Kekuatan Hukum Atas Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Yang Dibuat

42 d. Harus mengembalikan barang yang disewa dalam keadaan seperti menerima barang tersebut. Dan merupakan hak penyewa adalah bahwa ia berhak untuk menggunakan atau menikmati objek sewa selama masa sewa menyewa berlaku. Selama itu hak penyewa dimaksud tidak hilang sekalipun objek dialihkan dijual kepada pihak ketiga, kecuali terjadinya pelepasan atau pembatalan perjanjian karena suatu sebab. Dalam Hukum Perdata dikenal suatu kaedah yang diatur dalam Pasal 1576 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “ Jual beli tidak memutuskan sewa menyewa “. Pasal ini memberikan kedudukan yang kuat bagi penyewa dalam memanfaatkan objek sewa.

3. Kekuatan Hukum Atas Perjanjian Sewa Menyewa Gedung Yang Dibuat

Dibawah Tangan. Dalam asas kebebsan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata “KUHPerdata”, para pihak dalam membuat kontrak bebas untuk membuat suatu perjanjian, apapun isi dan bagaimana bentuknya. Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi : Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan Undang-Undang berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Bahwa Surat Perjanjian sewa atau kontrak gedung adalah yang terpenting dalam menjalankan suatu transaksi sewa menyewa. Surat Perjanjian sewa menyewa gedung bisa dibuat “ dibawah tangan “ ataupun “ notariil “ yakni dihadapan Notaris. Universitas Sumatera Utara 43 Dibawah tangan artinya dibuat para pihak pemilik dan penyewa sendiri dan umumnya diikut sertakan 2 dua orang saksi, sedangkan dihadapan Notaris artinya dibuat dan dilaksanakan dihadapan Notaris. Sedangkan pada dasarnya Perjanjian yang dibuat secara tertulis dibedakan menjadi 2 bagian yakni : 1. Perjanjian di bawah tangan. 2. Perjanjian Notariil disebut Akta Notaris. Menurut bentuknya Akta dapat dibedakan menjadi dua 63 , yaitu : a. Akta Autentik adalah Akta yang dibuat oleh atau dihadapkan Pejabat yang berwenang yang memuat tentang adanya peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar adanya hak atau perikatan dan mengikat bagi pembuatannya ataupun bagi pihak ketiga. Berdasarkan inisiatif pembuatannya, Akta Autentik dibagi menjadi 2, yaitu: 1. Akta Pejabat Akte Amtelijke . Akta yang inisiatif pembuatannya dari pejabat yang bersangkutan dibuat oleh pejabat. Contoh Akta Kelahiran. 2. Akta Para Pihak Acte Partij Akta yang inisitif pembuatannya dari para pihak dihadapan Pejabat yang berwenang. Contoh Akta sewa menyewa. Akta Autentik mempunyai kekuatan yang sempurna dan mengikat, artinya : 63 Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata Indonesia. Edisi ke-3, Yogyakarta : Liberty.1998 Hal.116. Universitas Sumatera Utara 44 1. Sempurna : bahwa untuk membuktikan akta itu sempurnatidak, atau benartidak, cukup dibuktikan dengan akta itu sendiri dengan kata lain tidak memerlukan pembuktian dengan alat bukti lainnya. 2. Mengikat : bahwa hakim harus menguji kebenaran isi akta autentik itu sendiri kecuali dapat dibuktikan sebaliknya. b. Akta dibawah tangan adalah Akta yang pembuatannya dilaksanakan sendiri oleh para pihak atau tidak ada campur tangan dari Pejabat. Akta dibawah tangan ini mempunyai kekuatan pembuktian berdasarkan pengakuan dari pihak-pihak yang membuatnya, artinya kekuatan akta dibawah tangan ini dapat dipersamakan kekuatannya dengan akta autentik bila dalam hal pembuktiannya oleh para pembuat akta dibawah tangan mengakui atau membenarkan apa yang ditandatangani. Dengan demikian maka bila didalam akta autentik tidak perlu persetujuan dari pihak tertentu, namun didalam akta dibawah tangan memerlukan persetujuan dari pihak tertentu. Oleh karena itu , perbedaan antara akta dibawah tangan dengan akta autentik adalah terletak pada ada atau tidaknya campur tangan dari Pejabat yang berwenang. Perjanjian bawah tangan adalah perjanjian – perjanjian yang hanya dibuat oleh para pihak sendiri, sedangkan Akta Notaris adalah perjanjian yang dibuat dihadapan Notaris. Perbedaan antara keduanya adalah pada kekuatan hukumnya. Perjanjian yang dibuat dalam Akta Notaris mempunyai kekuatan hukum sempurna, karena dibuat Universitas Sumatera Utara 45 dalam bentuk Akta Otentik. Yang artinya apa yang tercantum dalam akta tersebut harus dianggap benar adanya sampai ada pihak biasanya pihak lawan yang dapat membuktikan bahwa apa yang tercantum dalam akta tersebut tidak benar. Jadi pembuktian sebaliknya terhadap isi akta tersebut dibebankan kepada pihak yang mengklaim bahwa apa yang termuat didalam isi akta tersebut tidak benar. Sedangkan dalam perjanjian dibawah tangan, maka para pihak akan saling beradu argument dan beradu bukti untuk membuktikan manakah yang benar dan semua akan tergantung pada penilaian Hakim. Sehingga dari sini dapat disimpulkan bahwa Akta Notaris memang lebih memiliki kekuatan pembuktian yang lebih kuat dari pada hanya sekedar perjanjian dibawah tangan. Perbedaan terbesar antara Akta Otentik dan Akta yang dibuat dibawah tangan ialah : 64 a. Akta Otentik mempunyai tanggal yang pasti perhatikan bunyi psl.1 P.J.N yang menyatakan “menjamin kepastian tanggalnya dan seterusnya , sedangkan mengenai dari tanggal dari akta yang dibuat dibawah tangan tidak selalu demikian; b. Grosse dari akta otentik dalam beberapa hal mempunyai kekuatan eksekutorial seperti putusan hakim, sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial; 64 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : PT.Gelora Aksara Pratama, 1983, hlm.54 Universitas Sumatera Utara 46 c. Kemungkinan akan hilangnya akta yang dibuat dibawah tangan lebih besar dibandingkan dengan akta otentik. Perjanjian sewa-menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya dengan pemilik gedung sekolah merupakan perjanjian kontraktual yang dilakukan dibawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris dan sah secara hukum menurut KUHPerdata, sepanjang memenuhi syarat sah Pasal 1320 KUHPerdata. Perjanjian sewa-menyewa ini dibuat dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris didasari oleh efesiensi waktu, biaya, itikad baik dari para pihak dan saling adanya kepercayaan. Sebagaimana hasil wawancara Penulis dengan kedua belah pihak baik Ketua Yayasan maupun Pemilik gedung sekolah bahwa perjanjian sewa-menyewa ini dilengkapi dengan surat pendukung seperti : KTP, Surat Tanah, Akta Pendirian Yayasan dan sejauh ini belumpernah terjadi wanprestasi pada pihak penyewa. 