTARIATAN

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Hasyim Purba, SH, MHum


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : LYDIA LIM

Nim : 107011129

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISA YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG DIBAWAH TANGAN TERHADAP HAL-HAL YANG TIDAK DIPERJANJIKAN SECARA TEGAS

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :LYDIA LIM


(6)

pihak perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negoisasi diantara pihak. Melalui negoisasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan. Namun dalam kenyataannya kepentingan penyewa tetap saja terabaikan. Mengenai Permasalahan perjanjian-perjanjian yang dibuat dibawah tangan namun tidak diperjanjikan secara tegas. Dalam keadaan demikian pihak pemilik gedung menggunakan kedudukan untuk membebankan kewajiban yang berat kepada Penyewa, sedangkan ia sedapat mungkin membatasi mengesampingkan tanggung jawabnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan bagaimana pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, bagaimana kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, bagaimana penyelesaian hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara pihak penyewa dengan yang menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa menyewa.

Untuk menjawab permasalahan dilakukan penelitian yang bersifat dekriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa didalam perjanjian sewa menyewa merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan. Didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya selaku penyewa dengan pemilik gedung sekolah selaku pihak yang menyewakan menggunakan akta perjanjian dibwah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris. Jadi pelaksanaannya, setelah para pihak sepakat tentang isi dan persyaratan yang tercantum didalam perjanjian tersebut, kemudian aktanya ditandatangani dihadapan Notaris selaku Pejabat umum.

Disarankan dalam membuat akta perjanjian sewa menyewa gedung sebaiknya menggunakan akta otentik (notariil) untuk menjamin kepastian hukum bila bersengketa sampai di Pengadilan, pertimbangan lain karena pihak penyewa adalah badan Hukum Yayasan. Sebaiknya juga menambahkan klausula tentang adanya asuransi gedung dan mengenai kewenangan menyewakan kembali fasilitas yang ada, dituangkan dengan jelas untuk menghindari permasalahan dikemudianhari.


(7)

concerned. Basically, a contract begins with the differences of interest among the parties; the formula of the contractual relationship begins with the process of negotiation among the parties concerned. They attempt to create the form of a contract to meet what they want through negotiation. But, in reality, the tenant’s right is usually ignored. The problem is that the contract is made underhandedly; in consequence, the owner of the building uses his position to place a burden on the tenant, while he sets his responsibility aside. The problems in the study were as follows: how to regulate and to implement the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya and the owner of the school building, how the position of the parties concerned was, viewed from the right and obligation stipulated in the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya and the owner of the school building, and how the legal solution on the difference in perception between the tenant and the owner of the building on the clauses of the rental contract was.

In order to answer the problems above, it is necessary to perform a research descriptively with judicial normative approach. The data comprised the primary and secondary data. The primary data were gathered by performing interviews, and the secondary data were obtained from the library research. All of them were analyzed qualitatively.

The result of the research showed that the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya as the tenant and the owner of the school building as the person who rented the building was made underhandedly and legalized by a Notary. The implementation was as follows : after the parties concerned agreed about the content and the requirements in the contract, the deed was signed before a Notary as the public official. In this case, the positions of the tenant and the owner of the building were balanced, viewed from their right and obligation. The dispute between the Tenant (Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya) and the Owner of the building were solved by performing reconciliation peacefully without going to the Court.


(8)

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis bisa menyelesaikan Tesis yang berjudul “ANALISA YURIDIS PERJANJIAN SEWA MENYEWA GEDUNG DIBAWAH TANGAN TERHADAP HAL-HAL YANG TIDAK DIPERJANJIKAN SECARA TEGAS” sebagai salah syarat untuk memperoleh Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam Penulisan Tesis ini Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan Penulis. Namun, sebagai manusia biasa, Penulis tidak luput dari kesalahan dan kekurangan.

Tesis ini dapat diselesaikan atas dukungan dan bantuan dari berbagai pihak terutama arahan dan bimbingan dari para dosen pembimbing dan penguji. Oleh karena itu pada kesempatan ini disampaikan penghargaan dan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, MHum, Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, selaku dosen-dosen pembimbing, Bapak Dr. Dedi Harianto, SH, MHum dan Bapak Dr. Hasyim Purba, SH, MHum selaku dosen-dosen penguji yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan mulai dari Proposal Penelitian sampai selesainya Penulisan Tesis ini. Selanjutnya terimakasih diucapkan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.


(9)

diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara beserta seluruh staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat diselesaikan studi Program Magister Kenotariatan ( M.Kn) ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Para Pegawai/Karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

6. Bapak Sukiwi Tjong, SE selaku Ketua Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya Binjai, Ibu Juliana, S.Pd selaku Kepala Sekolah Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya Binjai, Bapak Sartono Wijaya selaku Pihak Penyewa Gedung serta seluruh staf dan karyawan Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya Binjai.

7. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang tidak dapat disebut satu persatu dalam kebersamaannya mulai masa studi sampai pada penulisan dan penyelesaian Tesis ini.


(10)

Selanjutnya kepada suami tercinta Sukiwi Tjong, SE dan anak-anak tersayang Suci Lincia dan Elia Natalincia atas doa dan dukungan kalian mulai dari masa studi sampai penyelesaian Tesis ini yang telah banyak menyita waktu, terimakasih untuk kalian semua yang tetap memberikan dukungan dan semangat.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas dukungan kepada Penulis dalam penyelesaian Tesis ini. Demikian semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi Penulis dan Para Pembaca pada umumnya. Amin.

Medan, Agustus 2012 Penulis


(11)

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Lydia Lim

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 25 Februari 1974

Agama : Kristen Protestan

Anak ke : 1 dari 6 bersaudara

Alamat : Komp.Tasbih Blok.G No.2 Medan Tanjung Sari

II. PEKERJAAN

Kepala Sekolah TK Yayasan Perguruan Kristen Andreas Sunggal.

III. IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Susanto

Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Ibu : Ana

Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl. Binjai Km.13,5

IV. RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1978-1984 : SD Tri Dharma Sunggal, Tamat dan Berijazah. Tahun 1984-1987 : SMP Ahmad Yani Binjai, Tamat dan Berijazah. Tahun 1987-1990 : SMA Methodist Binjai, Tamat dan Berijazah. Tahun 2004-2008 : S1 Darma Agung Fakultas Hukum.

Tahun 2010 s/d 2012 : Program Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum USU.


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI... vii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi... 22

G. Metode Penelitian ... 23

1. Sifat dan Jenis Penelitian ... 23

2. Spesifikasi dan Metode Penelitian ... 24

3. Teknik Pengumpulan Data ... 25

4. Alat Pengumpulan Data ... 25

5. Analisis Data ... 26

BAB II PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA ANTARA YAYASAN PENDIDIKAN PANCA MITRA KARYA DENGAN PEMILIK GEDUNG SEKOLAH... 28

A. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa ... 28


(13)

B. Kedudukan Yayasan Sebagai Badan Hukum Menurut

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan ... 54

BAB III KEDUDUKAN PARA PIHAK DILIHAT DARI HAK DAN KEWAJIBAN DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA .. 64

A. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa ... 64

B. Hubungan Hukum Antara Pemilik Dengan Pihak Penyewa... 66

C. Klausula-Klausula yang Diatur Didalam Akta Perjanjian Sewa Menyewa, Hak dan Kewajiban Para Pihak ... 67

1. Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Pemilik Gedung ... 77

2. Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Penyewa ... 80

D. Berakhirnya Perjanjian Sewa Menyewa... 84

BAB IV PENYELESAIAN HUKUM MASALAH PERBEDAAN PERSEPSI ANTARA PIHAK PENYEWA DENGAN YANG MENYEWAKAN TERHADAP KLAUSULA PERJANJIAN SEWA MENYEWA ... 91

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan ... 91

B. Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 105


(14)

pihak perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negoisasi diantara pihak. Melalui negoisasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan. Namun dalam kenyataannya kepentingan penyewa tetap saja terabaikan. Mengenai Permasalahan perjanjian-perjanjian yang dibuat dibawah tangan namun tidak diperjanjikan secara tegas. Dalam keadaan demikian pihak pemilik gedung menggunakan kedudukan untuk membebankan kewajiban yang berat kepada Penyewa, sedangkan ia sedapat mungkin membatasi mengesampingkan tanggung jawabnya. Sehubungan dengan hal tersebut maka timbul permasalahan bagaimana pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, bagaimana kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah, bagaimana penyelesaian hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara pihak penyewa dengan yang menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa menyewa.

Untuk menjawab permasalahan dilakukan penelitian yang bersifat dekriptif dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif. Sumber data yang diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa didalam perjanjian sewa menyewa merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tetapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan. Didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya selaku penyewa dengan pemilik gedung sekolah selaku pihak yang menyewakan menggunakan akta perjanjian dibwah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris. Jadi pelaksanaannya, setelah para pihak sepakat tentang isi dan persyaratan yang tercantum didalam perjanjian tersebut, kemudian aktanya ditandatangani dihadapan Notaris selaku Pejabat umum.

