Pola Kuadran Pembangunan Manusia terhadap Pembangunan Sosial

Berlangsungnya suatu aktivitas tidak terlepas dari ketersediaan lahan untuk aktivitas tersebut. Semakin tinggi alokasi penggunaan lahan untuk melakukan suatu kegiatan, dimungkinkan kegiatan tersebut akan semakin berkembang. Demikian halnya dengan aktivitas ekonomi yang berkembang di Provinsi Kalimantan Barat, secara umum masih berbasis ketersediaan dan daya dukung lahan. Dari lima kategori alokasi penggunaan lahan dibangun menjadi variabel penggunaan lahan yang direduksi menjadi dua penciri penggunaan lahan yang mewakili keragaman 71,22 wilayah dengan gambaran ketersediaan penggunaan lahan. Penciri pertama menunjukkan keragaman 42,93 berkorelasi positif dengan pangsa luasan sawah beririgasi teknis dan non teknis. Setiap kenaikan satu unit penciri pertama berkorelasi dengan kenaikan 0,83 unit pangsa luasan sawah berigasi teknis dan 0,87 unit pangsa sawah beririgasi non teknis. Penciri ini menggambarkan bahwa 42,93 wilayah di Kalimantan Barat masih didukung oleh ketersediaan lahan untuk penggunaan sawah. Untuk penciri kedua memiliki total keragaman 28,29 yang berkorelasi positif dengan pangsa luasan lahan pertanian non sawah dan luasan lahan non pertanian. Kenaikan satu unit penciri kedua berkaitan dengan kenaikan 0,87 unit pangsa luasan lahan pertanian non sawah dan 0,91 luasan lahan non pertanian. Penciri-penciri yang dihasilkan dari PCA dimanfaatkan untuk mengklasifikasikan kecamatan berdasarkan kedekatan jarak antar penciri euclidean distance dengan teknik analisis klaster cluster analysis dengan memanfaatkan factor score unit analisis Lampiran 12. Nilai tengah penciri menjadi kategori pada tiap klaster seperti yang ditunjukkan pada Gambar 23. Melalui analisis diskriminan sepuluh penciri signifikan menjadi pembeda dari tiga kelompok yang terbentuk dengan besarnya kemampuan klasifikasi 98,86, artinya hanya 1,14 wilayah kecamatan yang berpeluang dikelompokkan pada kelompok lain. Setiap klaster menunjukkan tingkat kategori penciri yang beragam, bahkan klasterisasi jenis aktivitas sektor pertanian terpetakan dari analisis ini. Apabila aktivitas pertanian berbasis lahan merupakan penciri pada klaster 2, maka pada klaster 3 lebih menunjukkan wilayah dengan penciri utamanya adalah berbasis aktivitas peternakan. Gambar 23 Grafik nilai tengah Euclidean Distance penciri konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian. Dengan kategori yang tersusun, pada 175 kecamatan, untuk klaster 1 terdiri atas 132 kecamatan 75,43, klaster 2 terdiri atas 18 kecamatan 10,29 dan klaster 3 terdiri atas 25 kecamatan 14,29. Distribusi konfigurasi di tingkat kecamatan ditunjukkan pada Lampiran 13. Klasifikasi penciri menunjukkan bahwa klaster pertama menggambarkan wilayah dengan produksi kelapa hybrida, lada, kakao, populasi itik, sapi, dan babi, serta produksi padi yang rendah, sedangkan produksi ubi kayu, jagung dan kacang hijau terkategori sedang. Penciri untuk klaster kedua menunjukkan produksi kelapa hybrida, populasi itik, sapi, babi, dan ayam petelur terkategori sedang, aktivitas pertanian padi, ubi kayu, jagung, lada dan kakao terkategori tinggi, sedangkan produksi kacang hijau terkategori rendah. Pada klaster ketiga dijumpai tingginya aktivitas sektor perkebunan kelapa hybrida, populasi itik, ayam petelur, sapi dan babi, budidaya kacang hijau. Luas panen padi sawah dan padi ladang, produksi lada dan kakao terkategori sedang, sedangkan penanaman ubi kayu dan jagung terkategori rendah Tabel 38. Dari pencirian masing-masing klaster, klaster pertama dapat dikategorikan sebagai wilayah dengan aktivitas sektor pertanian yang rendah, klaster kedua berkategori sedang dan klaster ketiga dengan kategori tinggi. Secara spasial, konfigurasi sebaran aktivitas sektor pertanian ditampilkan pada Gambar 24. Nilai Tengah Penciri Konfigurasi Sebaran Aktivitas Pertanian Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Idx_AEPangf1 Idx_AEPangf3 Idx_AEBunf2 Idx_AEBunf4 Idx_AETBf2 Idx_AETUf2 Idx_AELahf2 Penciri -1,5 -1,0 -0,5 0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 n il a i te n g a h Tabel 38 Kategori Penciri pada tipologi aktivitas sektor pertanian Indeks Komposit PenciriPembeda Kategori I II III Idx_AEBunf4 Pangsa lokal produksi kelapa hybrida Rendah Sedang Tinggi Idx_AETUf2 Pangsa lokal populasi itik Rendah Sedang Tinggi Idx_AEPangf1 Pangsa produksi Ubi Kayu Sedang Tinggi Rendah Idx_AEPangf3 Pangsa produksi Jagung Sedang Tinggi Rendah Idx_AETBf1 Pangsa lokal populasi ternak sapi Rendah Sedang Tinggi Idx_AETBf2 Pangsa lokal populasi ternak babi Rendah Sedang Tinggi Idx_AEPadi Pangsa lokal luas panen padi sawah Rendah Tinggi Sedang Pangsa lokal luas panen padi ladang Rendah Tinggi Sedang Idx_AETUf1 Pangsa lokal populasi ayam telur Rendah Sedang Tinggi Idx_AEPangf2 Pangsa produksi Kacang Hijau Sedang Rendah Tinggi Idx_AEBunf3 Pangsa lokal produksi lada Rendah Tinggi Sedang Pangsa lokal produksi kakao Rendah Tinggi Sedang Sebaran spasial dari tipologi ini menunjukkan bahwa lebih dari separuh kecamatan tergolong kecamatan dengan kategori yang memiliki aktifitas pertanian yang rendah. Pada wilayah dalam klaster 2 dan klaster 3 aktifitas ekonomi pertanian cukup tinggi pada beberapa bidang yang berbeda. Gambaran ini menunjukkan bahwa aktifitas sektor pertanian di Kalimantan Barat, masih belum berimbang perkembangannya, meskipun sumbangan sektor pertanian secara regional merupakan sektor basis perekonomian daerah. Gambar 24 Peta konfigurasi aktivitas sektor pertanian di Provinsi Kalimantan Barat.