Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

(1)

Proposal Skripsi

Guna Memenuhi Persyaratan Mata Kuliah Skripsi Bidang Psikologi Perkembangan

OLEH: JUNIAR PURBA

041301125

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

penyusunan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia” merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Chairul Yoel, Sp. A (K), selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ika Sari Dewi, S.Psi, Psi., selaku dosen pembimbing yang tetap sabar dalam membimbing penulis dan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Lili Garliah, M.Si., selaku dosen penguji seminar, dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama berada di Psikologi, serta selaku dosen psikometri yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis berkonsultasi ketika penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Eka Ervika, M.Si., selaku dosen penguji seminar dan koordinator skripsi bagian Psikologi Perkembangan.


(3)

penulis.

6. Seluruh staf pegawai Psikologi Universitas Sumatera Utara yang membantu penulis dalam hal administrasi.

7. Seluruh lanjut usia yang telah bersedia menjadi sampel, baik untuk uji coba penelitian maupun untuk penelitian asli.

8. Bapak Sanip K.S. dan Bapak Abdul Syukur, selaku kepala lingkungan XVIII dan XIX Kelurahan Tanjung Rejo.

9. Bapak Johan Handoko dan Bapak Zulkipli, selaku kepala lingkungan VII dan IX Kelurahan Kampung Lalang.

10.Orang tua penulis (Bapak R.Purba dan Ibu M.Saragih) yang telah memberikan dukungan, doa, cinta dan kasih sayang yang begitu besar sepanjang waktu, serta telah menjadi semangat dan motivator bagi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini sebagai persembahan untuk Bapak dan Ibu yang tersayang.

11.Kakak dan adik-adik penulis (Kak Yanti, Engki dan Intan) yang tetap memberi dukungan , doa dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. 12.Teman-teman KTB Love is Mustahak (Kak Intan, Grace, Ichin dan Kristy)

serta sahabat doa penulis (Wiwik) yang tetap memberikan dukungan, doa, semangat dan bersedia memberikan waktu untuk mendengarkan keluh kesah penulis, serta karena telah menjadi sahabat dan saudara bagi penulis.


(4)

memberi dukungan, doa dan semangat bagi penulis.

15.Sahabat-sahabat yang tergabung dalam Jusicat (Sani, Ivone, Chandra, Astri, Thomas), serta Grace E. yang tetap mendoakan dan memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

16.Yunita, teman yang telah banyak membantu penyusunan skripsi ini. 17.Teman-teman sepelayanan yang tetap mendoakan penulis agar semangat. 18.Teman-teman seperjuangan angkatan 2004 lainnya dan seluruh mahasiswa

Psikologi Universitas Sumatera Utara.

19.Semua pihak yang terlibat di dalam penelitian ini dan telah banyak membantu namun tidak tersebutkan namanya. Terima kasih atas semuanya.

Akhir kata, penulis memohon maaf bila dalam usaha menyelesaikan skripsi ini, penulis telah melakukan kesalahan dan menyakiti perasaan pihak yang terkait. Penulis juga memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini karena penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, September 2008


(5)

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

C. Manfaat Penelitian ... 8

D. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II. LANDASAN TEORI ... 10

A. Dukungan Sosial ... 10

1. Definisi Dukungan Sosial ... 10

2. Bentuk-bentuk Dukungan Sosial ... 11

3. Cara Kerja Dukungan Sosial ... 12

4. Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 14

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial ... 14

B. Penyesuaian Diri ... 15

1. Definisi Penyesuaian Diri ... 15


(6)

5. Kriteria Penilaian Penyesuaian Diri Lanjut Usia ... 30

6. Tanda-tanda Penyesuaian Diri Lanjut Usia yang Baik ... 33

C. Lanjut Usia ... 34

1. Definisi Lanjut Usia ... 34

2. Perubahan-perubahan yang Dialami Individu Lanjut Usia ... 35

D. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia ... 40

E. Hipotesa Penelitian ... 41

BAB III. METODE PENELITIAN ... 42

A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 42

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 43

1. Dukungan Sosial ... 43

2. Penyesuaian Diri ... 43

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 44

1. Populasi ... 44

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 46

D. Metode Pengumpulan Data ... 47

1. Skala Dukungan Sosial ... 47

2. Skala Penyesuaian Diri ... 50


(7)

F. Prosedur Penelitian ... 55

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 55

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 57

3. Tahap Pengolahan Data... 57

G. Metode Analisa Data ... 57

1. Uji Normalitas ... 58

2. Uji Linieritas ... 58

BAB IV. ANALISA DATA DAN INTERPRETASI ... 59

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 59

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

2. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 60

3. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 60

4. Gambaran Umum Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan ... 61

B. Hasil Penelitian ... 62

1. Uji Asumsi ... 62

2. Hasil Analisa Data... 63


(8)

C. Saran ... 71

1. Saran Metodologis ... 71

2. Saran Praktis ... 72


(9)

Tabel 2. Blue print Skala Dukungan Sosial Setelah Uji Coba ... 49

Tabel 3. Blue print Skala Dukungan Sosial Untuk Penelitian Asli ... 50

Tabel 4. Blue print Skala Penyesuaian Diri Saat Uji Coba ... 52

Tabel 5. Blue print Skala Penyesuaian Diri Setelah Uji Coba ... 52

Tabel 6. Blue print Skala Penyesuaian Diri Untuk Penelitian Asli... 53

Tabel 7. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 59

Tabel 8. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 60

Tabel 9. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 61

Tabel 10. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pekerjaan ... 61

Tabel 11. Uji Sebaran Normal Variabel dengan Tes Kolmogorov Smirnof ... 63

Tabel 12. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Dukungan Sosial ... 65

Tabel 13. Kategori Dukungan Sosial Berdasarkan Mean Hipotetik ... 65

Tabel 14. Skor Empirik dan Skor Hipotetik Penyesuaian Diri ... 66


(10)

(11)

LAMPIRAN B

DATAMENTAH

LAMPIRAN C

HASIL OLAH DATA SPSS

LAMPIRAN D

SKALA PENYESUAIAN DIRI

SKALA DUKUNGAN SOSIAL

LAMPIRAN E

SURAT IZIN PENGAMBILAN DATA


(12)

Juniar Purba : 041301125

Judul : Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

75 halaman ; 15 tabel ; 1 gambar ; lampiran Biblografi : 1964 – 2007

Isi  Kata kunci : dukungan sosial, penyesuaian diri

Masa lanjut usia ditandai dengan terjadinya berbagai perubahan, baik perubahan fisik, psikologis maupun sosial, dan untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yaitu suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh lanjut usia, untuk itu dibutuhkan dukungan sosial dari orang lain. Dukungan sosial adalah mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional, yaitu untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek 62 orang lanjut usia yang berusia 60 – 70 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala, yaitu skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino dan skala penyesuaian diri yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneider.

Hasil pengujian hipotesa menunjukkan ada pengaruh dukungan sosial yang signifikan terhadap penyesuaian diri lanjut usia, dengan nilai β = 0,777 dan signifikansi p = 0. Sumbangan efektif variabel dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia adalah 60,3 %.


(13)

Juniar Purba : 041301125

Judul : Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

75 halaman ; 15 tabel ; 1 gambar ; lampiran Biblografi : 1964 – 2007

Isi  Kata kunci : dukungan sosial, penyesuaian diri

Masa lanjut usia ditandai dengan terjadinya berbagai perubahan, baik perubahan fisik, psikologis maupun sosial, dan untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yaitu suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada. Penyesuaian diri bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh lanjut usia, untuk itu dibutuhkan dukungan sosial dari orang lain. Dukungan sosial adalah mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu.

Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional, yaitu untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan jumlah subjek 62 orang lanjut usia yang berusia 60 – 70 tahun. Metode pengumpulan data dengan menggunakan dua buah skala, yaitu skala dukungan sosial yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino dan skala penyesuaian diri yang disusun berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneider.

Hasil pengujian hipotesa menunjukkan ada pengaruh dukungan sosial yang signifikan terhadap penyesuaian diri lanjut usia, dengan nilai β = 0,777 dan signifikansi p = 0. Sumbangan efektif variabel dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia adalah 60,3 %.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa lanjut usia adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup manusia yang ditandai dengan perubahan fungsi fisik yang terkadang berhubungan dengan proses menua (Papalia, 2004). Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis, maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain (Kuntjoro, 2002).

Lanjut usia membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan periode-periode usia sebelumnya. Lanjut usia mengalami kehilangan sejumlah neuron

pada otak dan sistem saraf, penurunan pada fungsi indra, kapasitas paru-paru dan kemampuan seksualitas (Santrock, 2002). Sistem kekebalan tubuh lanjut usia pun menurun, rentan terhadap penyakit, kemampuan mencerna makanan menjadi lamban, kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian dan tulang mulai keropos (Kuntjoro, 2005).

Perubahan-perubahan fisik tersebut diatas sering kali menimbulkan berbagai penyakit kronis pada lanjut usia, diantaranya diabetes melitus, kanker, asam urat tinggi, penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan sebagainya (Hutapea, 2005). Penyakit-penyakit kronis ini dicirikan oleh serangan yang perlahan-lahan dan dalam jangka waktu yang lama sehingga dapat membatasi aktivitas-aktivitas lanjut usia (Santrock, 2002). Sarafino (2006) mengatakan


(15)

bahwa lanjut usia yang mengalami kondisi kronis menjadi tidak mampu menikmati waktu luang yang didapati setelah masa kerjanya.

Lanjut usia juga harus mengalami perubahan-perubahan secara psikologis, yaitu perubahan pada psikis atau kejiwaan individu. Lanjut usia sering berbeda dalam mempersepsikan sesuatu, kurang cepat dalam melakukan gerakan motorik atau melakukan respon terhadap rangsangan yang ada, penurunan intelektual, dan perubahan pada kepribadian (Barrow, 1996).

Papalia (2004) menuliskan bahwa lanjut usia lebih dapat mengingat kejadian atau peristiwa yang dipersepsikan berbeda oleh lanjut usia. Hal ini menurut peneliti berpengaruh ketika lanjut usia melihat keadaan zaman sekarang yang berbeda dengan zaman ketika lanjut usia tersebut masih muda, sehingga lanjut usia lebih sering menceritakan kehidupan dan kesuksesannya di masa lalu yang terkadang tidak relevan lagi di masa sekarang.