Disarankan dalam membuat akta perjanjian sewa menyewa gedung sebaiknya menggunakan akta otentik (notariil) untuk menjamin kepastian hukum bila bersengketa sampai di Pengadilan, pertimbangan lain karena pihak penyewa adalah badan Hukum Yayasan. Sebaiknya juga menambahkan klausula tentang adanya asuransi gedung dan mengenai kewenangan menyewakan kembali fasilitas yang ada, dituangkan dengan jelas untuk menghindari permasalahan dikemudianhari.


(15)

concerned. Basically, a contract begins with the differences of interest among the parties; the formula of the contractual relationship begins with the process of negotiation among the parties concerned. They attempt to create the form of a contract to meet what they want through negotiation. But, in reality, the tenant’s right is usually ignored. The problem is that the contract is made underhandedly; in consequence, the owner of the building uses his position to place a burden on the tenant, while he sets his responsibility aside. The problems in the study were as follows: how to regulate and to implement the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya and the owner of the school building, how the position of the parties concerned was, viewed from the right and obligation stipulated in the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya and the owner of the school building, and how the legal solution on the difference in perception between the tenant and the owner of the building on the clauses of the rental contract was.

In order to answer the problems above, it is necessary to perform a research descriptively with judicial normative approach. The data comprised the primary and secondary data. The primary data were gathered by performing interviews, and the secondary data were obtained from the library research. All of them were analyzed qualitatively.

The result of the research showed that the rental contract between Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya as the tenant and the owner of the school building as the person who rented the building was made underhandedly and legalized by a Notary. The implementation was as follows : after the parties concerned agreed about the content and the requirements in the contract, the deed was signed before a Notary as the public official. In this case, the positions of the tenant and the owner of the building were balanced, viewed from their right and obligation. The dispute between the Tenant (Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya) and the Owner of the building were solved by performing reconciliation peacefully without going to the Court.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Untuk mencapai kebutuhan hidup, manusia memerlukan hubungan kerjasama antara satu dengan yang lainnya, baik hubungan atas suatu kebendaan maupun hubungan yang lain. Hal ini merupakan suatu peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum antara orang-orang yang saling membutuhkan, sehingga timbul perjanjian. Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.1

Perikatan adalah isi dari perjanjian, yang memiliki sifat terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak dengan beberapa syarat yang disetujui oleh kedua belah pihak yaitu dengan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang, hal ini mengandung makna Buku III KUHP Perdata dapat diikuti oleh para pihak atau dapat juga para pihak menentukan lain/menyimpanginya dengan beberapa syarat namun hanya yang bersifat pelengkap saja yang dapat disimpanginya, karena didalam ketentuan umum ada yang bersifat pelengkap dan pemaksa (yang bersifat pemaksa, misalnya Pasal 1320 KUHP Perdata).2

1

Subekti,Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Intermasa, 2005 ), hlm.1

2Handri Raharjo,Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta : Pustaka Yustisia, , 2009), hlm.39.


(17)

Tujuan dari segala perjanjian ialah untuk dipenuhi oleh yang berjanji. Kalau semua orang melaksanakan ajaran yang diketemukan dalam tiap-tiap agama, bahwa janji harus dipenuhi, maka agaknya tidak perlu ada Hukum Perjanjian. Segala hukum mengatur tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat supaya ada tata tertib didalamnya dan supaya akhirnya masyarakat pada umumnya menemukan keadaan selamat dan bahagia. Keadaan selamat dan bahagia ini dengan sendirinya akan ada, apabila semua janji dalam masyarakat dipenuhi oleh para anggotanya. Maka disinilah letak keperluan adanya suatu Hukum Perjanjian, yang sebagian besar mengandung peraturan untuk peristiwa-peristiwa dalam mana orang-orang tidak memenuhi janji.3

Suatu perjanjian adalah semata-mata untuk suatu persetujuan yang diakui oleh hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan yang pokok di dalam dunia usaha dan pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha dan termasuk juga menyangkut tenaga kerja.4

Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk memberi prestasi.5 Dari pengertian singkat tersebut dijumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain: hubungan hukum (rechsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang (persoon)

3Wirjono Prodjodikoro,Azas-Azas Hukum Perjanjian,(Bandung : Mandar Maju, 2011), hlm.49.

4

Abdul Kadir Muhammad,Hukum Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Abadi, 1992), hlm. 93.


(18)

atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.

Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang

membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan dan ditulis.6

Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : “Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.” Ada persetujuan-persetujuan dimana untuk setiap salah satu pihak menimbulkan suatu kewajiban yang berkelanjutan, misalnya : sewa menyewa.7

Sewa menyewa adalah merupakan perjanjian timbal balik yang bagi masing-masing pihak menimbulkan perikatan terhadap yang lain. Perjanjian timbal balik seringkali juga disebut perjanjian bilateral atau perjanjian dua pihak. Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban-kewajiban kepada kedua belah pihak, dan hak serta kewajiban itu mempunyai hubungan satu dengan lainnya.

Yang dimaksud dengan mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain adalah bahwa bilamana dalam perikatan yang muncul dari perjanjian tersebut, yang satu mempunyai hak, maka pihak yang lain disana berkedudukan sebagai pihak yang memikul kewajiban.8Sehingga dalam hal ini muncul suatu tanggungjawab dari masing-masing pihak sehubungan dengan adanya hak dan kewajiban tersebut.

6Subekti,Op Cit, hlm. 1. 7

R. Setiawan,Pokok-Pokok Hukum Perikatan,(Bandung : Binacipta, 1987), hlm. 64. 8J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1995), hlm. 43.


(19)

Kedudukan pihak penyewa dan yang menyewakan diperkuat dengan adanya dasar hukum yang terdapat di dalam Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang-Undang-Undang Hukum Perdata, yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah :

“Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”.9

Hubungan yang terlihat didalam perjanjian sewa menyewa, yang menyewakan memberi hak pemakaian saja kepada penyewa dan bukan hak milik. Perjanjian sewa menyewa tidak memberikan suatu hak kebendaan, tetapi hanya memberi suatu hak perseorangan, terhadap yang menyewakan ada hak “persoonlijk” terhadap pemilik, akan tetapi hak orang yang menyewakan ini mengenai suatu benda, yaitu suatu barang yang disewakan.10

Dari penjelasan maka ada satu Bentuk Perjanjin Sewa - Menyewa yang

dibuat secara bawah tangan yakni :

9Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta : Intermasa, 2002), hlm. 123.


(20)

SURAT PERJANJIAN SEWA MENYEWA

Kami yang bertanda tangan dibawah ini : ... I. TUAN SARTONO WIJAYA, lahir di Binjai, pada 03 (tiga) Pebruari 1960

(seribu sembilan ratus enam puluh), Warga Negara Indonesia, Wiraswasta, bertempat tinggal di Binjai, Jalan Muhammad Husni Thamrim No.41, Kelurahan Pekan Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Pemegang Nomor Induk Kependudukan (NIK) 1275020302600001;...

-Untuk selanjutnya disebut : ... ... Pihak Pertama Yang Menyewakan ... II. TUAN SUKIWI TJONG, lahir di Stabat, pada tanggal 18 (delapan belas) April 1966 (seribu sembilan ratus enam puluh enam), Warga Negara Indonesia, wiraswasta, bertempat tinggal di Kabupaten Langkat, Jalan Wonosari Perdamaian, Kelurahan Perdamaian, Kecamatan Stabat, Pemegang Nomor Induk Kependudukan(NIK) 02.0204.180466.0001, untuk sementara berada di Binjai; ...

-dalam hal ini bertindak dalam kedudukan/jabatan, sebagai Ketua, dari dan dengan demikian, bertindak untuk dan atas nama serta guna menanggung kepentingan “ YAYASAN PANCA KARYA MITRA “, berkedudukan di Binjai, yang didirikan berdasarkan akte, tertanggal 22 (dua puluh dua) Agustus 2008 (dua ribu delapan) nomor 146, dibuat dihadapan ZONARITA, Sarjana Hukum, Notaris di Binjai, yang untuk tindakan hukum ini berhak berdasarkan ketentuan termaktub dalam Pasal 13 anggaran dasar Yayasan tersebut; ...

-untuk selanjutnya disebut : ... ... Pihak Kedua Penyewa ...

-Kedua belah pihak bersama-sama menerangkan dengan ini terlebih dahulu :

-Pihak Pertama, menerangkan dengan ini telah menyewakan kepada

“ YAYASAN PANCA MITRA KARYA “ berkedudukan di Binjai, selanjutnya dibawah ini disebut pihak kedua, yang menerangkan telah menerima persewaan dari pihak pertama, yaitu atas : ...

