4.6.5 Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan
Hasil pengujian daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek dengan perendaman dalam air tawar disajikan pada Gambar 14 dan 15, serta Lampiran 27.
Pada semua perlakuan seperti terlihat pada Gambar 14, tampak pola yang sama, yaitu kadar glukosa darah meningkat ketika dimasukkan ke dalam air tawar
selama 10 menit tanpa aerasi, dan masih mengalami peningkatan pada jam pertama setelah ikan dimasukkan kembali ke dalam air laut, sedangkan pada jam
kedua, nilai kadar glukosa darahnya sudah turun dan mendekati nilai awal. Berdasarkan gambar tersebut, perlakuan terbaik didapatkan pada pemberian
sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan. Kadar glukosa darah awal juvenil kerapu bebek pada perlakuan 0,05 mg Sekg pakan ini adalah 66,67 mgdL,
kemudian meningkat menjadi 76,53 mgdL naik 14,78 ketika dimasukkan ke dalam air tawar, dan pada jam pertama di air laut, kadar glukosa darahnya
meningkat menjadi 112,68 mgdL naik 69,01. Pada jam kedua di air laut, kadar glukosa darahnya sudah berada pada kondisi normal 62,02 mgdL.
Sementara itu, pada kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se, terlihat bahwa kadar glukosa darah awal ikan adalah 61,03 mgdL, kemudian
meningkat menjadi 68,55 mgdL naik 12,32 ketika dimasukkan ke dalam air tawar, dan meningkat kembali pada jam pertama di air laut menjadi 154,46 mgdL
naik 153,08. Pada jam kedua di air laut, kadar glukosa darahnya menurun tetapi belum mencapai kondisi normal 93,05 mgdL. Kondisi yang hampir sama
dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se diperlihatkan oleh keempat perlakuan yang lain. Pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg
pakan terlihat bahwa kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek pada jam pertama di air laut nilainya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain, dan
pada jam kedua nilainya sudah berada pada kondisi normal awal. Kadar glukosa darah yang tinggi menunjukkan ikan mengalami stres. Sebaliknya, pada kelompok
ikan tanpa penambahan Se, kadar glukosa darah pada jam pertama di air laut paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, dan pada jam kedua belum
menunjukkan tanda-tanda ke posisi normal awal. Sebagai pembanding, dilakukan pula pengukuran kadar kortisol ikan
seperti terlihat pada Gambar 15. Pada gambar tersebut, secara umum terlihat
bahwa semua perlakuan menunjukkan pola yang sama, yaitu kadar kortisol juvenil kerapu bebek mengalami peningkatan ketika dimasukkan ke dalam air tawar,
kemudian menurun pada jam pertama di air laut, dan mendekati normal pada jam kedua di air laut. Berdasarkan kadar kortisol, seperti halnya glukosa darah,
perlakuan terbaik didapatkan pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Sekg pakan. Pada perlakuan ini, kadar kortisol awal juvenil kerapu bebek adalah
8,76 ngmL, kemudian meningkat menjadi 31,98 ngmL nilainya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain ketika dimasukkan ke air tawar, dan
mengalami penurunan pada jam pertama di air laut menjadi 14,38 ngmL nilainya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada jam kedua di air
laut, kadar kortisol sudah mendekati normal 12,76 ngmL. Kadar kortisol yang tinggi juga menunjukkan ikan mengalami stres. Gambar 15 dan Lampiran 27.2
juga menunjukkan bahwa ikan mengalami stres yang hebat ketika diberi pakan tanpa penambahan sodium selenite. Dari kedua hasil tersebut terlihat bahwa daya
tahan tubuh juvenil kerapu bebek dapat ditingkatkan dengan penambahan sodium selenite.
4.7 Hasil Percobaaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan
Hasil percobaan II menunjukkan bahwa Se organik selenometionin lebih baik dibandingkan dengan Se anorganik sodium selenite, dan penambahan
selenometionin dosis 4 mg Sekg pakan adalah perlakuan terbaik. Pada percobaan IV ini sumber Se yang digunakan adalah selenometionin dan perlakuan yang
diterapkan adalah tanpa penambahan Se, penambahan selenometionin dosis 4 mg Sekg pakan Se optimal, dan penambahan selenometionin dosis 16 mg Sekg
pakan Se berlebih. Pemeliharaan awal ikan dilakukan selama 42 hari. Selama pemeliharaan,
ikan diberi pakan uji sesuai perlakuan. Setelah itu dilakukan uji transportasi simulasi selama 13 jam dan dilanjutkan dengan pemeliharaan lanjutan selama 20
hari. Pada minggu kedua pemeliharaan lanjutan, dilakukan uji perendaman di dalam air tawar. Keseluruhan hasil percobaan disajikan pada sub bab-sub bab
selanjutnya.