Perubahan lainnya yang harus dihadapi lanjut usia adalah perubahan secara sosial. Keberadaan lanjut usia sering dipersepsikan negatif oleh masyarakat luas, yaitu sering dianggap tidak berdaya, sakit-sakitan, tidak produktif, dan sebagainya. Tidak jarang lanjut usia diperlakukan sebagai beban keluarga, masyarakat hingga negara dan sering dikucilkan di panti-panti jompo (Hutapea, 2005).

Kuntjoro (2002) menambahkan bahwa dalam masyarakat Indonesia sering dijumpai pengertian dan mitos yang salah mengenai lanjut usia, sehingga banyak merugikan lanjut usia. Contohnya lanjut usia dianggap berbeda dengan orang lain,


(16)

sukar memahami informasi baru, tidak produktif dan menjadi beban masyarakat, lemah, jompo, sakit-sakitan, pikun, dan lain-lain.

Masa lanjut usia ditandai pula dengan masa pensiun. Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian individu sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi kelak. Hal tersebut dikarenakan dalam era modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan dan memperkuat harga diri), sehingga sering terjadi orang yang pensiun tidak bisa menikmati masa tua dengan hidup santai, sebaliknya, bahkan mengalami masalah serius (kejiwaan ataupun fisik) (Jacinta, 2001).

Menurut Calhoun (1999), perubahan-perubahan atau kemunduran yang dialami lanjut usia sangat membawa stres, baik untuk hal yang lebih baik maupun yang lebih buruk. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan lanjut usia merasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam, sering bingung, panik dan depresif (Hutapea, 2005). Menurut Partodiwirjo (2005), sekitar 70 % lanjut usia di Jawa Timur diduga stress. Pemicunya adalah faktor eksternal seperti tidak mempunyai jaminan uang pensiun dan tidak mendapatkan perhatian dari keluarga. Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dikatakan bahwa bukanlah hal yang mudah bagi lanjut usia untuk menghadapi setiap perubahan yang ada, namun bagaimanapun perubahan itu haruslah dialami dan dihadapi oleh individu. Calhoun (1999) menuliskan bahwa semua orang yang hidup pasti menghadapi


(17)

perubahan-perubahan, untuk itu dibutuhkan penyesuaian diri, yang menurut Sobur (2003) merupakan faktor yang penting dalam kehidupan manusia.

Hal diatas didukung oleh Erikson (dalam Prawitasari, 1994) yang mengatakan bahwa tugas perkembangan lanjut usia adalah mencapai integritas, artinya lanjut usia harus berhasil mencapai komitmen dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Lanjut usia harus mampu menerima kelanjutan usia, keterbatasan fisik, dan penyakit yang dideritanya, untuk itu lanjut usia harus mampu melakukan penyesuaian diri yang baik.

Penyesuaian diri yang baik bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan oleh lanjut usia karena seandainyapun lanjut usia dapat menerima setiap perubahan pada dirinya, namun keterbatasan fisik, kesehatan ataupun ekonomi lanjut usia, mengakibatkan lanjut usia mengalami masalah atau kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri. Menurut Kuntjoro (2002), untuk membantu lanjut usia tetap beraktivitas maka dibutuhkan dukungan sosial. Dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan akan menambah ketenteraman hidup setelah individu memasuki masa lanjut usia.

Glaser mengatakan bahwa dukungan sosial, termasuk dari teman dan keluarga, dapat menolong seseorang untuk mengatasi stres emosional yang disebabkan perubahan-perubahan atau kemunduran-kemunduran yang dialami lanjut usia yang dapat mengganggu penyesuaian diri lanjut usia (Hutapea, 2005). Sarafino (2006) mengatakan bahwa individu yang mengalami sakit dan kurang mendapatkan dukungan sosial, memiliki angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan individu sakit yang memiliki dukungan sosial yang baik. Taylor


(18)

(2003) mengatakan bahwa dukungan sosial dapat dengan efektif mengurangi

psychological distress, seperti depresi, atau kecemasan selama masa stres.

Menurut Santrock (2002), lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk dintaranya teman-teman dan keluarganya. Interaksi sosial dengan orang lain yang menyediakan dukungan sosial, bagi lanjut usia memberikan suatu pandangan terhadap diri sendiri yang lebih positif, dan lebih memampukan lanjut usia untuk mengatasi dan pulih dari kejadian atau kondisi krisis yang dihadapi.

Kenyataannya di Indonesia, banyak lanjut usia yang tidak memiliki dukungan sosial yang baik. Menurut data yang dikumpulkan dari Dinas Sosial pada tahun 2006, terungkap sekitar 10% atau 1.564.286 orang dari keseluruhan lanjut usia di Indonesia sebanyak 16.522.311 orang, termasuk dalam kategori terlantar, bahkan diperkirakan dari jumlah 16,5 juta lanjut usia, hanya 9 juta orang saja yang tidak masuk kategori terlantar, sisanya masuk kategori terlantar dan rawan terlantar. Pengertian lanjut usia terlantar adalah lanjut usia dengan usia diatas 60 tahun yang tidak punya penghasilan, tidak punya tempat tinggal dan atau tinggal bersama keluarga miskin (Susanto, 2007).

Banyaknya lanjut usia yang tidak memiliki dukungan sosial yang baik atau terlantar menimbulkan pertanyaan bagi peneliti apakah berarti banyak juga lanjut usia yang tidak memiliki penyesuaian diri yang baik, sebab menurut teorinya, lanjut usia yang melakukan penyesuaian diri yang baik adalah lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik pula.


(19)

Kenyataannya ada lanjut usia yang meskipun kurang memiliki dukungan sosial yang baik, terutama dari keluarga, namun masih dapat melakukan penyesuaian diri yang baik. Hasil pengamatan peneliti dari lima orang lanjut usia yang kurang memiliki dukungan sosial yang baik, ada dua orang lanjut usia yang tetap memiliki penyesuaian diri yang baik.

Dua orang lanjut usia tersebut diatas telah kehilangan pasangan hidup, tinggal sendiri, kurang diperhatikan keluarga dan masyarakat sekitar rumah. Keluarga lanjut usia tersebut kurang peduli meskipun lanjut usia tersebut sedang sakit dan membiarkan lanjut usia itu menanggung semua biaya hidup dan perobatan sendiri , bahkan masih saja menyusahkan dengan meminta bantuan dana kepada lanjut usia tersebut. Itu semua tidak membuat lanjut usia memiliki penyesuaian diri yang buruk. Lanjut usia menjadi lebih memperhatikan kesehatan, tetap bekerja sebagai petani untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetap bersosialisasi, dan tidak menyesali hidup.

Ada pula lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik, tetapi tidak mampu melakukan penyesuaian diri yang baik. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Kuntjoro (2002) bahwa dukungan sosial bagi lanjut usia sangat diperlukan selama lanjut usia sendiri mampu memahami makna dukungan sosial tersebut sebagai penyokong atau penopang kehidupannya. Seringkali ditemui bahwa tidak semua lanjut usia mampu memahami adanya dukungan sosial dari orang lain, sehingga walaupun telah menerima dukungan sosial tetapi masih saja menunjukkan ketidakpuasan, yang ditampilkan dengan cara menggerutu, kecewa, kesal, dan sebagainya.


(20)

Peneliti juga melihat dari hasil pengamatan langsung terhadap sepuluh orang lanjut usia yang memiliki dukungan sosial yang baik, terdapat empat orang lanjut usia yang tidak melakukan penyesuaian diri yang baik. Lanjut usia tersebut tinggal bersama keluarga atau anak-anaknya dan mendapatkan perhatian dari keluarga, bahkan dari lingkungan, namun para lanjut usia tersebut sering mengeluh, atau marah kepada keluarga dan mengatakan bahwa keluarganya tidak dapat memahami kehidupan lanjut usia tersebut.

Empat orang lanjut usia tersebut diatas jarang ke luar rumah untuk bersosialisasi atau ikut kegiatan sosial, tetapi lebih sering berdiam diri dirumah sambil menonton televisi atau melakukan aktivitas yang hanya melibatkan diri sendiri, seperti makan sirih atau tidur. Ada pula lanjut usia yang memendam kesedihan dan permasalahannya sendiri, tidak bersedia memberitahukan kepada keluarga, dan hanya bisa menangis, bahkan ada yang melupakan permasalahan dengan berjudi dan kurang peduli dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk judi, dan menjadi lupa waktu atau terlambat makan.

Berdasarkan fenomena-fenomena diatas, dapat dilihat bahwa tidak selamanya dukungan sosial itu berpengaruh terhadap penyesuaian diri lanjut usia. Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk meneliti seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.


(21)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah yang muncul adalah sebagai berikut: “Bagaimana pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia?”

C. Tujuan Penelitian

Peneliti menetapkan bahwa tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis

Memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin ilmu Psikologi, terutama Psikologi Perkembangan dan Psikologi Lanjut Usia mengenai sumbangan dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia.

2. Manfaat praktis

a. Memberikan tambahan informasi bagi lanjut usia tentang bagaimana dukungan sosial mempengaruhi penyesuaian diri, sehingga lanjut usia lebih dapat melakukan penyesuaian diri.

b. Memberikan tambahan informasi pada keluarga, masyarakat dan pemerintah tentang seberapa besar pengaruh dukungan sosial terhadap penyesuaian diri lanjut usia, sehingga dapat lebih memperhatikan kesejahteraan lanjut usia


(22)

dan memberikan kemudahan dan dukungan untuk membantu penyesuaian diri lanjut usia.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Bab I: Pendahuluan

Berisi uraian singkat tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II: Landasan Teori

Berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menjelaskan permasalahan penelitian, terdiri dari teori-teori tentang penyesuaian diri, dukungan sosial dan lanjut usia, serta hipotesa penelitian.

Bab III : Metode Penelitian

Berisi tentang identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, metode pengumpulan data, daya beda aitem, validitas dan reliabilitas, prosedur penelitian serta metode analisa data.

Bab IV : Analisa Data dan Interpretasi

Berisi tentang gambaran subjek penelitian, hasil penelitian dan deskripsi data penelitian

Bab V : Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Berisi tentang kesimpulan penelitian, diskusi dan saran praktis sesuai hasil dan masalah penelitian.


(23)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dukungan Sosial

1. Definisi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial mengacu pada kenyamanan, perhatian, penghargaan atau bantuan yang diberikan orang lain atau kelompok kepada individu. Menurut Taylor (2003), dukungan sosial adalah informasi yang diterima dari orang lain bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai dan merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan saling dibutuhkan yang didapat dari orang tua, suami atau orang yang dicintai, sanak keluarga, teman, hubungan sosial dan komunitas.