-Satu unit bangunan sekolah, lengkap dengan barang-barang inventaris, yang terdiri dari bangku-bangku sekolah, meja guru dan papan tulis yang terdapat di masing-masing kelas dari sekolah tersebut, demikian berikut saluran-saluran air dan listrik, serta hak-hak atas langganannya, terletak didalam Provinsi Sumatera Utara, Kota Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Kelurahan Kartini ...

Perjanjian sewa-menyewa gedung antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung telah memauat Asas Konsensualisme, asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang menyebutkan secara tegas.


(21)

“Persetujuan yang dibuat secara sah “ dan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata erat hubungannya dengan ketentuan Pasal 1320 KHUPerdata tentang syarat sahnya perjanjian yang pertama yaitu sepakat dari para pihak yang mengikatkan diri, perjanjian ini terbentuk dan terjadi dengan tercapainya kata sepakat dari antara dua pihak.

Dalam perjanjian sewa menyewa selalu terdapat 2 (dua) belah pihak yang selalu mengikatkan diri untuk berprestasi satu sama lain. Pihak inilah yang menjadi subjek sewa menyewa. Subjek sewa menyewa merupakan subjek hukum dimana subjek hukum ini ada 2 (dua) yaitu : orang pribadi dan badan hukum.

Subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Menurut R. Suroso subjek hukum adalah :11

“Sesuatu yang menurut hukum berhak/berwenang untuk melakukan perbuatan hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap bertindak dalam hukum, sesuatu pendukung hak (rechtsbevoedgheid) dan merupakan sesuatu yang menurut hukum mempunyai hak dan kewajiban”.

Hak dan kewajiban dapat timbul dari adanya suatu perjanjian yang dibuat para pihak ataupun yang telah ditentukan oleh undang-undang. Suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak akan menimbulkan suatu perikatan yang mana perikatan merupakan isi dari suatu perjanjian, jadi perikatan yang telah dilaksanakan para pihak dalam suatu perjanjian memberikan tuntutan pemenuhan hak dan kewajiban terhadap pelaksanaan isi dari perjanjian khususnya perjanjian sewa menyewa ini.

11


(22)

Jadi, dalam peranjian sewa menyewa ini, kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang lain ini adalah membayar harga sewa. Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai dan dinikmati kegunaannya.12

Sering kali dalam perjanjian sewa-menyewa terjadi permasalahan jika salah satu pihak wanprestasi, adanya ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban masing-masing pihak, adanya masalah yang timbul karena adanya hal-hal yang tidak diperjanjikan secara tegas dalam klausula perjanjian dan lain-lain. Menyangkut permasalahan-permasalahan yang bisa terjadi maka perlu adanya pengaturan yang lebih jelas dan terperinci antara kedua belah pihak yang sepakat untuk mengadakan perikatan. Perjanjian dalam kitab undang-undang Hukum Perdata telah diatur dalam Buku III tentang perikatan Bab Kedua, bagian kesatu sampai dengan keempat. Dan tentang sewa-menyewa dalam Buku III Bab Tujuh bagian kesatu sampai dengan keempat.

Begitu juga halnya yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa antara

Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah,

yang dimiliki oleh orang (personal), dimana pada saat dilakukan para penelitian dan mewawancarai pihak pengurus yayasan maupun pihak pemilik gedung, mereka menyatakan isi dari perjanjian tergantung dari kesepakatan kedua belah pihak. Namun demikian terkait dengan perjanjian ini, ada diatur didalamnya hak dan


(23)

kewajiban masing-masing pihak yaitu mengenai jangka waktu pembayaran, tenggang waktu sewa dan lain-lain, tetapi walaupun sudah diatur secara terperinci tidak tertutup kemungkinan dalam perjanjian sewa-menyewa ini akan timbul potensi permasalahan diantara para pihak, misalnya terkait dengan kewenangan pihak penyewa untuk menyewakan beberapa fasilitas yang ada kepada pihak ketiga.

Kemudian tenggang waktu pembayaran dan besarnya yang harus dibayar, salah satunya yang pernah muncul masalah yang terjadi terkait dengan uang sewa mengalami keterlambatan pembayaran yang dilakukan oleh pihak penyewa, sehingga dalam hal ini pihak yang menyewakan merasa dirugikan oleh pihak penyewa. Untuk menghindari hal-hal yang merugikan baik pihak penyewa maupun yang menyewakan maka perlu diatur lebih jelas hak dan kewajiban dari masing-masing pihak di dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut, dan sanksi-sanksi yang harus dilakukan bila salah satu pihak melanggar atau tidak menepati perjanjian tersebut.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul “Analisa Yuridis Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Dibawah Tangan Terhadap Hal-Hal yang Tidak Diperjanjikan secara Tegas ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka ada beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara


(24)

2. Bagaimanakah kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan Pemilik Gedung Sekolah ?

3. Bagaimana penyelesaian Hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara pihak penyewa dengan yang menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa menyewa ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah.

2. Untuk mengetahui kedudukan para pihak dilihat dari hak dan kewajiban yang diatur didalam perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah.

3. Untuk mengetahui penyelesaian hukum terhadap masalah perbedaan persepsi antara pihak penyewa dengan menyewakan terhadap klausula perjanjian sewa menyewa ?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu :


(25)

Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberi manfaat dalam bidang ilmu pengetahuan hukum khususnya bidang keperdataan terutama yang berhubungan dengan perjanjian.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi para pihak yaitu yang menyewakan dan penyewa yang melakukan perjanjian sewa menyewa dan juga bagi masyarakat yang akan melakukan perjanjian sewa menyewa.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada, maupun sedang dilakukan, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, pembahasan mengenai analisa yuridis perjanjian sewa menyewa gedung dibawah tangan terhadap hal-hal yang tidak diperjanjikan secara tegas (Studi kasus di Yayasan Panca Mitra Karya), belum pernah dilakukan.

Pernah ada penelitian sebelumnya terkait dengan Perjanjian sewa-menyewa rumah yang dilakukan oleh :

1. Mahmud Khaiyath, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2003, dengan judul “Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah secara Sepihak Menurut Hukum Perjanjian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kelas I-A Medan), dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu : Faktor- faktor apa sajakah yang menimbulkan pembatalan perjanjian sewa menyewa rumah secara pihak,


(26)

bagaimanakah pembatalan perjanjian sewa menyewa rumah secara sepihak sebelum jangka waktu sewa berakhir dan bagaimanakah akibat hukum terhadap pihak yang melakukan wanprestasi.

2. Rika Fitri, Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan,

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2008, dengan judul “Analisa Yuridis Terhadap Akta Sewa Menyewa Rumah yang Dibuat Dihadapan Notaris (Studi Kantor Notaris Kota Medan)”, dengan beberapa permasalahan yang diteliti yaitu : bagaimanakah pengaturan klausul akta sewa menyewa yang dibuat di hadapan notaris, bagaimana pengaturan mengenai pengosongan dalam akta sewa menyewa rumah, dan perlindungan apakah yang diberikan dalam perjanjian sewa menyewa terhadap penyewa dan yang menyewakan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

“Perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”.13 Teori berfungsi untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gajala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenaran.14

13

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 6 14J.J.J. M.Wuisman,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas,Penyunting : M. Hisyam, (Jakarta : Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia, 1996), hlm. 203.


(27)

Menurut Soerjono Soekanto, teori15 adalah “suatu sistim yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan pada aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu”.

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan penulis dibidang hukum.16 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.17 Kata lain dari kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.18

Sehubungan dengan itu dalam meneliti tentang analisa yuridis perjanjian sewa menyewa gedung dibawah tangan terhadap hal-hal yang tidak diperjanjikan secara tegas, teori hukum yang digunakan sebagai pisau analisis adalah teori perjanjian tentang kebebasan berkontrak.

Pendekatan berdasarkan hukum terhadap asas kebebasan berkontrak sebagai suatu kebebasan manusia yang fundamental juga dikemukakan oleh Thomas Hobbes.

“Kontrak menurut Hobbes adalah metode dimana hak-hak fundamental dari manusia

15Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta : UI Press, 2008), hlm.6. 16

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hlm. 27. 17Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hlm. 23. 18M. Solly Lubis,Op.Cit., hlm. 23.


