dari separuh wilayah tingkatan pembangunan kesehatannya terkategori rendah warna merah. Dalam jumlah kecil wilayah berwarna hijau yang menunjukkan
tingkatan pembangunan kesehatan yang tinggi, yaitu di Kota Singkawang, Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Kabupaten
Sanggau, Kabupaten Sekadau, Kabupaten Sintang, dan Kabupaten Melawi. Hanya Kota Pontianak dengan spot hijau yang meliputi seluruh wilayahnya, sedangkan
keseluruhan wilayah di Kabupaten Kapuas Hulu tidak dijumpai area berwarna hijau.
Gambar 17 Peta konfigurasi spasial pembangunan bidang kesehatan. Distribusi kecamatan di kabupatenkota pada tiap klasternya ditunjukkan
pada Tabel 29, dimana kabupaten dengan kecamatan yang terkategori pembangunan kesehatan tinggi terbanyak ditemukan di Kota Pontianak yang
mencapai 83,33, tigabelas kabupatenkota lainnya lebih menunjukkan kecamatannya pada tingkatan pembangunan kesehatan yang rendah, dengan
distribusi kecamatan melebihi 50 wilayah. Keseluruhan sebaran aktivitas pembangunan manusia di bidang kesehatan, menunjukkan bahwa pembangunan
kesehatan masih difokuskan di Kota Pontianak sebagai kota utama, sementara pada wilayah lainnya pembangunan kesehatan kurang dikembangkan.
Todaro dan Smith 2003 memaparkan karakteristik pembangunan kota di negara-negara berkembang, dimana investasi publik di ibu kota yang lebih besar
dibandingkan kota kedua atau wilayah lainnya. Kondisi tersebut juga terlihat di Provinsi Kalimantan Barat, dimana Kota Pontianak sebagai ibukota provinsi,
mendapatkan investasi publik yang lebih baik dibandingkan kabupatenkota lainnya. Investasi yang tinggi di bidang kesehatan ini berimplikasi pula pada
tingginya pertumbuhan penduduk, sehingga secara demografi memungkinkan adanya ledakan penduduk di wilayah tersebut.
Tabel 29 Distribusi kategori
tingkatan pembangunan
kesehatan pada
kabupatenkota
KabupatenKota Distribusi kecamatan dengan kategori
pembangunan kesehatan persen Rendah
Sedang Tinggi
Kabupaten Sambas 63,16
26,32 10,53
Kabupaten Bengkayang 94,12
0,00 5,88
Kabupaten Landak 76,92
23,08 0,00
Kabupaten Pontianak 88,89
0,00 11,11
Kabupaten Sanggau 66,67
26,67 6,67
Kabupaten Ketapang 75,00
20,00 5,00
Kabupaten Sintang 57,14
35,71 7,14
Kabupaten Kapuas Hulu 88,00
8,00 4,00
Kabupaten Sekadau 85,71
0,00 14,29
Kabupaten Melawi 81,82
9,09 9,09
Kabupaten Kayong Utara 80,00
20,00 0,00
Kabupaten Kubu Raya 66,67
22,22 11,11
Kota Pontianak 16,67
0,00 83,33
Kota Singkawang 60,00
0,00 40,00
5.2.2 Konfigurasi Pembangunan Bidang Pendidikan
Pembangunan pendidikan merupakan bagian dari pembangunan manusia, dengan harapan meningkatnya kualitas sumber daya manusianya dan berimplikasi
pada penurunan tingkat kemiskinan. Melalui pendidikan yang memadai memungkinkan masyarakat memiliki daya untuk meningkatkan taraf hidupnya
Lichter et al., 1993. Dalam konteks pembangunan di wilayah tertinggal, hampir keseluruhan
investasi jasa dan sarana pendidikan menjadi tugas pemerintah, sehingga ketersediaan berupa jumlah, tenaga guru, dan lembaga pendidikanketerampilan
masih sangat bergantung kepada kebijakan pemerintah daerah dalam bidang pendidikan. Dalam analisis ini, indikator yang digunakan untuk menggambarkan
pembangunan pendidikan dikelompokkan ke dalam lima kelompok penciri, yakni ketersediaan tenaga dan fasilitas pendidikan, fasilitas pendidikan sendiri
dibedakan atas pendidikan prasekolah dan sekolah dasar, pendidikan menengah atas dan tinggi, pendidikan formal lainnya dan lembaga keterampilan.
Ketersediaan tenaga guru TK sampai dengan SMASMK membentuk satu komponenpenciri Idx_SDSTDik yang menggambarkan 83,78 keragaman
ketersediaan tenaga guru. Pada Tabel 30, penciri tenaga pendidikan berkorelasi negatif dengan masing-masing variabel sebesar 0,92, 0,92, 0,93, 0,92 dan 0,88
yang artinya peningkatan satu unit penciri berkorelasi dengan penurunan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya.
Tabel 30 Muatan faktor factor loading variabel dari penciri konfigurasi pembangunan bidang pendidikan
Kelompok Penciri varian
Penciri Utama varian
Keterangan Faktor
Loading Tenaga Pendidik
83,78 Idx_SDSTDik
83,78 Pangsa Guru TK
0,92 –
Pangsa Guru SD 0,92
– Pangsa Guru SLTP
0,93 –
Pangsa Guru SMA 0,92
– Pangsa Guru SMK
0,88 –
Fasilitas Pendidikan
Prasekolah, Dasar dan Menengah
Pertama 74,88
Idx_SDSFDDf1 58,09
Pangsa TK Swasta 0,82+
Pangsa SD Negeri 0,74+
Pangsa SD Swasta 0,80+
Pangsa SLTP Negeri 0,72+
Pangsa SLTP Swasta 0,92+
Idx_SDSFDDf2 16,78
Pangsa TK Negeri 0,94+
Fasilitas Pendidikan
Menengah Atas dan
PendidikanTinggi 74,72
Idx_SDSFDMTf1 53,23
Pangsa SMU Swasta 0,89+
Pangsa SMK Swasta 0,84+
Pangsa Perguruan Tinggi Swasta 0,83+
Idx_SDSFDMTf2 21,49
Pangsa SMU Negeri 0,76+
Pangsa SMK Negeri 0,90+
Pangsa Perguruan Tinggi Negeri 0,82+
Fasilitas Pendidikan lainnya
68,03 Idx_SDSFDFLf1
44,36 Pangsa SLB Swasta
0,79+ Pangsa Pesantren
0,93+ Pangsa Madrasah Ibtidaiyah Swasta
0,82+ Idx_SDSFDFLf2
21,67 Pangsa Sekolah Seminari Swasta
0,73+
Lembaga Pendidikan
keterampilan 72,46
Idx_SDSLPf1 55,63
Pangsa Lembaga PendidikanKetrampilan Komputer
0,70+ Pangsa Lembaga PendidikanKetrampilan
Menjahit 0,75+
Pangsa Lembaga PendidikanKetrampilan Kecantikan
0,84+ Pangsa Lembaga PendidikanKetrampilan
Montir 0,84+
Pangsa Lembaga PendidikanKetrampilan Elektronik
0,91+ Idx_SDSLPf2
16,83 Pangsa Lembaga PendidikanKetrampilan
lainnya 0,92+
Pendidikan dasar dalam analisis ini adalah pendidikan pra sekolah, sekolah dasar dan menengah pertama. Variabel ketersediaan fasilitas pendidikan dasar
membentuk dua komponenpenciri yang mewakili 74,88 keragaman data dari 175 kecamatan. Penciri pertama Idx_SDSFDDf1 dengan keragaman 58,09
berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah TK Swasta, SD negeri, SD Swasta, SLTP Negeri dan SLTP Swasta masing-masing 0,82, 0,74, 0,80, 0,72 dan 0,92
yang artinya peningkatan satu unit indeks menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Indeks ini menunjukkan 58,09
kecamatan di Kalimantan Barat telah memenuhi kebutuhan fasiltias pendidikan dasar. Penciri kedua dari pendidikan dasar Idx_SDSFDDf2 menunjukkan
keragaman 16,78 yang berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah TK Negeri. Peningkatan satu unit penciri menggambarkan peningkatan 0,94 unit
pangsa lokal jumlah TK Negeri. Untuk fasilitas pendidikan menengah atas dan tinggi diwakili oleh enam
variabel, yakni Sekolah Menengah Umum SMU Negeri, SMU Swasta, Sekolah Menengah Kejuruan SMK Negeri, SMK Swasta, Perguruan Tinggi Negeri
PTN dan Swasta PTS. Enam variabel membentuk dua penciri yang mewakili 74,72 keragaman data dari kecamatan yang ada. Penciri pertama
Idx_SDSFDMTf1 dengan keragaman 53,23 berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah SMU Swasta, SMK Swasta dan Perguruan Tinggi Swasta masing-
masing 0,89, 0,84, dan 0,83 yang artinya peningkatan satu unit penciri berkaitan dengan peningkatan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Dilihat dari
variabel terkait, maka penciri ini mendekati ciri wilayah yang relatif lebih berkembang atau urban area. Untuk komponenpenciri kedua Idx_SDSFDMTf2
dengan keragaman 21,49 berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah SMU Negeri, SMK Negeri dan Perguruan Tinggi Negeri, dimana peningkatan satu unit
penciri kedua menggambarkan peningkatan 0,76, 0,90 dan 0,82 unit masing- masing variabel penyusun. Ketersediaan fasilitas pendidikan negeri, menunjukkan
gambaran wilayah pada umumnya yang memiliki fasilitas dasar untuk pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Ketersediaan fasilitas formal lainnya seperti Sekolah Luar Biasa, Pesantren, Madrasah Ibtidaiyah dan Seminari menjadi variabel ketersediaan fasilitas
pendidikan formal lainnya yang membentuk dua penciri mewakili 66,03 keragaman data yang ada. Penciri pertama Idx_SDSFDFLf1 dengan keragaman
44,36 berkorelasi positif pangsa lokal jumlah SLB Swasta, Pesantren dan Madrasah Ibtidaiah Swasta masing-masing 0,79, 0,93, dan 0,82 yang artinya
peningkatan satu unit penciri menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya sebesar muatan faktornya. Untuk penciri kedua Idx_SDSFDFLf2 dengan
keragaman 21,67 berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah sekolah Seminari Swasta, dimana peningkatan satu unit penciri kedua menggambarkan
kenaikan 0,73 unit variabel tersebut. Ketersediaan lembaga pendidikan dan keterampilan di Kalimantan Barat
membentuk tujuh variabel, yang dianalisis menghasilkan dua komponen utama mewakili 72,46 keragaman data yang ada, yang artinya 72,46 wilayah di
Provinsi Kalimantan
Barat menunjukkan
ketersediaan lembaga
pendidikanketerampilan non formal yang lebih dikembangkan di wilayah- wilayah tertinggal dan dibutuhkan oleh penduduk dengan rata-rata tingkat
pendidikan menengah ke bawah. Penciri pertama Idx_SDSFDLPf1 dengan keragaman 55,63 berkorelasi positif pangsa lokal jumlah lembaga
pendidikanketerampilan komputer, menjahit, kecantikan, montir dan elektronik masing-masing 0,70, 0,75, 0,84, 0,84 dan 0,91 yang artinya peningkatan satu unit
penciri pertama menggambarkan peningkatan variabel penyusunnya sebesar muatan faktor. Untuk penciri kedua Idx_SDSFDLPf2 dengan keragaman
16,83 berkorelasi positif dengan pangsa lokal jumlah lembaga pendidikan dan formal lainnya. Peningkatan satu unit faktor kedua menggambarkan peningkatan
0,91 unit variabel tersebut. Penciri-penciri pada konfigurasi pembangunan pendidikan digunakan dalam
mengklasifikasikan kecamatan berdasarkan kedekatan jarak antar penciri euclidean distance dengan teknik analisis klaster cluster analysis yang
memanfaatkan factor score Lampiran 8 unit analisis. Ketiga penciri signifikan menjadi pembeda tiga klaster dengan kategori tinggi, rendah, dan sedang, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 18. Melalui analisis diskriminan lima faktor yang signifikan menjadi penciripembeda dari tiga kelompok yang terbentuk dengan
besarnya kemampuan klasifikasi 98,86.
Gambar 18 Grafik nilai tengah Euclidean Distance penciri konfigurasi
pembangunan bidang pendidikan. Masing-masing
kelompok penciripembeda
utama konfigurasi
pembangunan pendidikan memiliki kategori seperti yang ditunjukkan pada Tabel 31.
Tabel 31 Kategori pembeda pada konfigurasi pembangunan bidang pendidikan
Pembeda Keterangan
Kategori I
II III
Idx_SDSLPf1 Pangsa Lembaga Pendidikan
Ketrampilan Komputer Rendah Sedang Tinggi
Pangsa Lembaga Pendidikan Ketrampilan Menjahit
Rendah Sedang Tinggi Pangsa Lembaga Pendidikan
Ketrampilan Kecantikan Rendah Sedang Tinggi
Pangsa Lembaga Pendidikan Ketrampilan Montir
Rendah Sedang Tinggi Pangsa Lembaga Pendidikan
Ketrampilan Elektronik Rendah Sedang Tinggi
Idx_SDSFLf2 Pangsa Sekolah Seminari Swasta
Sedang Tinggi
Rendah Idx_SDSLPf2
Pangsa Lembaga PendidikanKetrampilan lainnya
Tinggi Sedang
Rendah Idx_SDSMTf1
Pangsa SMU Swasta Tinggi
Sedang Rendah
Pangsa SMK Swasta Tinggi
Sedang Rendah
Pangsa Perguruan Tinggi Swasta Tinggi
Sedang Rendah
Idx_SDSDDf2 Pangsa TK Negeri
Sedang Tinggi
Rendah
Klasifikasi 175 kecamatan menghasilkan klaster 1 yang terdiri atas 7 kecamatan 4,00, klaster 2 terdiri atas 14 kecamatan 8,00 dan klaster 3
terdiri atas 154 kecamatan 88,00. Distribusi konfigurasi di tingkat kecamatan ditunjukkan pada Lampiran 9.
Nilai Tengah Penciri Konfigurasi Pembangunan Pendidikan
Klaster 1 Klaster 2
Klaster 3
Id x_
S D
S TD
ik
Id x_
S D
S FD
D f1
Id x_
S D
S FD
D f2
Id x_
S D
S FD
M Tf
1
Id x_
S D
S FD
M Tf
2
Id x_
S D
S FD
FL f1
Id x_
S D
S FD
FL f2
Id x_
S D
S FD
LP f1
Id x_
S D
S FD
LP f2
Penciri
-5 -4
-3 -2
-1 1
2 3
4 5
n ila
i te
n g
a h
Dilihat dari sebaran pada tiap klaster, menunjukkan bahwa klaster pertama memiliki penciri dengan kategori lembaga pendidikan keterampilan montir,
menjahit, dan lainnya yang rendah, sekolah seminari dan TK Negeri yang sedang, sementara lembaga keterampilan lainnya seperti bahasa dan pangsa
SMUSMK dan PT swasta yang tinggi menunjukkan bahwa tingkatan pembangunan pendidikan pada klaster ini mencirikan wilayah yang lebih maju.
Klaster kedua dengan penciri lembaga pendidikan keterampilan montir, menjahit, dan lainnya yang sedang, lembaga keterampilan lainnya seperti bahasa
dan pangsa SMUSMK dan PT swasta yang tinggi, dan sekolah seminari dan TK Negeri yang tinggi menunjukkan bahwa klaster ini lebih mencirikan bentuk
daerah yang cukup berkembang. Klaster ketiga dengan ciri lembaga pendidikan keterampilan montir,
menjahit, dan lainnya yang tinggi, lembaga keterampilan lainnya seperti bahasa dan pangsa SMUSMK dan PT swasta, sekolah seminari dan TK Negeri yang
rendah menunjukkan bahwa klaster ini mencirikan karakteristik daerah yang kurang berkembang rural area, Ketersediaan lembaga keterampilan teknis
montir, kecantikan, dan lainnya adalah upaya pemerintah meningkatkan keterampilan angkatan kerja berpendidikan rendah di wilayahnya dan di wilayah
sekitarnya. Dari ketiga klaster, hasil analisis kategori pembangunan bidang pendidikan,
klaster pertama menggambarkan wilayah dengan kategori pembangunan bidang pendidikan yang tinggi, klaster kedua dengan kategori sedang dan klaster ketiga
dengan kategori rendah. Secara spasial spot-spot pada setiap klaster ditunjukkan pada Gambar 20. Tampilan yang dihasilkan dari peta konfigurasi pembangunan
bidang pendidikan menunjukkan bahwa secara umum tingkat pembangunan bidang pendidikan di Provinsi Kalimantan Barat terkategori dengan tingkatan
rendah yang ditandai dengan warna merah. Hanya sedikit spot hijau yang tampak pada peta yaitu 7 dari 175 kecamatan yang tingkat pembangunan bidang
pendidikannya tinggi. Demikian halnya dengan spot kuning yang menunjukkan tingkat pembangunan bidang pendidikan sedang, hanya terlihat dalam beberapa
titik kecamatan.
Gambar 20 Peta konfigurasi pembangunan bidang pendidikan Distribusi kecamatan di kabupatenkota pada tiap klasternya yang
ditunjukkan pada Tabel 32, dimana kabupaten dengan kecamatan yang terkategori pembangunan pendidikan tinggi terbanyak ditemukan di Kota Pontianak yang
mencapai 50, tigabelas kabupatenkota lainnya lebih
menunjukkan kecamatannya pada tingkatan pembangunan pendidikan yang rendah, dengan
distribusi kecamatan berkisar 40-100 wilayah. Sebaran ini menunjukkan bahwa pembangunan pendidikan masih terfokus di Kota Pontianak sebagai kota utama,
sementara pada wilayah lainnya pembangunan pendidikan kurang dikembangkan. Tabel 32 Distribusi
kategori tingkatan
pembangunan pendidikan
pada kabupatenkota
KabupatenKota Distribusi kecamatan dengan kategori
pembangunan kesehatan persen Tinggi
Sedang Rendah
Kabupaten Sambas 0,00
10,53 89,47
Kabupaten Bengkayang 0,00
5,88 94,12
Kabupaten Landak 0,00
7,69 92,31
Kabupaten Pontianak 0,00
11,11 88,89
Kabupaten Sanggau 6,67
0,00 93,33
Kabupaten Ketapang 0,00
10,00 90,00
Kabupaten Sintang 7,14
0,00 92,86
Kabupaten Kapuas Hulu 0,00
0,00 100,00
Kabupaten Sekadau 0,00
14,29 85,71
Kabupaten Melawi 0,00
9,09 90,91
Kabupaten Kayong Utara 0,00
0,00 100,00
Kabupaten Kubu Raya 11,11
11,11 77,78
Kota Pontianak 50,00
33,33 16,67
Kota Singkawang 20,00
40,00 40,00