Menurut Orford (1992), dukungan sosial lebih mengarah pada variabel tingkat individual, merupakan sesuatu yang dimiliki tiap orang dan dapat diukur dengan pertanyaan tertentu. Tingkat dukungan sosial ini tergantung pada kebiasaan sosial atau kemampuan sosial seseorang. Konstruk ini dapat diukur dengan mengetahui aspek dukugan sosial yang diterima dari orang lain, sehingga akhirnya muncullah beberapa asumsi. Asumsi pertama menyatakan bahwa dukungan sosial mengukur aspek eksternal dari komunitas seseorang. Asumsi kedua menganggap dukungan sosial sebagai karakteristik dari jaringan komunitas dan tidak bersifat individual. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, informasi dan penghargaan yang dimiliki tiap


(24)

orang, yang diperoleh dari orang lain yang dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu tersebut.

2. Tipe-tipe Dukungan Sosial

Sarafino (2006) membedakan dukungan sosial atas empat bentuk mendasar, yaitu:

a. Dukungan emosi atau penghargaan, yaitu meliputi empati, kepedulian, perhatian, penghormatan positif dan semangat kepada seseorang. Dukungan emosi memberikan rasa nyaman, jaminan, kepemilikan dan dicintai ketika seseorang dalam situasi stres, misalnya memberikan dukungan emosi pada seseorang yang kehilangan pasangan hidupnya. Dukungan emosi membantu seseorang memiliki rasa kompetensi dan dihargai

Menurut Orford (1992), dukungan emosi lebih mengacu kepada pemberian semangat, kehangatan, cinta kasih dan emosi, pemberian perhatian, rasa percaya pada individu, empati, perasaan nyaman, membuat individu percaya bahwa dia dikagumi, dihargai, dicintai, dan bahwa orang lain bersedia memberi perhatian dan rasa aman pada individu tersebut.

b. Dukungan instrumental atau alat, yaitu meliputi bantuan langsung, seperti ketika orang meminjamkan atau memberi uang kepada orang tersebut atau menolong memberi pekerjaan ketika orang tersebut membutuhkan pekerjaan. Menurut Orford (1992), dukungan ini mengacu pada penyediaan benda-benda dan layanan untuk memecahkan masalah praktis, aktivitas-aktivitas seperti


(25)

menyediakan benda-benda seperti alat-alat kerja, meminjamkan uang dan membantu menyelesaikan tugas-tugas praktis.

c. Dukungan informasi, yaitu meliputi memberikan nasihat, arahan, saran atau umpan balik mengenai bagaimana orang tersebut bekerja, contohnya seseorang yang sedang sakit mendapat informasi dari keluarga atau dokter bagaimana mengatasi penyakit, atau seseorang yang menghadapi keputusan sulit dalam pekerjaannya, mendapat umpan balik atas idenya dari rekan kerja. Menurut Orford (1992), dukungan ini terbagi dalam dua bentuk, yaitu bentuk pemberian informasi atau pengajaran suatu keahlian yang dapat memberi solusi pada suatu masalah, serta bentuk pemberian informasi yang dapat membantu individu dalam mengevaluasi performance pribadi.

d. Dukungan persahabatan, yaitu mengacu pada ketersediaan orang lain untuk menghabiskan waktu bersama orang tersebut, dengan demikian memberikan perasaan keanggotaan dalam kelompok untuk berbagi ketertarikan dan aktivitas sosial. Menurut Orford (1992), dukungan ini dapat berupa menghabiskan waktu bersama dalam aktivitas-aktivitas rekreasional di waktu senggang, juga bisa berbentuk lelucon, membicarakan minat dan melakukan kegiatan yang mendatangkan kesenangan.

3. Cara Kerja Dukungan Sosial

Sarafino (2006) mengemukakan dua teori untuk mengetahui bagaimana cara kerja dukungan sosial, yaitu:


(26)

Menurut teori ini, dukungan sosial melindungi individu dengan melawan efek-efek negatif dari tingkat stres yang tinggi, yaitu dengan dua cara berikut:

1) Ketika individu menghadapi stressor yang kuat, seperti krisis keuangan, maka individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi menjadi kurang melihat situasi tersebut sebagai situasi yang penuh stres, bila dibandingkan dengan individu dengan tingkat dukungan sosial yang rendah. Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi dapat berharap bahwa seseorang yang dikenal individu akan menolong individu tersebut, misalnya dengan meminjamkan uang atau memberikan nasihat bagaimana mendapatkan uang tersebut.

2) Dukungan sosial dapat merubah respon seseorang terhadap stressor yang telah diterima sebelumnya, contohnya, individu dengan dukungan sosial yang tinggi mungkin memiliki seseorang yang memberikan solusi terhadap masalah individu, atau menjadi melihat masalah tersebut sebagai sesuatu yang tidak terlalu penting, atau membuat individu dapat melihat titik terang dari masalah tersebut.

b. The direct effect hypothesis

Individu dengan tingkat dukungan sosial yang tinggi memiliki perasaan yang kuat bahwa individu tersebut dicintai dan dihargai. Individu dengan dukungan sosial tinggi merasa bahwa orang lain peduli dan membutuhkan individu tersebut, sehingga hal ini dapat mengarahkan individu kepada gaya hidup yang sehat.


(27)

4. Sumber-sumber Dukungan Sosial

Menurut DiMatteo (1991), dukungan sosial bersumber dari orang lain seperti teman, keluarga, tetangga, teman sekerja dan orang-orang lainnya. Menurut Wortman, Loftus & Weaver (1999), sumber dukungan sosial adalah teman, pasangan hidup (suami/ isteri), pacar, anak-anak, anggota keagamaan, kelompok dimana individu tersebut berada. Menurut Sarafino (2006), dukungan sosial dapat berasal dari berbagai sumber seperti pasangan hidup, keluarga, pacar, teman, rekan kerja, dan organisasi komunitas.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Sosial

Berhasil tidaknya dukungan sosial tergantung pada siapa atau sumber yang memberikannya. Sumber dukungan sosial merupakan aspek yang penting untuk diketahui dan dipahami. Keberhasilan dukungan sosial juga bergantung pada cocok atau tidaknya tipe dukungan sosial yang diberikan. Pengetahuan dan pemahaman tentang tipe dukungan sosial yang akan diberikan akan membantu individu mendapatkan dukungan sosial yang sesuai situasi dan keinginannnya, sehingga dukungan sosial memiliki makna yang berarti bagi kedua belah pihak (Orfford, 1991).

Keberhasilan dukungan sosial juga dipengaruhi oleh budaya. Hal ini dikarenakan budaya mempengaruhi persepsi seseorang tentang perilaku yang pantas serta bagaimana dan kapan individu harus mencari, memperoleh, dan memberikan dukungan sosial (Brehm, 1992).


(28)

B. Penyesuaian Diri

1. Definisi Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau

personal adjustment. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), penyesuaian dapat didefinisikan sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang lain, dan dengan dunia individu. Ketiga faktor tersebut secara konstan mempengaruhi individu dan hubungan tersebut bersifat timbal balik mengingat individu secara konstan juga mempengaruhi kedua faktor yang lain. Tiga faktor yang disebut diatas adalah (Calhoun & Acocella ,1990):

a. Diri individu sendiri, yaitu jumlah keseluruhan dari apa yang telah ada pada individu, perilaku individu, dan pemikiran serta perasaan individu yang individu hadapi setiap detik.

b. Orang lain, yaitu orang lain berpengaruh besar pada individu, sebagaimana individu juga berpengaruh besar terhadap orang lain.

c. Dunia individu, yaitu penglihatan dan penciuman serta suara yang mengelilingi individu saat individu menyelesaikan urusan individu dapat mempengaruhi individu dan mempengaruhi orang lain.

Menurut Schneider (dalam Astuti, 2000), penyesuaian diri dapat diartikan sebagai suatu proses yang mencakup suatu respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.


(29)

Menurut Semiun (2006), penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang sangat sulit didefinisikan karena penyesuaian diri mengandung banyak arti, kriteria untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas dan karena penyesuaian diri dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri

(maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan diantara keduanya.

Semiun (2006) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri tidak bisa dikatakan baik atau buruk, sehingga Semiun mendefinisikan penyesuaian diri dengan sangat sederhana, yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-kebutuhan, tegangan-tegangan, frustasi-frustasi, dan konflik-konflik batin serta menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan kepada individu oleh dunia dimana individu hidup.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah suatu proses dalam interaksi individu yang kontinu dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan yang melibatkan respon-respon mental dan tingkah laku untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan, ketegangan, frustasi, dan konflik batin serta mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari luar diri individu.


(30)

2. Bentuk-bentuk Penyesuaian Diri

Schneider (1964) membagi penyesuaian diri atas 4 bentuk, yaitu: a. Penyesuaian pribadi

Menekankan pada beberapa jenis penyesuaian, yaitu: 1) Penyesuaian fisik dan emosional

Penyesuaian fisik dapat dilihat dari hal-hal berikut:

a) Memiliki waktu istirahat yang memadai, seperti cukup tidur di malam hari, memiliki istirahat di sela-sela jadwal atau aktivitas di siang hari, memiliki waktu tidur yang teratur, dan beristirahat untuk mengurangi kelelahan dan memulihkan energi.

b) Teratur dalam melakukan kebiasaan fisik, seperti makan, tidur, buang air dan olah raga.

c) Melakukan olah raga dan rekreasi yang dapat mempertahankan kesehatan tetap baik. Olah raga dapat menjaga berat badan tetap normal, sedangkan rekreasi dapat mengurangi ketegangan emosional, frustasi, serta merangsang perkembangan minat dan sikap, yang penting terhadap penyesuaian diri yang baik.

Penyesuaian dan kesehatan emosional dapat dilihat dari hal-hal berikut: a) Emosional yang memadai, yaitu tidak bersikap apatis, memiliki simpati,

sikap menghargai, sikap menolong, sikap mencintai dan kebaikan hati yang berintegrasi.

b) Kematangan emosional, yang ditunjukkan dengan kemampuan individu bereaksi secara emosional sesuai dengan tuntutan situasi yang ditemui.


(31)

c) Kontrol emosional, yaitu mampu mengatur perasaan seksual, membatasi kesenangan terhadap benda-benda, menempatkan moralitas di atas kesenangan sementara.

2) Penyesuaian seksual, dapat dilihat dari:

a) Memiliki pengetahuan dan informasi seksual yang memadai, yang mencakup fakta fisik, psikologis, sosial dan moral dan implikasi tentang seks.

b) Perkembangan penerimaan moral, objektivitas, desensitisasi dan sikap moral yang berhubungan dengan seks.

c) Integrasi dorongan seksual, prinsip moral, dan tanggung jawab sosial. d) Belajar untuk menunda ekspresi seksual dalam kaitannya dengan moral

dan penyesuaian diri yang baik.

e) Memahami konsekuensi dari perilaku seksual. f) Pencapaian kematangan seksual.