(28)

dapat dialihkan, sebagaimana halnya dengan hukum alam yang menekankan tentang perlunya ada kebebasan bagi manusia, maka hal itu berlaku juga berkaitan dengan kontrak-kontrak”.19

Thomas Hobbes berpendapat bahwa alam telah membuat manusia sama, yaitu sama dalam panca indranya dan sama dalam pikirannya, sekali pun dapat dijumpai bahwa kadang-kadang ada manusia yang lebih kuat raganya dari manusia yang lain. Dari kesamaan ini timbul kesamaan harapan untuk memperoleh tujuan-tujuan akhirnya. “Apabila ada dua manusia yang menginginkan hal yang sama, yang untuk hal tersebut tidak mungkin dapat dinikmati bersama oleh mereka, maka mereka akan saling bermusuhan. Untuk mencapai apa yang diinginkan oleh mereka itu, mereka akan berusaha untuk menghancurkan atau menaklukkan yang lain”.20

Setelah memahami pemikiran Thomas Hobbes tersebut, maka apabila perkembangan dari berfungsinya asas kebebasan berkontrak dalam pembuatan-pembuatan kontrak ternyata telah menimbulkan penindasan oleh pihak yang satu terhadap pihak yang lain, sebagaimana hal yang demikian itu, menurut teori Thomas Hobbes pasti akan terjadi apabila manusia dibiarkan bebas tanpa kendali oleh suatu yang berkuasa dan berwenang, “maka seandainya Thomas Hobbes masih hidup dan sempat menyaksikan akses dari bekerjanya asas kebebasan berkontrak yang demikian

19

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 20.


(29)

itu, Ia akan menganjurkan agar negara campur tangan”. Ia akan mengemukakan pendapat bahwa karena manusia mempunyai ketakutan akan mati, berkeinginan untuk memperoleh sesuatu hal demi untuk dapat menikmati hidup secara leluasa dan mempunyai harapan untuk memperoleh hal-hal tersebut, maka nalar yang dipunyainya, yang cenderung mencari kedamaian, “sehingga akan berupaya untuk menemukan jalan ke arah yang dapat menghindarkan bentrokan dengan sesamanya dalam pembuatan suatu perjanjian”.21

Jadi didalam perjanjian sewa menyewa ini menganut azas kebebasan berkontrak, dimana para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikat diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga dapat bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, baik ketertiban umum ataupun kesusilaan.

Istilah “kontrak” atau “perjanjian” dalam sistim hukum nasional memiliki pengertian yang sama, seperti halnya di Belanda tidak dibedakan atara pengertian “contract” dan “overeenkomst”.

Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diatur dalam Buku III tentang Perikatan, Bab Kedua, Bagian Kesatu sampai dengan Bagian Keempat. Kata Perikatan mempunyai pengertian yang lebih luas daripada kata “Perjanjian”. Dimana kata Perikatan dapat diartikan sebagai “suatu hubungan hukum


(30)

antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.22Sedangkan perjanjian dapat diartikan “sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”.23

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata :

“ Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih ”.

Berdasarkan pengertian diatas dapat diartikan hubungan antara perikatan

dengan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan,

sebab perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan selain

undang-undang. Jadi Perikatan merupakan suatu pengertian yang abstrak,

sedangkan Perjanjian adalah suatu peristiwa hukum yang kongkrit.24

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi perjanjian yang terdapat didalam ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah tidak lengkap dan pula terlalu luas. Karena hanya mengenai perjanjian sepihak saja, tetapi mencakup sampai kepada lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin yang merupakan perjanjian juga, namun memiliki sifat yang berbeda dengan

22

Subekti,Op Cit, hlm.1. 23Ibid.


(31)

perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku Ke-III kriterianya dapat dinilai secara materiil atau uang.25

Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas, agar suatu perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :

a. Syarat Subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat dibatalkan yang meliputi :

1). Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. 2). Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

b. Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum yang meliputi :

1). Suatu hal (obyek) tertentu. 2). Sebab yang halal.

Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam Pasal 1321-1328 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang perorangan diatur dalam Pasal 1329-1331 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif diatur dalam Pasal 1332-1334 Kitab

Undang-25Mariam Darus Badrulzaman,et al., Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001), hlm. 65.


(32)

undang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian dan Pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak . Syarat tersebut merupakan syarat obyektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.

Secara garis besar KUH Perdata mengklasifikasikan jenis‐jenis perjanjian adalah26:

a. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang membebani hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan kepada pihak lainnya, misalnya hibah.

b. Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak membebani

Perjanjian percuma adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan kepada satu pihak saja. Sedangkan perjanjian dengan alas hak yang membebani adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lainnya, sedangkan kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut hukum.

c. Perjanjian bernama dan tidak bernama

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian‐perjanjian khusus, karena jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa. Sedangkan perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas, misalnya perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian pengelolaan.

d. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian dengan mana seorang menyerahkan

haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang

membebankan kewajiban pihak itu untuk menyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Perjanjian kebendaan ini sebagai pelaksanaan dari perjanjian obligatoir dan perjanjian kebendaannya jatuh bersamaan.

e. Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang timbul karena ada perjanjian kehendak antara pihak‐pihak. Sedangkan perjanjian real adalah perjanjian di samping ada perjanjian kehendak juga sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barang yang diperjanjikan.


(33)

Suatu perjanjian dalam pelaksanaannya ada kemungkinan tidak sesuai dengan

yang diperjanjikan atau mungkin tidak dapat dilaksanakan karena adanya

hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan-hambatan tersebut dapat terjadi berupa wanprestasi dan keadaan memaksa (force majeur)27.

Wanprestasi menurut Abdul Kadir Muhamad mempunyai arti tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian28. Sedangkan menurut J. Satrio, wanprestasi mempunyai arti bahwa “debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepdanya, maka dikatakan bahwa debitur wanprestasi “29.

Dari dua pengertian di atas, maka secara umum wanprestasi berarti pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Misalnya seorang disebutkan dalam keadaan wanprestasi maka dia dalam melakukan pelaksanaan prestasi perjanjian telah terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut yang sepatutnya.

Seseorang dikatakan telah melakukan wanprestasi baik karena lalai maupun karena kesengajaan, apabila30:

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan.

27

J. Satrio,Hukum Perikatan-Perikatan Pada Umumnya,(Bandung : Alumni, 1999), hlm.83

28

Abdul Kadir Muhamad,Op Cit, hlm.20.

29

J. Satrio,Op Cit, hlm.122

30Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta : Prenada Media Group, 2010), hlm. 122.


(34)

b. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.

c. Melakukan apa yang sudah diperjanjikan tetapi sudah terlambat. d. Melakukan suatu yang oleh perjanjian tidak boleh dilakukan.

Untuk menentukan dan menyatakan apakah seseorang melakukan

wanprestasi, tidaklah mudah karena seringkali tidak diperjanjikan dengan tepat kapan suatu pihak diwajibkan melakukan prestasi yang telah diperjanjikan. Sebelum dinyatakan wanprestasi, seorang debitur harus lebih dahulu ditagih atau diberi teguran atau somasi, sebagaimana ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata yang menyebutkan : “Si berhutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berhutang akan terus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.” Apabila si berutang tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan ia “ Wanprestasi “ bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya.

Sebagai akibat terjadinya wanprestasi maka debitur harus : a. Mengganti kerugian.

b. Benda yang dijadikan obyek dari perikatan sejak saat tidak dipenuhinya kewajiban menjadi tanggung jawab dari debitur.

c. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian.


(35)

Pernyataan lalai ada yang diperlukan dan ada yang tidak diperlukan mengingat adanya bentuk wanprestasi.

a. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali maka pernyataan lalai tidak diperlukan, kreditur langsung minta ganti kerugian.

b. Dalam hal debitur terlambat memenuhi prestasi maka pernyataan lalai diperlukan, karena debitur dianggap masih dapat berprestasi.

c. Kalau debitur keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain apabila karena kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif (positive contrackbreuk), pernyataan lalai tidak perlu.31

Keadaan memaksa (force majeur) adalah suatu keadaan tidak terduga, tidak disengaja dan tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh debitur, dimana debitur tidak dapat melakukan prestasinya kepada kreditur dan dengan terpaksa peraturan hukum juga tidak diindahkan sebagaimana mestinya, hal ini disebabkan adanya kejadian yang berada diluar kekuasaan dan keberadaan ini dapat dijadikan alasan untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian.

Keadaan memaksa berdasarkan Pasal 1244 KUHPerdata adalah : a. Tidak memenuhi prestasi.

b. Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur.

c. Faktor penyebab itu tidak terduga sebelumnya dan tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur.

Pihak yang harus membuktikan adanya force majeur adalah pihak debitur yang tidak dapat berprestasi dan yang harus dibuktikan adalah :

a. Bahwa debitur tidak mempunyai kesalahan atas timbulnya halangan prestasi.


(36)

b. Tidak memiliki pilihan.

c. Halangan itu tidak dapat diduga sebelumnya.

d. Debitur tidak menanggung resiko baik menurut ketentuan undang-undang maupun perjanjian.

Ciri-Ciri dari Force Majeur adalah :

a. Suatu hal yang tidak terduga (Pasal 1244 KUHPerdata). b. Keadaan memaksa (Pasal 1245 KHUPerdata).

c. Diluar salahnya si berutang (Pasal 1444 KHUPerdata).

Dengan demikian debitur dibebaskan dari kewajiban untuk membayar ganti rugi akibat tidak terlaksananya kewajiban yang ditentukan dalam perjanjian karena sesuatu kejadian atau keadaan yang terjadi setelah perjanjian yang dibuat yang berada diluar daya atau menghindari atau kemampuan debitur untuk dapat menghentikan, menghindari atau mengendalikan kejadian atau keadaan yang menyebabkan tidak mungkin dilaksanakannya kewajiban tersebut.

Dengan kejadian atau keadaan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepada debitur ( Pasal 1244 dan 1245 KUHPerdata )32. Force Majeur dikenal juga dengan istilah-istilah lain yaituovermachtatau keadaan memaksa33.

32

Overmacht adalah suatu keadaan memaksa yaitu suatu keadaan diluar kekuasaan pihak debitur, yang menjadi dasar hukum untuk “memaafkan” kesalahan pihak debitur. Jadi suatuovermacht

mengandung dua unsur yaitu keadaan diluar kekuasaannya pihak debitur dan bersifat memaksa dan keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu perjanjian dibuat, sehingga pihak debitur akan luput dari perhukuman untuk menanggung resiko suatu perjanjian. Dengan kata lainovermachtmerintangi pihak debitur untuk memenuhi prestasi, Djohari Santoso dan Achmad Ali,Hukum Perjanjian Indonesi,

(Yogyakarta, Pustaka Fak.Hukum Universitas Islam Indonesia 1989), hal.63.

33

Beberapa unsur yang harus dipenuhi, sehingga suatu keadaan digolongkan sebagai keadaan memaksa yaitu peristiwa itu terjadi diluar kehendak debitur, terjadinya peristiwa itu tidak


(37)

2. Konsepsi

Konsep berasal dari Bahasa Latin,conceptusyang memiliki arti sebagai suatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan pertimbangan.34 Konsepsi merupakan salah satu bagian terpenting dari teori konsepsi yang diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit yang disebut denganoperational definition35.Pentingnya definisi operasional tersebut adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius), dari suatu istilah yang dipakai.36 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai berikut :

a. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara

dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hukum pada satu pihak

untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan para pihak lain untuk menunaikan prestasi.37

disengaja, peristiwa itu tidak dapat dikendalikan (dikuasai) oleh debitur, peristiwa itu berkaitan dengan obyek dan atau cara pemenuhan kontrak/perjanjian, peristiwa itu menyebabkan debitur tidak dapat atau terhalang memenuhi kewajiba, Janus Sidabalok, Penghantar Hukum Ekonomi, (Medan Bina Media, 2000), hal.96.

34Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin,Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 122.

35Sutan Remy Sjahdeini,Op. Cit.,hlm. 10.

36Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”,Disertasi, Medan, PPs-USU, 2002, hlm. 35.

37M. Yahya Harahap,Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. 1, (Bandung : Alumni, 1986), hlm. 6.


(38)

b. Perjanjian sewa menyewa itu sendiri adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga oleh pihak tertentu yang disanggupi pembayarannya.

c. Wanprestasi adalah tidak dipenuhinya janji, baik karena disengaja maupun tidak disengaja atau sama sekali tidak memenuhi prestasi, prestasi yang dilakukan tidak sempurna, terlambat memenuhi prestasi dan melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan.38

d. Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.39

e. Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian yang dibuat serta ditanda tangani oleh para pihak yang bersepakat tanpa campur tangan Pejabat Umum.

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka jenis penelitian hukum dengan pendekatan deskriptif analisis, maksudnya dari penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran secara rinci dan sistematis tentang permasalahan

38Ahmadi Miru,Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak,(Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 74.

39Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 j. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentangYayasan,Pasal 1 angka (1).


(39)

yang akan diteliti. Analisis dimaksudkan berdasarkan gambaran, fakta yang diperoleh akan dilakukan analisis secara cermat untuk menjawab permasalahan.40

2. Spesifikasi dan Metode Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian ini adalahdeskriptif yuridis, yaitu suatu analisis data yang berdasarkan pada teori hukum yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data yang lain.41

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran)42.

Penelitian hukum normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai sistem norma yang digunakan untuk memberikan “justifikasi” preskriptif tentang suatu peristiwa hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai pusat kajiannya. Sistem norma dalam arti yang sederhana adalah sistem kaidah atau aturan, sehingga penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum.

40Sunaryati Hartono,Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20,(Bandung : Alumni, 1994), hlm.101.

41Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 38.

42Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad,Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan


(40)

Jadi penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memberikan argumentasi hukum tentang perjanjian sewa menyewa antara yayasan selaku penyewa dengan pemilik gedung sekolah selaku yang menyewakan.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.43

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain : 1). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti : hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang terkait dengan masalah penelitian.

c. Bahan tertier adalah bahan pendukung diluar bidang hukum seperti kamus ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan masalah penelitian.

4. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :

43Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Rajawali Press, 1995), hlm. 39.


(41)

a. Studi Dokumen yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, berupa dokumen-dokumen maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang tekait dengan perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah.

b. Wawancara (interview) adalah sekumpulan pertanyaan (tersusun dan bebas) yang diajukan dalam situasi atau keadaan tatap muka atau langsung berhadapan dan catatan lapangan diperlukan untuk menginventarisir hal-hal baru yang terdapat dilapangan yang ada kaitannya dengan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan, antara lain dengan :

1). Pengurus Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya. 2). Pemilik Gedung Sekolah.

3). Notaris Kotamadya Binjai. 5. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, yaitu data yang diperoleh disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif agar dapat diperoleh kejelasan masalah yang akan dibahas.

Pengertian analisis disini dimaksudkan sebagai suatu penjelasan dan penginterpretasian secara logis dan sistematis. Logis sistematis menunjukkan cara berfikir deduktif dan mengikuti tata tertib dalam penulisan laporan penelitian ilmiah. Setelah analisis data selesai maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif,


(42)

yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti.44 Dari hasil tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini secara deduktif.

44 H.B. Sutopo,Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, (Surabaya : UNS Press, 1998), hlm. 37.


(43)

BAB II

PENGATURAN DAN PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA ANTARA YAYASAN PENDIDIKAN PANCA MITRA KARYA DENGAN

PEMILIK GEDUNG SEKOLAH

A. Pengertian Perjanjian Sewa Menyewa

Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat.45

Perjanjian sewa menyewa pada dasarnya tergolong dalam jenis perjanjian untuk memberikan/menyerahkan sesuatu yang diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Pasal 1548 sampai dengan Pasal 1600).

Berdasarkan ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

yang dimaksud dengan sewa menyewa adalah :

“Suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang oleh pihak tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya”.

Dari defenisi Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dilihat bahwa ada 3 (tiga) unsur yang melekat, yaitu:

45

Wirjono Prodjodikoro,Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta : Pradya Paramita, 1987), hlm. 53.


(44)

a. Suatu persetujuan antara pihak yang menyewakan (pada umumnya pemilik barang) dengan pihak penyewa.

b. Pihak yang menyewakan menyerahkan sesuatu barang kepada sipenyewa untuk sepenuhnya dinikmati.

c. Penikmatan berlangsung untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga sewa yang tertentu pula.

Untuk menunjukkan bahwa itu merupakan perjanjian sewa menyewa, maka penyewa yang diserahi barang yang dipakai, diwajibkan membayar harga sewa atau uang sewa kepada pemilik barang.

Pada hakekatnya sewa menyewa tidak dimaksud berlangsung terus menerus, melainkan pada saat tertentu pemakaian dari barang tersebut akan berakhir dan barang akan dikembalikan lagi kepada pemilik semula, mengingat hak milik atas barang tersebut tetap berada dalam tangan pemilik semula.

Adapun unsur “waktu tertentu” di dalam definisi yang diberikan dalam undang-undang dalam Pasal 1548 KUH Perdata tersebut tidak memberikan penjelasan mengenai sifat mutlaknya atau tidak adanya batas waktu, tetapi ada beberapa pasal lain dalam KUH Perdata yang menyinggung tentang waktu sewa : Pasal 1570 KUHPerdata.

“Jika sewa dibuat dengan tulisan maka sewa itu berakhir demi hukum, apabila

waktu yang ditentukan telah lampau, tanpa diperlukannya sesuatu

pemberhentian untuk itu.” Pasal 1571 KUHPerdata.


(45)

“Jika sewa tidak dibuat dengan tulisan maka sewa itu tidak berakhir pada waktu yang ditentukan, melainkan jika pihak lain hendak menghentikan sewanya, dengan mengindahkan tenggang-tenggang waktu yang diharuskan menurut kebiasaan setempat.”

Dari dua pasal tersebut, tampak bahwa di dalam perjanjian sewa menyewa batas waktu merupakan hal yang penting, dan meskipun dalam Pasal 1548 KUH Perdata tidak secara tegas dicantumkan adanya batas waktu tetapi undang-undang memerintahkan untuk memperhatikan kebiasaan setempat atau mengindahkan tenggang waktu yang diharuskan berdasarkan kebiasaan setempat.

