Kinerja pertumbuhan Hasil Percobaaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan

memperlihatkan pola yang sama pada ketiga perlakuan, yaitu kadar glukosa darah dan kortisol meningkat sesaat setelah uji transportasi, dan kemudian menurun kembali menuju ke titik normal awal pada hari ke-7 pascatransportasi. Kedua gambar tersebut juga menunjukkan bahwa perlakuan terbaik didapatkan pada pemberian selenometionin dosis 4 mg Sekg pakan karena kadar glukosa darah dan kortisol terendah didapatkan pada dosis ini. Sebaliknya, pada kelompok ikan tanpa penambahan Se, kadar glukosa darah dan kortisol nilainya paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada uji perendaman di air tawar terlihat pola yang sama pada ketiga perlakuan, yaitu kadar glukosa darah meningkat ketika dimasukkan ke dalam air tawar, dan mulai mengalami penurunan pada jam pertama di air laut, dan menuju ke titik awal pada jam kedua di air laut Gambar 24. Hasil yang sama diperlihatkan oleh kadar kortisol ikan Gambar 25. Berdasarkan Gambar 24 dan 25 tersebut terlihat bahwa perlakuan terbaik adalah pemberian selenometionin dosis 4 mg Sekg pakan karena kadar glukosa darah dan kortisolnya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lain.

4.8 Pembahasan Percobaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan

4.8.1 Kinerja pertumbuhan Pada 42 hari pemeliharaan awal, seperti terlihat pada Tabel 14 dan Lampiran 28, penambahan selenometionin dosis berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, dan efisiensi pakan juvenil kerapu bebek. Dengan kata lain, kinerja pertumbuhan ikan belum menunjukkan penurunan ketika diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 16 mg Sekg pakan. Hal ini sejalan dengan temuan Tashjian et al. 2006 yang melaporkan bahwa penambahan selenometionin dosis 0,4 –20,5 µg Seg pakan belum menunjukkan penurunan pertumbuhan juvenil white sturgeon Acipenser transmontanus selama 8 minggu masa pemeliharaan. Selanjutnya dikatakan bahwa penurunan pertumbuhan baru terlihat pada penambahan selenometionin dosis 41,7 µg Seg. Hasil berbeda didapatkan pada channel catfish Wang Lovell 1997, hybrid striped bass Cotter et al. 2008, dan kerapu malabar Epinephelus malabaricus Lin Shiau 2005. Pada channel catfish, pertambahan bobot dan efisiensi pakan telah menunjukkan kecenderungan menurun pada penambahan selenometionin dosis 0,4 mg Sekg pakan, sedangkan hybrid striped bass dan juvenil kerapu malabar masing-masing pada 0,4 dan 1 mg Sekg pakan. Kenyataan ini memberi gambaran bahwa setiap spesies ikan mempunyai respons berbeda terhadap penambahan selenometionin dalam pakan. Tabel 15 memperlihatkan kinerja pertumbuhan selama 20 hari pemeliharaan lanjutan. Pada tabel ini terlihat bahwa penambahan selenometionin dalam pakan dosis 0, 4, dan 16 mg Sekg pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tingkat kelangsungan hidup, konsumsi pakan, dan retensi protein, tetapi menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan retensi lemak. Laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan memiliki pola yang sama, yaitu nilai tertinggi didapatkan pada penambahan 4 dan 16 mg Sekg pakan, dan terendah pada kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se, sedangkan retensi lemak tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi selenometionin dosis 4 mg Sekg pakan dan terendah pada penambahan 16 mg Sekg pakan dan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Tingkat kelangsungan hidup yang mencapai 100 pada semua perlakuan dan tidak dipengaruhi oleh penambahan selenometionin sampai dengan dosis 16 mg Sekg pakan Tabel 15 menunjukkan bahwa dosis ini masih dapat ditolerir oleh juvenil kerapu bebek. Hal ini disebabkan karena selenometionin mengandung asam amino sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan. Selain itu, selenometionin dapat disimpan dalam protein pool ketika metionin terbatas Zhou et al. 2009. Burk 1976 melaporkan bahwa selenometionin mempunyai dua jalur metabolisme utama, yaitu metionin dan selenium sehingga memungkinkan dicerna dan diserap dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan Se dari sumber lain. Beberapa peneliti sebelumnya juga mendapatkan hasil yang sejalan dengan percobaan ini. Cleveland et al. 1993 mendapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada tingkat kelangsungan hidup juvenil bluegill Lepomis macrochirus yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin sampai dengan dosis 25 mg Sekg pakan. Demikian pula yang dilaporkan Tashjian et al. 2006 bahwa pemberian Se dalam bentuk selenometionin dosis 0,4, 9,6, 20,5, 41,7, 89,8, dan 191,1 mg Sekg pakan selama 8 minggu masa pemeliharaan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada tingkat kelangsungan hidup juvenil white sturgeon Acipenser transmontanus dengan nilai rata-rata 99. Berbeda dari pemeliharaan awal, pada pemeliharaan lanjutan ini terlihat bahwa laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan juvenil kerapu bebek pada pemberian selenometionin dosis 4 dan 16 mg Sekg pakan nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Pemeliharaan lanjutan yang diawali dengan uji transportasi pada awal pemeliharaan dan uji perendaman di air tawar pada minggu kedua diduga menjadi penyebab rendahnya pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan tanpa penambahan Se dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kondisi stres dapat mempengaruhi berbagai proses fisiologis, diantaranya metabolisme intermedier dan fungsi imun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penambahan Se dalam bentuk selenometionin sampai dosis tertentu mampu mengurangi stres dan meningkatkan pertumbuhan ikan. Lebih lanjut tentang hal ini akan dijelaskan pada uji ketahanan tubuh ikan terhadap berbagai stressor. Rasio RNADNA, seperti terlihat pada Gambar 16 yang menunjukkan bahwa nilai tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi selenometionin dosis 4 mg Sekg pakan mendukung hasil percobaan lain, yaitu nilai kinerja pertumbuhan laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan retensi lemak Tabel 15. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengestimasi pertumbuhan, penggunaan nilai rasio RNADNA merupakan metode yang cukup akurat Rooker Holt 1996. Hasil penelitian Kaligis 2010 pada post larva udang vaname Litopenaeus vannamei, Boone pada salinitas rendah menunjukkan bahwa kadar protein pakan 45 dengan kadar kalsium 2 dalam pakan, yang juga merupakan perlakuan optimal, terjadi peningkatan efisiensi pakan, retensi kalsium, dan laju pertumbuhan seiring dengan meningkatnya rasio RNADNA. Demikian pula pada juvenil kerapu bebek, didapatkan bahwa dengan penambahan 100 ppm mineral Fe dalam pakan, yang juga merupakan perlakuan terbaik, menunjukkan rasio RNADNA tertinggi Setiawati 2010.