3) Penyesuaian moral dan religi

Penyesuaian moral dapat dilihat dari:

a) Menerima dan melanjutkan perkembangan nilai moral, ideal, dan prinsip-prinsip yang berhubungan dengan perkembangan moral yang matang, personal dan subjektif.

b) Integrasi rangsangan sensori, dorongan dengan nilai dan prinsip moral. c) Aplikasi dari nilai dan prinsip moral dengan penyelesaian efektif terhadap

konflik mental.


(32)

e) Disiplin diri yang tinggi, dimana nilai, prinsip dan idealnya diekspresikan dengan efektif dalam perilaku moral.

Penyesuaian religi adalah proses dan gaya hidup dimana individu beraksi dengan memadai terhadap realita keagamaan dan membutuhkan pengalaman nilai dan melakukan sesuatu sesuai dengan orientasi keagamaan.

b. Penyesuaian sosial

Menekankan pada beberapa penyesuaian berikut: 1) Penyesuaian terhadap keluarga, yaitu:

a) Memiliki hubungan yang baik di antara anggota keluarga.

b) Bersedia menerima otoritas orang tua, yang merupakan kenyataan dalam keluarga.

c)Mampu memperkirakan dan menerima tanggung jawab dan pembatasannya.

d) Berusaha menolong keluarga untuk mendapatkan objektivitas individu dan kelompok.

2) Penyesuaian terhadap masyarakat, yang ditandai dengan kemampuan individu untuk bereaksi secara efektif dan baik terhadap realita, situasi dan hubungan sosial. Individu diminta untuk:

a) Mengetahui dan menghargai hak orang lain dalam masyarakat.

b) Menjaga hubungan dengan orang lain dan mempertahakan persahabatan. c) Peduli dan simpati terhadap kebahagiaan orang lain.

d) Memiliki sikap dan organisasi menolong, yang merupakan sikap moral yang baik, yang aplikasinya merupakan bagian dari penyesuaian moral.


(33)

e) Menghargai nilai dan integrasi dari hukum, tradisi dan kebiasaan masyarakat.

c. Penyesuaian pekerjaan

Penyesuaian pekerjaan berarti memiliki sikap yang memuaskan, efektif dan konsisten terhadap pekerjaan atau profesi. Penyesuaian pekerjaan ditandai dengan:

1) Ekspresi kemampuan, sikap dan minat yang memadai

2) Puas akan kebutuhan psikologis dasar, seperti kebutuhan akan status, prestasi, keamanan dan rekognisi.

3) Kepuasan pekerjaan dan prestasi

4) Nyaman dengan karakteristik pekerjaan dan kepribadian d. Penyesuaian pernikahan

Penyesuaian pernikahan lebih mengarah pada seni hidup secara efektif dan baik terhadap konsep tanggung jawab, hubungan dan harapan dalam kehidupan pernikahan. Penyesuaian pernikahan mencakup memiliki dan menikmati hubungan yang baik dengan pasangan, berpartisipasi dengan minat dan aktivitas anggota keluarga, menerima tambahan tanggung jawab yang ada, dan mengubah gaya hidup untuk disesuaikan dengan perubahan dalam keluarga. Penyesuaian pernikahan meminta adanya kecocokan dengan pasangan, memiliki karakter kepribadian yang disesuaikan dengan pasangan, memiliki peningkatan pencapaian tujuan pernikahan, saling mencintai, menghargai, percaya, dan menerima kesamaan kedudukan.


(34)

3. Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Sebagian besar dari tugas-tugas perkembangan lanjut usia adalah penyesuaian diri, yaitu sebagai berikut (Hurlock, 1999):

a. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan

keluarga.

c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. d. Membentuk hubungan dengan orang – orang yang seusia. e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan. f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes.

Hurlock (1999) merangkum beberapa penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh lanjut usia ke dalam 2 bagian besar, yaitu:

a. Penyesuaian pribadi dan sosial

Individu lanjut usia harus melakukan penyesuaian diri terhadap beberapa perubahan dalam dirinya, yaitu perubahan fisik, kemampuan motorik, kemampuan mental, dan minat. Individu yang melakukan persiapan terhadap perubahan diri dan sosial selama lanjut usia akan dapat menyesuaikan diri dengan baik dibanding individu yang tidak melakukan persiapan sama sekali. b. Penyesuaian pekerjaan dan keluarga

Penyesuaian pekerjaan dan keluarga bagi individu lanjut usia adalah sulit karena hambatan ekonomis yang dewasa ini memainkan peran penting dibanding masa sebelumnya.


(35)

1) Penyesuaian pekerjaan

Pria lanjut usia biasanya lebih tertarik pada jenis pekerjaan yang statis daripada pekerjaan yang bersifat menantang, yang disadari tidak mungkin ada, sehingga lanjut usia tersebut lebih puas dengan pekerjaannya daripada individu yang lebih muda. Wanita lanjut usia merasa kurang puas dengan pekerjaannya dan kurang merasa terganggu dengan tibanya masa pensiun dibanding pria lanjut usia.

2) Penyesuaian diri terhadap masa pensiun

Pensiun selalu menyangkut perubahan peran, keinginan, nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu. Individu lanjut usia akan lebih dapat menyesuaikan diri dengan baik apabila individu tersebut pensiun secara sukarela, memiliki bimbingan dan perencanaan pra-pensiun, mengembangkan minat tertentu guna menggantikan aktivitas kerja rutin, memiliki kontak sosial, memiliki status ekonomi yang baik, status perkawinan yang bahagia dan memiliki tempat tinggal yang menawarkan berbagai kekompakan dan kegiatan bagi individu lanjut usia.

3) Penyesuaian terhadap berbagai perubahan dalam kehidupan keluarga

Lanjut usia harus melakukan penyesuaian terhadap perubahan hubungan dengan pasangan, perubahan perilaku seksual, hubungan dengan anak, ketergantungan orangtua dan hubungan dengan para cucu.

Perubahan peran lanjut usia dari pekerja ke pensiunan menyebabkan kebanyakan pria lanjut usia menghabiskan sebagian besar waktunya untuk tinggal di rumah daripada yang lanjut usia lakukan sebelum pensiun.


(36)

Hubungan yang baik dengan istri akan mendatangkan kebahagiaan bagi kedua lanjut usia. Hubungan yang kaku dan dingin akan meningkatkan percekcokan dengan kontak yang konstan.

Lanjut usia yang enggan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan kebutuhan anak yang berubah, akan mengalami kesepian, namun bila sebaliknya, individu lanjut usia akan menemukan banyak kepuasan berteman dengan anak-anak mereka.

Lanjut usia yang tidak mampu melepaskan peran otoriternya terhadap anak, meskipun mengalami ketergantungan keuangan dan hubungan sosial kepada anaknya, akan mengakibatkan anak yang telah dewasa merasa tidak senang terhadap perlakuan tersebut.

Lanjut usia sering sekali merasa ada jurang pemisah dengan cucunya yang sulit dijembatani, yang merupakan akibat dari perubahan nilai, sikap, pola berpakaian, perilaku dan standar moral. Hubungan yang kaku antara lanjut usia dengan cucu, bahkan anaknya, akan terbentuk bila lanjut usia tersebut menyatakan ketidaksetujuannya dengan cucunya, sedangkan cucunya menganggap nenek dan kakeknya ketinggalan zaman.

4) Penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan

Penyesuaian terhadap kematian pasangan atau terhadap perceraian sangat sulit bagi pria maupun wanita lanjut usia, karena pada masa ini semua penyesuaian semakin sulit dilakukan.


(37)

5) Penyesuaian terhadap kesendirian

Lanjut usia memiliki kesempatan untuk memantapkan banyak minat yang dapat menjauhkannya dari kehidupan yang sepi apabila mencapai masa pensiun.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Menurut Schneiders (1964), faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri secara umum adalah:

a. Kondisi fisik

Aspek-aspek berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri adalah:

1) Hereditas dan konstitusi fisik

Prinsip umum yang berkembang adalah semakin dekat kapasitas pribadi, sifat atau kecenderungan berkaitan dengan konstitusi fisik, maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap penyesuaian diri, bahkan dalam hal tertentu, kecenderungan ke arah maladjustment diturunkan secara genetik, khususnya melalui media temperamen. Temperamen merupakan komponen utama karena dari temperamen itu muncul karakteristik yang paling dasar dari kepribadian, khususnya dalam memandang hubungan emosi dengan penyesuaian diri.

2) Sistem utama tubuh

Sistem syaraf, kelenjar dan otot termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri. Sistem syaraf yang


(38)

berkembang normal dan sehat merupakan syarat mutlak bagi fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal yang akhirnya berpengaruh secara baik pula kepada penyesuaian diri individu, dan begitu juga sebaliknya.

3) Kesehatan fisik

Penyesuaian diri individu akan lebih mudah dilakukan dan dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat daripada yang tidak sehat. Kondisi fisik yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan sejenisnya yang akan menjadi kondisi yang sangat menguntungkan bagi proses penyesuaian diri.

b. Kepribadian

Unsur-unsur kepribadian yang penting pengaruhnya terhadap penyesuaian diri adalah:

1) Kemauan dan kemampuan untuk berubah

Kemauan dan kemampuan untuk berubah akan berkembang melalui proses belajar.

2) Pengaturan diri

Pengaturan diri sama pentingnya dengan proses penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan untuk mengatur diri dan mengarahkan individu. Kemampuan pengaturan diri mengarahkan kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.


(39)

3) Realisasi diri

Perkembangan kepribadian yang berjalan dengan normal sepanjang masa kanak-kanak dan remaja, maka di dalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap, tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan serta karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa, yang semuanya itu merupakan unsur-unsur penting yang mendasari realisasi diri.

4) Kecerdasan

Baik buruknya penyesuaian diri tidak sedikit ditentukan oleh kapasitas intelektual atau inteligensi. Inteligensi sangat penting bagi perolehan perkembangan gagasan, prinsip dan tujuan yang memainkan peranan penting dalam proses penyesuaian diri.

c. Edukasi/ pendidikan

Unsur-unsur penting dalam edukasi/ pendidikan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri individu adalah:

1) Belajar

Kemauan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi penyesuaian diri yang diperoleh dan menyerap ke dalam diri individu adalah melalui proses belajar.

2) Pengalaman

Ada 2 jenis pengalaman yang memiliki nilai terhadap penyesuaian diri, yaitu pengalaman yang menyehatkan dan pengalaman traumatik.