Perjanjian sewa menyewa termasuk dalam perjanjian bernama. Perjanjian ini adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya perjanjian ini sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya kesepakatan mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Peraturan tentang sewa menyewa ini berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak, yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena waktu tertentu bukan syarat mutlak untuk perjanjian sewa menyewa.46

Menurut Subekti perjanjian sewa menyewa adalah :

“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lain kenikmatan dari sesuatu barang, selama waktu tertentu dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi pembayarannya”.47

46R Subekti, Op. Cit,hlm. 1. 47R. Subekti,Op. Cit,hlm. 164.


(46)

Adapun pengertian perjanjian sewa menyewa menurut M. Yahya Harahap adalah sebagai berikut :

“Perjanjian sewa menyewa adalah persetujuan antara pihak yang menyewakan dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan barang yang hendak disewa kepada penyewa untuk dinikmati sepenuhnya ”.48

Sedangkan menurut kamus hukum, sewa menyewa adalah suatu persetujuan dimana pihak yang satu menyanggupi dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan kepada pihak yang lain agar pihak ini dapat menikmatinya untuk suatu jangka waktu tertentu dan atas penerimaan sejumlah uang tertentu pula, yang mana pihak yang

belakangan ini sanggup membayarnya. Sedangkan menurut kamus besar

Bahasa Indonesia sewa adalah pemakaian sesuatu dengan membayar uang.

Jadi dari pengertian diatas, jelas bahwa pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa-menyewa adalah pihak yang menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa adalah orang atau badan hukum yang menyewakan barang atau benda dari pihak yang menyewakan.49Sewa meyewa sama halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya adalah suatu perjanjian konsensual.

Perjanjian sewa menyewa harus disesuaikan dengan syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPerdata, serta tiga unsur pokok yang harus ada dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yaitu :50

48

M. Yahya Harahap,Op Cit, hlm.220.

49

Salim. H.S,Hukum Kontrak, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2010 ), hlm.59.

50Idil Victor, Permasalahan Pokok Dalam Perjanjian Sewa Menyewa, dalam http://idilvictor.blogspot.com.html, diakses tanggal, 04 Maret 2012.


(47)

a. Unsur Essensialia, adalah bagian perjanjian yang harus selalu ada didalam suatu perjanjian, bagian yang mutlak, dimana tanpa adanya bagian

tersebutperjanjian tidak mungkin ada. Unsur-unsur pokok perjanjian

sewa menyewa adalah barang dan harga.

b. Unsur Naturalia, adalah bagian perjanjian yang oleh Undang-Undang diatur, tetapi oleh para pihak dapat diganti, sehingga bagian tersebut oleh Undang-Undang diatur dengan hukum yang sifatnya mengatur atau menambah.

c. Unsur Aksidentalia, adalah bagian perjanjian yang ditambahkan oleh para pihak. Undang-Undang sendiri tidak mengatur tentang hal tersebut, jadi hal yang diinginkan tersebut juga tidak mengikat para pihak karena memang tidak ada dalam Undang-Undang, bila tidak dimuat, berarti tidak mengikat. KlausulaAksidentaliayang berbentuk berdasarkan unsurAksidentaliasebagai salah satu unsur pokok dari suatu perjanjian, mempunyai peranan yang penting dalam perjanjian sewa menyewa, karena dengan adanya klausula Aksidentalia yang dibuat dan disepakati sendiri oleh para pihak dapat melengkapi ketentuan-ketentuan yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan, peraturan Pemerintah maupun Hukum kebiasaan. Sehingga dapat terangkum dalam suatu perjanjian yang mengikat dan berlaku layaknya Undang-Undang bagi para pihak yang membuat dan menyepakati (facta surt servanda). Dengan demikian, perlindungan hukum bagi para pihak terutama pemilik atau pihak yang menyewakan akan lebih terjamin.51

51

Rerry Aprillia,Hal-hal Yang Harus Ada di Dalam Perjanjian Sewa Menyewa,dalam http://www.docstoc.com, Diakses tanggal 04 Maret 2012.


(48)

Jika diperhatikan sewa menyewa ini merupakan suatu bentuk perjanjian yang bersifat perseorangan dari bukan perjanjian yang bersifat hak kebendaan yaitu dengan perjanjian sewa menyewa ini, kepemilikan terhadap rumah sewa tersebut tidaklah beralih kepada penyewa tapi tetap menjadi hak milik dari orang yang menyewakan.52

R. Subekti menyatakan bahwa jika ada suatu perjanjian sewa menyewa rumah yang belum habis masa sewanya. Oleh pemilik rumah atau yang menyewakan melakukan tindakan hukum menjual rumah yang disewakan tersebut, maka pihak penyewa tidak berhak melakukan penuntutan ganti rugi. Namun sebaliknya, bila diperjanjikan secara tegas, maka pihak penyewa dapat melakukan tuntutan hukum ganti rugi kepada pihak penyewa.53

Sewa menyewa berbeda dengan jual beli dan pemakaian. Adapun perbedaan pokok antara jual beli dengan sewa menyewa :

1). Pada sewa menyewa, hak menikmati barang yang diserahkan kepada penyewa, hanya terbatas pada suatu jangka waktu tertentu saja, sesuai dengan lamanya jangka waktu yang ditentukan didalam perjanjian. Pada jual beli, disamping hak pembeli untuk menikmati sepenuhnya tanpa jangka batas waktu tertentu, sekaligus terhadap barang yang dibeli tadi terjadi penyerahan hak milik kepada pembeli.

2). Tujuan pembayaran sejumlah uang dalam sewa menyewa, hanya sebagai imbalan atas hak penikmatan benda yang disewa. Sedangkan pada jual beli, tujuan pembayaran harga barang oleh pembeli tiada lain untuk pemilikan barang yang dibeli.54

Sedangkan perbedaan persewaan dengan pemakaian terletak pada masalah prestasi, yaitu :

1). Pada sewa menyewa, untuk penggunaan penikmatan yang diberikan kepada si penyewa, si peenyewa tersebut harus menyerahkan kontraprestasi berupa sejumlah uang sewa.

52

Qirom S. Meliala,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, (Yogyakarta : Liberty, 1985), hlm.78.

53

R Subekti,Op. Ci.,hlm. 1.

54


(49)

2). Sedangkan pada pemakaian, si pemakai tidak dibebani dengan suatu kontraprestasi. Pemakai diberi hak oleh pemilik untuk memakai dan menikmati barang secara cuma-cuma.

1. Pengaturan Perjanjian Sewa Menyewa

Istilah perjanjian di dalam Bab II Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Dinamakan Perjanjian Obligator karena suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak tersebut setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak merupakan pengertian yang cenderung lebih sempit dari perjanjian, karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan dalam bentuk tertulis.55

Berdasarkan berbagai pendapat mengenai perjanjian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian adalah:

a. Adanya para pihak

Para pihak dalam perjanjian sedikit ada dua orang yang disebut sebagai subyek perjanjian. Yang menjadi subyek perjanjian dapat dilakukan oleh orang maupun badan hukum yang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum seperti yang ditetapkan oleh undang-undang.

b. Adanya persetujuan antara para pihak

55


(50)

Persetujuan tersebut bersifat tetap yang dihasilkan dari suatu perundingan yang pada umumnya membicarakan syarat-syarat yang akan dicapai.

c. Adanya tujuan yang akan dicapai

Tujuan yang akan dicapai dalam perjanjian tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan undang-undang.

d. Adanya prestasi yang akan dilaksanakan

Prestasi adalah suatu hal yang harus dipenuhi oleh para pihak sesuai dengan syarat-syarat perjanjian.

e. Adanya bentuk-bentuk tertentu

Bentuk-bentuk tertentu yang dimaksud adalah secara lisan maupun tulisan, sehingga mempunyai kekuatan mengikat dan bukti yang kuat.

f. Adanya syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian

Munir Fuady berpendapat agar suatu perjanjian oleh hukum dianggap sah sehingga mengikat kedua belah pihak, maka kontrak tersebut haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yang digolongkan sebagai berikut:

1. Syarat sah yang umum, yaitu :

a. Syarat sah umum berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata terdiri dari 1). Kesepakatan kehendak

2). Wenang buat 3). Perihal tertentu 4). Kuasa yang legal

b. Syarat sah umum di luar Pasal 1338 dan 1339 KUHPerdata yang terdiri dari

1). Syarat itikad baik

2). Syarat sesuai dengan kebiasaan 3). Syarat sesuai dengan kepatutan

4). Syarat sesuai dengan kepentingan umum 2. Syarat sah yang khusus terdiri dari


(51)

a. Syarat tertulis untuk perjanjian-perjanjian tertentu b. Syarat akta notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu

c. Syarat Akta pejabat tertentu yang bukan notaris untuk perjanjian-perjanjian tertentu

d. Syarat izin dari yang berwenang.56

Perjanjian yang tidak memenuhi syarat subyektif yaitu tidak adanya kesepakatan mereka yang membuat perjanjian dan kecakapan membawa konsekuensi perjanjian yang dibuatnya itu dapat dibatalkan oleh pihak yang merasa dirugikan namun selama yang dirugikan tidak mengajukan gugatan pembatalan maka perjanjian yang dibuat itu tetap berlaku terus. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi yaitu tidak adanya hal tertentu dan sebab yang halal, perjanjian yang dibuat para pihak sejak dibuatnya perjanjian telah batal atau batal demi hukum.