65 Pengertian dari Akta dibwah tangan adalah akta yang dibuat sendiri oleh pihak-pihak yang berkepentingan tanpa bantuan Pejabat Umum. 66 Menurut Pasal 1 Stb 1867 No.29, Pasal 286 RBg daan Pasal 1878 KUHPerdata, Surat-Surat, Daftar, Catatan mengenai rumah tangga dan Surat-Surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan seorang Pejabat Umum yang berwenang, termasuk kedalam bentuk akta dibawah tangan. Akta dibawah tangan hanya mempunyai kekuatan pembuktian materiil saja, sehingga untuk mempunyai kekuatan 65 Hasil Wawancara dengan Sukiwi Tjong, Ketua Yayasan Panca Mitra Karya Binjai dan Tuan Sartono Wijaya Pemilik Gedung Sekolah, pada Tanggal 15 April 2012. 66 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan, Jakarta : Pustaka Kartini, 1977, hlm.62 Universitas Sumatera Utara 47 pembuktian yang sempurna harus diakui oleh kedua pihak yang membuatnya atau dikuatkan lagi dengan alat bukti lainnya. Akta dibawan tangan tidak mempunyai daya bukti lahir karena selain tidak dibuat dihadapan ataupun oleh Pejabat-Pejabat yang berwenang maka tanggal dibuatnya akta dibawah tangan itupun dapat dibuat sesuka hati yang membuatnya. Undang-Undang beranggapan bahwa tiap-tiap orang yang menandatangani suatu akta dibawah tangan, telah menyadari dan mengetahui bukan saja isi akta, tetapi akibat dari penandatanganannya. Tetapi sebaliknya, bagi para ahli warisnya ataupun orang yang memperoleh hak dari padanya, tidaklah demikian halnya. Suatu Akta dibawah tangan berdaya bukti formil, jika yang bertanda tangan pada Akta itu menerangkan bahwa benar apa yang tertulis didalam Akta sesuai dengan apa yang diterangkannya. Adapun daya bukti materil yang juga ada pada akta dibawah tangan, lingkungannya juga terbatas dan tidak ada perbedaannya dengan Akta Otentik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perbedaan yang pokok antara Akta Notari dengan Akta yang dibawah tangan adalah cara pembuatannya atau cara terjadinya akta tersebut. Apabila Akta Notaris, cara pembuatannya terjadinya Akta tersebut dilakukan oleh atau dihadapan Pegawai Umum dalam hal ini Notaris, maka untuk Akta dibawah tangan cara pembuatannya terjadinya tidak dilakukan oleh atau dihadapan Pegawai Umum, tetapi cukup pihak yang berkepentingan saja. Dalam isi perjanjian sewa-meyewa antara pihak Yayasan selaku penyewa dengan Pemilik Gedung Sekolah selaku pihak yang menyewakan mengatur tentang hak dan kewajiban para pihak, objek perjanjian, harga sewa dan cara pembayarannya, Universitas Sumatera Utara 48 jangka waktu sewa-menyewa, dan hal-hal lain yang sesuai dengan perjanjian sewa-menyewa pada umumnya. Menurut sudut pandang hukum, perjanjian standar tersebut adalah sah asalkan sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KHUPerdata sebagaimana disebutkan diatas. Apabila para pihak telah menandatangani perjanjian secara hukum dianggap sudah menyetujui atau menyepakati isinya. Dengan demikian dalam perjanjian standar, tanda tangan merupakan tanda kesepakatan. Perjanjian sewa-menyewa yang dibuat pada akta tertulis dibawah tangan berfungsi sebagi alat bukti sah dan dapat dipergunakan untuk melakukan tuntutan apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi. Namun apabila disangkal oleh para pihak, maka pihak yang tidak menyangkal harus membuktikan kebenaran mengenai apa yang tertulis pada akta dibawah tangan tersebut. Hal ini tentu merupakan salah satu resiko dari suatu Akta dibawah tangan. Dalam perjanjian sewa-menyewa antara Yayasan dengan Pemilik Gedung Sekolah ini, Surat Perjanjian sewa-menyewa dibuat dibawah tangan dan dilegalisasi oleh Notaris, menurut kedua belah pihak karena adanya itikad baik, efesiensi waktu jangka waktu sewa dan para pihak berpendapat perjanjian yang mereka buat secara bawah tangan dilegalisasi oleh Notaris sudah sah dan mengikat antara para pihak dan juga sebagai bukti yang kuat. Legalisasi dalam pengertian sebenarnya adalah membuktikan bahwa dokumen yang dibuat oleh para pihak itu memang benar-benar ditanda tangani oleh para pihak yang membuatnya. Oleh karena itu diperlukan kesaksian seorang Pejabat Umum yang diberikan wewenang untuk itu yang dalam hal ini adalah Notaris untuk menyaksikan Universitas Sumatera Utara 49 penandatanganan tersebut pada tanggal yang sama dengan waktu penandatanganan itu. Dengan demikian legalisasi itu adalah melegalize dikumen yang dimaksud dihadapan Notaris dengan membuktikan kebenaran tandatangan penandatanganan dan tanggalnya. Ada kalanya yang dibuat dibwah tangan itu, para pihak kurang puas kalau tidak dicapkan di Notaris. Notaris dalam hal ini dapat saja membubuhkan cap pada Akta-Akta dibawah tangan itu. Sebelum membubuhkan cap Notaris, diberi nomor dan tanggal, nomor mana yang harus dicatat dalam bukuDaftar Akta, kemudian diberikan kata-kata dan ditandatangani oleh Notaris. Untuk keperluan legalisasi itu, maka para penandatanganan Akta itu harus datang menghadap Notaris, tidak boleh ditandatangani sebelumnya di rumah. Kemudian Notaris memeriksa tanda kenal, yaitu KTP atau tanda pengenal lainnya. Pengertian kenal itu lain dengan pengertian sehari-hari, yakni Notaris harus mengerti benar sesuai dengan kartu kenalnya, dia memang orangnya, yang bertempat tinggal di alamat kartu itu, gambarnya cocok. Sesudah diperiksa cocok, kemudian Notaris membacakan akta dibawah tangan itu dan menjelaskan isi dan maksud surat dibawah tangan itu. Mengenai tata cara legalisasi yang memenuhi syarat menurut bunyi pasal 1874 a KUHPerdata : a. Penandatangan akta para pihak dikenal atau diperkenalkan kepada Notaris. b. Sebelum Akta ditandatangani oleh para penghadap, Notaris terlebih dahulu harus membacakan isinya. c. Kemudian akta tersebut ditanda tangani para penghadap dihadapan Notaris. Universitas Sumatera Utara 50 Sebagai yang ditugaskan untuk memberikan pengesahan legalisasi dan melakukan pendaftaran waarmerking surat-surat dibawah tangan dalam buku register, selain Notaris yang mempunyai kewenangan yang sama-sama untuk itu adalah Ketua Pengadilan Negeri, Wali Kota, Bupati dan Kepala Kewedaan. 