(40)

3) Latihan

Latihan merupakan proses belajar yang berorientasi kepada perolehan keterampilan dan kebiasaan. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang kompleks memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil penyesuaian diri yang baik.

4) Determinasi diri

Determinasi diri merupakan faktor yang sangat kuat yang dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan, untuk mencapai penyesuaian diri secara tuntas, atau bahkan untuk merusak diri sendiri.

d. Lingkungan

Faktor lingkungan meliputi: 1) Lingkungan keluarga

Lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting atau bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitannya dengan penyesuaian diri individu. Unsur-unsur di dalam keluarga, seperti interaksi orang tua dan anak, interaksi antar anggota keluarga, peran sosial dalam keluarga, karakteristik anggota keluarga, kekohesivan dalam keluarga dan gangguan dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu.

2) Lingkungan masyarakat

Konsistensi nilai-nilai, sikap, aturan-aturan, norma, moral, dan perilaku masyarakat akan diidentifikasikan oleh individu yang berada dalam masyarakat tersebut, sehingga berpengaruh terhadap proses penyesuaian diri individu.


(41)

e. Agama dan budaya

Agama berkaitan erat dengan faktor budaya. Agama memberikan sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktik-praktik yang memberi makna sangat mendalam, tujuan serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Budaya juga merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan individu. Hal ini terlihat jika dilihat dari adanya karakteristik budaya yang diwariskan kepada individu melalui berbagai media dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Hurlock (1999) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri lanjut usia adalah :

a. Persiapan untuk hari tua

Individu yang tidak mempersiapkan diri secara psikis dan ekonomis untuk mengadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di hari tua, seringkali akan mengalami trauma dalam melakukan penyesuaian tersebut.

b. Pengalaman masa lampau

Berbagai kesulitan yang dialami dalam menyesuaikan diri pada lanjut usia seringkali merupakan akibat dari pelajaran tentang bentuk tertentu dari penyesuaian di masa lalu, yang tidak sesuai dengan periode lanjut usia dalam rentang kehidupannya.

c. Kepuasan kebutuhan

Individu harus mampu memuaskan berbagai kebutuhan pribadi mereka dan berbuat sesuai dengan harapan-harapan orang lain sepanjang rentang kehidupan untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik.


(42)

d. Kenangan akan persahabatan lama

Lanjut usia akan semakin baik melakukan penyesuaian dan juga akan semakin bahagia bila semakin lama persahabatan antara individu-individu lanjut usia dapat dipertahankan. Pindah ke wilayah lain atau meninggalkan teman-teman lamanya akan menghambat penyesuaian dengan lingkungan baru. e. Anak-anak yang telah dewasa

Sikap anak yang telah dewasa terhadap orang tua yang sudah lanjut usia dan sering berhubungan dengan lanjut usia tersebut dapat menciptakan penyesuaian sosial dan personal yang baik bagi individu lanjut usia.

f. Sikap sosial

Salah satu hambatan terbesar dalam melakukan penyesuaian diri yang baik di masa lanjut usia adalah sikap sosial yang kurang senang terhadap individu lanjut usia.

g. Sikap pribadi

Sikap menolak terhadap usia yang semakin bertambah tua, dan terhadap penyesuaian atas perubahan yang terjadi karena bertambahnya usia merupakan hambatan yang serius bagi terwujudnya penyesuaian diri yang berhasil di hari tua.

h. Metode penyesuaian diri

Metode rasional mencakup menerima batas usia, mengembangkan minat-minat baru, belajar melepaskan anak, dan tidak memikirkan masa lalu. Metode irasional meliputi menolak berbagai perubahan yang datang bersamaan dengan bertambahnya usia dan mencoba untuk melanjutkan keadaan seperti pada


(43)

masa-masa sebelumnya, asyik dengan hal-hal yang menyenangkan di masa-masa lampau, dan ingin tergantung pada orang lain untuk merawat dirinya.

i. Kondisi

Penyakit yang kronis (menahun) merupakan penghalang yang lebih besar dibanding penyakit yang bersifat temporer dalam menyesuaikan diri dengan masa lanjut usia, walaupun penyakit temporer mungkin lebih berat deritanya dan lebih berbahaya.

j. Kondisi hidup

Pemaksaan kepada lanjut usia untuk tinggal di suatu tempat yang membuat lanjut usia merasa rendah diri, tidak sesuai dan membenci tempat itu, dapat mengakibatkan situasi yang tidak menyenangkan dalam penyesuaian diri yang harus dilakukan pada masa lanjut usia.

k. Kondisi ekonomi

Individu-individu lanjut usia akan merasa sulit untuk menyesuaikan diri dengan permasalahan keuangan karena mengetahui bahwa individu tersebut mempunyai kesempatan yang kecil atau tidak sama sekali dalam memecahkan masalah tersebut, tidak seperti yang dahulu dapat individu lakukan ketika masih muda.

5. Kriteria Penilaian Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Terdapat beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk menilai jenis penyesuaian diri yang dilakukan individu lanjut usia, apakah baik atau tidak, yaitu (Hurlock, 1999):


(44)

a. Kualitas pola perilaku

Ada dua teori yang berbeda dan bertolak belakang mengenai keberhasilan individu lanjut usia. Menurut teori aktivitas (activity theory), pria maupun wanita seharusnya tetap merawat berbagai sikap dan kegiatan semasa usia madya selama mungkin dan kemudian mencari kegiatan pengganti untuk berbagai kegiatan yang harus ditinggalkan sebagai pengganti pekerjaan apabila pensiun, pengganti organisasi perkumpulan yang harus ditinggalkan karena alasan keuangan atau hal-hal lain, pengganti teman atau kerabat keluarga yang telah meninggal atau pindah ke lingkungan lain.

Menurut teori pelepasan diri (disengagement theory), pria maupun wanita, secara sukarela dilakukan atau tidak, membatasi keterlibatan individu dalam berbagai kegiatan individu berusia madya. Lanjut usia menghentikan hubungan langsung dengan orang lain, misalnya bebas berbuat sesuka hati apabila menyenanginya, melakukan hal-hal penting menurut individu tanpa mempedulikan perasaan-perasaan orang lain tentang individu tersebut.

Penelitian mengenai penyesuaian diri yang baik dan yang buruk yang dilakukan pada individu-individu lanjut usia menunjukkan bahwa individu yang melakukan penyesuaian diri yang baik, mempunyai sifat-sifat yang diharapkan ada pada individu yang mengikuti teori aktivitas, sedangkan individu yang kelihatannya menunjukkan penyesuaian yang buruk, memiliki karakteristik yang berhubungan dengan teori pelepasan diri.

Terdapat bukti yang secara umum mengatakan bahwa individu yang melakukan penyesuaian yang baik ketika masih muda, akan melakukan


(45)

penyesuaian yang baik pula di masa lanjut usia. Individu yang memiliki keinginan sederhana dan watak yang baik, menjadikan masa lanjut usianya mudah dijalani.

b. Perubahan dalam perilaku emosional

Kriteria selanjutnya yang dapat dipergunakan untuk menilai jenis penyesuaian lanjut usia adalah berbagai perubahan yang berkaitan dengan perilaku emosional. Berbagai penelitian tentang individu lanjut usia menunjukkan bahwa lanjut usia cenderung menjadi apatis dalam kehidupan, kurang responsif dibanding ketika masih muda, respon-respon emosional lebih spesifik, kurang bervariasi, dan kurang mengena pada suatu peristiwa.

c. Perubahan kepribadian

Kriteria berikutnya adalah derajat dan besar perubahan kepribadian. Sudah diketahui bahwa individu lanjut usia, tanpa menghiraukan pola-pola kepribadian di masa mudanya, berkembang menjadi individu yang menjengkelkan dengan sifat-sifat mudah marah, pelit, suka bertengkar, banyak menuntut, egois.

Sifat-sifat lanjut usia, yang lebih kaku dalam memandang segala sesuatu, lebih konservatif dalam bertindak, lebih berprasangka buruk dalam bersikap terhadap orang lain dan lebih terpusat pada diri sendiri, merupakan sifat-sifat lama yang menjadi berlebih-lebihan dan semakin tampak karena adanya tekanan-tekanan yang terjadi pada masa lanjut usia.

Status minoritas yang dimiliki lanjut usia menyebabkan sifat-sifat kepribadian lanjut usia menjadi terbentuk seperti sifat-sifat kepribadian yang


(46)

sejenis dengan kelompok minoritas, seperti hipersensitivitas, membenci diri sendiri, perasan tidak aman dan tidak pasti, bertengkar, apatis, kemunduran, tertutup, cemas, terlalu tergantung dan bersikap menolak.

d. Kebahagiaan

Kriteria selanjutnya adalah derajat kepuasan diri atau kebahagiaan lanjut usia yang dialami. Kebahagiaan lanjut usia dapat ditunjang oleh beberapa kondisi, seperti: memiliki kenangan yang menggembirakan, bebas untuk mencapai gaya hidup yang diinginkan, sikap yang realistis terhadap kenyataan, menerima kenyataan, terus berpartisipasi dengan kegiatan yang berarti dan menarik, diterima oleh dan memperoleh respek dari kelompok sosial, merasa puas dengan status sekarang dan prestasi masa lalu, puas dengan status perkawinan dan kehidupan seksual, menikmati kegiatan rekreasional yang direncanakan, melakukan kegiatan produktif, dan lain-lain.

6. Tanda-tanda Penyesuaian Diri Lanjut Usia yang Baik

Tanda-tanda penyesuaian diri lanjut usia yang baik adalah (Hurlock, 1999): a. Minat yang kuat dan beragam

b. Kemandirian dalam hal ekonomi, yang memungkinkan untuk hidup mandiri

c. Melakukan banyak hubungan sosial dengan segala umur

d. Kenikmatan kerja yang menyenangkan dan bermanfaat tidak memerlukan banyak biaya


(47)

e. Kemampuan untuk memelihara rumah yang menyenangkan tanpa mengerahkan terlalu banyak tenaga fisik

f. Berpartisipasi dalam organisasi kemasyarakatan

g. Kemampuan untuk menikmati kegiatan saat ini tanpa menyesali masa lampau

h. Mengurangi kecemasan terhadap diri sendiri dan orang lain

i. Menikmati kegiatan dari hari ke hari meskipun aktivitas tersebut mungkin sifatnya berulang-ulang

j. Menghindari kritik dari orang lain, terutama dari generasi yang lebih muda k. Menghindari kesalahan-kesalahan, khususnya tentang kondisi tempat

tinggal dan perlakuan dari orang lain.

C. Lanjut Usia

1. Definisi Lanjut usia

Lanjut usia adalah periode penutup dalam rentang kehidupan individu, yaitu suatu periode dimana individu telah ”beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat, yang dimulai pada usia 60-an. Hurlock (1999), membagi tahap terakhir dalam rentang kehidupan individu ini menjadi:

a. Lanjut usia dini, yang berkisar antara 60 sampai 70 tahun

b. Lanjut usia, yang dimulai pada usia 70 sampai akhir kehidupan individu. Menurut Santrock (2002), lanjut usia terbagi atas:


(48)

b. Usia tua akhir (75 tahun atau lebih) c. Usia tua lanjut (85 tahun atau lebih)

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, lanjut usia meliputi: a. Lanjut usia (elderly) = antara 60 dan 74 tahun

b. Lanjut usia tua (old) = antara 75 dan 90 tahun c. Usia sangat tua (very old) = diatas 90 tahun

Menurut Undang-undang No. 13/Th.1998 tentang kesejahteraan lanjut usia, Bab I Pasal 1 Ayat 2, lanjut usia adalah individu yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas. Undang-undang ini menggunakan bentuk definisi presisi yang lebih baik dibandingkan definisi orang jompo.

Berdasarkan uraian diatas, lanjut usia didefinisikan sebagai individu yang mencapai usia 60 tahun keatas.

2. Perubahan-Perubahan yang Dialami Individu Lanjut Usia Lanjut usia mengalami berbagai perubahan dalam hidup, yaitu: a. Perubahan fisik

Sebagian besar perubahan kondisi fisik pada lanjut usia terjadi ke arah yang memburuk dimana proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk masing-masing individu meskipun usia individu tersebut sama. Berbagai perubahan terbesar yang terjadi pada masa lanjut usia adalah sebagai berikut (Hurlock, 1999):

1) Perubahan penampilan, yaitu perubahan pada daerah kepala (rambut menipis, mata kelihatan pudar, kulit berkerut dan kering, bentuk mulut


(49)

berubah akibat hilangnya gigi), daerah tubuh (bahu membungkuk, perut membesar, pinggul tampak mengendor, garis pinggang melebar, payudara bagi wanita menjadi kendur), dan daerah persendian (pangkal tangan menjadi kendor dan terasa berat, kaki menjadi kendor dan pembuluh darah balik menonjol, tangan menjadi kurus kering).

2) Perubahan bagian dalam tubuh, yaitu perubahan pada sistem syaraf (berat otak berkurang, bilik-bilik jantung melebar), isi perut (perubahan posisi jantung, perubahan elastisitas jaringan)

3) Perubahan pada fungsi fisiologis, yaitu memburuknya pengaturan organ-organ, menurunnya fungsi pembuluh darah pada kulit, perubahan pada pencernaan, ketahanan dan kemampuan bekerja menurun.

4) Perubahan panca indera, yaitu perubahan pada penglihatan (penurunan kemampuan mata untuk melihat, menurunnya sensitivitas terhadap warna), pendengaran (kehilangan kemampuan mendengar nada yang sangat tinggi), perasa (berhentinya pertumbuhan syaraf perasa), penciuman (daya penciuman kurang tajam), perabaan (indera perabaan di kulit semakin kurang peka), dan menurunnya sensitivitas terhadap rasa sakit.

b. Perubahan psikologis

Lanjut usia mengalami berbagai perubahan secara psikologis, atau perubahan secara mental atau kejiwaan individu, yaitu:

1) Perubahan persepsi, yaitu kapasitas persepsi individu menurun secara bertahap, meskipun beberapa perubahan hanya sedikit dan dapat diatasi. Semakin besarnya kesulitan dalam persepsi bicara pada lanjut usia lebih


(50)

disebabkan oleh masalah pada pendengaran daripada karena penurunan kognitif. Lanjut usia menjadi lebih sulit mengulang percakapan secara detail bila berada ditempat ramai (Siyelman & Rider, 2003).

2) Kemampuan motorik, yaitu lanjut usia mengalami penurunan kekuatan, kecepatan dalam bergerak, lebih lambat dalam belajar, cenderung menjadi canggung, yang menyebabkan sesuatu yang dibawa dan dipegang tertumpah dan jatuh, melakukan sesuatu dengan tidak hati-hati dan dikerjakan secara tidak teratur (Hurlock, 1999).

3) Kecerdasan, yaitu meskipun sedikit, lanjut usia memang mengalami penurunan intelektual, apalagi bila lanjut usia tersebut jarang melakukan latihan terhadap otak (Santrock, 2002).

4) Belajar, yaitu lanjut usia lebih berhati-hati dalam belajar, memerlukan waktu yang lebih banyak untuk mengintegrasikan jawaban, kurang mampu mempelajari hal-hal baru yang tidak mudah diintegrasikan dengan pengalaman masa lalu, dan hasilnya kurang tepat dibanding individu yang masih muda (Hurlock, 1999).

5) Daya ingat, yaitu lanjut usia cenderung lemah dalam mengingat hal-hal yang baru dipelajari dan sebaliknya baik terhadap hal-hal yang telah lama dipelajari (Hurlock, 1999).

6) Kreativitas, yaitu kapasitas atau keinginan yang diperlukan untuk berpikir kreatif bagi lanjut usia cenderung menurun (Hurlock, 1999).

7) Kepribadian, yaitu lanjut usia cenderung lebih puas ketika gaya hidup pensiun lanjut usia sesuai dengan kepribadian dan kesenangan individu


(51)

(Siyelman & Rider, 2003). Lanjut usia juga menjadi cenderung meningkatkan ketidaksetujuan, mengalami penurunan keterbukaan terhadap dunia di luar dirinya (Papalia & Old, 2004).

8) Rasa humor, yaitu banyak dipercaya bahwa individu lanjut usia kehilangan rasa dan keinginannya terhadap hal-hal yang lucu (Hurlock, 1999).

9) Perbendaharaan kata, yaitu perbendaharaan kata lanjut usia menurun sangat kecil karena individu secara konstan menggunakan sebagian besar kata yang pernah dipelajari sebelumnya (Hurlock, 1999).

10)Mengenang, yaitu kecenderungan untuk mengenang sesuatu yang terjadi di masa lalu meningkat semakin tajam sejalan dengan bertambahnya usia (Hurlock, 1999).

c. Perubahan Sosial

Banyak individu lanjut usia menghadapi diskriminasi dari lingkungannya. Individu lanjut usia menjadi tidak dipekerjakan untuk pekerjaan-pekerjaan yang baru atau dikeluarkan dari pekerjaan lama karena dipandang terlalu kaku, lemah pikiran, atau karena efektivitas biaya. Lanjut usia ditolak secara sosial karena dipandang sudah pikun atau membosankan (Santrock, 2002). Sikap sosial terhadap individu lanjut usia yang tidak menyenangkan, mendorong individu untuk mengundurkan diri dari kegiatan sosial (Hurlock, 1991).

Individu lanjut usia disingkirkan dari kehidupan keluarga lanjut usia tersebut oleh anak-anak yang melihat lanjut usia sebagai sosok yang sakit, jelek dan parasit. Singkatnya, individu lanjut usia dipandang tidak mampu berpikir jernih, mempelajari sesuatu yang baru, menikmati seks, memberi kontribusi


(52)

terhadap komunitas, dan memegang tanggung jawab pekerjaan. Persepsi tersebut tentu saja tidak berperikemanusiaan, tetapi seringkali terjadi secara nyata dan menyakitkan (Santrock, 2002).

Lanjut usia pun mengalami perubahan pada sistem kekerabatan dalam keluarga, yaitu menjadi lebih modern, yang telah mengubah anutan pada nilai tradisional paguyuban yang selama ini dianut. Hal ini akan memposisikan lanjut usia ke kedudukan dan perannya yang baru dalam keluarga. Agen sosialisasi bagi anak bukan hanya orangtua pada saat ini, tetapi meluas ke institusi lain seperti sekolah, media massa, kelompok sebaya, serta partisipasi perempuan dalam angkatan kerja yang dapat memberi pengaruh tertentu dalam kemampuan keluarga dalam memberi pelayanan optimal bagi lanjut usia (Patmonodewo, 2001).

Masa lanjut usia ditandai pula dengan masa pensiun. Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan Menurut Hutapea (2005), ketika belum menjadi lanjut usia, individu merasa you are some one, you are needed, tetapi ketika memasuki masa pensiun, lanjut usia merasa I am nobody. Lanjut usia tidak lagi menerima kiriman parsel dari tempat kerja di saat hari raya dan menjadi kurang dihormati dan disegani oleh rekan kerjanya dahulu.

Banyak individu mempersepsikan pensiun secara negatif dengan menganggap bahwa pensiun itu merupakan pertanda dirinya sudah tidak berguna dan dibutuhkan lagi karena usia tua dan produktivitas semakin menurun sehingga tidak menguntungkan lagi bagi perusahaan/ organisasi


(53)

tempat individu bekerja. Seringkali pemahaman itu tanpa sadar mempengaruhi persepsi individu sehingga menjadi over sensitif dan subyektif terhadap stimulus yang ditangkap. Kondisi ini membuat lanjut usia jadi sakit-sakitan saat pensiun tiba (Jacinta, 2001).

D. Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Penyesuaian Diri Lanjut Usia

Menurut Davidoff (1991), manusia pada dasarnya adalah makhluk yang terbatas yang tidak mungkin hidup tanpa adanya kondisi yang menguntungkan, sehingga jelaslah lingkungan mempunyai peran penting, khususnya dalam hal penyesuaian diri. Individu akan lebih besar kemungkinannya untuk merasa sehat lahir dan batin bila kebutuhan individu tersebut terpuaskan, khususnya dalam hal keuangan, kesehatan, pekerjaan yang memuaskan, rekreasi, belajar dan pengungkapan kreativitas.

Santrock (2002) mengatakan bahwa lanjut usia yang memiliki penyesuaian diri yang baik adalah lanjut usia yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan baik, memiliki relasi sosial yang luas. Interaksi sosial dengan orang lain yang menyediakan dukungan sosial, memberikan suatu pandangan terhadap diri sendiri yang lebih positif bagi lanjut usia.

Jattuningtias (2003) mengatakan bahwa hal yang paling mendasar yang dibutuhkan lanjut usia dalam menghadapi masa pensiun adalah dukungan sosial. Dukungan sosial yang berasal dari significant others, seperti anak, keluarga dan teman mempengaruhi individu untuk melakukan penyesuaian diri dalam menghadapi lingkungan dan aktivitas yang berbeda. Dukungan sosial yang baik,


(54)

maka penyesuaian dirinya pun baik, dimana individu dapat menempatkan dirinya di masyarakat maka individu itu akan diterima dengan baik oleh masyarakat, begitu juga sebaliknya.