2. Perjanjian Sewa Menyewa Antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dan Pemilik Gedung Sekolah.

Untuk melaksanakan suatu perjanjian, terlebih dahulu harus ditetapkan secara tegas dan cermat apa saja isi perjanjian / apa saja hak dan kewajiban para pihak. Pada dasarnya kontrak berawal dari perbedaan atau ketidaksamaan kepentingan para pihak perumusan hubungan kontraktual tersebut diawali dengan proses negosiasi diantara

pihak. Melalui negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk

kesepakatan untuk saling mempertemukan sesuatu yang diinginkan ( kepentingan melalui proses tawar menawar ).57 Dalam tawar menawar tersebut menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak sebagaimana identitas dua pihak dimuat pada

56Munir Fuady,Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), (Bandung : Citra aditya Bakti, 2001), hlm. 33.

57Agus Yudha Hernoko,Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersil, (Jakarta : Prenada Media Group, 2010 ), hal.1


(52)

kepala perjanjian sewa menyewa antara Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah yaitu :

a. Pihak-Pihak.

Dari hasil wawancara dengan pihak menyewakan pemilik gedung sekolah dengan pihak penyewa Ketua Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya, bahwa pihak pertama bernama Tuan SARTONO WIJAYA, dan pihak kedua TUAN SUKIWI TJONG, dalam hal ini pihak pertama menerangkan menyewakan satu unit bangunan sekolah, lengkap dengan barang-barang inventaris, yang terdiri dari bangku-bangku sekolah, meja guru dan papan tulis yang terdapat dimasing-masing kelas dari sekolah tersebut, demikian berikut saluran-saluran air dan listrik, serta hak-hak atas langganannya, terletak didalam Provinsi Sumatera Utara Kota Binjai, Kecamatan Binjai Kota, Kelurahan Kartini, kepada Pihak Kedua.58

b. Objek Sewa Menyewa.

Dalam perjanjian sewa menyewa ditemui adanya sesuatu yang menjadi objek. Pada dasarnya apa yang menjadi objek sewa menyewa adalah apa yang merupakan objek hukum. Jadi objek sewa menyewa adalah merupakan objek hukum. Yang dimaksud dengan objek hukum (recht subject) adalah : segala sesuatu yang bermanfaat dan dapat dikuasai oleh subjek hukum serta dapat dijadikan objek dalam suatu hubungan hukum.59

58Hasil Wawancar dengan Sartono Wijaya, Pemilik Gedung Sekolah Panca Mitra Karya Binjai Tertanggal 30 Maret 2012.

59Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1999), hlm. 68.


(53)

Objek perjanjian sewa menyewa tersebut adalah 1(satu) unit bangunan sekolah berikut inventaris yang terdapat didalamnya. Jika pada waktu sewa menyewa ini berakhir, maka pihak kedua diwajibkan menyerahkan kembali apa yang disewanya tersebut dalam kedaan terpelihara baik, tanpa dihuni oleh siapapun serta dalam keadaan kosong, berikut dengan barang-barang inventaris yang berada dan terdapat disekolah tersebut kepada pihak pertama.

Demikian pula halnya dengan yang terjadi dalam perjanjian sewa menyewa ini meliputi segala jenis benda baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak asal tidak dilarang oleh undang-undang dan ketertiban umum.60

Peraturan tentang sewa menyewa, berlaku untuk segala macam sewa menyewa, mengenai semua jenis barang, baik barang bergerak maupun tidak bergerak yang memakai waktu tertentu maupun yang tidak memakai waktu tertentu, karena perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.61

Menurut Pasal 1549 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa semua jenis barang, baik yang tak bergerak, baik yang bergerak dapat disewakan.

c. Uang Sewa.

Selain hak yang dimiliki oleh penyewa untuk menempati gedung yang merupakan objek perjanjian, tentulah ada kewajiban yang harus dan wajib untuk dilakukan yaitu membayar uang sewa sesuai dengan kesepakatan.

60

Qirom S. Meliala,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya,Loc. Cit. 61R. Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perjanjian dan Perikatan, (Jakarta : Pradya Paramita, 1987), hlm. 4.


(54)

Selanjutnya Pihak Pertama dengan Pihak Kedua atas kesepakatan bersama, dimana uang sewanya boleh dibayar dua tahap yaitu jangka waktu sewa setahun Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dari jumlah uang yang mana sebagian yaitu sebesar Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) telah dibayar dengan tunai pada tanggal 5 agustus 2011 dan sisanya akan dilunasi oleh pihak kedua kepada pihak pertama pada saat berakhirnya sewa menyewa ini yaitu pada tanggal 5 agustus 2012, maka dari itu dijelaskan jangka waktu berakhirnya sewa menyewa selama 1 tahun dari waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak.62

Maka dari itu perjanjian sewa menyewa ini berarti kedua belah pihak telah menyetujui isi dan maksud perjanjian, dengan demikian perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagaimana Undang-Undang.

d. Masa Sewa.

Pada prinsipnya, tidak terjadi suatu perjanjian sewa menyewa tanpa adanya batas waktu. Namun demikian tidak diwajibkan untuk semua perjanjian sewa menyewa menyebutkan batas waktunya secara jelas, misalnya “Sewa menyewa dilangsungkan dari tanggal 1 Januari 2009 sampai tanggal 31 Desember 2010 “ dan sebagainya. Ketentuan dalam KUHPerdata dalam hal ini memperhatikan kebiasaan masyarakat tradisional dimana banyak terjadi perjanjian sewa menyewa hanya menentukan jumlah sewa pertahun atau perbulan bahkan sewa menyewa harian seperti misalnya persewaan hotel atau kendaraan.

62 Hasil Wawancara dengan Sartono Wijaya, pemilik Gedung Sekolah Panca Mitra Karya Binjai Tertanggal 30 Maret 2012.


(55)

Untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak diharapkan timbul dikemudian hari dan mencegah penafsiran dan makna ganda, pencantuman “ Batas waktu yang jelas “ sangat diperlukan.

Jangka waktu yang telah ditentukan didalam perjanjian sewa menyewa ini adalah selama 1 (satu) tahun lamanya, terhitung sejak tanggal 5 (lima) Agustus 2011 (dua ribu sebelas) sampai 5 (lima) Agustus 2012. Jika salah satu pihak bermaksud untuk memperpanjang masa jangka waktu sewa menyewa ini, maka kehendaknya itu haruslah diberitahukan dan mendapat persetujuan dari pihak-pihak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebelum jangka waktu persewaan berakhir, hal ini sesuai dengan ketentuan perjanjian sewa menyewa tersebut.

Jadi meskipun jangka waktu persewaan ini jelas disebutkan, para pihak tidak dapat dengan semena-mena untuk membatalkan perjanjian ini tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu dari para pihak begitu juga halnya didalam melakukan perpanjangan jangka waktu sewa, haruslah terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak-pihak sebelum jangka waktu perjanjian berakhir.

e. Hak dan Kewajiban.

Dalam perjanjian sewa menyewa tentu ada hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pihak penyewa maupun pihak yang menyewakan. Kewajiban-kewajiban pihak penyewa maupun yang menyewakan telah diatur didalam KUHPerdata, Buku ke III Bab IV bagian kedua dan ketiga.

Dalam Pasal 1550 BW, menentukan tiga macam kewajiban pihak yang menyewakan. Ketiga macam kewajiban tersebut merupakan kewajiban yang harus


(56)

dibebankan kepada pihak yang menyewakan, sekalipun hal tersebut tidak ditentukan dalam perjanjian. Ketiga macam kewajiban tersebut adalah :

a. Kewajiban untuk menyerahkan barang yang disewa kepada pihak penyewa; b. Kewajiban pihak yang menyewa untuk memelihara barang yang disewa,

selama waktu yang diperjanjikan sehingga barang yang disewa tersebut tetap dapat dipergunakan, dan dapat dinikmati sesuai dengan hajat yang dimaksud pihak penyewa;

c. Pihak yang menyewakan wajib memberikan ketentraman kepada si penyewa, menikmati barang yang disewa selama perjanjian berlangsung.

Sementara yang merupakan hak bagi pihak yang menyewakan adalah bahwa ia berhak atas harga yang telah disepakati dan menerima hasil pembayaran sewa tersebut.