67 Dalam kenyataan yang terjadi dimasyarakat, sebagian dari masyarakat kurang menyadari pentingnya suatu dokumen sebagai alat bukti sehingga kesepakatan diantara para pihak cukup dilakukan dengan rasa saling kepercayaan dan dibuat secara lisan terutama pada masyarakat yang masih diliputi oleh adat kebiasaan yang kuat, untuk peristiwa-peristiwa yang penting dibuktikan dengan kesaksian dari beberapa orang saksi, biasanya yang menjadi saksi-saksi untuk peristiwa-peristiwa itu ialah tetangga-tetangga, teman-teman sekampung atau pegawai desa. Sesungguhnya didalam kesaksian dengan mempergunakan beberapa saksi tersebut terdapat kelemahan-kelemahan, apabila terdapat suatu peristiwa yang harus dibuktikan kebenarannya, dalam hal ini terjadi sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan, maka saksi-saksi itulah yang akan membuktikan kebenarannya dengan memberikan kesaksiannya. Pasal 15 ayat 2 huruf a UUJN yang mengatur tentang legalisasi berbunyi : “Notaris berwenang mengesahkan tandatangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus “. 67 A.Kohar, Notaris Berkomunikasi, Bandung : Alumni, 1984, hlm.36. Universitas Sumatera Utara 51 Notaris dalam memberi legalisasi, membubuhkan tanggal dan keterangan bagian bawah dari surat itu, dengan mencantumkan keterangan yang berbunyi : Nomor.....LEGIV2012 Saya yang bertanda tangan dibawah ini....., Notaris di.....Menerangkan bahwa isi surat ini telah saya bacakan dan terangkan kepada ....yang saya Notaris kenaldiperkenalkan kepada saya Notaris dan sesudah itu maka........ membubuhkan tandatangancap jarinya diatas surat ini dihadapan saya, Notaris. Berdasarkan ketentuan Pasal 56 ayat 3 UUJN, Surat dibawah tangan yang disahkan atau dilegalisasi oleh Notaris wajib diberi teraan cap stempel serta paraf atau tanda tangan Notaris. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa dengan dilegalisasinya Surat dibawah tangan itu, Surat itu memperoleh kedudukan sebagai Akta Otentik. Dengan kata lain Surat itu dianggap seolah-olah dibuat oleh atau dihadapan Notaris. Surat dibawah tangan sekalipun telah mendapat legalisasi dari Notaris tetaplah merupakan Surat yang dibuat dibawah tangan. “ Legalisasi adalah pengesahan Surat yang dibuat dibawah tangan “. 68 Terhadap Surat dibawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris, maka Notaris bertanggung jawab atas 4 empat hal : 69 a. Identitas 1. Notaris berkewajiban meneliti identitas pihak-pihak yang akan menandatangani SuratAkta dibawah tangan KTP, Paspor, SIM, atau diperkenalkan oleh orang lain. 2. Meneliti apakah cakap untuk melakukan perbuatan hukum. 3. Meneliti apakah pihak-pihak yang berwenang yang menandatangani SuratAkta. 68 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Bandung:Sinar Grafika,2005, hlm.597. 69 H.M. Imron, Legalisasi Harus Dilengkapi Saksi, Renvoi Nomor 1034 April 2006, hlm.1 Universitas Sumatera Utara 52 b. Isi Akta Notaris wajib membacakan isi Akta kepada pihak-pihak dan menanyakan apakah benar isi akta yang demikian yang dikehendaki pihak- pihak. c. Tandatangan. Mereka harus menandatangani dihadapan Notaris. d. Tanggal Membubuhi tanggal pada Akta dibawah tangan tersebut kemudian dilakukan ke buku daftar yang telah disediakan untuk itu. Adapun tujuan dari legalisasi atas penandatanganan Akta dibawah tangan adalah : 70 a. Agar terdapat kepastian atas kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam Akta, dan juga kepastian atas kebenaran bahwa tanda tangan itu adalah benar sebagai tanda tangan para pihak : b. Dengan demikian, para pihak pada dasarnya tidak leluasa lagi untuk menanda tangan yang terdapat pada Akta. Dengan telah dilegalisasi Akta dibawah tangan, maka bagi Hakim telah diperoleh kepastian mengenai tanggal dan identitas dari pihak yang mengadakan perjanjian tersebut serta tanda tangan yang dibubuhkan dibawah Surat itu benar berasal dan dibubuhkan oleh orang yang namanya tercantum dalam Surat itu dan orang yang membubuhkan tandatangannya dibawah Surat itu tidak lagi dapat mengatakan bahwa para pihak atau salah satu pihak tidak mengetahui apa isi surat itu, karena isinya telah dibacakan dan dijelaskan terlebih dahulu sebelum para pihak membubuhkan tandatangan dihadapan Pejabat Umum tersebut. Untuk mencover perjanjian agar benar-benar aman, maka memang diperlukan perjanjian yang dibuat dalam bentuk Akta Notaris. Agar kelak dikemudian hari, manakala terjadi sengketa terhadap persoalan tersebut, maka pihak pembuat akan 70 Yahya Harapan, Op Cit, hlm.597 Universitas Sumatera Utara 53 lebih mendapatkan kepastian Hukum. Namun hal ini bukan berarti perjanjian yang dibuat secara bawah tangan kehilangan daya mengikatnya. Perjanjian bawah tangan tetap menjadi salah satu alat bukti yang sah untuk berpekara di Pengadilan. Hanya yang perlu menjadi pertimbangan adalah bahwa kekuatan Hukum yang mengikutinya akan berbeda dengan apabila perjanjian itu dibuat dalam bentuk Akta Notariil. Yang diperlukan hanya mempertimbangkan apakah kira-kira resiko akibat apabila perjanjian itu dibuat dibawah tangan membawa implikasi yang significan atau tidak, apabila perjanjian itu hanya perjanjian-perjanjian “ringan” yang memiliki resiko lebih sedikit, maka silahkan saja dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan. Namun apabila beresiko lebih besar, maka hendaklah dibuat dalam bentuk Notariil Akta, Sehingga kepastian Hukumnya lebih terjaga. Para pihak yang terlibat mengutarakan maksudnya masing-masing kepada Notaris dan Notaris yang akan membuat Aktanya, kemudian Akta akan dibacakan dan setelah itu akan ditandatangani oleh para pihak jika semua kehendak para pihak tersebut sudah benar. Jadi dari berbagai segi memang ada perbedaan antara Akta bawah tangan dan Akta Notaris. Masalah perlu atau tidaknya semua perjanjian dibuat dalam Akta Notaris, tentunya itu sangat bergantung pada kepentingan para pihak dan kehendak para pihak masing-masing. Dalam hal ini sekalipun sama-sama secara tertulis akan tetapi sangat dianjurkan untuk dibuat secara Notariil. Karena terdapat perbedaan kekuatan Hukum pembuktiannya, secara gampangnya yang dibuat dibawah tangan sangat mudah disangkal, sedangkan Notaris adalah Pejabat yang telah disumpah demikian Universitas Sumatera Utara 54 Akta yang dibuat dihadapannya mempunyai kekuatan Hukum yang kuat. Siapa yang menyangkal isi Akta Notariil haruslah mengajukan kontra bukti yang sangat kuat barulah dapat melumpuhkan kekuatan Akta Notariil.

B. Kedudukan Yayasan Sebagai Badan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan

Pertumbuhan Badan Hukum Yayasan cukup pesat dalam masyarakat Indonesia. Keberadaan yayasan pada dasarnya merupakan pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat yang menginginkan adanya wadah atau lembaga yang bersifat dan bertujuan sosial, keagamaan dan kemanusiaan. Dengan adanya yayasan, maka segala keinginan sosial, keagamaan dan kemanusiaan itu dapat diwujudkan di dalam suatu lembaga yang telah diakui dan diterima keberadaannya. Bahkan ada pendapat mengatakan bahwa yayasan merupakan nirlaba, artinya tujuannya bukan mencari keuntungan, melainkan melaksanakan sesuatu yang bersifat amal. Namun tidak semua yayasan yang ada dalam masyarakat itu didaftarkan untuk menjadikannya suatu badan hukum menurut peraturan yang berlaku. Di Indonesia kegiatan sosial kemanusiaan yang dilakukan Yayasan diperkirakan muncul dari kesadaran masyarakat kalangan mampu yang memisahkan kekayaannya untuk membantu masyarakat yang mengalami kesusahan. Adapun alasan mereka memilih mendirikan yayasan karena jika dibandingkan dengan bentuk badan hukum lain yang hanya terkonsentrasi pada bidang ekonomi dan usaha, yayasan dinilai lebih memilih ruang gerak untuk menyelenggarakan kegiatan sosial seperti pendidikan, kesehatan Universitas Sumatera Utara 55 serta keagamaan yang pada umumnya belum ditangani oleh badan – badan hukum lain. 71 Sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan, sebagai badan hukum recht persoon yayasan sudah sejak lama diakui dan tidak diragukan. Meskipun belum ada undang-undang yang mengaturnya. Dalam lalu lintas hukum sehari-hari yayasan diperlakukan sebagai legal entity. 72 Umumnya yayasan selalu didirikan dengan akta notaris sebagai syarat bagi terbentuknya suatu yayasan. Namun ada juga yayasan yang didirikan oleh badan-badan pemerintah dilakukan atau dengan suatu Surat Keputusan dari pihak yang berwenang untuk itu atau dengan akta notaris. Didalam akta notaris yang dibuat tersebut dimuat ketentuan tentang pemisahan harta kekayaan oleh pendiri Yayasan, yang kemudian tidak boleh lagi dikuasai oleh pendiri. Selama ini beberapa peraturan perundang-undangan yang berlaku hanya menyebutkan mengenai Yayasan tanpa menjelaskan atau mengatur tentang pengertian Yayasan, seperti yang terdapat dalam Pasal 365, Pasal 899, Pasal 900 dan Pasal 1680 KUHPerdata. Didalam pasal-pasal ini sama sekali tidak memberikan pengertian tentang Yayasan. Agar pengertian yayasan tidak menyimpang maka Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 71 Arie Kusumastuti dan Maria Suhardiadi, Hukum Yayasan Di Indonesia, Jakarta : PT. Abadi, 2003, hlm. 1. 72 Setiawan,, Tiga Aspek Yayasan, Varia Peradilan Tahun V, No. 55, April, 1995, hlm.112. Universitas Sumatera Utara 56 tentang Yayasan. Pengertian yayasan pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 menyatakan bahwa : ”Yayasan adalah suatu badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota.” Setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, maka penentuan status badan hukum yayasan harus mengikuti ketentuan yang ada didalam undang-undang tersebut. Dalam undang-undang tersebut menyatakan bahwa yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia. Dengan ketentuan tersebut dapat diketahui Yayasan menjadi badan hukum karena undang-undang atau berdasarkan undang-undang bukan berdasarkan sistem terbuka yaitu berdasarkan pada kebiasaan, dokrin dan yurisprudensi. Modal awalnya berupa kekayaan pendiri yang dipisahkan dari kekayaan pribadinya yang lain. Memiliki tujuan tertentu yang merupakan konkretisasi nilai-nilai keagamaan, sosial dan kemanusiaan, tidak memiliki anggota. 73 Yayasan sebagai suatu badan hukum, memiliki hak dan kewajiban yang independen, yang terpisah dari hak dan kewajiban orang atau badan yang mendirikan 73 Chatamarrasjid Ais, Badan Hukum Yayasan Edisi Revisi, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara 57 Yayasan, maupun para Pengurus serta organ yayasan lainnya. 74 Yayasan merupakan suatu badan yang melakukan berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan mempunyai tujuan idiil. 75 Yayasan dipandang sebagai subyek hukum karena memenuhi hal - hal sebagai berikut : 76 1. Yayasan adalah perkumpulan orang. 2. Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan hukum. 3. Yayasan mempunyai harta kekayaan sendiri. 4. Yayasan mempunyai pengurus. 5. Yayasan mempunyai maksud dan tujuan. 6. Yayasan mempunyai kedudukan hukum domisili tempat. 7. Yayasan dapat digugat atau menggugat di muka pengadilan. Sehingga dari unsur-unsur yang tersebut di atas dapat diberikan suatu kesimpulan bahwa Yayasan memenuhi syarat sebagai badan hukum dimana Yayasan memiliki harta kekayaan sendiri, dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan Hukum, memiliki maksud dan tujuan serta unsur-unsur lainya sehingga Yayasan persamakan statusnya dengan orang-perorangan. Sekalipun sudah ditentukan status badan Hukumnya suatu Yayasan yang pendiriannya sesuai Pasal 9 ayat 122 yang berbunyi : a. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal. b. Pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. 74 Gunawan Wijaya, Yayasan di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, Jakarta : Elex Media Komputindo, Kelompok Gramedia, 2002, hlm. .4 75 I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, Jakarta : Kesaint Blanc, 2002, hlm. 60 . 76 Hisbullah Syawie, Aspek-aspek Hukum Mengenai Yayasan di Indonesia, Varia Pendidikan, Tahun IX, No. 98 November 1993, hlm. 89. Universitas Sumatera Utara 58 Tidak serta merta menjadi sebuah badan hukum bilamana sudah dibuat akta pendiriannya di hadapan notaris. Guna mendapatkan status badan hukum sebuah Yayasan harus melalui proses pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia seperti yang tercantum dalam Pasal 11 ayat 1 yang berbunyi : Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat 2 memperoleh pengesahan dari Menteri. Dengan dijelaskan prosedur memperoleh status badan hukum menjadikan hasil yang jelas bahwa yayasan adalah badan hukum dan atas hal ini diharapkan tidak ada lagi keragu-raguan tentang status badan Hukum Yayasan. Pada prinsipnya, terkait status badan hukum, yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, berdasarkan pada yurisprudensi dan doktrin, tetap diakui menjadi badan hukum apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Berdasarkan ketentuan peralihan Pasal 71 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004, sejak berlakunya undang-undang tersebut akan muncul dua pengakuan yang berbeda terhadap yayasan. Ada yayasan yang diakui sebagai badan hukum, sementara disisi lain ada juga yayasan yang tidak diakui sebagai badan hukum. Pengakuan tersebut menimbulkan konsekwensi yuridis bagi yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan tersebut. Universitas Sumatera Utara 59 Yayasan yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang Yayasan tersebut, dan telah didaftarkan di Pengadilan Negeri tetap diakui sebagai badan hukum. Hal ini merupakan hak yang telah diperoleh yayasan sebelumnya, oleh karena itu sesuai dengan prinsip hukum yang belaku, hak tersebut tidak dapat hilang begitu saja. Pendaftaran yang telah dilakukan oleh Yayasan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 pada Pasal 71 Ayat 1 tentang Yayasan hanya terbatas pada Yayasan yang : a. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. b. Telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan Mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait. Dengan pendaftaran tersebut Yayasan tetap diakui sebagai badan hukum. Pengakuan sebagai badan hukum bukan berlangsung secara otomatis, namun terlebih dahulu yayasan harus memenuhi semua persyaratan yang diwajibkan untuk dilakukan menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004. Persyaratanya adalah Yayasan wajib menyesuaikan anggaran dasarnya dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dengan ketentuan bahwa paling lambat 3 tiga tahun sejak mulai berlakunya Undang-Undang ini telah melakukan penyesuaian 6 Oktober 2008. Sementara itu, yayasan yang belum pernah terdaftar di Pengadilan Negeri dapat memperoleh status badan hukum dengan cara menyesuaikan anggaran dasarnya Universitas Sumatera Utara 60 dan wajib mengajukan permohonan kepada Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 satu tahun sejak Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan tersebut berlaku. Bila dalam batas waktu tersebut Pendiri Yayasan lalai menyesuaikan anggaran dasarnya dengan Undang-Undang Yayasan tersebut, maka Yayasan tidak dapat diakui sebagai yayasan dan permohonan pengesahannya ditolak oleh Menteri Hukum Dan Hak Azazi Manusia. Yayasan itu juga wajib memberitahukan kepada Menteri Hukum Dan Hak Azasi Manusia setelah pelaksanaan penyesuaian anggaran dasarnya. Sanksi yang diberikan kepada yayasan yang tidak menyesuaikan anggaran dasarnya adalah Yayasan dapat dibubarkan berdasarkan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. 77 Jadi, dalam Sistem Hukum Indonesia suatu badan hukum selain memenuhi 3 tiga unsur yakni mempunyai harta kekayaan sendiri yang berasal dari suatu perbuatan pemisahan, mempunyai tujuan sendiri tertentu dan mempunyai alat perlengkapan yang merupakan syarat materiil, yayasan juga perlu didaftarkan sebagai badan hukum. Sebelum didaftarkan sebagai badan hukum, yayasan itu secara formal belum dapat diakui secara sah sebagai suatu badan hukum. Perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus suatu badan hukum yang belum didaftarkan dianggap sebagai perbuatan pribadi pengurus. Pendaftaran badan hukum yayasan dapat dilihat sebagai unsur formal. Sahnya suatu badan hukum sering kali dikaitkan dengan tanggung jawab pengurus, dalam hal perbuatan-perbuatan hukum tanggung jawab 77 Pasal 71 ayat 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan. Universitas Sumatera Utara 61 pengurus badan hukum yang sah sebatas tanggung jawab pengurus yang menjadi tanggungjawabnya menurut anggaran Dasar. Sebaliknya jika badan hukumnya belum didaftarkan, maka tanggungjawabnya bersifat pribadi dari orang-orang yang duduk sebagai pengurus. Yayasan sebagai organisme dalam hukum, dalam kegiatan rutin maupun tertentu yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh organ yayasan. Adapun sesuai ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 menyebutkan : “Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina, pengurus dan pengawas”. Pembina dalam yayasan memiliki kedudukan tertinggi dimana pengawas sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat 1 yang berbunyi: “Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau Pengawas oleh Undang-Undang ini atau anggaran dasar”. Kewenangan yang diberikan kepada adalah kewenangan yang benar, karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika calon pembina tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 meliputi : Kebutuhan mengenai perubahan anggaran dasar. a. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas. b. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar Yayasan. c. Penyelesaian program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan. Universitas Sumatera Utara 62 d. Penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan. Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati ketentuan Pasal 28 ayat 1 tersebut diatas kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas. Sehingga disamping kewenangan pembina ternyata ada juga kewenangan pengurus dan pengawas, jadi sesungguhnyapun pembina. mengangkat pengurus dan pengawas, namun pembina tidak boleh mencampuri urusan pengurus dan pengawas, hal ini dipertegas kembali dalam ketentuan Pasal 29 yang berbunyi: “Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus danatau anggota pengawas. Demikian juga ketentuan Pasal 31 ayat 3 juncto Pasal 40 ayat 4”. Yang dapat dilakukan oleh pernbina adalah menilai tindakan pengurus dalam menjalankan kegiatannya mengurus Yayasan tanpa anggota tetapi Yayasan mempunyai pengurus kekayaan dan penyelenggaraan tujuannya. Kewenangan yang diberikan kepada pembina adalah kewenangan yang besar, karena pada umumnya pembina adalah pendiri yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat pembina jika dalam pembina tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan, maupun pengangkatan sesuai Pasal 28 ayat 3. Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati dalam ketentuan Pasal 28 ayat 1 tersebut di atas kewenangan tersebut hanya kewenangan yang tidak diserahkan Universitas Sumatera Utara 63 kepada pengurus atau pengawasan dan pembinaan bukanlah badan tertinggi dalam yayasan tidak seperti yang ditentukan RUPS dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi: “Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan komisaris.” Pengurus adalah organ dalam yayasan yang melaksanakan kegiatanpengurusan yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat 1. Adapun guna menjalankan kegiatan pengurus, maka organ pengurus terbagi atas Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Karena pengurus diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan Yayasan, maka pengurus bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Pengawas adalah organ dalam Yayasan yang diberikan tugas untuk melaksanakan pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. Pengawasan di dalam menjalankan tugasnya wajib dengan itikad baik dengan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan sendiri. Universitas Sumatera Utara 64

BAB III KEDUDUKAN PARA PIHAK DILIHAT DARI HAK DAN KEWAJIBAN

DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA

A. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa

Dalam perjanjian sewa menyewa selalu terdapat 2 dua belah pihak yang selalu mengikatkan diri untuk berprestasi satu sama lain. Pihak inilah yang menjadi subjek sewa menyewa. Subjek sewa menyewa merupakan subjek Hukum dimana subjek Hukum ini ada 2 dua yaitu : orang pribadi dan Badan Hukum. 78 Unsur ini merupakan subjek perjanjian atau para pihak pembuat perjanjian. Subjek perjanjian dapat merupakan orang perorang naturlijk person atau badan Hukum recht person. Sehubungan dnegan subjek perjanjian, perjanjian menganut azas personalia. Azas ini dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata, yang berbunyi “ Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri “. Secara khusus ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata tersebut menunjukkan pada kewenangan bertindak untuk individu pribadi sebagai subjek Hukum pribadi yang mandiri, yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri. Dengan kapasitasnya kewenangan tersebut, sebagai orang yang cakap bertindak 78 Hubungan Hukum harus terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang berhal atas prestasi, Pihak yang aktif adalah kreditur atau si berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi pihak yang pasif adalah debitur atau yang si berutang. Mereka ini yang disebut subjek perikatan, Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perdata Tentang Perikatan, Medan : Fakultas Hukum USU,1996 , hlm.3 64 Universitas Sumatera Utara 65 dalam Hukum maka setiap tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh orang perorangan, sebagai subjek Hukum akan mengikat diri pribadi tersebut, dan lapangan perikatan, mengikat seluruh harta kekayaan yang dimiliki olehnya secara pribadinya sebagai ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yang berbunyi : “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Dalam hal, orang perorangan tersebut melakukan tindakan Hukum dalam kapasitasnya yang berada yaitu tidak untuk kepentingan dirinya sendiri, maka kewenangannya harus disertai dengan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa memang orang-orang perorangan tersebut tidak membuat atau menyetujui dilakukannya perjanjian untuk dirinya sendiri. Seperti dalam perjanjian sewa menyewa ini, pihak kedua yang merupakan orang perorangan mewakili atau bertindak untuk dan atas nama Yayasan. Subjek Hukum adalah pendukung hak dan kewajiban. Menurut. R. Suroso subjek Hukum adalah : “Sesuatu yang menurut Hukum berhakberwenang untuk melakukan perbuatan Hukum atau siapa yang mempunyai hak dan cakap bertindak dalam Hukum, sesuatu pendukung hak rechtsbevoedgheid dan merupakan sesuatu yang menurut Hukum mempunyai hak dan kewajiban “. 79 79 R.Suroso, Pengantar Ilmu Hukum, Op Cit, hlm.223. Universitas Sumatera Utara 66

B. Hubungan Hukum Antara Pemilik Dengan Pihak Penyewa.

Sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian lain pada umumnya adalah sesuatu perjanjian konsensual. Artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar “Harga Sewa“. Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jual beli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian maka penyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang di sewanya itu. Kewajiban pihak yang menyewakan adalah menyerahkan barang untuk dinikmati dan bukannya menyerahkan hak milik atas barang tersebut, dengan demikian maka seorang yang mempunyai hak nikmat hasil dapat secara sah menyewakan barang yang dikuasainya dengan hak tersebut. Kalau seorang diserahi sautu barang untuk dipakai tanpa kewajiban membayar sesuatu apa, maka yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam pakai. Jika yang menyimpang dari apa yang dimaksud dalam perjanjiannya, maka yang menyewakan berhak untuk meminta pembatalan sewa Pasal 1561 KUHPerdata. Universitas Sumatera Utara 67

C. Klausula-Klausula Yang Diatur Didalam Akta Perjanjian Sewa Menyewa, Hak dan Kewajiban para pihak.

Perjanjian sewa menyewa merupakan salah satu perjanjian bernama yaitu perjanjian yang tercantum dan diatur dalam KUHPerdata yang terdiri dari perjanjian jual beli, perjanjian tukar menukar, perjanjian sewa menyewa, perjanjian untuk melakukan pekerjaan, perjanjian persekutuan, perjanjian perkumpulan, perjanjian penitipan barang, perjanjian pinjam pakai dan perjanjian pinjam meminjam. Seperti halnya perjanjian jual beli, perjanjian sewa menyewa merupakan perjanjian yang memperoleh pengaturan yang terperinci dari dalam KUHperdata, Apabila perjanjian jual beli memerlukan pengaturan yang terperinci karena berkaitan dengan peralihan kepemilikan sehingga terdapat banyak permasalaahan hukum yang mungkin timbul, perjanjian sewa menyewa berkaitan dengan beralihnya penggunaan manfaat selama jangka waktu tertentu sehingga akan menimbulkan permasalahan hukum yang berkaitan dengan benda yang di perjanjikan selama perjanjian berjalan dan saat berakhirnya perjanjian. Didalam perjanjian dikenal azas kebebasan berkontrak, dimana para pihak menurut kehendak bebasnya masing-masing dapat membuat perjanjian dan setiap orang bebas mengikatkan diri dengan siapapun yang ia kehendaki. Pihak-pihak juga dapat bebas menentukan cakupan isi serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan Universitas Sumatera Utara 68 perundang-undangan yang bersifat memaksa, baik ketertiban umum ataupun kesusilaan. Pada umumnya perikatan yang lahir dari perjanjian merupakan yang paling banyak terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari. Eksistensi perjanjian sebagai salah satu sumber perikatan dapat kita temui landasannya pada ketentuan Pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena persetujuan, baik karena undang-undang. Dari Pasal 1338 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat dikatakan bahwa, Pasal itu mengandung suatu pernyataan bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian apa saja dan itu akan mengikat kita sebagaimana mengikatnya Undang-Undang. Prinsip yang terkandung dalam ketentuan di atas, jelaslah bahwa suatu perjanjian dapat dibuat secara lisan dan dapat pula dalam bentuk tulisan. Jika dibuat secara tertulis, hal ini bersifat sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan di kemudian hari. Pasal 1338 ayat 2 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Ada persetujuan-persetujuan dimana untuk setiap salah satu pihak menimbulkan suatu kewajiban yang berkelanjutan, misalnya : sewa menyewa. 80 Para pihak yang membuat perjanjian, apabila dianggap cakap secara hukum, selayaknya atau dianggap sudah mengetahui bahwa mereka tidak hanya mengikatkan 80 R. Setiawan, Op. Cit., hlm. 64. Universitas Sumatera Utara 69 diri terhadap apa yang dinyatakan dalam perjanjian yang dibuatnya tetapi juga telah mengikatkan diri terhadap segala ketentuan perundang-undangan, kepatutan dan kebiasaan seperti diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata yang berbunyi : “Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang”. 81 Dari bunyi pasal tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada dua unsur yang menentukan keterikatan para pihak terhadap perjanjian yang dibuatnya, yaitu : a. Klausul-klausul perjanjian yang telah disepakati. b. Kewajiban dan atau larangan yang timbul dari kebiasaan, kepatutan serta undang-undang yang terkait dengan sifat perjanjian yang dibuatnya. Sementara itu dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan : Semua perjanjian itu harus dilaksanakan dengan itikad baik, dan hakim diberikan kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian, jangan sampai pelaksanaan itu melanggar kepatutan dan keadilan. Perjanjian sewa menyewa adalah sebagai salah satu bentuk perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan merupakan perjanjian timbal balik yang selalu mengacu kepada asas konsensualitas atau berdasarkan 81 Sitohang, Ikhtisar Kitab undang-undang Hukum Perdata, Jakarta : Kuda Mas Intra Asia, 1989, hlm. 56. Universitas Sumatera Utara 70 kesepakatan para pihak dan merupakan salah satu jenis perjanjian yang sering terjadi dalam kehidupan di masyarakat. Menurut Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya, azas konsensualitas memperlihatkan kepada kita semua, bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang yang telah mengikat,dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang-orang tersebut mencapai kesepakatan atau consensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. 82 Ini pada prinsipnya perjanjian mengikat dan berlaku sebagai pengikat bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas, walau demikian untuk menjaga pihak debitur yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi diadakanlah bentuk-bentuk formalitas, atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Adapun klausula yang tercantum didalam perjanjian sewa menyewa dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak dalam hal ini penyewa Pihak Yayasan dengan pemilik gedung sekolah yang menyewakan, yang kemudian dilegalisasi oleh notaris, antara lain : a. Adanya Pihak Yang Menyewakan dan Pihak Penyewa Unsur ini merupakan subjek perjanjian atau para pihak pembuat perjanjian. Subjek perjanjian dapat merupakan orang per orang naturlijk person atau badan hukum recht person. Sehubungan dengan subjek perjanjian, perjanjian menganut azas personalia. Azas ini dapat ditemukan dalam dalam ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata, yang berbunyi “ Pada umumnya tak seorangpun dapat 82 Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaya, Op. Cit.,hlm. 34-35. Universitas Sumatera Utara 71 mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri “. Secara khusus ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata tersebut menunjukkan pada kewenangan bertindak untuk individu pribadi sebagai subjek hukum pribadi yang mandiri, yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri. Dengan kapasitasnya kewenangan tersebut, sebagai orang yang cakap bertindak dalam hukum maka setiap tindakan, perbuatan yang dilakukan oleh orang perorangan, sebagai subjek hukum akan mengikat diri pribadi tersebut, dan lapangan perikatan, mengikat seluruh harta kekayaan yang dimiliki olehnya secara pribadinya sebagai ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata, yang berbunyi : “Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”. Dalam hal, orang perorangan tersebut melakukan tindakaan hukum dalam kapasitasnya yang berada yaitu tidak untuk kepentingan dirinya sendiri, maka kewenangannya harus disertai dengan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa memang orang-orang perorangan tersebut tidak membuat atau menyetujui dilakukannya perjanjian untuk dirinya sendiri. b. Adanya Obyek Yang Disewakan Dari bunyi klausula diatas jelas yang merupakan objek perjanjian sewa menyewa tersebut adalah satu unit bangunan sekolah berikut inventaris yang terdapat didalamnya. Dan jika pada waktu sewa menyewa ini berakhir, maka Universitas Sumatera Utara 72 pihak kedua diwajibkan atau harus menyerahkan kembali apa yang disewanya tersebut dalam keadaan terpelihara baik, tanpa dihuni oleh siapapun serta dalam keadaan kosong, berikut dengan barang-barang inventaris yang berada dan terdapat disekolah tersebut kepada pihak pertama. c. Adanya jangka waktu persewaan Jangka waktu yang ditentukan didalam perjanjian sewa menyewa ini adalah selama 1 satu tahun lamanya, terhitung sejak tanggal 5 lima Agustus 2011 dua ribu sebelas, dan akan berakhir pada tanggal 5 lima Agustus 2012 dua ribu dua belas. Jika salah satu pihak bermaksud untuk memperpanjang masa jangka waktu sewa menyewa ini, maka sebagaimana bunyi atau klausula Pasal 12 perjanjian sewa menyewa. Jadi meskipun jangka waktu persewaan ini jelas disebutkan, para pihak tidak dapat dengan semena-mena untuk membatalkan perjanjian ini tanpa ada kesepekatan terlebih dahulu dari para pihak begitu juga halnya didalam melakukan perpanjangan jangka waktu sewa, haruslah terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak-pihak sebelum jangka waktu perjanjian berakhir. Perjanjian sewa-menyewa antara Yayasan Panca Mitra Karya dengan Pemilik Gedung Sekolah dimulai pada tahun 2008 hingga saat ini masih berlangsung dengan masa sewa persatu tahun untuk tiap tahunnya dan apabila masa sewa telah mendekati masa waktu berakhirnya maka sebelum jangka waktu 3 tiga bulan sebelum jangka waktu persewaan berakhir Pemilik Gedung Sekolah akan memberitahukan kepada Pengurus Yayasan apakah akan melakukan Universitas Sumatera Utara 73 perpanjangan jangka waktu sewa, seperti yang telah dilakukan pada masa sewa sebelumnya baik pihak penyewa atau pihak yang menyewakan akan memberitahukan. Hal ini dikarenakan telah adanya itikad baik dari dua belah pihak baik penyewa maupun yang menyewakan yang mana penggunaan gedungnya untuk kegiatan dan tujuan sosial yaitu Pendidikan. 83 d. Adanya nominal harga sewa menyewa dan tata cara pembayaran. Selain hak yang dimiliki oleh penyewa untuk menempati gedung yang merupakan objek perjanjian, tentulah ada kewajiban yang harus dan wajib untuk dilakukan yaitu membayar uang sewa sesuai dengan kesepakatan. Imbalan terhadap pembayaran benda dan manfaatnya merupakan hal penting untuk menjadikan suatu perjanjian dapat dikategorikan sebagai perjanjian sewa menyewa karena apabila penggunaan suatu benda dan manfaatnya tanpa adanya kewajiban pembayaran harga sewa maka perjanjian yang dibuat adalah perjanjian pinjam pakai. Sebagai suatu unsur esensial pada perjanjian, harga sewa hampir dapat dipastikan selalu tercantum dalam klausul perjanjian tertulis. Mengenai waktu pembayaran harga sewa, KUHPerdata tidak menyebutkan secara tegas, oleh karena itu tepatlah kiranya bahwa hal ini dilakukan berdasarkan perjanjian dari para pihak, apabila para pihak tidak menentukan maka pembayaran dilakukan segera setelah tercapai kesepakatan, namun 83 Hasil Wawancara dengan Sukiwi Tjong, Ketua Yayasan Panca Mitra Karya Binjai, pada Tanggal 20 April 2012. Universitas Sumatera Utara 74 mengenai tempat pembayaran harga sewanya, dalam KUHPerdata ada satu pasal yang memberikan petunjuk yaitu Pasal 1393 KUHPerdata. Pasal ini pada pokoknya menentukan, bahwa pembayaran dapat dilakukan pada : 1 Tempat yang ditetapkan dalam perjanjian 2 Tempat dimana barang berada waktu perjanjian diadakan 3 Tempat tinggal pihak yang terpiutang 4 Tempat tinggal pihak yang berhutang Didalam perjanjian sewa menyewa, biasanya pembayaran dilakukan sekaligus dimuka pada saat perjanjian tersebut terjadi atau dengan cara dibayar per termin bertahap dalam masa waktu paling lama satu tahun sekiranya jangka waktu perjanjian tersebut berlaku untuk masa waktu 3-5 tahun. Akan tetapi lain halnya dengan perjanjian sewa menyewa antara pemilik gedung sekolah dengan pihak yayasan ini, yakni separoh dari jumlah uang sewa dibayar dimuka pada saat perjanjian ditandatangani dan sisanya dibayar pada saat berakhirnya sewa menyewa. Hal ini dikarenakan adanya itikad baik dari penyewa sekaligus adanya saling kepercayaan antara pemilik gedung sekolah dengan pihak Yayasan. e. Adanya Sanksi Bagi Para Pihak Yang Melakukan Wanprestasi. Adapun sanksi yang ditentukan didalam perjanjian sewa menyewa ini, lebih ditekankan pada kelalaian pihak penyewa dalam hal keterlambatan pembayaran. Manakala pada tanggal yang telah disepakati terlebih dahulu, Pihak kedua tidakbelum juga memenuhi kewajibannya membayar sisa dari uang sewa tersebut, maka Pihak kedua dapat dikatakan lalai, yang mana kelalaian terbukti Universitas Sumatera Utara 75 dengan lewatnya waktu tersebut dan dalam kejadian demikian untuk tiap-tiap satu hari lalai Pihak kedua dikenakan dendaganti rugi sebesar Rp 100.000 seratus ribu, atas kesepakatan kedua belah pihak. Selanjutnya denda atas keterlambatan pembayaran mana berlangsung terus, sampai Pihak kedua melunasi sisa dari uang sewa tersebut kepada Pihak Pertama dan dalam kejadian demikian Pihak Kedua tidak berhak untuk mengajukan gugatan dan atau tuntutan berupa apapun dan dalam bentuk apapun juga kepada Pihak Pertama, seperti tertulis dalam perjanjian yang telah ditanda tangani. f. Domisili Yang Dipilih Para Pihak Apabila Terjadi Sengketa. Hal ini ditentukan agar jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak yang tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka hal ini dilakukan melalui jalur Pengadilan ditempat dimana kedua belah pihak bertempat tinggal atau domisili. Dari klausula-klausula yang tercantum didalam perjanjian sewa-menyewa tersebut, ternyata para pihak tidak mencantumkan adanya klausula tentang asuransi terhadap objek sewa-menyewa, bagaimana jika selama masa persewaan ternyata objek sewa-menyewa tersebut musnah dan terjadi force majure. Jika mangacu pada Pasal 1553 KUHPerdata bahwa apabila barang yang disewa itu musnah karena suatu peristiwa yang terjadi diluar kesalahan salah satu pihak, maka perjanjian sewa-menyewa gugur demi Hukum. Dari perkataan “ Gugur Demi Hukum “inilah dapat disimpulkan bahwa masing-masing pihak sudah tidak dapat menuntut sesuatu apa dari pihak lamanya, hal mana berarti bahwa kerugian akibat musnahnya barang yang dipersewakan dipikul sepenuhnya oleh pihak Universitas Sumatera Utara 76 yang menyewakan. Dan ini tentunya akan sangat merugikan bagi pihak yang menyewakan. Untuk itu perlu kiranya hal ini dijadikan pertimbangan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Terhadap musnah barang dalam jangka waktu perjanjian sewa-menyewa masih berlangsung, bisa menimbulkan persoalan sebagai berikut : 1. Jika barang yang merupakan objek perjanjian musnah seluruhnya. Apabila musnah seluruh barang menurut Hukum Perjanjian sewa-menyewa gugur dari Hukum. Lebih lanjut M. Yahya Harahap berpendapat “ Kalau akibat musnah seluruh barang yang disewakan dengan sendirinya Van reuhtwege mengugurkan sewa-menyewa tidak perlu minta pernyataan batal Nietig Verklering . Resiko kerugian dibagi menjadi 2antara yang menyewakan dengan pihak penyewa. 84 Apabila musnah karena suatu kejadian yang tidak disengaja maka dengan sendiri para pihak dapat menuntut pembayaran harga sewa R.Subekti, berpendapat bahwa akibat musnah barang yang disewakan masing-masing pihak sudah tidal dapat menuntut sesuatu apa dari pihak lawan berarti akibat musnah barang yang dipersewakan dipikul sepenuhnya oleh pihak yang meyewakan. 85 2. Jika objek perjanjian hanya musnah sebagian. Jika objek sewa-menyewa hanya musnah sebagian, maka pihak penyewa dapat memilih 86 : 84 Yahya Harahap, Op Cit, hlm.234 85 R.Subekti, Op Cit, hlm.44 86 Yahya Harahap, Op Cit, hlm.236 Universitas Sumatera Utara 77 a. Cara memperhitungkan kerugian Pihak Penyewa dalam rangka pengurangan harga sewa yang harus dibayar. b. Menyangkut kewajiban pemeliharaan pihak yang menyewakan melakukan perbaikan selama sewa-menyewa masih berlangsung. Pegangan yang diberikan. M.Yahya Harahap bahwa bukan semua kemusuhankerusakan harus dikategorikan kedalam Pasal 1553 KUHPerdata tersebut, kemusnahankerusakan atas sebagian yang sungguh-sungguh seriuslah baru dianggap relevan yang dimaksud dengan pasal itu. Sedangkan kemusnahan yang dianggap seiru ini adalah sesuatu yang telah musnah mengakibatkan bagian yang essensial dari barang tadi sudah lenyap. Sehingga kalau dilakukan rehabilitasirekontruksi, tidak mungkin lagi mengembalikan keadaan semula.

1. Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Pemilik Gedung.