Glaser mengatakan bahwa dukungan sosial, termasuk dari teman dan keluarga, dapat menolong seseorang untuk mengatasi stres emosional yang disebabkan perubahan-perubahan atau kemunduran-kemunduran yang dialami lanjut usia yang dapat mengganggu penyesuaian diri lanjut usia ( Hutapea, 2005 ).

E. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan uraian teoritis diatas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “dukungan sosial memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri lanjut usia”. Hipotesis ini mengandung pengertian bahwa apabila dukungan sosial yang dimiliki lanjut usia semakin tinggi, akan menyebabkan penyesuaian diri lanjut usia semakin positif, dan begitu sebaliknya.


(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian sangat menentukan suatu penelitian karena menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisa data dan pengambilan kesimpulan hasil penelitian (Hadi, 2000). Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang bersifat korelasional. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain. Peneliti dapat memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi melalui studi korelasional ini. Pembahasan dalam metode penelitian ini meliputi: identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data, daya beda aitem, validitas, dan reliabilitas serta metode analisa data

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Masalah yang harus dipecahkan harus diidentifikasi, dipilih dan dirumuskan dengan tepat, untuk menguji hipotesis penelitian. Identifikasi variabel utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : dukungan sosial 2. Variabel tergantung : penyesuaian diri


(56)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Dukungan Sosial

Dukungan sosial adalah perasaan nyaman, perhatian, informasi, dukungan langsung dan penghargaan yang dimiliki tiap orang, yang diperoleh dari orang lain yang dapat dinilai dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat kepada individu. Dukungan sosial diukur dengan menggunakan skala Dukungan Sosial yang terdiri dari 30 aitem dan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (2002), yaitu: a. Dukungan emosi atau penghargaan

b. Dukungan instrumental atau alat. c. Dukungan informasi

d. Dukungan persahabatan

Skor yang diperoleh dari skala Dukungan Sosial merupakan skor yang menggambarkan dukungan sosial subjek. Skor total yang semakin tinggi menunjukkan dukungan sosial lanjut usia semakin tinggi, sebaliknya skor total yang semakin rendah menunjukkan dukungan sosial lanjut usia semakin rendah.

2. Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri adalah suatu proses mencakup respon-respon mental dan perilaku untuk menghadapi kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, dan mencapai kesesuaian antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dari luar diri individu. Penyesuaian diri diukur dengan menggunakan skala Penyesuaian Diri yang terdiri dari 30 aitem dan disusun sendiri oleh peneliti


(57)

berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneider (1964), yaitu:

a. Penyesuaian pribadi b. Penyesuaian sosial c. Penyesuaian pekerjaan d.Penyesuaian pernikahan

Skor yang diperoleh dari skala Penyesuaian Diri merupakan skor yang menggambarkan penyesuaian diri subjek. Skor total yang semakin tinggi, menunjukkan penyesuaian diri lanjut usia semakin baik, sebaliknya skor total yang semakin rendah, menunjukkan penyesuaian diri lanjut usia semakin buruk.

C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan kumpulan atau keseluruhan subjek penelitian (Azwar, 2000). Menurut Hadi (2000), populasi dibatasi sebagai sejumlah subjek atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama. Populasi dalam penelitian ini adalah:

a. Berusia 60-70 tahun

Menurut Hurlock (1999) individu yang berada pada usia tersebut berada pada tahap lanjut usia dini. Semakin tua individu, maka akan semakin banyak kemunduran atau keterbatasan fisik, sosial dan psikologis yang dialami, yang dapat mengganggu proses penyesuaian diri. Menurut Schneider (1964), kondisi


(58)

fisik, seperti sistem utama tubuh, kesehatan fisik memiliki pengaruh terhadap penyesuaian diri.

b. Tidak sedang mengalami penyakit kronis

Menurut Hurlock (1999), kondisi penyakit yang kronis (menahun) merupakan penghalang yang lebih besar dibanding penyakit yang temporer dalam menyesuaikan diri dengan masa lanjut usia.

d. Masih memiliki pasangan

Menurut Hurlock (1999) penyesuaian terhadap kematian pasangan atau terhadap perceraian sangat sulit bagi pria maupun wanita lanjut usia, karena pada masa ini semua penyesuaian semakin sulit dilakukan.

e. Memiliki penghasilan atau pendapatan minimal Rp. 822.205/ bulan

Menurut Hurlock (1999) faktor ekonomi turut mempengaruhi penyesuaian diri lanjut usia. Menurut Santrock (2002), lanjut usia yang baik adalah lanjut usia yang memiliki pendapatan yang layak. Menurut Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88, menegaskan bahwa setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dalam pengertian bahwa jumlah upah yang diterima oleh pekerja/ buruh dari hasil pekerjaannya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/ buruh beserta keluarganya secara wajar, antara lain meliputi: sandang, pangan, pendiddikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua. Undang-Undang Ketenagakerjaan Bab VII bagian 2 Pengupahan pasal 109 point 3 mengemukakan bahwa sebagai perwujudan penghasilan yang layak, pemerintah menetapkan upah minimum atas dasar kebutuhan hidup yang layak. Upah


(59)

Minimum Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, yaitu Rp. 822.205/ bulan (Saleh, 2007).

f. Berdomisili di Medan

2. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi atau sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama. Teknik pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel (Hadi, 2000). Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik cluster random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak yang dilakukan berturut-turut terhadap unit-unit/ himpunan-himpunan dan himpunan bagian- himpunan bagian (Kerlinger, 1998). Menurut Azwar (2004), teknik cluster random sampling adalah melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara individu. Keuntungan dari cara ini adalah dari segi efisiensi kerja yang menyangkut waktu dan biaya, apalagi mengingat bahwa dalam pengambilan sampel dengan cara ini, membuat daftar klaster yang lengkap adalah jauh lebih mudah daripada membuat daftar individu dalam seluruh populasi.

Peneliti melakukan beberapa langkah, yaitu:

a. Merandom 21 kecamatan yang ada di Medan dan terpilihlah Kecamatan Medan Sunggal.

b.Merandom enam kelurahan yang ada di Kecamatan Medan Sunggal, dan terpilihlah Kelurahan Tanjung Rejo dan Kelurahan Lalang.


(60)

c.Merandom Kelurahan Tanjung Rejo yang terdiri dari 23 lingkungan dan Kelurahan Lalang yang terdiri dari 13 lingkungan. Terpilihlah lingkungan 11 dan 19 di Kelurahan Tanjung Rejo serta lingkungan 7 dan 8 di Kelurahan Lalang.

D. Metode Pengumpulan Data

Prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala, yaitu suatu prosedur pengambilan data yang merupakan suatu alat ukur aspek afektif yang merupakan konstruk atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu. Metode skala mempunyai kebaikan dan alasan-alasan penggunaan yaitu (Azwar, 2005):

1. Pertanyaan disusun untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri sendiri subyek yang tidak disadari.

2. Skala digunakan untuk mengungkap suatu atribut tunggal.

3. Subyek tidak menyadari arah jawaban yang sesungguhnya diungkap dari pernyataan skala.

1. Skala Dukungan Sosial

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial lanjut usia adalah skala Dukungan Sosial yang dirancang oleh peneliti berdasarkan bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (2006), yaitu:

a. Dukungan emosi atau penghargaan, yaitu meliputi penghargaan atas pendapat dan pekerjaan yang dilakukan, pemberian semangat, cinta dan kepercayaan


(61)

bahwa lanjut usia tetap berguna dan mampu beraktivitas, serta kepedulian saat lanjut usia sakit.

b. Dukungan instrumental atau alat, yaitu bantuan langsung yang diterima lanjut usia, seperti bantuan dana, bantuan obat ketika sakit, bantuan mengangkat barang berat, disediakan tempat duduk ketika berada di tempat umum, diminjamkan barang sehari-hari, seperti garam atau bawang.

c. Dukungan informasi, yaitu nasihat untuk tetap menjaga kesehatan dan tetap beraktivitas, arahan dalam bekerja, saran atau umpan balik mengenai pekerjaan lanjut usia.

d. Dukungan persahabatan, yaitu ketersediaan keluarga atau orang lain untuk menghabiskan waktu bersama dengan lanjut usia, ajakan untuk bergabung atau turut serta dalam kegiatan sosial.

Penilaian skala Dukungan Sosial ini adalah berdasarkan format skala Likert. Setiap aspek diuraikan kedalam butir pernyataan yang mengungkap Dukungan Sosial lanjut usia. Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan dengan tiga alternatif jawaban yang terdiri dari : Tidak Pernah (TP), J (Jarang), S (Sering). Subjek diminta untuk memilih alternatif jawaban pernyataan yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan cara memilih salah satu dari tiga alternatif jawaban yang ada. Bobot nilai untuk setiap pernyataan bergerak dari 0 sampai 2 dimana pilihan Tidak Pernah diberi nilai 0, Jarang diberi nilai 1, Sering diberi nilai 2 (Azwar, 2005).


(62)

Blueprint skala Dukungan Sosial dapat dilihat pada tabel 1 berikut : Tabel 1.Blueprint SkalaDukungan Sosial Saat Uji Coba

No Bentuk No. Item Jumlah %

1. Dukungan emosi 1, 5, 9, 13,17, 21, 25, 29, 33, 37

10 25 2. Dukungan instrumental 2, 6, 10, 14, 18,

22, 26, 30, 34, 38

10 25 3. Dukungan informasi 3, 7, 11, 15, 19,

23, 27, 31, 35, 39

10 25

4. Dukungan persahabatan 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, 40

10 25

Total 40 100

Skala Dukungan Sosial diujicobakan kepada 80 orang lanjut usia, kemudian diperoleh Blueprint skala Dukungan Sosial setelah uji coba, yang dapat dilihat pada tabel 2 berikut :

Tabel 2.Blueprint skalaDukungan Sosial setelah uji coba

No Bentuk No. Item Jumlah %

1. Dukungan emosi 1, 5, 9, 13,17, 21, 25, 29, 33, 37

10 25 2. Dukungan instrumental 2, 6, 10, 14, 18,

22, 26, 30, 34, 38

10 25 3. Dukungan informasi 3, 7, 11, 15, 19,

23, 27, 31, 35, 39

10 25

4. Dukungan persahabatan 4, 8, 12, 16, 20, 24, 28, 32, 36, 40

10 25

Total 40 100

Keterangan:

Bagian yang di bold = aitem yang tidak dapat dipakai untuk penelitian asli

Blueprint Skala Dukungan Sosial kemudian diganti setelah membuang 10 aitem yang tidak dapat digunakan untuk skala asli penelitian, maka diperolehlah

Blueprint skala Dukungan Sosial untuk penelitian asli, yang dapat dilihat pada tabel 3 berikut :


(63)

Tabel 3.Blueprint SkalaDukungan Sosial untuk Penelitian Asli

No Bentuk No. Item Jumlah %

1 Dukungan emosi 1, 5, 9, 13, 18, 23 6 20 2 Dukungan instrumental 2, 6, 10, 14, 19, 24, 26 7 23,33 3 Dukungan informasi 3, 7, 11, 15, 17,

20, 22, 25, 27, 29

10 33,33 4 Dukungan persahabatan 4, 8, 12, 16, 21, 28, 30 7 23,33

Total 30 100

2. Skala Penyesuaian Diri

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur penyesuaian diri lanjut usia adalah skala Penyesuaian Diri yang dirancang oleh peneliti berdasarkan bentuk-bentuk penyesuaian diri yang dikemukakan oleh Schneider (1964), yaitu:

a. Penyesuaian pribadi, yang dapat dilihat dari:

1. Penyesuaian fisik dan emosional, yaitu individu memiliki istirahat yang memadai, seperti tidur minimal delapan jam sehari; memiliki kebiasaan fisik yang teratur, seperti tidak terlambat makan; mempertahankan kesehatan dengan berolah raga yang rutin dan berekreasi; memiliki emosi yang memadai, seperti tidak menjadi apatis atau tetap menunjukkan emosi yang bervariasi, matang dan terkontrol.