Sedangkan kewajiban pihak penyewa diatur dalam Pasal 1560, 1561, 1564 dan 1566 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Secara garis besarnya dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Penyewa wajib melunasi uang sewa sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetapkan;

b. Memelihara benda yang disewakan itu sebaik-baiknya dan mempergunakan benda tersebut menurut kegunaannya;

c. Menanggung segala kerusakan yang terjadi selama masa sewa menyewa,

kecuali ia dapat membuktikan bahwa kerusakan itu bukan karena


(57)

d. Harus mengembalikan barang yang disewa dalam keadaan seperti menerima barang tersebut.

Dan merupakan hak penyewa adalah bahwa ia berhak untuk menggunakan atau menikmati objek sewa selama masa sewa menyewa berlaku.

Selama itu hak penyewa dimaksud tidak hilang sekalipun objek dialihkan (dijual) kepada pihak ketiga, kecuali terjadinya pelepasan atau pembatalan perjanjian karena suatu sebab. Dalam Hukum Perdata dikenal suatu kaedah yang diatur dalam Pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “ Jual beli tidak memutuskan sewa menyewa “. Pasal ini memberikan kedudukan yang kuat bagi penyewa dalam memanfaatkan objek sewa.

3. Kekuatan Hukum Atas Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Yang Dibuat Dibawah Tangan.

Dalam asas kebebsan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”), para pihak dalam membuat kontrak bebas untuk membuat suatu perjanjian, apapun isi dan bagaimana bentuknya. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi :

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Bahwa Surat Perjanjian sewa atau kontrak gedung adalah yang terpenting dalam menjalankan suatu transaksi sewa menyewa. Surat Perjanjian sewa menyewa gedung bisa dibuat “ dibawah tangan “ ataupun “ notariil “ yakni dihadapan Notaris.


(1)

pemilik gedung sekolah untuk mengasuransikan gedung sekolah tersebut, agar dapat memberikan rasa aman bagi si penyewa jika dikemudian hari terjadi peristiwa yang tidak diinginkan seperti misalnya kebakaran dan lain-lain.

3. Sebaiknya untuk memberikan kepastian akan hak dan kewajiban para pihak sehubungan dengan masalah yang terjadi mengenai kewenangan untuk menyewakan kembali fasilitas yang ada disekolah tersebut, dituangkan dengan jelas didalam perjanjian sewa menyewa, hal ini untuk menghindari terjadinya permasalahan yang sama dikemudian hari. Hendaknya bila terjadi permasalahan sengketa antara pihak penyewa (Yayasan Pendidikan Panca Mitra Karya) dengan pihak pemilik gedung maka pihak penyewa agar segera melakukan pengaduan kepada Pengadilan Negeri agar kiranya permasalahan yang terjadi segera terselesaikan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ashshofa, Burhan.Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta : Jakarta, 1998.

Ais, Chatamarrasjid. Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, PT.Citra Aditya Bakti : Bandung, 2006.

Badrulzaman, Mariam Darus. dkk, Kompilasi Hukum Perikatan (Dalam Rangka Menyambut Masa Purna Bakti Usia 70 Tahun), PT. Citra Aditya Bakti : Bandung, 2001.

Badrulzaman, Mariam Darus,et al., Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti : Bandung, 2001.

Badrulzaman, Mariam Darus. Hukum Perdata Tentang Perikatan, Fakultas Hukum USU : Medan, 1996.

Dewata, Mukti Fajar Nur dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 2010.

Fuady, Munir. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti : Bandung, 2001.

Harahap, M. Yahya.Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni : Bandung, 1996. Harahap, M. YahyaSegi-segi Hukum Perjanjian, Cet. 2, Alumni : Bandung, 1986. Harahap, M. Yahya.Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. 1, Alumni : Bandung, 1986. Harahap, Yahya.Hukum Acara Perdata, Sinar Grafik : Bandung, 2005.

Hartono, Sunaryati. Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, Alumni : Bandung, 1994.

Hernoko, Agus Yudha. Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Prenada Media Group : Jakarta, 2010.


(3)

Kohar, A.Notaris Berkomunikasi, Alumni : Bandung, 1984.

Komaruddin dan Yooke Tjuparmah Komaruddin,Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi Aksara : Jakarta, 2000.

Kusumastuti, Arie dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, PT.Abadi : Jakarta, 2003.

Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju : Bandung, 1994.

Meliala, Qirom S. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta Perkembangannya, Liberty : Yogyakarta 1985.

Mertokusumo, Sudikno.Diktat Kursus Hukum Perikatan, Ujung Pandang, 1988. Mertokusumo, Sudikno.Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty : Yogyakarta,

1999.

Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, RajaGrafindo Persada : Jakarta, 2010.

Muhammad, Abdul Kadir.Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti : Bandung, 1992. Mulyadi, Kartini dan Gunawan Widjaya, Perikatan yang lahir dari perjanjian,

Cetakan Kedua, PT.Raja Grafindo Perdasa : , Jakarta, 2004.

Mulyadi, Kartini & Gunawan Widjaya, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Raja Grafindo Persada : Jakarta, 2005.

Notodisoerjo, Soegondo,Hukum Notariat Di Indonesia, Rajawali : Jakarta, 1982. Prodjodikoro, Wirjono.Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bale : Bandung, 1979. Prodjodikoro, Wirjono,Azas-Azas Hukum Perjanjian, Bale : Bandung, 1989.

Prodjodikoro, Wirjono.Hukum Perjanjian dan Perikatan, Pradya Paramita : Jakarta , 1987.

Prodjodikoro, Wirjono. Azas-Azas Hukum Perjanjian, Mandar Maju : Bandung, 2011.


(4)

Rutten dalam Purwahid Patrik, Asas Iktikad Baik dan Kepatutan dalam Perjanjian, Badan Penerbit UNDIP : Semarang,1986.

Sasangka, Hari dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Sinar Wijaya : Surabaya, 1996.

Satrio, J. Hukum Perikatan, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Citra Aditya Bakti : Bandung, 1995.

Satrio, J.Hukum PerikatanPerikatan Pada Umumnya, Alumni : Bandung, 1999. Setiawan, R.Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Binacipta : Bandung, 1987. Setiawan, R.Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta : Bandung, 1994. Setiawan,,Tiga Aspek Yayasan,Varia Peradilan Tahun V, No. 55, April, 1995. Sitohang, Ikhtisar Kitab undang-undang Hukum Perdata, Kuda Mas Intra Asia :

Jakarta, 1989.

Sjahdeini, Sutan Remy. Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia : Jakarta, 1993.

Soekanto, Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum, UI Press : Jakarta, 1986. Soekanto, Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum,UI Press : Jakarta, 2008.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press : Jakarta, 1995.

Subekti,Hukum Perjanjian,Intermasa : Jakarta, 1992.

Subekti,Pokok Pokok Hukum Perdata, Intermasa : Jakarta, 1985. Subekti, R.Hukum Perjanjian, Internusa : Jakarta: 1987.

Subekti,Hukum Perjanjian, Intermasa : Jakarta, 2005.

Subekti, R.Hukum Pembuktian, Fradnya Paramita : Jakarta, 2001. Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa : Jakarta, 2002.


(5)

Sunggono, Bambang.Metodologi Penelitian Hukum, RajaGrafindo Persada : Jakarta, 2001.

Suroso, R.Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika : Jakarta, 1993.

Sutopo, H.B. Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif, Bagian II, UNS Press : Surabaya, 1998.

Syahrani, Riduan.Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan, Pustaka Kartini : Jakarta, 1977.

Tresna, R.Komentar HIR, Pradnya Paramita : Jakarta, 1996.

Wignjosoebroto, Soetandyo.“Hukum di bawah ‘Kuasa’ Paradigma Liberalisme’, Bahan Kuliah Teori Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Tujuh Belas Agustus Semarang, 2002.

Wijaya, Gunawan. Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia : Jakarta, 2002.

Widjaya, I.G.Rai.Hukum Perusahaan, Kesaint Blanc : Jakarta, 2002..

Wuisman, J.J.J. M.Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas,Penyunting : M. Hisyam, Fakultas Ekonomi Univesitas Indonesia : Jakarta, 1996.

B. Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentangYayasan

C. Artikel (Majalah/Makalah)

Kamelo, Tan. “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, Medan, PPs-USU, 2002.

Lubis, Basrah. Sewa Menyewa dan Pembahasan Kasus, Diktat Kuliah FH USU, Medan, 1993.

Sulistiyono, Adi. Merasionalkan Budaya Musyawarah Untuk Mengembangkan Penggunaan Penyelesaian Sengketa Win-Win Solution, Disampaikan pada


(6)

Sidang Senat Terbuka Universitas Sebelas Maret Tanggal 12 Maret 2005, Universitas Sebelas Maret : Surakarta, 2005.

Syawie, Hisbullah. Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, Varia Pendidikan, Tahun IX, No. 98 November 1993.

Wignyosoebroto, S. “Keadilan Komutatif, Win-win Solution”, Kompas, 25 November 2000.