Perpanjangan Putus Sifat-sifat Fisik .1 Suhu Kerut T

23 Penelitian pada skala pilot plant menunjukkan bahwa nilai kuat tarik akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi minyak biji karet yang ditambahkan. Selain itu, nilai kuat tarik kulit samoa juga semakin bertambah dengan semakin berkurangnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Hasil yang berbeda terdapat pada penelitian kulit samoa pada skala laboratorium. Fahroji 2010 melakukan penelitian produksi kulit samoa pada skala laboratorium. Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi minyak biji karet 10, 20, dan 30 dan konsentrasi glutaraldehida 1.5, 3, dan 4.5. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kuat tarik tidak dipengaruhi oleh konsentrasi glutaraldehida dan konsentrasi minyak biji karet, serta interaksi keduanya. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut produksi kulit samoa dengan jumlah taraf perlakuan konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang lebih banyak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang tepat karena jika dilihat dari dua penelitian di atas menunjukkan hasil yang berbeda. Selain itu, diharapkan didapat konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang optimum.

4.2.2.4 Perpanjangan Putus

Perpanjangan putus menunjukkan nilai keelastisan kulit. Nilai perpanjangan putus yang tinggi berarti kulit tersebut bermutu baik dan tidak mudah sobek, tidak kaku, maupun putus saat digunakan. Pengujian perpanjangan putus dilakukan dengan dua arah yaitu paralel dan tegak lurus tulang belakang. Hasil pengujian perpanjangan putus dari kedua arah dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai perpanjangan putus rata-rata dari kedua arah. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa nilai perpanjangan putus untuk sampel sejajar parallel memiliki rentang nilai antara 69.09-72.58 dan dapat dilihat pada Lampiran 15. Pengujian pada sampel tegak lurus perpendicular menunjukkan nilai perpanjangan putus tegak lurus berkisar antara 152.66-161.59 dan dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil analisis ragam Lampiran 15 dan Lampiran 16 menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet 20 dan 30 dan glutaraldehida 3 dan 5 juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai perpanjangan putus sejajar dan perpanjangan putus tegak lurus kulit samoa. Hasil pengujian perpanjangan putus kulit samoa dari kedua arah dirata-ratakan dan didapat hasil berkisar antara 111.52 -117.09 dan dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil analisis ragam Lampiran 17 dengan nilai α 0.05 menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet 20 dan 30 dan glutaraldehida 3 dan 5 juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai perpanjangan putus rata-rata kulit samoa. Nilai perpanjangan putus sampel tegak lurus perpendicular lebih besar daripada sampel sejajar parallel. Hal ini berbanding terbalik dengan kuat sobek dimana sampel sejajar lebih besar daripada sampel tegak lurus. Menurut Febianti 2011, bagian kulit dengan arah serat sejajar terhadap arah tarikan pada pengujian mempunyai nilai perpanjangan putus yang lebih tinggi diakibatkan pada bagian tersebut kearah perut lebih sering digunakan hewan untuk berkontraksi menahan beban perut dan makanan semasa hidupnya sehingga elastisitasnya lebih tinggi. Amwaliya 2011 berpendapat bahwa tingginya perpanjangan putus sampel perpendicular dikarenakan pada sampel ini, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya tarikan sehingga kulit menjadi lebih mudah mengalami perpanjangan atau perpanjangan dan pada akhirnya kulit akan putus. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya tarikan sehingga pada saat ditarik, kulit menjadi sulit mengalami perpanjangan karena kurang elastis atau lentur. Hal ini yang menyebabkan pada sampel parallel dibutuhkan gaya tarik kuat tarik yang lebih besar. Kemuluran perpanjangan putus kulit berkaitan dengan kelemasan atau elastisitas kulit yang dihasilkan. Kulit samak menjadi lemas karena terjadi reduksi elastin pada proses pengapuran dan 24 pengikisan protein kulit. Judoamidjojo 1974 menyatakan elastin merupakan protein fibrous yang membentuk serat-serat yang sangat elastis karena mempunyai rantai asam amino yang membentuk sudut. Sudut-sudut tersebut menjadi lurus pada saat mendapat tegangan dan akan kembali seperti semula apabila tegangan tersebut dilepaskan. Hilangnya elastin pada protein kulit dapat mengurangi elastisitas kulit. Kemuluran kulit juga dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat. Derajat kemuluran serta kelemasan juga dipengaruhi oleh proses penyelesaiannya seperti pementangan, pelemasan dan penghamplasan Purnomo 1985.

4.2.2.5 Daya Serap Air