BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masa lanjut usia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia yang ditandai dengan perubahan fungsi fisik yang terkadang berhubungan dengan
proses menua Papalia, 2004. Proses menua aging adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain Kuntjoro, 2002. Lanjut usia membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan periode-
periode usia sebelumnya. Lanjut usia mengalami kehilangan sejumlah neuron pada otak dan sistem saraf, penurunan pada fungsi indra, kapasitas paru-paru dan
kemampuan seksualitas Santrock, 2002. Sistem kekebalan tubuh lanjut usia pun menurun, rentan terhadap penyakit, kemampuan mencerna makanan menjadi
lamban, kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian dan tulang mulai keropos Kuntjoro, 2005.
Perubahan-perubahan fisik tersebut diatas sering kali menimbulkan berbagai penyakit kronis pada lanjut usia, diantaranya diabetes melitus, kanker, asam urat
tinggi, penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan sebagainya Hutapea, 2005. Penyakit-penyakit kronis ini dicirikan oleh serangan yang
perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat membatasi aktivitas-aktivitas lanjut usia Santrock, 2002. Sarafino 2006 mengatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa lanjut usia yang mengalami kondisi kronis menjadi tidak mampu menikmati waktu luang yang didapati setelah masa kerjanya.
Lanjut usia juga harus mengalami perubahan-perubahan secara psikologis, yaitu perubahan pada psikis atau kejiwaan individu. Lanjut usia sering berbeda
dalam mempersepsikan sesuatu, kurang cepat dalam melakukan gerakan motorik atau melakukan respon terhadap rangsangan yang ada, penurunan intelektual, dan
perubahan pada kepribadian Barrow, 1996. Papalia 2004 menuliskan bahwa lanjut usia lebih dapat mengingat kejadian
atau peristiwa yang dipersepsikan berbeda oleh lanjut usia. Hal ini menurut peneliti berpengaruh ketika lanjut usia melihat keadaan zaman sekarang yang
berbeda dengan zaman ketika lanjut usia tersebut masih muda, sehingga lanjut usia lebih sering menceritakan kehidupan dan kesuksesannya di masa lalu yang
terkadang tidak relevan lagi di masa sekarang. Perubahan lainnya yang harus dihadapi lanjut usia adalah perubahan secara
sosial. Keberadaan lanjut usia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas, yaitu sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif, dan
sebagainya. Tidak jarang lanjut usia diperlakukan sebagai beban keluarga, masyarakat hingga negara dan sering dikucilkan di panti-panti jompo Hutapea,
2005. Kuntjoro 2002 menambahkan bahwa dalam masyarakat Indonesia sering
dijumpai pengertian dan mitos yang salah mengenai lanjut usia, sehingga banyak merugikan lanjut usia. Contohnya lanjut usia dianggap berbeda dengan orang lain,
Universitas Sumatera Utara
sukar memahami informasi baru, tidak produktif dan menjadi beban masyarakat, lemah, jompo, sakit-sakitan, pikun, dan lain-lain.
Masa lanjut usia ditandai pula dengan masa pensiun. Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang
masanya tiba sebagian individu sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Hal tersebut dikarenakan dalam era modern
seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan karena uang, jabatan dan memperkuat harga diri,
sehingga sering terjadi orang yang pensiun tidak bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya, bahkan mengalami masalah serius kejiwaan ataupun
fisik Jacinta, 2001. Menurut Calhoun 1999, perubahan-perubahan atau kemunduran yang
dialami lanjut usia sangat membawa stres, baik untuk hal yang lebih baik maupun yang lebih buruk. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan lanjut usia merasa
tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam, sering bingung, panik dan depresif Hutapea, 2005. Menurut Partodiwirjo 2005, sekitar 70 lanjut usia
di Jawa Timur diduga stress. Pemicunya adalah faktor eksternal seperti tidak mempunyai jaminan uang pensiun dan tidak mendapatkan perhatian dari keluarga.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa bukanlah hal yang mudah bagi lanjut usia untuk menghadapi setiap perubahan yang ada, namun
bagaimanapun perubahan itu haruslah dialami dan dihadapi oleh individu. Calhoun 1999 menuliskan bahwa semua orang yang hidup pasti menghadapi
Universitas Sumatera Utara
perubahan-perubahan, untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yang menurut Sobur 2003 merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia.
Hal diatas didukung oleh Erikson dalam Prawitasari, 1994 yang mengatakan bahwa tugas perkembangan lanjut usia adalah mencapai integritas, artinya lanjut
usia harus berhasil mencapai komitmen dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Lanjut usia harus mampu menerima kelanjutan usia, keterbatasan fisik,
dan penyakit yang dideritanya, untuk itu lanjut usia harus mampu melakukan penyesuaian diri yang baik.
Penyesuaian diri yang baik bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh lanjut usia karena seandainyapun lanjut usia dapat menerima setiap perubahan
pada dirinya, namun keterbatasan fisik, kesehatan ataupun ekonomi lanjut usia, mengakibatkan lanjut usia mengalami masalah atau kesulitan untuk melakukan
penyesuaian diri. Menurut Kuntjoro 2002, untuk membantu lanjut usia tetap beraktivitas maka dibutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial dari orang lain
menjadi sangat berharga dan akan menambah ketenteraman hidup setelah individu memasuki masa lanjut usia.