2. Penyesuaian seksual, yaitu mengetahui keterbatasan seksual, belajar menunda ekspresi seksual, dan memahami akibat dari perilaku seksual. 3. Penyesuaian moral dan religi, yaitu memiliki integrasi nilai dan prinsip

moral dengan nilai keagamaan, tetap beribadah atau mengikuti kegiatan keagamaan.


(64)

b. Penyesuaian sosial, yang menekankan pada:

1. Penyesuaian terhadap keluarga, yaitu memiliki hubungan yang baik dengan anggota keluarga, mampu menerima pembatasan tanggung jawab dalam keluarga, seperti tidak memaksakan kehendak kepada anak, menolong keluarga, seperti membantu memecahkan masalah.

2. Penyesuaian terhadap masyarakat, yaitu menghargai hak orang lain, memiliki simpati terhadap orang lain, bersedia menolong orang lain dan mempertahankan hubungan persahabatan yang ada, menghargai kebiasaan masyarakat..

c. Penyesuaian pekerjaan, yaitu memiliki ekspresi sikap dan minat yang memadai, seperti tetap melakukan aktivitas yang disukai, puas akan kebutuhan psikologis, seperti puas akan prestasi yang telah dicapai, memiliki kenyamanan antara karakteristik pekerjaan dengan kepribadian, menyukai pekerjaan saat ini. d.Penyesuaian pernikahan, yaitu berhubungan baik dengan pasangan,

berpartisipasi dengan minat dan aktivitas anggota keluarga, menerima tambahan tanggung jawab yang ada, mengubah gaya hidup demi keluarga, adanya kecocokan dengan pasangan, saling mencintai, menghargai, dan percaya dengan pasangan, serta menerima kesamaan kedudukan.

Setiap bentuk diuraikan kedalam butir pernyataan yang mengungkap Penyesuaian Diri lanjut usia. Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan dengan tiga alternatif jawaban yang terdiri dari : Tidak Pernah (TP), J (Jarang), S (Sering). Subjek diminta untuk memilih alternatif jawaban pernyataan yang sesuai dengan keadaan dirinya, dengan cara memilih salah satu dari tiga alternatif


(1)

No : Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara Medan

Dengan hormat,

Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, saya bermaksud mengadakan penelitian mengenai perilaku Lanjut Usia dan perilaku yang diterima oleh Lanjut Usia. Untuk itu saya membutuhkan sejumlah data yang hanya dapat saya peroleh dengan adanya kerjasama dari Anda dengan mengisi skala ini.

Dalam pengisian skala ini, tidak ada jawaban yang benar atau salah. Oleh karena itu, saya berharap Anda bersedia memberikan jawaban yang sejujurnya. Semua jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini saja. Bantuan Anda dalam menjawab pernyataan pada skala ini merupakan bantuan yang amat besar dan berarti bagi keberhasilan penelitian ini. Atas kerjasamanya saya mengucapkan terima kasih.

Juni, 2008 Hormat saya,


(2)

IDENTITAS DIRI

Nama/Inisial : Pekerjaan : Jenis Kelamin: L/P *) Penghasilan/bulan : Usia : Status Tinggal :

Suku : Pasangan : ada/tidak ada *) Pendidikan : Penyakit menahun : ada/tidak ada *) Keterangan : *) Coret yang tidak sesuai

Petunjuk Cara Mengerjakan:

Berikut ini terdapat dua skala yang masing-masing terdiri dari 30 pernyataan. Baca dan pahami setiap pernyataan, kemudian Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut tidak pernah, jarang atau sering Anda terima atau alami. Berilah tanda silang (X) pada salah satu alternatif jawaban yang tersedia.

Adapun pilihan jawaban yang tersedia adalah: TP : Tidak Pernah

J : Jarang S : Sering

Setiap orang mempunyai jawaban yang berbeda, oleh karena itu beri jawaban yang sejujurnya yang paling sesuai dengan diri Anda. Dalam hal ini, semua jawaban adalah benar. Kerahasiaan jawaban Anda sangat terjamin.

Contoh Pengisian

NO. PERNYATAAN TP J S 1. Saya pergi rekreasi dengan keluarga TP J S

Untuk mengganti jawaban dapat dilakukan dengan cara :

NO. PERNYATAAN TP J S 1. Saya pergi rekreasi dengan keluarga TP J S


(3)

Skala I:

No Pernyataan TP J S

1. Setiap hari saya berolah raga TP J S

2. Saya mampu memaafkan kesalahan anggota keluarga

TP J S

3. Saya tidak mengeluh meskipun pekerjaan tidak sebagus dulu

TP J S

4. Saya mampu bertukar pikiran dengan pasangan saya TP J S 5. Jika ada barang berantakan di rumah, saya langsung

merapikannya

TP J S

6. Jika mengalami masalah, saya menceritakannya pada keluarga

TP J S

7. Saya mampu bekerja sama dengan orang yang lebih muda

TP J S

8. Saya jujur pada pasangan saya TP J S

9. Saya akan memperingatkan orang yang memfitnah saya

TP J S

10. Saya membantu mencari jalan keluar terhadap masalah anak

TP J S

11. Saya akan bertanya pada orang lain jika ada yang tidak diketahui tentang pekerjaan

TP J S

12. Saya ikut serta dalam kegiatan yang disukai pasangan

TP J S

13. Saya akan berfikir dahulu dalam membeli barang, meskipun sangat menyukainya

TP J S

14. Saya mampu bertukar pikiran dengan tetangga TP J S 15. Saya memperhatikan kondisi fisik dalam bekerja TP J S 16. Jika pasangan sakit, saya merawatnya tanpa

mengeluh

TP J S

17. Jika mengalami masalah seksual, saya akan pergi berobat

TP J S

18. Saya mau mendengarkan pendapat tetangga TP J S 19. Jika diminta, saya bersedia memberikan ide untuk

memecahkan masalah

TP J S

20. Saya menyediakan waktu untuk berkumpul dengan keluarga

TP J S

21. Saya mampu menunda dorongan seksual saya TP J S 22. Saya ikut kegiatan serikat tolong-menolong di

sekitar rumah


(4)

23. Saya memperingatkan orang yang lebih muda agar disiplin dalam bekerja

TP J S

24. Saya memberikan kebebasan pada anak dalam mendidik anak-anaknya

TP J S

25. Jika berbuat salah, saya akan meminta maaf meskipun dia lebih muda

TP J S

26. Saya ikut membantu kegiatan gotong-royong di sekitar rumah

TP J S

27. Saya tetap percaya diri dengan kondisi pekerjaan saat ini

TP J S

28. Saya ikut serta dalam kegiatan keluarga TP J S 29. Saya ikut dalam kegiatan keagamaan di lingkungan

saya

TP J S

30. Saya bangga dengan prestasi yang telah dicapai selama ini

TP J S

Skala II:

No Pernyataan TP J S 1. Hasil pekerjaan saya dipuji oleh keluarga TP J S

2. Ketika sakit, anak saya membawa saya berobat TP J S 3. Anak saya mengingatkan saya untuk menjaga

kesehatan

TP J S

4. Anak saya menyediakan waktu untuk berkumpul dengan saya

TP J S

5. Nasehat-nasehat saya dituruti oleh cucu TP J S 6. Anak saya mau membantu menyelesaikan pekerjaan

saya

TP J S

7. Anak saya memberikan informasi kesehatan bagi saya

TP J S

8. Saya diajak jika ada kegiatan keluarga TP J S 9. Ketika sedih, anak saya menghibur saya TP J S 10. Jika saya sakit, anak saya mau membuatkan saya

makanan

TP J S

11. Saya diingatkan keluarga untuk makan tepat waktu TP J S 12. Keluarga bersedia menghabiskan waktu liburan

mereka bersama saya

TP J S

13. Jika saya sakit, keluarga merawat saya dengan senang hati


(5)

14. Saat badan saya sakit, cucu saya mau memijatnya TP J S 15. Saya disarankan berolah raga oleh keluarga TP J S 16. Anak saya menyediakan waktunya untuk menemani

saya cerita

TP J S

17. Keluarga menyarankan saya untuk tidur yang cukup TP J S

18. Tetangga mau menerima pendapat saya TP J S

19. Tetangga mau membantu saya mengangkat barang TP J S 20. Saya disarankan cucu untuk banyak tertawa agar

awet muda

TP J S

21. Tetangga mengajak saya ikut berkumpul dengan mereka

TP J S

22. Keluarga memberi tahu bila ada yang salah dengan pekerjaan saya

TP J S

23. Orang-orang di sekitar saya memberi semangat saat saya bersedih

TP J S

24. Ketika ada acara di rumah saya, tetangga bersedia ikut membereskan rumah

TP J S

25. Tetangga menyarankan saya untuk tidak berdiam diri di rumah

TP J S

26. Tetangga bersedia dimintai tolong untuk pergi ke warung

TP J S

27. Masyarakat sekitar memberi tahu bila ada kegiatan lanjut usia

TP J S

28. Teman-teman mau bertukar pikiran dengan saya TP J S 29. Tetangga memberi masukan untuk pekerjaan saya TP J S 30. Teman-teman mengajak saya jika ada perkumpulan TP J S


(6)