Glaser mengatakan bahwa dukungan sosial, termasuk dari teman dan keluarga, dapat menolong seseorang untuk mengatasi stres emosional yang disebabkan
perubahan-perubahan atau kemunduran-kemunduran yang dialami lanjut usia yang dapat mengganggu penyesuaian diri lanjut usia Hutapea, 2005. Sarafino
2006 mengatakan bahwa individu yang mengalami sakit dan kurang mendapatkan dukungan sosial, memiliki angka kematian yang lebih tinggi
dibandingkan individu sakit yang memiliki dukungan sosial yang baik. Taylor
Universitas Sumatera Utara
2003 mengatakan bahwa dukungan sosial dapat dengan efektif mengurangi psychological distress, seperti depresi, atau kecemasan selama masa stres.
Menurut Santrock 2002, lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif,
berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk dintaranya teman- teman dan keluarganya. Interaksi sosial dengan orang lain yang menyediakan
dukungan sosial, bagi lanjut usia memberikan suatu pandangan terhadap diri sendiri yang lebih positif, dan lebih memampukan lanjut usia untuk mengatasi dan
pulih dari kejadian atau kondisi krisis yang dihadapi. Kenyataannya di Indonesia, banyak lanjut usia yang tidak memiliki dukungan
sosial yang baik. Menurut data yang dikumpulkan dari Dinas Sosial pada tahun 2006, terungkap sekitar 10 atau 1.564.286 orang dari keseluruhan lanjut usia di
Indonesia sebanyak 16.522.311 orang, termasuk dalam kategori terlantar, bahkan diperkirakan dari jumlah 16,5 juta lanjut usia, hanya 9 juta orang saja yang tidak
masuk kategori terlantar, sisanya masuk kategori terlantar dan rawan terlantar. Pengertian lanjut usia terlantar adalah lanjut usia dengan usia diatas 60 tahun yang
tidak punya penghasilan, tidak punya tempat tinggal dan atau tinggal bersama keluarga miskin Susanto, 2007.
Banyaknya lanjut usia yang tidak memiliki dukungan sosial yang baik atau terlantar menimbulkan pertanyaan bagi peneliti apakah berarti banyak juga lanjut
usia yang tidak memiliki penyesuaian diri yang baik, sebab menurut teorinya, lanjut usia yang melakukan penyesuaian diri yang baik adalah lanjut usia yang
memiliki dukungan sosial yang baik pula.
Universitas Sumatera Utara
Kenyataannya ada lanjut usia yang meskipun kurang memiliki dukungan sosial yang baik, terutama dari keluarga, namun masih dapat melakukan
penyesuaian diri yang baik. Hasil pengamatan peneliti dari lima orang lanjut usia yang kurang memiliki dukungan sosial yang baik, ada dua orang lanjut usia yang
tetap memiliki penyesuaian diri yang baik. Dua orang lanjut usia tersebut diatas telah kehilangan pasangan hidup, tinggal
sendiri, kurang diperhatikan keluarga dan masyarakat sekitar rumah. Keluarga lanjut usia tersebut kurang peduli meskipun lanjut usia tersebut sedang sakit dan
membiarkan lanjut usia itu menanggung semua biaya hidup dan perobatan sendiri , bahkan masih saja menyusahkan dengan meminta bantuan dana kepada lanjut
usia tersebut. Itu semua tidak membuat lanjut usia memiliki penyesuaian diri yang buruk. Lanjut usia menjadi lebih memperhatikan kesehatan, tetap bekerja sebagai
petani untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetap bersosialisasi, dan tidak menyesali hidup.
Ada pula lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik, tetapi tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik. Hal tersebut didukung oleh
pernyataan Kuntjoro 2002 bahwa dukungan sosial bagi lanjut usia sangat diperlukan selama lanjut usia sendiri mampu memahami makna dukungan sosial
tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Seringkali ditemui bahwa tidak semua lanjut usia mampu memahami adanya dukungan sosial dari
orang lain, sehingga walaupun telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa,
kesal, dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Peneliti juga melihat dari hasil pengamatan langsung terhadap sepuluh orang lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik, terdapat empat orang lanjut
usia yang tidak melakukan penyesuaian diri yang baik. Lanjut usia tersebut tinggal bersama keluarga atau anak-anaknya dan mendapatkan perhatian dari
keluarga, bahkan dari lingkungan, namun para lanjut usia tersebut sering mengeluh, atau marah kepada keluarga dan mengatakan bahwa keluarganya tidak
dapat memahami kehidupan lanjut usia tersebut. Empat orang lanjut usia tersebut diatas jarang ke luar rumah untuk
bersosialisasi atau ikut kegiatan sosial, tetapi lebih sering berdiam diri dirumah sambil menonton televisi atau melakukan aktivitas yang hanya melibatkan diri
sendiri, seperti makan sirih atau tidur. Ada pula lanjut usia yang memendam kesedihan dan permasalahannya sendiri, tidak bersedia memberitahukan kepada
keluarga, dan hanya bisa menangis, bahkan ada yang melupakan permasalahan dengan berjudi dan kurang peduli dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk
judi, dan menjadi lupa waktu atau terlambat makan. Berdasarkan fenomena-fenomena diatas, dapat dilihat bahwa tidak selamanya
dukungan sosial itu berpengaruh terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh
dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.
Universitas Sumatera Utara
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan